Setelah Agnes dan pemuda asing itu mencapai kata sepakat, berikutnya adalah pembuatan surat perjanjian kesepakatan antara pemilik apartemen yaitu Pak Evan dan mereka berdua. Selain kesepakatan seputar harga sewa dengan jumlah yang tetap selama 1 tahun, Agnes juga menambahkan pasal lain dimana pemilik apartemen diwajibkan untuk merahasiakan status penyewa kepada penduduk sekitar. Jika salah satu dari kedua pasal ini dilanggar oleh pihak pemilik apartemen, maka semua uang sewa yang sudah dibayarkan oleh pihak penyewa akan dikembalikan secara utuh. Hal yang sama berlaku juga dengan pihak penyewa.
Setelah mereka bertiga mencapai kata sepakat, maka Agnes segera mentransfer sebagian uang sewa apartemen sesuai dengan surat perjanjian yang sudah mereka tanda tangani. Sementara untuk sisa pembayaran uang sewa akan dilunasi oleh pemuda asing tersebut pada keesokkan harinya.Selepas Pak Evan pulang dengan wajah puas sambil menyerahkan kunci apartemen kepada mereka berdua, kini hanya tinggal Agnes saja dan pemuda asing itu yang tinggal di dalam ruangan kosong itu.Suasana terasa aneh karena mereka berdua sama sekali tidak saling kenal sebelumnya dan mulai besok, mereka akan resmi berbagi kontrakan apartemen."Agnes Nova…" kata Agnes memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya."Tristan Lewis…" balas pemuda urakan tersebut sambil menjabat tangan Agnes dengan gaya acuh tak acuh. Harinya sudah cukup buruk hari ini. Syukurlah ia berhasil mendapat apartemen baru untuk tinggal secepat ini. Hari ini, hari terakhir ia tinggal di apartemen lamanya. Besok, ia sudah harus angkat kaki dari sana. Yah, walaupun ia terpaksa harus berbagi ruangan dengan gadis aneh ini, tapi kelihatannya, ia cukup bisa diajak kerjasama.Agnes mengamati pemuda urakan yang ada di hadapannya. Dilihat dari penampilannya, kelihatannya pemuda tersebut berusia sekitar tiga puluhan. Dilihat dari gaya berpakaiannya yang urakan dan dekil, Agnes berpikir kalau pemuda ini mungkin adalah seorang mahasiswa pasca sarjana atau seorang pengangguran. Setelah insiden tadi, Agnes baru memiliki kesempatan lebih dekat untuk mengamati penampilan pemuda tersebut. Rambutnya yang agak ikal diikat ke belakang sekenanya sementara kemejanya terlihat kusut dan berantakan. Belum lagi celana jins sobeknya yang terlihat kusam karena belum dicuci. Tapi terlepas dari semua itu, wajah pemuda ini sangat menarik dan maskulin. Kulitnya yang berwarna kecoklatan, tatapan matanya yang tajam, alisnya yang tebal serta bentuk rahangnya yang tegas dan simetris. Belum lagi tubuhnya yang tinggi serta penampakan sekilas dari otot-ototnya yang terbentuk sempurna di lengannya. Pemandangan seindah ini pasti mampu membius mata para wanita normal dan menaklukkan hati mereka dalam satu jentikan jari!Sayangnya, Agnes adalah seorang wanita aseksual dan pesona pemuda itu sama sekali tidak mampu membuatnya luluh…"Kapan kamu mulai pindah?" tanya Agnes tanpa basa basi."Besok.." balas pemuda itu singkat tanpa memandang Agnes yang tengah berdiri di sebelahnya.Tristan sedang sibuk memencet beberapa tombol di telepon genggamnya dan kemudian melakukan panggilan singkat sambil berputar membelakangi tubuh Agnes. Dilihat dari gayanya, kelihatannya ia sedang menelepon perusahaan jasa angkutan barang untuk pindah rumah.Agnes menghembuskan nafas panjang. Kelihatannya setahun ini akan terasa sangat lama baginya. Melihat dari tindak tanduknya, Tristan terlihat angkuh dan menyebalkan. Seperti bisul di pantat. Ugh!!Tapi ia harus bertahan dulu sebentar sebelum mengumpulkan cukup dana untuk kembali pindah ke tempat yang lebih baik dan juga membantu biaya renovasi untuk panti asuhannya. Ya.. ya… bertahan, bertahan. Agnes! Kamu pasti bisa!"Aku ingin membuat sebuah perjanjian lain…"Suara Tristan tiba-tiba mengejutkannya dari belakang. Agnes menoleh. Wajah pemuda itu masih terlihat angkuh dan menyebalkan dengan senyum licik di bibirnya. Tapi tatapannya terlihat lebih serius sekarang. Agnes mengangkat alisnya."Antara kita berdua saja. Kau keberatan?"Agnes menggeleng pelan sambil tersenyum santai, "Silakan…""Ok, kita bertemu lagi di sini besok pagi. Hari ini aku akan membuat duplikat kunci untukmu dan mulai mengangkut barang-barangku dari apartemen lama. Besok kita bicarakan isi surat perjanjian bersama-sama sambil sekalian membagi ruangan secara adil. Bagaimana?""Cukup adil. Baiklah, kita bertemu lagi di sini besok." jawab Agnes."Kapan kamu berencana untuk pindah?" tanya Tristan lagi."Secepatnya dalam minggu ini. Aku tidak punya banyak barang jadi aku tidak merasa perlu menyewa jasa angkutan pindahan rumah.." balas Agnes acuh sambil mengangkat bahu."Ok, kalau begitu, sampai jumpa besok.." kata Tristan lagi sambil tersenyum manis dan membukakan pintu keluar untuk Agnes sebelum pada akhirnya mereka berpisah.Sepanjang perjalanan pulang, Agnes sibuk melamun di dalam bus. Ia memikirkan Tristan dan sikapnya barusan. Walaupun ia menyebalkan, kelihatannya orangnya cukup ramah. Mungkin nanti mereka bisa jadi teman baik. Mungkin…..................Panti Asuhan Young Generous, Kota Mori"Jadi kapan kamu pindah?" tanya Suster Hua.Mata tuanya tampak berkaca-kaca saat menanyakan hal tersebut. Suaranya terdengar serak dan parau. Agnes sudah tinggal di asrama ini selama lebih dari 15 tahun dan sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri. Agnes banyak sekali membantu Suster Hua untuk mengurus anak-anak yatim piatu yang senasib dengannya. Kehadiran Agnes seperti membawa angin segar bagi panti asuhan tua tersebut. Ia cantik, cekatan, rajin dan tidak pernah mengeluh saat ia membantu Suster Hua untuk mengelola manajemen panti asuhan dan karena Suster Hua tidak menikah, ia juga mengangkat keponakannya, Anne untuk ikut membantu mengurus asrama bersama dengan Agnes.Agnes tersenyum sedih sambil kemudian memeluk erat tubuh renta Suster Hua. Perlahan, air matanya turun membasahi pipinya. Hatinya terasa berat sekali meninggalkan tempat ini. Sebuah tempat yang sudah ia anggap sebagai rumahnya sendiri selama 15 tahun ini. Tapi pekerjaan barunya menuntut tenaga dan waktunya lebih banyak. Lalu, dengan gaji baru yang diperolehnya nanti, Agnes akan bisa berbuat lebih banyak untuk asrama ini."Aku pasti akan sering menelepon dan pulang ke sini, Ibu…" kata Agnes lirih malam itu. Ia sudah mengemasi barang-barangnya dan besok pagi-pagi, ia akan meninggalkan tempat ini."Jacob sudah tahu kalau kamu akan pindah?"Agnes mengangguk. Jacob adalah anak tunggalnya dan saat ini ia sedang bersekolah di asrama Kota Sierra dengan dana beasiswa.Agnes menemani Suster Hua mengobrol malam itu sampai akhirnya Suster Hua tertidur lelap. Agnes kemudian meninggalkan kamar tidur sambil menutup pintu kamar pelan tanpa suara..............Kota Mina, apartemen baruSupir sewaan menurunkan 2 koper besar dan Agnes melangkah keluar dari mobil sambil membawa tas ranselnya. Seperti yang ia bilang sebelumnya, barangnya tidak banyak. Seiring waktu, ia akan membeli perlengkapan rumah tangga lain pelan-pelan setelah ia memperoleh gaji dari perusahaan barunya.Setelah mobil pergi, Agnes lalu menelepon Tristan."Halo?""Oh.. kau…" balas Tristan cuek."Bisakah kamu keluar? Aku sudah di ba…""Masuk saja. Aku tidak mengunci pintunya…"Tristan sudah memotong kalimatnya sebelum Agnes menyelesaikannya. Bocah ini!!!Hari masih pagi, tapi darah Agnes sudah menggelegak naik sampai ke ubun-ubun! Kalau saja ia tidak membutuhkan telepon genggam untuk pekerjaannya, Agnes pasti sudah membantingnya keras-keras ke atas tanah!!Tanpa menunda lagi, Agnes menggeram dalam hati lalu bergegas memasuki apartemen baru tersebut dengan langkah-langkah panjang. Bocah ini harus dikasih pelajaran!!!Begitu ia sampai di lantai 2, Agnes langsung membuka pintu. Dalam waktu sepersekian detik, matanya terbelalak kaget melihat pemandangan di hadapannya. Hampir semua ruangan sudah terisi penuh dengan barang-barang Tristan yang bergaya pop kontemporer dan MEREKA BANYAK SEKALI!!! Sofa, lemari, rak buku, gitar klasik, gitar elektrik, dan lain-lain… semua sudut ruangan sudah terisi penuh dan… BERANTAKAN!!Dengan sudur matanya, Agnes bahkan bisa melihat ada beberapa dus besar yang penuh masih menumpuk di pojok ruangan.Tristan sendiri sedang duduk santai di atas sofa sambil tersenyum jahil. Di hadapannya, di atas meja, ada 2 lembar kertas kosong dan sebuah bolpen. Sementara satu kakinya disilangkan di atas lutut."I… INI APA??!!!" tanya Agnes kaget. Nadanya gusar. Ia benar-benar merasa terganggu dengan teman sekamarnya ini! Semua bayangannya tentang pembagian ruangan yang adil langsung buyar seketika!! Ini… INI BENAR-BENAR KETERLALUAN!!"Ini gayaku… Kau suka?" jawab Tristan dengan gaya mengejek sambil berdiri dan membentangkan kedua tangannya lebar-lebar.Sedetik berikutnya, sebuah sepatu melayang dan mengenai mukanya. PAKKK!!!"Dasar brengsek! Beraninya kau berbuat seenaknya tanpa memberitahuku dulu!! Kita akan tinggal berdua!! BER….DUA!! Apa otakmu sudah rusak? Hah? Sekarang, di mana aku harus menaruh barang-barangku??" balas Agnes sengit. Ia benar-benar sewot sekarang.Sambil mengusap-ngusap bagian wajahnya yang sakit karena lemparan sepatu Agnes barusan, Tristan menunjuk kepada salah satu kamar tidur di belakang dengan jempolnya."Tuh…"Tanpa banyak bicara, Agnes langsung menggeret koper-kopernya dan memasuki ruangannya. Berkebalikan dengan suasana di depannya, kamar tidur untuk Agnes benar-benar bersih tanpa ada satu pun perabot rumah tangga. Tidak ada kasur atau lemari baju di sana. Benar-benar polos seperti selembar kertas putih.Sambil menutup pintu kamar dengan punggungnya, Agnes menaruh koper-kopernya dan terduduk lemas di lantai. Semua energinya terkuras habis karena ia baru saja mengamuk tadi. Kepalanya terasa berdenyut-denyut. Dalam sekejab, Agnes menyesali keputusan bodohnya.Teman sekamar? Pembagian ruangan yang adil? Satu tahun?Bahkan jika ia bisa bertahan tinggal dengan pemuda menyebalkan ini selama 1 minggu, itu merupakan sebuah keajaiban!!............…Setelah menenangkan diri cukup lama, Agnes lalu melangkah keluar dan menghampiri Tristan yang sedang merokok di jendela sambil memandang keluar."Oh… kupikir kau pingsan. Habis lama sekali di dalam kamar…" kata Tristan sambil nyengir.Agnes menarik nafas panjang dan mengepalkan tinjunya erat-erat untuk menahan amarahnya di dalam hati. Sabaarrrr, sabar, Agnes… jangan sampai kecoak ini membuatmu mati berdiri hari ini!"Ayo, kita buat perjanjiannya sekarang…" ajak Agnes.Tristan tersenyum lebar, mematikan rokoknya dan membuang punting rokoknya keluar jendela."Ok…."……………………………………………………………..Mereka duduk berhadapan di atas sofa dengan wajah serius. Dua lembar kertas putih, satu bolpen dan sebuah kunci cadangan sudah berjejer rapi di atas coffee table."Siapa duluan?" tanya Tristan. Raut wajahnya datar tanpa ada perubahan sedikitpun."Aku…."Agnes segera menyambar kertas dan bolpen di hadapannya dan langsung menulis beberapa pasal dengan cepat. Tidak sampai 5 menit kemudian, kertas itu sudah terisi beberapa kalimat yang tertulis dengan rapi layaknya ditik di atas mesin tik.Tristan mengambil kertas tersebut dan tersenyum nakal sambil bersiul kecil."Wow… tulisanmu rapi sekali. Pekerjaanmu apa sih? Apakah kau seorang guru?"Ia bertanya sambil matanya menelusuri setiap baris kalimat dengan hati-hati. Lalu matanya berhenti di pasal 3 dan 4."Apa maksudnya…. Penyewa kedua berhak untuk memperoleh tempat untuk bersantai di dekat jendela favoritnya di pasal ke 3?"Tanpa banyak bicara, Agnes menunjuk sebuah sudut di de
Agnes bangun pagi-pagi sekali sebelum matahari terbit dan memulai rutinitas lari paginya. Baginya, ia saat-saat terbaik untuk memulai hari sambil melatih kebugaran fisiknya. Sambil mendengarkan lagu favoritnya melalui earphone, Agnes berlari ringan menyusuri lingkungan sekitar apartemennya dan menyapa penduduk lokal dengan ramah. Ada toko roti homemade di pojok jalan yang selalu memanggang roti-rotinya sebelum pukul 6 pagi. Bau harum roti semerbak yang seketika merangsang bunyi gemuruh di perut Agnes saat ia berlari melewati toko tersebut. Ada juga toko bunga yang sibuk menyiapkan dan memajang bunga-bunga segar saat Agnes sekelebat melewatinya. Agnes juga melihat pasar tradisional, mini market serta pelelangan ikan yang berada agak jauh di area pelabuhan.Dengan nafas terengah-engah, Agnes beristirahat sebentar di pelabuhan sambil mengamati perahu-perahu layar yang berjejer rapi di dermaga. Bau angina laut dan bunyi burung camar membuat tubuhnya rileks dan segar. Perlahan, ia m
Agnes tertegun saat melihat reaksi wanita tersebut. Alis matanya berkerut ketika senyum wanita itu menjadi semakin cerah saat melihat sosok dirinya."Oia, Vika. Kenalin… ini temanku….""Foto model super keren yang bakal jadi bintang tamu di acara pemotretan cover bulan depan kaannn?!!! Aku tahu koq…" potong wanita itu dengan cepat sementara raut wajahnya berbinar-binar saat mengamati Agnes lebih dekat. Ia lalu mengelilingi Agnes beberapa kali sambil berdecak kagum."Ya ampunnnnn… ya ampunnn… baru aku melihat seorang model dengan struktur tulang sebagus ini. Tubuhmu tidak hanya tinggi tapi juga sangat simetris. Belum lagi raut wajahmu yang cantik dan unik. Aura seorang supermodel memang beda yaa…"Agnes gelagapan saat ia disangka sebagai seorang model terkenal. Matanya bolak balik memandang ke arah Jojo dengan tatapan tak berdaya untuk meluruskan kesalahpahaman tersebut tapi Jojo malah tertawa terpingkal-pingkal saat melih
Agnes jelas-jelas bingung dan salah tingkah saat melihat tingkah Jojo yang super ajaib di hadapannya.Ia ikutan jongkok dan menyuruh Jojo bangun dengan nada risih."Heh!!! Apa-apaan sih elu? Norak tau… bangun! Cepet! Kalau ada yang lihat gimana?"Jojo lalu menggamit kedua lengan Agnes erat-erat dan memandang wajahnya dengan tatapan yang sangat serius."Gue mau berdiri asal elu mau bantuin gue…"Agnes yang mendengar perkataan Jojo lalu mengangguk sambil sesekali menatap sekitar mereka. Takut ada yang melihat aksi aneh mereka saat ini."Beneran nih? Elu mau bantuin gue?" tanya Jojo serius. Tatapan matanya tak bergeming sama sekali."Iya.. iya… bantuin apa sih?? Paling bantuin elu lembur gara-gara ada fotografer yang sakit bukan?" tanya Agnes balik dengan nada bingung. Ia sama sekali tidak punya gambaran tentang apa yang barusan sedang terjadi sebelumnya."Bantuin gue untuk jadi cover model Fashion Blast bulan depan…."
Universitas Rotteo, Kota SierraSiang itu hari terasa panas sekali sementara Tristan tengah duduk dengan santainya di dalam ruangan Professor Roberto. Sambil setengah berbaring di atas sofa, Tristan menguap dengan malas. Ia sudah menyelesaikan tugasnya hari itu dan salah satu alasan kenapa ia berada di dalam ruangan professor senior itu adalah untuk menghindari kejaran dari para wanita yang selalu memburunya setiap kali kelas bimbingannya selesai. Baik adik kelas maupun dosen-dosen wanita, semuanya sama saja. Mereka selalu mencari-cari kesempatan untuk menempel erat padanya. Bahkan, dengan santainya, Tristan dulu seringkali berganti-ganti pasangan hampir setiap hari untuk memuaskan hasrat seksualnya. Tapi kini ia mulai jenuh dan muak dengan semua perempuan yang selalu mengejar-ngejarnya. Jadi, sekarang, ruangan ini adalah tempat pelariannya yang paling aman untuk ia beristirahat siang saat ini. Lagipula, ia adalah asisten pembimbing Professor Roberto, salah satu pengajar paling
Di dalam kamar sebuah hotel bintang lima ternama di kota Sierra, sepasang pria dan wanita dewasa tengah melenguh dan mendesah sensual dengan nikmatnya. Kedua tubuh telanjang mereka dibanjiri keringat, menandakan kalau aktivitas bercinta sudah sangat intens dan saat ini mereka sudah mencapai titik klimaks.Semenit kemudian, wanita tersebut lalu mengeluarkan suara erangan panjang penuh kenikmatan sementara si pria yang berada di posisi bawah hanya memandang adegan tersebut dengan senyum lebar. Erangan itu juga yang menyudahi aktivitas bercinta mereka yang sudah mereka lakukan selama 3 jam terakhir ini. Selanjutnya, mereka berdua berbaring lelah di atas ranjang dengan ekspresi penuh kepuasan."Kau haus? Aku ambilkan minum ya?" tanya sang pria sambil mengecup manja dahi wanita cantik yang baru saja menjadi bed partnernya barusan. Sang wanita hanya membalas pertanyaan tersebut dengan senyum manja sambil mengangguk singkat.Pria tersebut lalu menuangkan segelas wine dan seg
Robert sedang mandi ketika teleponnya berbunyi. Ia yakin kalau saat ini, Wanda pasti sudah sampai di tanah air sementara ia baru akan menyusul pulang malam ini. Puluhan email yang diterimanya menandakan kalau urusan kantornya tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk diabaikan. Beberapa perjanjian dan dokumen penting malah sudah mengantri di atas meja kerjanya.Dengan tubuh setengah telanjang yang memamerkan otot-otot tubuhnya yang kekar, Robert lalu mengankat teleponnya."Hi, dear. How are you?"Sebuah suara wanita manja menjawab pertanyaannya dari seberang sana."Bagaimana dengan pemotretanmu hari ini?"Robert ingat kalau Linfey baru saja menandatangani kontrak kerja dengan majalahnya minggu lalu dan hari ini ia akan menjalani sesi pemotretan cover majalah perdananya dengan Fashion Blast. Sebuah berkah untuknya karena nama besar Linfey merupakan jaminan tambang emas di dunia fashion. Robert yakin kalau di bulan depan, oplah majalah akan meningkat
Agnes sampai ke apartemen pada malam itu dengan tubuh yang sangat letih. Ini adalah hari pertamanya bekerja dan setelah ia menjadi model pengganti, ia diharuskan untuk mengikuti sesi pemotretan sebagai fotografer dan mendampingi para model untuk pengisi majalah fashion selama 7 jam non stop.Tulang-tulangnya serasa sangat lunglai dan tak bertenaga sementara matanya sulit untuk diajak berkompromi untuk tetap terbuka lebar. Agnes segera menjatuhkan dirinya ke atas sofa dan segera jatuh tertidur tanpa sempat membuka kacamatanya lagi. Dalam hitungan detik, kesadarannya sudah beralih ke alam mimpi. Bahkan deringan suara telepon dari Jacob pun tidak mampu membangunkannya.............…Tristan sampai di apartemen ketika malam sudah sangat larut. Setelah ia membuka pintu apartemen, ia merasakan hembusan angin dingin menerpa tubuhnya. Ternyata, Agnes belum sempat untuk menutup jendela tadi dan angin malam berhembus cukup kencang saat itu. Tanpa menunda lagi
Seminggu itu Arissa dan Cristan sibuk sekali. Arissa bahkan sampai sengaja memadatkan jadwalnya di hari Jumat supaya ia bisa memenuhi janjinya untuk mengajak Cristan keluar rumah seharian di hari Sabtu.Bagi Cristan sendiri, semingguan tersebut terasa sangat menyenangkan baginya. Ia bisa lebih dekat dengan Arissa sambil mengamati gadis itu lebih dekat karena posisinya sebagai seorang manajer. Pada jam makan siang, biasanya mereka juga bisa mengobrol bersama dengan Jojo dan Vika. Cristan tidak ingat sudah berapa lama ia tidak tersenyum seperti ini sebelumnya. Arissa juga. Ia terlihat jauh lebih menarik sekarang karena sering tersenyum.Tak lama, hari Sabtu yang mereka berdua nantikan pun tiba.…………………………………………………………………………………………&h
Kantor utama Fashion BlastArissa sudah berubah wujud sebagai “Snow” ketika Vika dan Jojo sudah memilihkan beberapa pakaian yang harus digunakan oleh Arissa untuk pemotretan hari itu. Tema foto pagi itu adalah Breeze sehingga nuansa baju yang wajib dikenakan Arissa banyak bernuansa tropis dengan kombinasi warna putih, biru dan hijau.Sementara Arissa sedang melakukan pemotretan, Cristan yang merasa bosan, lalu berjalan-jalan di sekitar kantor dan baru akan menuju ke café ketika matanya menangkap seorang sosok pria yang sangat familiar dengannya. Pria itu bertubuh tegap dengan wajah bulat dengan mata berseri-seri sehingga menimbulkan kesan sedikit kekanak-kanakan. Di sebelah tangannya, ia membawa sebuah buket lavender ungu yang cantik sekali. Sementara tangan yang satunya lagi tampak membawa bingkisan berupa kotak berwarna ungu juga.Mata Cristan langsung membesar ketika ia tiba-tiba mengenali sosok tersebut!Itu George!George Sa
“Cium aku…”Hanya dua kata!Tapi kata-kata tersebut mampu membuat warna muka Arissa berubah semerah kepiting rebus dan gugup setengah mati. Cristan sangat menikmati pemandangan di hadapannya saat menggoda gadis ini sekarang.“Jadi…?” tanya Cristan lagi dengan posisi tubuh yang sama dengan mata mengerling nakal.Arissa menarik nafas dalam-dalam berkali-kali untuk menenangkan dirinya.“Ok..” katanya pelan.“Tutup matamu..”Cristan menurut dan menutup matanya perlahan. Ketika tiba-tiba kemudian ia merasakan sebuah sentuhan lembut secepat kilat di pipinya dan sebuah langkah panic yang tergopoh-gopoh pergi lalu ia mendengar suara pintu dikunci dari dalam. KLIK!Cristan membuka matanya.Sosok Arissa dan laptopnya sudah menghilang dari sampingnya.Ia masih termangu-mangu bingung sambil memegangi pipinya yang tadi dicium Arissa dan sebuah senyum lebar menghiasi
“ARISSSSAAAAAAA…..”Suara teriakan yang menggelegar langsung menyentak mereka berdua.George sedang berlari kea rah mereka sambil melambaikan kedua tangannya ke atas lebar-lebar.Arissa bangkit berdiri sambil tersenyum. “Ada apa, George?”Dalam waktu singkat, George sudah sampai di depan mereka. Wajahnya memerah karena habis berlari dan raut wajahnya berseri-seri.“Ibuku baru saja membuat mengeluarkan pudding pannacotanya dari dalam kulkas dan ia menyuruhmu untuk cepat pulang untuk mencicipinya. Kau pasti suka! Puding pannacota ibuku terkenal sekali di daerah sini…” kata George berapi-api. Tangannya langsung menarik tangan Arissa yang masih terpaku bingung karena cepatnya kalimat George tadi. Tapi, dengan pasrah, Ariss lalu mengikuti langkah kaki George yang langsung mengajaknya ke rumahnya. Sementara Cristan masih terpaku di tempatnya.“……menyukaimu…”
Cristan menggigit bibir bawahnya dengan sikap salah tingkah sementara Arissa menatapnya dengan tatapan ingin tahu.Akhirnya, Cristan menghembuskan nafas panjang. Sebenarnya, jauh di lubuk hatinya, ia malas sekali membahas masalah ini tapi ya sudahlah…“Apakah kau pernah mendengar tentang Klan Levy?” tanya Cristan.Arissa menganggukkan kepalanya dengan tegas. “Iya, kalau tidak salah, mereka adalah organisasi yang banyak bergerak di bidang kemanusiaan dan pendidikan untuk anak-anak di negara-negara miskin bukan?”“Iya, itu salah satu kegiatan kami tapi sebenarnya Klan Levy memiliki banyak sekali unit bisnis dan melakukan banyak riset serta inovasi di bidang ilmu pengetahuan untuk terus meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan umat manusia di muka bumi ini. Sampai saat ini, kami sudah memiliki banyak sekali cabang perusahaan di bidang teknologi, property, pariwisata, infrastruktur, dan banyak lagi. Bisa dikatakan, hampir d
Di hadapan mereka terhampar sebuah permadani raksana berwarna ungu dengan kontur tinggi rendah khas perbukitan utara yang sangat cantik. Sementara langit yang berwarna biru cerah menjadi latar belakang pemandangan yang berpadu sempurna dengan sangat menakjubkan. Seakan-akan Tuhan sendiri yang melukis bukit ini dengan tanganNya sendiri.“Cantik bukan?” tanya George bangga saat melihat reaksi Cristan dan Arissa yang masih melongo karena takjub atas apa yang mereka lihat sekarang.Tanpa membuang waktu lagi, Arissa langsung mengeluarkan kameranya dan mulai memotret sambil mengitari perkebunan lavender tersebut untuk mencari angle terbaik. Cristan sendiri ikut berjalan-jalan sambil menikmati pemandangan langka tersebut. Lagipula, hanya ada mereka berdua di sana.Semilir angin sepoi-sepoi bertiup dan menghembuskan semerbak wangi lavender. Arissa mengecek beberapa hasil fotonya dan tersenyum puas dengan hasilnya. Tanpa ia sadari, Cristan yang sedang berada
Arissa mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali sambil berusaha duduk dibantu oleh Cristan di sampingnya. Tangan kanannya terasa kebas karena posisi tidurnya yang sama semalaman, tanpa bergerak sedikitpun.Ia lalu mengusap-ngusap wajahnya dengan kening berkerut. Hari itu kebetulan dirinya libur dari kantor tapi Arissa merasa ada sesuatu yang penting yang harus dikerjakannya dengan segera hari itu. Apa ya? Pikir Arissa sambil berusaha keras mengingat apa yang dilupakannya.Sampai kemudian, tiba-tiba ia bangkit dari sofa mendadak dengan wajah seperti baru saja tersambar petir di siang bolong!Astaga!Ia ingat sekarang!Lavender Hill.Ia ada janji membantu George untuk memotret perkebunan bunga lavender mereka hari ini!Astaga! Astaga! Astaga!Arissa cepat-cepat melihat jam dinding. Pukul 10.00. Ya ampunnnn… ia sudah terlambat 1 jam dari waktu perjanjian! Cepat-cepat ia lalu mengambil handuk dan segera berlari secepat kil
“Cristan, kita pulang ya…”Hanya empat kata. Begitu sederhana. Tapi api yang membakar di hati Cristan langsung padam seketika. Mata Cristan terlihat kuyu sekali ketika Arissa menepuk punggungnya pelan untuk membimbingnya masuk ke dalam apartemen.……………………………………………………………………………………….Di dalam alam bawah sadarnya, Arissa sudah tahu ada sesuatu yang tidak beres saat Cristan mengajaknya ke kebun belakang dan memperlihatkan taman mawar yang bermandikan cahaya itu padanya. Tatapan mata Cristan saat itu begitu sedih dan pedih seperti seekor hewan yang terluka parah sementara Arissa dengan bahagia mengelilingi taman tersebut dan memperhatikan setiap detil miniature yang ada di dalamnya.Lalu, ketika tanpa sengaja ia mem
Arissa terbangun saat subuh karena ia merasa sangat perlu ke toilet. Matanya masih terasa berat dan mengantuk karena ia terbangun secara tiba-tiba atas panggilan alam tubuhnya. Perlahan, setelah ia keluar dari kamar mandi, telinganya menangkap bunyi mesin mobil di luar. Untuk sesaat, rasa kantuknya hilang dan ia lalu melihat keluar jendela.………………………………………………………………………Cristan sudah sampai di depan apartemen dengan wajah kusut sementara pengawal yang bertindak sebagai supirnya tadi segera undur diri bersama teman-temannya ke hotel terdekat yang sudah disiapkan Jade untuk mereka tinggal sementara waktu.Cristan tinggal sendirian sekarang.Bayangan erotis antara ayah dan Tante Wanda masih menari-nari di benaknya ketika hujan perlahan turun dari langit. Cristan merasakan da