Aku memilih diam saja sembari terus melangkah menuju kamar. Mendengar ucapan Mas Azzam, aku sudah tak ingin perduli apapun kata dia. Yang katanya tak akan melepaskan aku. Mungkin dia belum puas sebelum melihat hidupku benar-benar hancur lebur.
"Kay ... buatkan Mas kopi!" pinta dia dengan santainya. Seolah tak terjadi apa-apa di antara kami. Meskipun hati tak mau. Terpaksa aku melakukan tugas sebagai istri. Aku buatkan kopi pesanan mafia kelamin sebelum membuat hati semakin sakit dengan segala hinaan dan siksaannya. Setelah selesai membuat kopi. Aku lekas membawa ke kamar. Karena Mas Azzam masih di dalam menemani Daffa yang masih terlelap dalam tidur siang. Padahal hari sudah semakin sore. Aku lirik jam sudah menujuk di angka 15.15menit WIB. "Kay, Mau mandi? Mandi bareng Mas yuk!" ajak Mas Azzam ketika melihatku mengambil handuk dan membawa baju ganti. Aku bergegas keluar kamar dan menuju kamar mandi yang terletak di samping dapur tanpa mau menjawab pertanyaan Mas Azzam. Tetapi ... ternyata ada Mama yang baru masuk ke kamar mandi. Karena kamar mandi cuma satu, terpaksa harus menunggu untuk bergantian. Setelah Mama keluar tanpa melirikku yang berdiri tak jauh dari pintu. Aku lekas berlari masuk kamar mandi. "Kayla! Mas ngomong sama kamu bukan sama patung kan? kamu sudah tuli?" sentak Mas Azzam sembari menggebrak pintu kamar mandi yang sudah tertutup rapat dan aku kunci. Sekitar 15 menit menyelesaikan ritual mandi. Aku segera ganti baju di dalam saja karena takut berpapasan dengan ayah mertua yang kerap menatapku dengan tatapan mesumnya. Karena pernah aku tak sengaja. Lepas mandi tidak membawa baju ganti ke kamar mandi dan hanya memakai handuk saja. Ayah memergoki dan menatapku tanpa berkedip. Saat itu aku lekas berlari masuk ke kamar dan mengunci diri. "Mandinya cepat amat, Sayang?" kata Mas Azzam mungkin coba merayu. Aku melihat Daffa sudah tak ada di kamar entah dibawa kemana anak itu. Aku masih tetap membisu. Rasanya sudah muak melihat wajah laki-laki yang ada di hadapanku. Apa lagi jika teringat beberapa jam yang lalu. Bagaimana pria bejad itu berciuman bersama madunya tanpa mengehiraukan perasaan aku yang hadir di sana. "Sayang! Kamu pakai sabun apa sih? baunya harum kaya gini," katanya lagi. Saat aku sedang menyisir rambut. Mas Azzam menciumi punggung serta merayap ke leherku. Aku berusaha menghindar. Tetapi, dengan cepat Mas Azzam menarik paksa lenganku hingga terjatuh tepat dipangkuannya. Lekas aku beranjak dari sana dan berusaha lari keluar. Tetapi, tangan kekar itu kembali menarik paksa tubuh mungilku. "Layani Mas, Sayang. Lihat kamu seger kaya gini bikin juniornya Mas langsung meronta pengen dimanjain, Yank." Kata Mas Azzam membuatku serasa ingin muntah. Membayangkan miliknya masuk ke beberapa lubang, sekarang mau masuk ke milikku. Oh no ... !!? "Aku lagi datang bulan, Mas." Kataku memberi alasan. Bodo amat mau dikatain durhaka juga. Aku masih bertahan karena memikirkan bagaimana caranya agar bisa lepas dari Mas Azzam juga Daffa bisa jatuh ke tanganku sepenuhnya. "Hhmm ... yakin?" "Kay, Maafin Mas ya. Mas menduakan kamu bukan berarti Mas sudah tidak cinta dan tidak sayang lagi sama kamu. Bukan kah dalam agama Islam di perbolehkan suami memiliki istri lebih dari satu?" Aku tak mau perduli apapun yang dia katakan tentang pernikahan dia yang entah ke berapa kali.Toh faktanya aku sudah terjebak dalam kepalsuan cintanya.Tetapi setelah makin ke sini, aku ingin terbebas dari lelaki mafia kelamin ini. "Meskipun dalam hati Mas sudah ada Tia. Tetapi kamu di hati Mas tetap yang terbaik, Sayang," rancaunya lagi. Sebelum menjawab, aku tatap wajah lelaki yang sudah membersamaiku selama 3 tahun itu. "Sepertinya pernikahan kita harus segera kita akhiri saja, Mas." Aku memotong ucapannya. "M-maksud kamu?" tanya Mas Azzam singkat. Wajahnya terlihat menggelap dengan sorot mata yang sudah tajam menatapku. "Maksud aku sudah jelas, Mas. Kita sudahi saja pernikahan kita ini. Kamu sudah banyak membohongiku. Harus sabar bagaimana lagi aku menghadapi kelakuan kamu, Mas?"Sengitku yang kali ini benar-benar ingin mengeluarkan segala uneg-uneg di hati. Mas Azzam berjalan mendekat. Tatapannya sangat tajam dan mengerikan. Lelaki itu mengepalkan tinjunya kuat-kuat dengan rahang yang sudah terlihat mengetat pula. "Jangan macam-macam kau Kayla. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikan kamu. Kau tau apa alasannya? kau punya hutang banyak sama aku, Kay. Kau lupa? pengobatan ayahmu menggunakan uangku sebesar hampir 20 juta. Jadi, anggap saja kamu itu pengganti uang yang ayah kau pakai meskipun dia pada akhirnya mati. Kau ibarat pel**ur pribadiku, Kayla," sarkas Mas Azzam. Mendengar itu, mulutku ternganga tak percaya. Jadi, selama ini aku di ibaratkan barang gadai ataukah semacam pel**ur untuk suamiku? "Hehehe ... kau memperhitungkan uang yang sudah kau berikan untuk pengobatan ayahku, Mas? Lalu, apa kabar uang tabunganku yang terpakai untuk biaya persalian Daffa benih kau, darah daging kau sendiri?" Aku terkekeh meski dalam dada menahan gemuruh yang serasa ingin meledak. "Kau tau berapa biaya persalinan Daffa? hampir 13juta, Mas. Dan ... uang tanah warisan almarhum ibu, kau jual dengan merayu kakak sepupu aku yang memegang sertifikatnya. Kemana uangnya?" imbuhku tak kalah sengit untuk mengungkit masa yang telah terlewati dan tak berati. Grek Aku terkejut saat tangan kekar itu mencekik leherku begitu kuat. Mataku melolot tak percaya melihat Mas Azzam berbuat kasar seperti ini. "L-lepas-in!" Sekuat mungkin tanganku menarik lengan kekar itu yang semakin kuat mencecik leher. "Bundaaa ... " Beruntung Daffa masuk dan memeluk sehingga Mas Azzam melepaskan cengkraman tangannya. Aku terengah-engah mengatur pernafasan yang nyaris kehabisan. Sakit sekali rasanya cengkraman itu. "Sekali lagi kau minta cerai, aku bu*uh kau!" sentak Mas Azzam mengancam sebelum ia berlalu keluar kamar. Dugh! Brakkk! Kembali aku tersentak mendapati Daffa ditendang Mas Azzam hingga kepalanya membentur sudut almari baju.Seketika Daffa menangis kecang. sedangkan Mas Azzam keluar dengan membanting pintu begitu kasar. Lekas aku meraih dan kugendong Daffa yang sedang menangis memegangi kepala yang ternyata benjol di keningnya. "Astaghfirullah.""Keylaaa ... !!! Dari tadi brisik terus. Ada apa sih?" sentak Mama. Kepalanya menyembul dibalik pintu kamarku. Aku hanya melirik sinis pada Mama. Hatiku sudah benar-benar sakit sekali. Aku raih Daffa dan kugendong keluar kamar melewati Mama yang masih berdiri dekat kamarku dengan sorot mata kebenciannya. Sedangkan Mas Azzam entah sudah kabur kemana. "Cucu, Bun," pinta Daffa menunjuk kotak susu yang biasa aku taruh di atas meja kecil samping rak piring. Segera saja kubuatkan susu agar tangisnya mereda. Memar dikeningnya membiru. Aku lekas mengambil es batu yang kebetulan tak di gembok untuk meredakan nyerinya setelah selesai membuat susu. "Maafin Bunda ya Nak!" ucapku seraya menggosok-gosokkan es batu ke luka memarnya meskipun Daffa merintih kesakitan.Setelah tangis Daffa mereda. Aku kembali masuk ke dalam kamar dan menidurkan Daffa yang tertidur lagi dalam dekapanku. Aku raih koper yang ada di atas almari. Kemudian, aku membereskan baju-baju milik aku dan Daffa lalu aku masukan k
Tubuhku seolah membeku mendengar apa kata Teh Nani barusan. Mas Azzam telah membawa pergi Daffa ke rumah istri muda.Aku bingung harus berbuat apa? Tega-teganya Mas Azzam akan memisahkan ibu dengan anaknya. Mending kalau ibu tirinya baik. "Kay, Kamu coba kejar saja! Siapa tahu belum jauh." Kata Teh Nani memberi saran.Tetapi karena waktu salat telah tiba dan segera akan di mulai untuk berjama'ah. Terpaksa aku mengurungkan niat untuk mengejar mereka yang hendak kabur membawa Daffa.Seteleh selesai melakukan kewajiban sebagai muslim. Lekas aku keluar dari musholah dan berlari ke jalan raya. Tetapi naas, di tepi jalan masih sepi dan hanya ada beberapa pedagang yang memang buka di malam hari dan tutup menjelang pagi."Buk, maaf. Tadi ada lihat Mas Azzam naik mobil bawa Daffa nggak?" Aku bertanya pada pemilik warung yang kebetulan pintunya nampak terbuka."Eh? Kay. Ia tadi naik angkot sama Daffa sama siapa tuh cewek? Ibu kurang tahu ceweknya siapa?" jawab pemilik warung.Hatiku mencelos m
Sesuai petunjuk Nani yang lebih tahu alamat itu, Kayla menaiki mobil bus sampai ke terminal yang ada di kota tersebut. Nani yang lumayan baik itu hanya mengarahkan saja, jalan apa dan naik kendaraan apa lagi nantinya. Nani tidak bisa mengantar Kayla karena ia tidak mau dicap sebagai pribadi yang suka ikut campur urusan orang. Ia juga ngeri jika bermasalah dengan keluarga Azzam. Tetapi bagi Kayla tak masalah. Yang paling penting dia sudah mengantongi alamat yang diberikan mertuanya. Tekad dia hanya ingin mengambil Daffa dari Azzam. Kayla tak rela jika anaknya dirawat madunya. Hampir 1 jam Kayla naik mobil bus dan akhirnya berhenti di terminal yang di maksud Nani. Kayla bergegas turun. Tetapi karena dia bingung selanjutnya naik apa lagi, Kayla pun bertanya kepada kondektur bus yang ia tumpangi tadi. "Kang, punten. Kalau ke alamat ini naik apa lagi dari sininya, ya?" Tanya Kayla sembari menunjukan kertas alamat yang dia ambil dari dalam saku sweater yang ia kenakan. "Oh ... ini naik
Berjalan di perbukitan yang terjal membuat Kayla merasa sedikit kesulitan. Ia yang baru pertama kali menginjakkan kaki di tempat seperti itu, tentu saja merasakan sebuah pengalaman yang cukup menantang. Ia berjalan di antara tebing-tebing curam yang cukup mengerikan. Terpeleset sedikit saja, bisa membuatnya terjatuh ke dasar jurang yang sangat dalam dan menelan tubuhnya yang mungil itu. Hamparan kebun teh yang terdapat di bawah perbukitan tampak begitu indah menghijau dengan bunga-bunganya yang mulai tumbuh. Kayla takjub dengan keindahan alamnya, tetapi tidak dengan salah satu penduduknya. Wanita yang sudah menjadi duri dalam rumah tangga dirinya bersama Azzam, tinggal di tempat yang begitu indah dengan udara yang sangat sejuk. "Neng, jalan-nya hati-hati licin. Semalam teh habis hujan." Pak RT mengingatkan kepada Kayla yang berjalan mengekor di belakangnya. Kayla hanya mengangguk saja menanggapi seraya tersenyum sopan. Ingatan wanita itu terus me
Ternyata Azzam dan Tia tidak membawa Daffa ke kampung halaman Tiara. 'Entah kemana perginya kedua manusia itu?' batin Kayla. Kayla berusaha menelan saliva yang terasa getir ketika Kepala Desa juga pak RT berkata. Lebih baik Neng pulang saja. Sungguh ... andaikan Kayla boleh meminta atau pun ia memiliki uang banyak, ingin rasanya ia menyewa rumah untuk beberapa hari saja di kampung tersebut. Kayla belum rela meninggalkan daerah itu sebelum menemukan Daffa, putranya. Tetapi ia tak kuasa untuk memberontak di kampung halaman orang. Meskipun kini warga kampung sudah tahu jika Kayla bukan pelakor. Semua yang mendukung Kayla hanya mampu berkata iba dan mencoba menguatkan Kayla dengan segala nasehat yang cukup menyejukkan hati meskipun hanya sesaat saja. Dengan bekal uang yang tersisa tak seberapa banyak. Kayla terpaksa harus pergi dari kampung halaman Tiara dengan tangan hampa. Tak seorang pun yang berbaik hati menawarkan untuk menginap di sana barang sema
Sebulan sudah berlalu. Azzam kembali ke rumah ibunya dengan membawa serta Daffa dan juga istri barunya. Entah bersembunyi di mana lelaki itu selama ini. Lelaki yang bekerja hanya sebagai security disalah satu pabrik tekstil di kota Bandung, tetapi tingkahnya mampu membuat Kayla mengelus dada. Baru sebulan Daffa bersama Azzam, Sang Ayah, tetapi badan bocah itu terlihat kurus kering. Bukan hanya itu saja, sekujur tubuhnya pun penuh luka lebam, serta ada benjolan di kepala. Yang paling mencolok adalah lebam di pelipis mata dan luka bekas cakaran kuku di bawah kelopak mata. Entah apa yang terjadi dengan Daffa. Andaikan saja Kayla melihat itu semua, sudah pasti perasaannya hancur lebur. Permata hati yang dia sayangi, kembali dalam keadaan tubuh penuh luka lebam serta kurus kering. "Allah Yaa Robb ... Daffa kamu kenapa, Sayang?" Tanya Nani ketika bocah itu diajak main oleh adik keduanya Azzam yang masih sekolah SMP. "Di ukul Ate Ia," jawab Daffa polos. N
Hari pun telah berganti petang. Sebelumnya Kayla sudah meminta izin kepada saudaranya yang bernama Yulia untuk pergi ke Bandung. Selama di Jakarta, Kayla memang tinggal di rumah sepupunya. Karena hanya itulah saudara Kayla yang lumayan dekat. Meskipun sikap Yulia agak ketus dengan Kayla, tetapi Kayla sabar saja menghadapinya. Suami Yulia sendiri cukup baik dengan Kayla. Dan hal itulah yang membuat Yulia tak suka Kayla menumpang di rumahnya. "Mbak Yuli, Mas Bayu, aku berangkat ke Bandung dulu, ya!" pamit Kayla yang sudah menenteng tas selempang. "Ada ongkos?" tanya Yulia dingin. Meskipun ia terkadang jutek, Tetapi wanita itu masih sedikit memberi perhatian terhadap adik sepupunya tersebut. Pikir Yulia, mau siapa lagi yang bisa menolong Kayla selain dirinya. "Masih ada, Mbak. Insya Allah masih cukup untuk bekal aku sama Daffa," jawab Kayla. "Ya sudah. Kamu hati-hati di jalan. Kalau ada apa-apa, cepat kabari ya!" timpal B
"Gimana di busnya Kay, aman?" tanya Nani. Keduanya terlibat obrolan dan saling melepas rindu setelah sebulan tak bertemu. Dua sahabat yang terbiasa saling menguatkan satu sama lain, tetapi pada akhirnya harus terpisah karena Kayla tak mungkin lagi tinggal kota yang sama dengan Nani."Alhamdulillah aman, Teh. Tapi ada yang lucu," ucap Kayla dengan senyuman yang tersungging dari bibir ranum itu.Seketika Nani menatap wajah sahabatnya. Penasaran dengan apa yang membuat Kayla tersenyum."Apa tuh? Dapat kenalan, ya? Hehe ... " Nani terkekeh dan menebak apa yang sudah membuat Kayla nampak bahagia.Sebelum menjawab, Kayla celingukan mencari suami Nani yang ternyata sudah tak ada di ruang tamu."Nggak, Teh. Tadi di bus 'kan aku ketiduran. Pas bangun aku tuh baru inget belum bayar tiket bus. Aku kasihlah ongkos ke kondektur. Tapi ... kata kondektur, udah dibayar sama cowok yang duduk disebelahnya Mbak tadi. Katanya gitu, Teh." "Aku kaget dong. Kataku, ya Allah ... mana orangnya udah turun du
Daffa menjalani hari-harinya di kota Bandung ditemani Yulia dengan tenang. Sesekali ia video call dengan Aska yang super bawel kalau abangnya tak ada kabar.Putra sulung Kayla pun kini sudah tahu kalau hubungan ayah kandung dan ibu sambungnya mengalami kemajuan yang lebih baik. Sebagai anak sudah dewasa, Daffa tak akan menghalangi mereka selagi keduanya menemukan kecocokan satu sama lain.Hingga di malam itu. Daffa tengah membaca buku dikejutkan dengan kedatangan Azzam ayahandanya.Sementara Yulia belum pulang dari acara pengajian tak jauh dari kompleks itu."Ayah, kok malam-malam ke sini, ada apa? Gimana kabar nenek?" Heran Daffa dengan dahi sudah melipat."Hmm ... kabar nenek baik, Nak. Ayah ke sini mau ada perlu sama mama Yul, boleh?" tanya Azzam ragu-ragu. Ia merasa tak enak hati sekaligus malu pada anak bujangnya."Ciyee ... yang lagi kangen sama calon istri," celetuk Daffa menggoda ayahnya.Sadar mendapat candaan dari putranya, Azzam menggaruk tengkuk yang tak gatal. Wajah Azza
Sebulan kemudian setelah Kayla benar - benar pulih dari rasa traumanya.Proses persidangan Bayu telah dilakukan. Dia juga telah dijatuhi hukuman penjara selama sepuluh tahun. Yulia pada akhirnya benar-benar menggugat cerai suaminya itu dan sudah siap menjalani hidup sendirian mengingat usia tak muda lagi jikapun memutuskan menikah ke dua kali.Sementara Azzam telah kembali ke Bandung dan siap menyambut Daffa untuk menuntut ilmu di kota kelahiran ayah kandungnya.Malam itu, Kayla baru saja membereskan semua pakaian Daffa yang akan di bawa ke Bandung."Abang, Bunda pesan, jaga diri baik-baik. Jangan sampai salah pergaulan. Harus ingat niat awal yaitu nuntut ilmu yang bermanfaat untuk masa depan.""Jangan kecewakan Bunda dan ayah ya," sambung Kayla lagi. Daffa yang tengah memainkan laptopnya hanya mengangguk dengan pandangan lurus ke layar yang menyala di hadapanya."Sayang, udah malam. Daffa pasti capek. Biarkan dulu dia istirahat," tegur Ashraf yang tiba- tiba muncul di ambang pintu ka
"Mbak Yuli!" Kaget Azzam melihat kedatangan Yulia."Mama, kenapa ke sini? Emang ayah Ashraf udah balik lagi?" heran Daffa pun bertanya."Belum. Tapi ada Aska sama Om juga nenek kakeknya," jawab Yulia. Rupanya keluarga Ashraf datang membesuk Kayla."Oh, terus kenapa Mama malah ke sini?" Kembali Daffa bertanya sebab tak tahu alasannya."Ya Mama nggak enak lah. Kan Mama bukan bagian keluarga mereka," kata Yulia.Karena merasa kangen dengan Aska, Daffa akhirnya pamitan pada Azzam untuk menemui adik sambungnya. Daffa janji akan menemui kembali ayahnya itu."Kamu hati-hati ya, Nak!" pesan Azzam disambut anggukan kepala Daffa.Kini tinggallah Yulia dan Azzam saja di ruangan itu. "Mbak Yul, gimana kabarnya?" Azzam berbasa basi.Dalam diam, Azzam merasa kasihan dengan Yulia. Melihat kelakuan Bayu di luar dugaan. Azzam baru tahu kalau sifat Bayu seperti itu. Dan Azzam pun baru menyadari kalau ternyata Bayu menaruh hati pada mantan istrinya."Zam, saya minta maaf atas kesalahan suami saya ya," u
Ashraf keluar dari kamar rawat Bayu dengan nafas memburu. Wajahnya merah padam karena amarah belum terlampiaskan. Seandainya tak ada polisi, sudah pasti Bayu tinggal nama saja.Tak ingin memperlihatkan amarah di depan keluarga, Ashraf memilih menenangkan diri dulu di taman rumah sakit. Ia pun menelepon Farhan menanyakan kondisi kantor. Setelah merasa tenang, Ashraf kembali ke kamar Kayla.Di lain sisi, Bayu tertawa semakin keras, merasa puas sudah mengaduk-aduk emosi Ashraf. Namun tak lama ia berteriak histeris. "Bangsat! Lepasin gue!"Bayu terus saja menyumpahi semua orang yang kini memalingkan wajah darinya. Dengan kondisinya yang seperti itu, tak membuat Bayu sadar. Ia justru semakin membenci mereka."Diam! Atau saya sumpal mulutmu! Laki mulutnya kayak cewek," bentak polisi jengah mendengar ocehan Bayu.Sontak Bayu terdiam. Ia menutup rapat mulutnya. Namun hatinya masih bergejolak karena amarah.Esok harinya. Azzam sudah tersadar dari koma semalam. Ada Wahyu yang datang membesuk na
Bayu terbahak mendengar ucapan Yulia. Pria itu memaksakan diri bangun dari atas ranjang rumah sakit lalu duduk dengan kaki menjuntai ke lantai.Tanpa di duga oleh Yulia, Bayu menarik paksa tangan Yulia hingga wanita itu terjatuh tepat di pangkuan Bayu. Tangan Bayu yang terbebas dari selang infusan dengan sigap mencekik leher Yulia.''Dasar perempuan tidak tau diri kau, Yulia. Selama ini saya bersabar hidup dengan kamu tanpa hadirnya anak. Sekarang kau minta cerai hanya karena saya melakukan kesalahan sekecil ini, hah?'' bentak Bayu.Posisi mereka kini terbalik. Bayu berdiri sementara Yulia terbaring di ranjang dengan kaki menjuntai. Tangan Bayu semakin kuat mencekik leher Yulia hingga wanita itu kesulitan sekedar untuk menarik napas sesaat saja.Wajah Bayu pun nampak merah padam, menandakan betapa marahnya pria itu. Entah setan mana yang sudah merasuki jiwa Bayu hingga dia sekalap itu.''Ayah, apa yang ayah lakukan ke Mama?'' teriak Daffa yang kebetulan masuk ke ruangan kedua orang tu
Ashraf mendatangi ruangan di mana Bayu dirawat. Namun ia harus memendam kekecewaan sebab Bayu belum sadarkan diri setelah mendapat penanganan dari tim medis. Rupanya luka yang dialami Bayu cukup parah.Demi melampiaskan amarahnya, Ashraf meninju tembok di depan ruang rawat Bayu."Sabar, Pak. Amarah enggak akan menyelesaikan masalah," ucap polisi yang berjaga di sana."Bagaimana kalau Bapak berada di posisi saya? Istri yang Bapak lindungi nyatanya malah dijahati orang," sergah Ashraf dengan nafas memburu. Terlihat amarah belum surut dari wajahnya."Pasti sama kayak Bapak, lebih parah bisa jadi. Tapi kasus ini 'kan sudah ditangani pihak kepolisian, jadi biar kami saja yang menghukum pelaku," sahut polisi. Satu rekannya yang ikut berjaga mengangguk menanggapi.Ashraf tak menanggapi. Ia pergi dari sana masih dengan amarah yang membara. Apalagi saat teringat lagi bagaimana kondisi sang istri tadi.Kembali ke IGD, rupanya Kayla sudah siuman. Ia langsung memindahkan Kayla ke ruangan VIP supa
Kayla melihat ada vas bunga di sudut kamar itu. Segera ia berlari lalu mengambil dan memukulkannya ke kepala Bayu.PRANG! Vas bunga mengenai kepala Bayu hingga pecah berkeping-keping. Bayu pun tersungkur dengan darah mengucur dari kepala.Mata Kayla membulat. Ia melihat tangannya yang masih memegang potongan vas bunga. "Apa dia mati?" gumamnya dengan tubuh gemetaran. Vas bunga itu pun terlepas dari tangan.Kayla lalu melihat Azzam terkapar dengan pisau menancap di pinggang mantan suaminya itu. Sadar Azzam butuh pertolongan ia kembali berteriak sekuat tenaga."Tolong! Tolong!""Astaga, Azzam!" pekik Wahyu. Pria itu baru menyusul Azzam ke rumah kosong tersebut. Wahyu terhenyak melihaf kekacauan di rumah di dalam sana.Yang lebih mengejutkan, Azzam terluka akibat senjata tajam. Ditambah lagi, Wahyu melihat Bayu tergeletak tanpa sehelai benang pun melekat di tubuhnya. Wahyu baru menyadari kalau Kayla juga sama halnya dengan Bayu walaupun tertutup jaket Azzam.Wahyu berlari keluar tanpa be
Setibanya Ashraf di rumah. Ia meminta Farhan untuk mengecek CCTV. Farhan sudah terbiasa keluar masuk kediaman Ashraf tanpa takut si empunya marah karena Farhan orang yang paling dipercaya Ashraf.Sementara Ashraf menemui Yulia untuk menanyakan suaminya pergi ke mana. Namun Yulia yang baru tiba pun sama tidak tahu Bayu pergi ke mana. ''Memangnya apa yang sudah terjadi, Pak Ashraf?'' Heran Yulia dengan wajah terlihat kebingungan.Saat Ashraf akan menjawab pertanyaan Yulia. Farhan lebih dulu memanggil.''Pak Ashraf, coba ini lihat. Bu Kayla sepertinya dibius sama pak Bayu,'' ucap Farhan kala sudah melihat rekaman CCTV beberapa jam yang lalu.''Bangsat, rupanya si bajingan Bayu itu masih penasaran sama istriku,'' geram Ashraf.Suami Kayla itu dengan jelas melihat Bayu membekap mulut Kayla dan membawa keluar sebelum akhirnya pergi menggunakan taksi.Mendengar Ashraf memaki suaminya, Yulia tergesa mendekati kedua lelaki itu dengan wajah yang semakin tak terbaca.''Ini apa sih yang terjadi?''
Kayla menemui kakak sepupu dan suaminya dengan wajah datar. Ia tak menyangka jika keduanya akan datang hari ini."Mbak, Mas, apa kabar? tanya Kayla basa-basi."Kami baik. Kamu keterlaluan, Kay, ngasih tau Daffa mau pindah ke Bandung dadakan gini," sahut Yulia langsung mencecar Kayla.Sementara Bayu terus menatap tajam Kayla. Rasa cinta dan sakit hati tengah bergejolak dalam hati laki-laki tersebut. Apalagi membayangkan Kayla berduaan dengan Ashraf, api cemburu kontan berkobar-kobar di dalam dada.Kayla mengerutkan kening, tak mengerti akan maksud Yulia. "Maksud Mbak apa?"Memang ia yang memberitahu mereka kalau Daffa diterima di ITB dan rencananya hari Sabtu nanti Daffa mau di antar ke kosannya. Saat itu ia hanya memberitahu saja tanpa niat mengajak mereka."Udah setahun kami enggak ketemu Daffa, tau-tau kamu bilang kalo dia mau kuliah di Bandung terus tinggal di sana. Kami 'kan jadi kerepotan, Kay, harus beresin kerjaan dulu supaya bisa ke sini. Mbak sama mas Bayu juga pengen ikut an