Bab 150Pov Bu Dewi Waktu berjalan terasa begitu cepat, malam ini kami mengadakan acara kirim doa tujuh harinya Mas Hasan. Entah mengapa rasa kehilangan dalam diriku ini seperti sudah tidak ada sama sekali. Aku sudah bisa melupakan dia, mungkin karena kesakitan yang terus dia berikan menjelang akhir hidupnya itu. Hingga aku pun merasa sangat nyaman sekali tanpa dia.Urusan dengan keluarga Adelia sudah selesai. Saat aku beberapa hari yang lalu bertandang ke rumahnya, Pak Supar hanya meminta agar kami lebih sering mengajak Lio datang kesana, untuk menemui saudaranya. Sedangkan rencananya Pak Supar akan bekerja di luar negeri menjadi seorang TKI. Si sulung nanti akan dirawat oleh tantenya.Sebenarnya sih aku kurang setuju dengan pilihan Pak Supar itu. Si Aura saat ini seorang piatu, yang dia punya hanya sang Ayah, seharusnya Pak Supar melimpahkan banyak kasih sayang padanya. Tetapi siapa aku? Tak mungkin aku akan mencegah pilihan orang lain. Hanya bisa berdoa saja semoga semua yang dia
Bab 151Pov Bu DewiMalam ini mereka pun datang bertandang ke rumah, untuk mengikuti acara kirim doa terakhir untuk Mas Hasan itu."Ma, kenapa Sih Tante Rini itu kelihatan sepertinya murung banget akhir-akhir ini?" tanya Fika yang sedikit berbisik padaku.Aku segera menggeleng dengan pertanyaan dari Fika itu. "Entahlah Nak, mama pun melihat sepertinya ada yang berbeda," jawabku sambil melihat ke depan.Dimana saat ini Nesya dan Bu Rini sendang duduk di sofa berdua. Nesya terus bermanja pada sang ibu yang ekspresinya sangat datar sekali. Padahal kemarin dia sangat berharap bisa dekat dengan putrinya itu, tetapi sekarang setelah semuanya seperti yang dia harapkan, entah mengapa sepertinya dia sangat pasif.Seperti sebuah keterpaksaan disana, mungkinkah aku melewatkan beberapa kejadian saat dulu bertandang ke rumah Pak Supar dan tak datang ke rumah sakit?"Sepertinya ada yang tak beres deh Ma. Nesya yang kemarin terus mengamuk dan marah, sekarang malah terlihat langsung senang sekali da
Bab 152Pov Author Bu Dewi pun akhirnya menyerah dan tak lagi bertanya pada Bu Rini, karena jawaban yang diterima itu seperti sebuah peringatan. "Hidup ini seperti yang Bu Dewi bilang, adalah sebuah pilihan yang setiap pilihan itu pasti ada konsekuensinya. Itu lah yang sedang saya jalani saat ini, Bu. Sekian lama saya meninggalkan Nesya, dan jika saya ingin kembali dekat dengan dia, maka saya harus melakukan banyak cara bukan?" Bu Rini nyatanya kembali berucap.Bu Dewi mengangguk beberapa kali saat ini. "Jadi ... apa ini berarti memang Bu Rini sedang mendekati Nesya begitu?" tanya Bu Dewi, karena tadi lawan bicaranya pun kembali berucap."Iya seperti itu lah, Bu. Tetapi memang saya saat ini tak bisa mengatakan apa cara itu. Saya minta doanya saja ya Bu, agar Nesya bisa kembali menjadi gadis yang baik. Dan, hubungan kami berdua segera bisa membaik. Karena saat ini yang terpenting dalam hidup saya adalah Nesya," lirih Bu Rini lagi.Justru dengan ucapan Bu Rini itu, Bu Dewi makin mera
Bab 153Pov Author Memang tak ada satu pun manusia yang bisa menebak dengan apa yang terjadi keesokan hari. Kadang apa yang kita harapkan sangat jauh beda dengan semua yang terjadi. Seperti kini yang dialami oleh Bu Rini."Bu! mana sih makanannya? Jam segini kok belum matang? Bisa kerja nggak sih? Rugi dong jadi babu diluar sana selama dua puluh tahun tapi masih lelet saja!" teriak Nesya yang sudah bersiap di meja makan rumah Bu Dewi siang itu."Sebentar Nak, ini masih kurang kering ikannya!" jawab Bu Rini dari arah dapur, yang letaknya lumayan jauh."Duh lelet banget sih. Ngapain saja sih dari tadi!" teriak Nesya sambil memukul meja makan dengan sendok.Gadis berkulit hitam manis itu pun kemudian bangkit dan menuju ke dapur. Tak beda seperti seorang majikan yang sedang memarahi pembantunya, dia pun berkacak pinggang saat ini pada ibunya."Ngapain saja sih sejak tadi? Apa memang kamu sengaja mau buat aku mati kelaparan? Biar aku mati seperti bayiku dan juga Mas Hasan?" tanya Nesya ta
Bab 154Pov AuthorFlash backKetika Bu Dewi dan Fika pulang dari rumah sakit saat itu, sebenarnya Bu Rini sudah merasakan ada yang berbeda pada Nesya. Tetapi dia tak ingin salah paham dulu pada putrinya, harapannya tetap Nesya akan benar-benar menjadi anak yang baik."Kamu sudah mau memaafkan ibu kan?" tanya Bu Rini hati-hati saat itu.Nesya tertawa kecil dulu saat itu, dan disaat itu pikiran negatif Bu Rini pun makin menjadi. Sebagai seorang ibu dan memang merasa bersalah, Dia pun tetap harus mengalah."Memang kesalahan yang ibu buat terlalu besar, tetapi sungguh ibu melakukan semua itu karena terpaksa. Meski berada di manapun, ibu selalu mendoakan kamu disetiap hembusan nafas ini." Bu Rini berucap dengan menahan air mata yang sebenarnya sudah ingin jatuh sejak tadi.Mengatakan tentang masa lalu, sontak memang selalu membuat wanita ini bersedih. Dan satu lagi, selalu sukses juga membuat dia teringat pada sosok almarhum Pak Hasan yang menyebabkan semua luka itu, yang pengecut dan tak
Bab 155Pov Author Flashabck Mendengar perkataan Nesya yang tanpa saringan itu sontak membuat Bu Rini merasa tak enak, mungkin memang apa yang baru saja dia katakan itu tadi adalah salah."Bukan begitu maksud ibu, Nak. Maksudnya jika memang bisa, tentu ibu akan melahirkan kamu dalam keluarga yang baik dan utuh, tidak dengan cara seperti ini." Bu Rini segera meralat ucapannya itu.Sebuah hal yang tak di duga kembali oleh Bu Rini adalah Nesya saat itu langsung memegang dagunya dan mencengkeram dengan erat. Entah dari mana gadis yang baru saja melakukan operasi caesar itu punya kekuatan lebih."Sekali lagi kamu menyalahkan Mas Hasan atas semua ini. Maka jangan salahkan aku jika aku berbuat lebih menyakitkan dari ini pada kamu!" ancam Nesya sambil menghempaskan wajah ibunya itu dengan kasar.Bu Rini merasakan sakit, tapi ancaman Nesya yang baru saja itu membuat dia semakin heran saja."Kenapa kamu begitu membela dia? Apa karena dia ayah kandung kamu?" Bu Rini masih bertanya dengan amat
Bab 156Pov Author Flash backNesya kini kembali menjerit dan membuat Bu Rini menjadi panik. Dia langsung bangkit dan berusaha menenangkan putrinya yang kembali histeris saat ini."Istighfar, Nes. Istighfar!" ucap Bu Rini yang berusaha merengkuh putrinya. "Ibu akan segera memanggil dokter!" Namun saat itu Nesya dengan cepat memegang lengan ibunya. "Tetap disini! Aku tak perlu dokter. Aku tak gila! Tetap disini atau sampai kapan pun aku tak akan pernah menganggap kamu sebagai ibu!" ancam Nesya Dengan mata berapi-api.Mendengar ancaman seperti itu, tentu saja Bu Rini langsung mengangguk dan menghentikan langkahnya. Karena hal yang utama baginya saat ini adalah kembali bersatu dengan Nesya. Putri yang selama dua puluh tahun lebih ini menang telah dia tinggalkan."Ibu tidak akan memanggil dokter, tetapi kamu yang tenang ya, Nak. Ini minum dulu airnya," ucap Bu Rini sambil mengangsurkan air mineral pada Nesya.Nesya pun menyambar botol kecil air mineral itu dengan kasar dan segera mengha
Bab 157Pov Author FlashabckSeperti kerbau yang dicintai hidungnya, Bu Rini pun dengan segera mengambil tas dan memberikan SEMUA apa yang dia punya pada anaknya. Rasa bersalah dan rasa kangen pada sang putri telah membuat dia buta. Padahal seorang ibu seharusnya bisa membimbing anaknya untuk menjadi pribadi yang lebih baik, bukan malah dia yang manut pada anaknya yang salah itu."Apa ini sudah semua?" tanya Nesya setelah Bu Rini mengatakan pula PIN ATM miliknya."Sudah, Nak. Itu tabungan ibu selama dua puluh tahun," jawab Bu Rini lirih."Wah bagus dong! Dengan kata lain ini adalah mutlak uangku! Sebagai ganti dua puluh tahun yang hilang itu! Mulai sekarang kamu adalah pembantuku ya! Sekali saja kamu nggak menuruti permintaanku atau mengadu pada orang lain! Saat itu juga semua hancur!" Nesya terus saja mengancam sang ibu.Bu Rini sesungguhnya saat ini pun tahu jika semua ini salah, tetapi dia masih berharap jika Tuhan akan membukakan pintu hati Nesya untuknya. Dia terus akan mencoba