"Keylaaa ... !!! Dari tadi brisik terus. Ada apa sih?" sentak Mama. Kepalanya menyembul dibalik pintu kamarku.
Aku hanya melirik sinis pada Mama. Hatiku sudah benar-benar sakit sekali. Aku raih Daffa dan kugendong keluar kamar melewati Mama yang masih berdiri dekat kamarku dengan sorot mata kebenciannya. Sedangkan Mas Azzam entah sudah kabur kemana. "Cucu, Bun," pinta Daffa menunjuk kotak susu yang biasa aku taruh di atas meja kecil samping rak piring.Segera saja kubuatkan susu agar tangisnya mereda. Memar dikeningnya membiru. Aku lekas mengambil es batu yang kebetulan tak di gembok untuk meredakan nyerinya setelah selesai membuat susu. "Maafin Bunda ya Nak!" ucapku seraya menggosok-gosokkan es batu ke luka memarnya meskipun Daffa merintih kesakitan.Setelah tangis Daffa mereda. Aku kembali masuk ke dalam kamar dan menidurkan Daffa yang tertidur lagi dalam dekapanku. Aku raih koper yang ada di atas almari. Kemudian, aku membereskan baju-baju milik aku dan Daffa lalu aku masukan ke dalam koper kecil tanpa ingin ada yang tertinggal satu potong pun. Niatku malam ini juga aku harus keluar dari rumah yang laksana neraka dunia untukku. Aku tatap lekat-lekat wajah putraku yang masih terlelap. Luka memar di keningnya semakin membesar. "Maafin Bunda, Sayang. Semua ini karena Bunda," ucapku lirih seraya mengusap lembut kepalanya. Tak berapa lama. Terdengar suara adzan di mushola yang tak jauh dari rumah. Sementara Mas Azzam belum juga pulang. Mungkin pergi ke rumah gundiknya pikirku. Ah bodo amat. Tekadku Malam ini juga aku harus pergi dari sini, dengan membawa serta Daffa. Tujuanku hanya kakak sepupu aku yang berada di Jakarta. Tak perduli menempuh perjalanan malam dari Bandung ke Jakarta. Lekas aku rapikan semua barang-barang milikku. Dan mainan Daffa hanya sebagian saja aku bawa. Biasanya pukul 9 malam ruang tengah sudah sepi karena penghuninya masuk ke kamar masing-masing. Ya, di rumah Mama ada 4 kamar. Dan satu kamarku paling belakang dekat kamar mandi. Sebetulnya aku sudah sangat lapar sejak tadi siang. Tapi, mau makan rasanya malas. Hingga malam ini perut terasa sakit. Terpaksa aku keluar kamar berniat mengambil sedikit nasi serta lauknya. Dan, betapa aku terkejut, melihat magic com kosong. Nasi serta lauk tak ada sisa sama sekali. Aku hanya menggit bibir bawah merasakan kekecewaan yang luar biasa. Teganya mereka tanpa memikirkan aku sedikitpun. Karena takut Mas Azzam keburu pulang. Aku segera masuk kamar. Dan tepat pukul 9 malam. Aku menggendong Daffa dan menarik koper keluar dari kamar. Dengan jalan mengendap-endap laksana maling. Aku keluar dari pintu utama. Tapi, aku di kejutkan suara Mama yang membentaku. "Kayla! Mau kemana kamu? Mau kabur?" sentak Mama. "Pak .... si Kayla mau kabur tuh. Kamu cepat telepon Azzam!" pekik Mama lagi dan kali ini memanggil suaminya. Memang, mungkin nasibku jauh dari kata keberuntungan. Bertepatan dengan Mama memanggil ayahnya Mas Azzam. Suamiku datang dengan membawa serta gundiknya. Sungguh, betapa teganya kedua manusia laknat itu. Di saat semua sedang tidak baik-baik saja. Lagi-lagi wanita keparat itu mau saja dibawa lagi ke rumah ini. Ironisnya, tak ada satupun yang membelaku. Gundik itu tersenyum puas. Mungkin dia pikir jika aku pada akhirnya yang kalah dan menyerah. "Mau kemana kamu? Kamu pikir bisa keluar bebas dari rumahku?" bisik Mas Azzam seraya mencengkram kuat tengkuk leherku. "Kalau kau mau pergi, pergilah sendiri! Jangan pernah bawa Daffa jauh dariku!" imbuhnya. Lalu mengambil paksa Daffa dari gensonganku. "Mas Daffa lagi tidur!" hardikku mencoba menahan Daffa agar tak terlepas dariku. "Lagian kamu ini Kayla, jadi istri tidak tahu diri banget. Sudah untung anak saya sudi menikahi kamu yang kere. Kerja saja cuma jadi babu," hina Mama. Tatapan matanya begitu tajam menatapku. "Mas, kamu coba kali ini saja kamu jujur dihadapan keluargamu yang toxic ini. Siapa yang dulu ngemis-ngemis cintanya aku. Kamu tahu kan? saat kamu mendekati aku. Aku sudah jadian sama Mas Yusuf." Sudah kadung emosiku meledak. Aku coba melawan mereka. Persetan mau dikata apa juga. Hati aku udah benar-benar sakit, sakit teramat dalam. "Dan ... satu hal yang mau aku tanyakan sama Mama, salahku apa sama Mama sehingga Mama selalu membenciku? Mama ingat? Betapa kejamnya Mama memfitnah aku, menduduhku ngedukunin karena Mama sakit. Ternyata Mama sakit karena ngidam, iya kan?" "Andaikan benar aku ngedukunin Mama, untuk apa? untuk merebut harta Mas Azzam? Harta apa? Dari mana? Harta benih dari beberapa perempuan?" Plak! plak! "Lancang sekali mulut kamu ini!" Lagi-lagi Mas Azzam menamparku sekaligus mencik leher aku. Daffa yang terlelap pun akhirnya terbangun dan menangis kencang. Mas Azzam seperti sudah kesetanan. Ia semakin kuat mencekik aku. Sekuat tenanga aku berusa melawan. Hingga terpaksa aku tendang kemaluannya. Ia pun meringis kesakitan dan cekikannya terlepas juga. "Dasar perempuan i*lis, kau sakiti anak saya hah?" "Ibu Hasni yang terhormat. Yang i*lis bukan saya, tapi anak Ibu i*lis menjelma manusia." Aku menjawab makin berani. Hati sudah sangat sakit sekali sehingga hilang sudah rasa hormat aku terhadap mertua juga suami. Sementara si gundik diam saja menyaksikan perdebatan sengit ini. Daffa di gendong kakeknya. Lelaki tua itu juga memiliki sifat yang penuh misteri. "Ikut aku!" Mas Azzam menarik paksa lenganku masuk ke kamar dan menguncinya. Aku berteriak meminta pintu itu dibuka. Tetapi apa yang terjadi? Lelaki petualang seks itu merobek bajuku. Mas Azzam memaksaku melayani birahinya. Tanpa perduli aku yang terus meronta. Tubuh kekar dan tinggi itu kini sudah berada tepat di atas tubuh polosku. "Mas, aku mohon jangan! Hiks ... " Aku menangis menghiba agar Mas Azzam tak memaksa aku untuk melayaninya. "Kamu mau pergi kan? Jadi layani aku dulu sampai puas, Kayla. Kamu harus mengandung benih keduaku. Di antara perempuan yang aku tiduri. Ternyata milik kamu yang jauh lebih nikmart, Sayang. Hahaha ... " Mas Azzam merancau sesukanya. Tangan dan kaki aku di ikat. Sungguh, malam ini malam yang mengerikan bagi aku melayani Mas Azzam. Meskipun masih kewajiban aku sebagai istri melayani suami. Tetapi jika dengan caranya seperti ini. Rasanya aku tak ikhlas bahkan sudah sangat jijik tubuhku di sentuhnya. "Euhhh ... Aahh ... Kay, memang kamu pandai merawat milikmu, Sayang. Ini rasanya sempit terus, Mas suka. Aaahh ... " rancau Mas Azzam sambil terus melesakan miliknya semakin dalam. Aku hanya bisa menangis pilu dalam ketidak berdayaan. Di bawah sana terus saja dihajar Mas Azzam yang tak ada lelahnya. Aku berusaha berteriak. Namun Mas Azzam lebih licah membekap muluku sembari tangan satunya meremas kuat pay**raku. Sunggguh rasanya tubuh ini remuk redam. Tersiksa lahir dan batin. Memang, urusan seks-nya sangat tahan lama. Terkadang aku sudah lelah selama dua jam melayaninya. Tapi Mas Azzam masih bertahan karena belum keluar juga. Aku tatap langit-langit kamar. Dalam hati terus berdo'a berharap ada yang berbaik hati mendengar dan menolongku. Tetapi, seberapa besar apapun keributan di rumah mertuaku seakan tak ada yang berduli. Terbukti saat Mama mertua aku memaki dan menghinaku hanya karena memetik jeruk bali yang ditanam di kebun milik mereka. Semua tetangga hanya menatapku dengan tatapan yang mungkin merasa iba. Entah berapa jam Mas Azzam menggauliku. Yang pasti, miss V aku serasa sakit dan perih. Ia pun menyudahi setelah cairan hangat terasa menyiram dalam rahimku. "Euuuuh ... Sayang, nikmat sekali milikmu, Sayang. Kau mau kabur? Mas titip benih dulu ya! hahaha ... Kayla, Kayla. Dasar perempuan bodoh kau." "Kay, kita main bertiga ya! Mas pengen nyobain," imbuhnya dan sangat menjijikan terdengar di telingaku. "Cuih! Kamu memang sudah gila, Mas." Aku meludah ke sebarang tempat. Seraya berusaha bangun dan berjalan. Ternyata sakit sekali bagian bawahku. Aku hanya bisa menangis pilu. Andai bunuh diri tak berdosa, rasanya aku ingin mati saja. "Kamu kenapa semakin berani sama suamimu, Kayla?" sentak Mas Azzam matanya melotot tajam. "Kalau belum puas menyiksaku, bu*uh saja aku, Mas! Ayok bu*uh ... !!!" Plak! "Keluar kamu sekarang juga! Keluaaarrr ... !!!" Mas Azzam akhirnya mengusirku dengan menghadiahi satu tamparan lagi di pipiku. Aku berjalan tertatih keluar dari kamar sembari memegangi pipi yang serasa panas. Aku pergi ke kamar mandi untuk mencuci sisa cairan yang menjijikan itu. Aku berharap, tidak akan hamil setelah benih mas Azzam tersemai kembali. Sebenarnya aku ingin mandi lebih dahulu. Tetapi semua baju ada dikoper dan kopernya sudah dilempar keluar. Brakk! brakk! "Kayla cepat keluar!" Mas Azzam menggebrak pintu kamar mandi. Aku terpaksa keluar tanpa mandi besar setelah melayani si petualang ranjang. "Nunggu apa lagi? Kamu kan ngotot mau keluar dari rumah ini, cepat sana pergi! Atau mau menerima tawaran Mas untuk main bertiga?" "Cuih, najis," ucapku.Setelah berkata itu. Mas Azzam kembali masuk ke dalam kamar.Aku pun berjalan terseok. Rasa perih dibagian intim belumlah berkurang. Rasanya robek di area sensitifku. Sesampainya di ruang depan. Tak kulihat istri mudanya Mas Azzam. Namun telingaku mendengar dari kamar. Suara desahan Tia. Rupanya wanita itu sedang dipakai juga. 'Astaghfirullah,' ucapku dalam hati. Sungguh menjijikan. Gilir sana gilir sini. Biarlah, keputusan aku sudah bulat. Malam ini juga aku harus keluar dari rumah ini. Tok! tok! "Mah, Ayah. Daffa mana?" Aku mengetuk pintu kamar Mama bermaksud mengambil Daffa. Ceklek! "Pergi kamu sekarang! Pergiiii ... !!!?" Ternyata Mas Azzam keluar dan hanya memakai celana dalam saja. Sedangkan si gudik terdengar memanggil-manggil di kamarku. "Jangan coba-coba bawa Daffa dariku, Kayla! Kamu mau pergi, pergi sendiri sana!!" "Daffa anakku, Mas. Dia lebih membutuhkan aku dari pada kamu." Aku mendorong tubuh Mas Azzam yang kembali berusaha mencekik leher aku. Sekuat tenaga aku mendorong tubuh kekarnya. Tetapi, Mas Azzam lebih kuat mendorong tububku hingga keluar rumah dan Mas Azzam segera mengunci pintu. Aku menggedor pintu itu berulang kali. Berharap ada tetangga yang perduli dan menolongku. Tetapi, harapanku hanya isapan jempol saja. Mereka tetap terlena dibuai mimpi indahnya. "Mas, tolong berikan Daffa padaku!" Aku menangis tergugu di depan pintu. Tak mungkin aku pergi tanpa membawa Daffa. Cukup lama aku menunggu tapi tetap tak ada satupun yang membuka pintu. Daffa juga anehnya tak terdengar menangis membuat hati aku semakin miris. Mengingat nasib yang tak pernah berakhir manis. Karena tak mungkin terus bertahan di depan pintu laksana anjing penunggu. Aku berjalan meniggalkan rumah itu. Aku berpikir untuk tidur di mushola lebih dahulu. Baru besok kembali ke rumah ini mengambil Daffa lalu membawa pergi ke Jakarta ke rumah sepupu aku. "Neng Kayla! Kenapa malam-malam di luar? Ini teh sudah tengah malam malah sudah mau pagi," ujar Pak Rt yang bertemu di dekat mushola. Ia terbiasa begadang menemani orang yang suka nongkrong di pos ronda. Aku terdiam bingung harus berkata apa. Karena yang aku tahu jika pak Rt itu masih saudranya ayah mertua dan hubungan kedua keluarga itu tak pernah akur semenjak ribut masalah warisan. "Neng, kok malah melamun! Apa ada masalah?" "A- eh iya, Pak. Saya lagi ada masalah sama Mas Azzam. Saya sudah di usir tapi Daffa diambil mereka." Aku terpaksa menjawab jujur meski tergagap. Karena memang itu faktanya dan pasti besok lusa pun semua orang di kampung itu heboh dengan kejadian semalam. Kenapa aku bisa berkata demikian? Karena setiap masalah apapun, Mama selalu menceritakan pada orang luar. "Astaghfirullah. Terus gimana, Neng? Apa mau nunggu besok apa bagaimana? Da Bapak mah nggak bisa ikut campur urusan keluarga itu. Mohon maaf saja. Neng pasti tahulah hubungan Bapak dengan keluarga mertuanya Neng teh gimana." Kata Pak Rt. "Iya, Pak. Nggak apa-apa. Biar saya cari jalan keluarnya nanti. Sekarang kalau boleh, saya mau numpang mandi di musholah, kan ada kamar mandi dekat tempat wudhunya." "Apa nggak dingin mau mandi tengah malam begini, Neng?" tanya Pak Rt lagi. Aku hanya menggeleng lemah. Aku juga meminta izin pada pak Rt untuk izin tidur di musholah itu sampai pagi tiba. Alhamdulillahnya pak Rt itu mengizinkan. Rasa kantuk yang tiba-tiba datang membuat aku harus segera mandi. Karena kalau sampai menjelang subuh aku belum mandi, bisa-bisa antri di toilet musholahnya. "Ya sudah, Neng. Bapak pulang dulu ya. Kamu yang sabar dan hati-hati kalau berurusan dengan keluarga Azzam," peringat Pak Rt sebelum akhirnya beliau berlalu dari hadapanku. Aku pun segera menuju musholah dan membuka koper untuk mencari handuk. Untung saja aku beli shampo yang rencengan dan selama di rumah Mas Azzam. Setiap mau pakai shampo. Aku membawanya 1 sachet saja. Sebab, kalau beli yang botolan dan ditaruh di kamar mandi. Bisa-bisa raib sebelum aku memakainya. Bukan aku perhitungan dengan mertua. Karena aku kerja sendiri dan Mas Azzam jarang sekali memberikan uang untuk aku juga Daffa. Maka, aku harus berhemat diri. Aku juga baru tahu beberapa hari terakhir. Ternyata Mas Azzam selama di Palembang juga rutin kirim uang ke Mama tanpa aku tahu dari salah satu tetangga yang suka diajak curhat oleh Mama Hasni. Pantas saja, Mama selalu belanja banyak setiap bulannya. Entah itu kebutuhan anak bayi atau kebutuhan dapur yang di taruh di kulkas dan kulkasnya selalu terkunci. Memang, tetangga Mama tidak semua baik dan juga sebaliknya. Namun, kereka rata-ratanya lebih memilih cuek saja. Karena jika ada yang berani ikut campur. Urusannya berakhir di ilmu perdukunan. Kabar ini akun dapatkan dari Teh Nani yang kemaren menyuruh aku untuk melabrak Tia. Baru saja aku masuk ke kamar mandi di musholah. Sayup-sayup terdengar ayam berkokok. Itu tandanya sudah menjelang pagi. Lekas aku mandi dan setelah selesai, aku segera berganti baju lalu mengambil air wudhu. Aku masuk ke dalam musholah. Sambil menunggu adzan subuh tiba, aku membaca ayat-ayat al qur'an yang ada di handphonde. Setelah waktu subuh tiba. Orang-orang mulai berdatangan untuk melaksanan kewajibannya sebagai muslim. "Kayla!" "Ah, Teteh?" Aku menoleh setelah ada yang memanggil. "Kamu kenapa tidur di mushola?" Tanya Teh Nani. "Tadi Teteh lihat Azzam sudah pergi bawa Daffa sama istri mudanya." Imbuhnya. Kakiku tiba-tiba serasa lemas mendengar kabar itu.Tubuhku seolah membeku mendengar apa kata Teh Nani barusan. Mas Azzam telah membawa pergi Daffa ke rumah istri muda.Aku bingung harus berbuat apa? Tega-teganya Mas Azzam akan memisahkan ibu dengan anaknya. Mending kalau ibu tirinya baik. "Kay, Kamu coba kejar saja! Siapa tahu belum jauh." Kata Teh Nani memberi saran.Tetapi karena waktu salat telah tiba dan segera akan di mulai untuk berjama'ah. Terpaksa aku mengurungkan niat untuk mengejar mereka yang hendak kabur membawa Daffa.Seteleh selesai melakukan kewajiban sebagai muslim. Lekas aku keluar dari musholah dan berlari ke jalan raya. Tetapi naas, di tepi jalan masih sepi dan hanya ada beberapa pedagang yang memang buka di malam hari dan tutup menjelang pagi."Buk, maaf. Tadi ada lihat Mas Azzam naik mobil bawa Daffa nggak?" Aku bertanya pada pemilik warung yang kebetulan pintunya nampak terbuka."Eh? Kay. Ia tadi naik angkot sama Daffa sama siapa tuh cewek? Ibu kurang tahu ceweknya siapa?" jawab pemilik warung.Hatiku mencelos m
Sesuai petunjuk Nani yang lebih tahu alamat itu, Kayla menaiki mobil bus sampai ke terminal yang ada di kota tersebut. Nani yang lumayan baik itu hanya mengarahkan saja, jalan apa dan naik kendaraan apa lagi nantinya. Nani tidak bisa mengantar Kayla karena ia tidak mau dicap sebagai pribadi yang suka ikut campur urusan orang. Ia juga ngeri jika bermasalah dengan keluarga Azzam. Tetapi bagi Kayla tak masalah. Yang paling penting dia sudah mengantongi alamat yang diberikan mertuanya. Tekad dia hanya ingin mengambil Daffa dari Azzam. Kayla tak rela jika anaknya dirawat madunya. Hampir 1 jam Kayla naik mobil bus dan akhirnya berhenti di terminal yang di maksud Nani. Kayla bergegas turun. Tetapi karena dia bingung selanjutnya naik apa lagi, Kayla pun bertanya kepada kondektur bus yang ia tumpangi tadi. "Kang, punten. Kalau ke alamat ini naik apa lagi dari sininya, ya?" Tanya Kayla sembari menunjukan kertas alamat yang dia ambil dari dalam saku sweater yang ia kenakan. "Oh ... ini naik
Berjalan di perbukitan yang terjal membuat Kayla merasa sedikit kesulitan. Ia yang baru pertama kali menginjakkan kaki di tempat seperti itu, tentu saja merasakan sebuah pengalaman yang cukup menantang. Ia berjalan di antara tebing-tebing curam yang cukup mengerikan. Terpeleset sedikit saja, bisa membuatnya terjatuh ke dasar jurang yang sangat dalam dan menelan tubuhnya yang mungil itu. Hamparan kebun teh yang terdapat di bawah perbukitan tampak begitu indah menghijau dengan bunga-bunganya yang mulai tumbuh. Kayla takjub dengan keindahan alamnya, tetapi tidak dengan salah satu penduduknya. Wanita yang sudah menjadi duri dalam rumah tangga dirinya bersama Azzam, tinggal di tempat yang begitu indah dengan udara yang sangat sejuk. "Neng, jalan-nya hati-hati licin. Semalam teh habis hujan." Pak RT mengingatkan kepada Kayla yang berjalan mengekor di belakangnya. Kayla hanya mengangguk saja menanggapi seraya tersenyum sopan. Ingatan wanita itu terus me
Ternyata Azzam dan Tia tidak membawa Daffa ke kampung halaman Tiara. 'Entah kemana perginya kedua manusia itu?' batin Kayla. Kayla berusaha menelan saliva yang terasa getir ketika Kepala Desa juga pak RT berkata. Lebih baik Neng pulang saja. Sungguh ... andaikan Kayla boleh meminta atau pun ia memiliki uang banyak, ingin rasanya ia menyewa rumah untuk beberapa hari saja di kampung tersebut. Kayla belum rela meninggalkan daerah itu sebelum menemukan Daffa, putranya. Tetapi ia tak kuasa untuk memberontak di kampung halaman orang. Meskipun kini warga kampung sudah tahu jika Kayla bukan pelakor. Semua yang mendukung Kayla hanya mampu berkata iba dan mencoba menguatkan Kayla dengan segala nasehat yang cukup menyejukkan hati meskipun hanya sesaat saja. Dengan bekal uang yang tersisa tak seberapa banyak. Kayla terpaksa harus pergi dari kampung halaman Tiara dengan tangan hampa. Tak seorang pun yang berbaik hati menawarkan untuk menginap di sana barang sema
Sebulan sudah berlalu. Azzam kembali ke rumah ibunya dengan membawa serta Daffa dan juga istri barunya. Entah bersembunyi di mana lelaki itu selama ini. Lelaki yang bekerja hanya sebagai security disalah satu pabrik tekstil di kota Bandung, tetapi tingkahnya mampu membuat Kayla mengelus dada. Baru sebulan Daffa bersama Azzam, Sang Ayah, tetapi badan bocah itu terlihat kurus kering. Bukan hanya itu saja, sekujur tubuhnya pun penuh luka lebam, serta ada benjolan di kepala. Yang paling mencolok adalah lebam di pelipis mata dan luka bekas cakaran kuku di bawah kelopak mata. Entah apa yang terjadi dengan Daffa. Andaikan saja Kayla melihat itu semua, sudah pasti perasaannya hancur lebur. Permata hati yang dia sayangi, kembali dalam keadaan tubuh penuh luka lebam serta kurus kering. "Allah Yaa Robb ... Daffa kamu kenapa, Sayang?" Tanya Nani ketika bocah itu diajak main oleh adik keduanya Azzam yang masih sekolah SMP. "Di ukul Ate Ia," jawab Daffa polos. N
Hari pun telah berganti petang. Sebelumnya Kayla sudah meminta izin kepada saudaranya yang bernama Yulia untuk pergi ke Bandung. Selama di Jakarta, Kayla memang tinggal di rumah sepupunya. Karena hanya itulah saudara Kayla yang lumayan dekat. Meskipun sikap Yulia agak ketus dengan Kayla, tetapi Kayla sabar saja menghadapinya. Suami Yulia sendiri cukup baik dengan Kayla. Dan hal itulah yang membuat Yulia tak suka Kayla menumpang di rumahnya. "Mbak Yuli, Mas Bayu, aku berangkat ke Bandung dulu, ya!" pamit Kayla yang sudah menenteng tas selempang. "Ada ongkos?" tanya Yulia dingin. Meskipun ia terkadang jutek, Tetapi wanita itu masih sedikit memberi perhatian terhadap adik sepupunya tersebut. Pikir Yulia, mau siapa lagi yang bisa menolong Kayla selain dirinya. "Masih ada, Mbak. Insya Allah masih cukup untuk bekal aku sama Daffa," jawab Kayla. "Ya sudah. Kamu hati-hati di jalan. Kalau ada apa-apa, cepat kabari ya!" timpal B
"Gimana di busnya Kay, aman?" tanya Nani. Keduanya terlibat obrolan dan saling melepas rindu setelah sebulan tak bertemu. Dua sahabat yang terbiasa saling menguatkan satu sama lain, tetapi pada akhirnya harus terpisah karena Kayla tak mungkin lagi tinggal kota yang sama dengan Nani."Alhamdulillah aman, Teh. Tapi ada yang lucu," ucap Kayla dengan senyuman yang tersungging dari bibir ranum itu.Seketika Nani menatap wajah sahabatnya. Penasaran dengan apa yang membuat Kayla tersenyum."Apa tuh? Dapat kenalan, ya? Hehe ... " Nani terkekeh dan menebak apa yang sudah membuat Kayla nampak bahagia.Sebelum menjawab, Kayla celingukan mencari suami Nani yang ternyata sudah tak ada di ruang tamu."Nggak, Teh. Tadi di bus 'kan aku ketiduran. Pas bangun aku tuh baru inget belum bayar tiket bus. Aku kasihlah ongkos ke kondektur. Tapi ... kata kondektur, udah dibayar sama cowok yang duduk disebelahnya Mbak tadi. Katanya gitu, Teh." "Aku kaget dong. Kataku, ya Allah ... mana orangnya udah turun du
Tini alias Tiara murka melihat Azzam memeluk Kayla si Istri Pertama. Tak ayal lagi, Kayla maupun Azzam sama-sama mendapat tamparan keras dari tangan Tiara yang sudah terbakar api kemarahan dan di warnai kecemburuan.Hanya mampu terdiam dan menunduk dalam, sosok Azzam laksana kapas yang terkena air. Lelaki itu seakan hilang sudah wibawanya. Saat berhadapan dengan Tini atau Tiara, keberanian lelaki itu hilang entah kemana. Berbeda dengan Kayla, mendapat perlakuan kasar dari wanita yang sudah ikut andil menjadi duri dalam rumah tangganya, wajah ibu satu anak itu terlihat murka. Ia menatap tajam wajah gundik tak tahu diri yang kini berdiri tepat di hadapannya dan Azzam.Plak! plak!Kali ini Kayla lah yang memberikan tamparan dua kali ke wajah Tiara. Tamparan tangan Kayla rupanya tak kalah keras dari yang dilakukan Tiara Sebelumnya, sehingga kedua pipi Tiara memerah semua bahkan meninggalkan bekas jemari Kayla di pipi wanita itu."Dasar pelakor! Mata lo buta? Sampai tidak bisa lihat siapa
Daffa menjalani hari-harinya di kota Bandung ditemani Yulia dengan tenang. Sesekali ia video call dengan Aska yang super bawel kalau abangnya tak ada kabar.Putra sulung Kayla pun kini sudah tahu kalau hubungan ayah kandung dan ibu sambungnya mengalami kemajuan yang lebih baik. Sebagai anak sudah dewasa, Daffa tak akan menghalangi mereka selagi keduanya menemukan kecocokan satu sama lain.Hingga di malam itu. Daffa tengah membaca buku dikejutkan dengan kedatangan Azzam ayahandanya.Sementara Yulia belum pulang dari acara pengajian tak jauh dari kompleks itu."Ayah, kok malam-malam ke sini, ada apa? Gimana kabar nenek?" Heran Daffa dengan dahi sudah melipat."Hmm ... kabar nenek baik, Nak. Ayah ke sini mau ada perlu sama mama Yul, boleh?" tanya Azzam ragu-ragu. Ia merasa tak enak hati sekaligus malu pada anak bujangnya."Ciyee ... yang lagi kangen sama calon istri," celetuk Daffa menggoda ayahnya.Sadar mendapat candaan dari putranya, Azzam menggaruk tengkuk yang tak gatal. Wajah Azza
Sebulan kemudian setelah Kayla benar - benar pulih dari rasa traumanya.Proses persidangan Bayu telah dilakukan. Dia juga telah dijatuhi hukuman penjara selama sepuluh tahun. Yulia pada akhirnya benar-benar menggugat cerai suaminya itu dan sudah siap menjalani hidup sendirian mengingat usia tak muda lagi jikapun memutuskan menikah ke dua kali.Sementara Azzam telah kembali ke Bandung dan siap menyambut Daffa untuk menuntut ilmu di kota kelahiran ayah kandungnya.Malam itu, Kayla baru saja membereskan semua pakaian Daffa yang akan di bawa ke Bandung."Abang, Bunda pesan, jaga diri baik-baik. Jangan sampai salah pergaulan. Harus ingat niat awal yaitu nuntut ilmu yang bermanfaat untuk masa depan.""Jangan kecewakan Bunda dan ayah ya," sambung Kayla lagi. Daffa yang tengah memainkan laptopnya hanya mengangguk dengan pandangan lurus ke layar yang menyala di hadapanya."Sayang, udah malam. Daffa pasti capek. Biarkan dulu dia istirahat," tegur Ashraf yang tiba- tiba muncul di ambang pintu ka
"Mbak Yuli!" Kaget Azzam melihat kedatangan Yulia."Mama, kenapa ke sini? Emang ayah Ashraf udah balik lagi?" heran Daffa pun bertanya."Belum. Tapi ada Aska sama Om juga nenek kakeknya," jawab Yulia. Rupanya keluarga Ashraf datang membesuk Kayla."Oh, terus kenapa Mama malah ke sini?" Kembali Daffa bertanya sebab tak tahu alasannya."Ya Mama nggak enak lah. Kan Mama bukan bagian keluarga mereka," kata Yulia.Karena merasa kangen dengan Aska, Daffa akhirnya pamitan pada Azzam untuk menemui adik sambungnya. Daffa janji akan menemui kembali ayahnya itu."Kamu hati-hati ya, Nak!" pesan Azzam disambut anggukan kepala Daffa.Kini tinggallah Yulia dan Azzam saja di ruangan itu. "Mbak Yul, gimana kabarnya?" Azzam berbasa basi.Dalam diam, Azzam merasa kasihan dengan Yulia. Melihat kelakuan Bayu di luar dugaan. Azzam baru tahu kalau sifat Bayu seperti itu. Dan Azzam pun baru menyadari kalau ternyata Bayu menaruh hati pada mantan istrinya."Zam, saya minta maaf atas kesalahan suami saya ya," u
Ashraf keluar dari kamar rawat Bayu dengan nafas memburu. Wajahnya merah padam karena amarah belum terlampiaskan. Seandainya tak ada polisi, sudah pasti Bayu tinggal nama saja.Tak ingin memperlihatkan amarah di depan keluarga, Ashraf memilih menenangkan diri dulu di taman rumah sakit. Ia pun menelepon Farhan menanyakan kondisi kantor. Setelah merasa tenang, Ashraf kembali ke kamar Kayla.Di lain sisi, Bayu tertawa semakin keras, merasa puas sudah mengaduk-aduk emosi Ashraf. Namun tak lama ia berteriak histeris. "Bangsat! Lepasin gue!"Bayu terus saja menyumpahi semua orang yang kini memalingkan wajah darinya. Dengan kondisinya yang seperti itu, tak membuat Bayu sadar. Ia justru semakin membenci mereka."Diam! Atau saya sumpal mulutmu! Laki mulutnya kayak cewek," bentak polisi jengah mendengar ocehan Bayu.Sontak Bayu terdiam. Ia menutup rapat mulutnya. Namun hatinya masih bergejolak karena amarah.Esok harinya. Azzam sudah tersadar dari koma semalam. Ada Wahyu yang datang membesuk na
Bayu terbahak mendengar ucapan Yulia. Pria itu memaksakan diri bangun dari atas ranjang rumah sakit lalu duduk dengan kaki menjuntai ke lantai.Tanpa di duga oleh Yulia, Bayu menarik paksa tangan Yulia hingga wanita itu terjatuh tepat di pangkuan Bayu. Tangan Bayu yang terbebas dari selang infusan dengan sigap mencekik leher Yulia.''Dasar perempuan tidak tau diri kau, Yulia. Selama ini saya bersabar hidup dengan kamu tanpa hadirnya anak. Sekarang kau minta cerai hanya karena saya melakukan kesalahan sekecil ini, hah?'' bentak Bayu.Posisi mereka kini terbalik. Bayu berdiri sementara Yulia terbaring di ranjang dengan kaki menjuntai. Tangan Bayu semakin kuat mencekik leher Yulia hingga wanita itu kesulitan sekedar untuk menarik napas sesaat saja.Wajah Bayu pun nampak merah padam, menandakan betapa marahnya pria itu. Entah setan mana yang sudah merasuki jiwa Bayu hingga dia sekalap itu.''Ayah, apa yang ayah lakukan ke Mama?'' teriak Daffa yang kebetulan masuk ke ruangan kedua orang tu
Ashraf mendatangi ruangan di mana Bayu dirawat. Namun ia harus memendam kekecewaan sebab Bayu belum sadarkan diri setelah mendapat penanganan dari tim medis. Rupanya luka yang dialami Bayu cukup parah.Demi melampiaskan amarahnya, Ashraf meninju tembok di depan ruang rawat Bayu."Sabar, Pak. Amarah enggak akan menyelesaikan masalah," ucap polisi yang berjaga di sana."Bagaimana kalau Bapak berada di posisi saya? Istri yang Bapak lindungi nyatanya malah dijahati orang," sergah Ashraf dengan nafas memburu. Terlihat amarah belum surut dari wajahnya."Pasti sama kayak Bapak, lebih parah bisa jadi. Tapi kasus ini 'kan sudah ditangani pihak kepolisian, jadi biar kami saja yang menghukum pelaku," sahut polisi. Satu rekannya yang ikut berjaga mengangguk menanggapi.Ashraf tak menanggapi. Ia pergi dari sana masih dengan amarah yang membara. Apalagi saat teringat lagi bagaimana kondisi sang istri tadi.Kembali ke IGD, rupanya Kayla sudah siuman. Ia langsung memindahkan Kayla ke ruangan VIP supa
Kayla melihat ada vas bunga di sudut kamar itu. Segera ia berlari lalu mengambil dan memukulkannya ke kepala Bayu.PRANG! Vas bunga mengenai kepala Bayu hingga pecah berkeping-keping. Bayu pun tersungkur dengan darah mengucur dari kepala.Mata Kayla membulat. Ia melihat tangannya yang masih memegang potongan vas bunga. "Apa dia mati?" gumamnya dengan tubuh gemetaran. Vas bunga itu pun terlepas dari tangan.Kayla lalu melihat Azzam terkapar dengan pisau menancap di pinggang mantan suaminya itu. Sadar Azzam butuh pertolongan ia kembali berteriak sekuat tenaga."Tolong! Tolong!""Astaga, Azzam!" pekik Wahyu. Pria itu baru menyusul Azzam ke rumah kosong tersebut. Wahyu terhenyak melihaf kekacauan di rumah di dalam sana.Yang lebih mengejutkan, Azzam terluka akibat senjata tajam. Ditambah lagi, Wahyu melihat Bayu tergeletak tanpa sehelai benang pun melekat di tubuhnya. Wahyu baru menyadari kalau Kayla juga sama halnya dengan Bayu walaupun tertutup jaket Azzam.Wahyu berlari keluar tanpa be
Setibanya Ashraf di rumah. Ia meminta Farhan untuk mengecek CCTV. Farhan sudah terbiasa keluar masuk kediaman Ashraf tanpa takut si empunya marah karena Farhan orang yang paling dipercaya Ashraf.Sementara Ashraf menemui Yulia untuk menanyakan suaminya pergi ke mana. Namun Yulia yang baru tiba pun sama tidak tahu Bayu pergi ke mana. ''Memangnya apa yang sudah terjadi, Pak Ashraf?'' Heran Yulia dengan wajah terlihat kebingungan.Saat Ashraf akan menjawab pertanyaan Yulia. Farhan lebih dulu memanggil.''Pak Ashraf, coba ini lihat. Bu Kayla sepertinya dibius sama pak Bayu,'' ucap Farhan kala sudah melihat rekaman CCTV beberapa jam yang lalu.''Bangsat, rupanya si bajingan Bayu itu masih penasaran sama istriku,'' geram Ashraf.Suami Kayla itu dengan jelas melihat Bayu membekap mulut Kayla dan membawa keluar sebelum akhirnya pergi menggunakan taksi.Mendengar Ashraf memaki suaminya, Yulia tergesa mendekati kedua lelaki itu dengan wajah yang semakin tak terbaca.''Ini apa sih yang terjadi?''
Kayla menemui kakak sepupu dan suaminya dengan wajah datar. Ia tak menyangka jika keduanya akan datang hari ini."Mbak, Mas, apa kabar? tanya Kayla basa-basi."Kami baik. Kamu keterlaluan, Kay, ngasih tau Daffa mau pindah ke Bandung dadakan gini," sahut Yulia langsung mencecar Kayla.Sementara Bayu terus menatap tajam Kayla. Rasa cinta dan sakit hati tengah bergejolak dalam hati laki-laki tersebut. Apalagi membayangkan Kayla berduaan dengan Ashraf, api cemburu kontan berkobar-kobar di dalam dada.Kayla mengerutkan kening, tak mengerti akan maksud Yulia. "Maksud Mbak apa?"Memang ia yang memberitahu mereka kalau Daffa diterima di ITB dan rencananya hari Sabtu nanti Daffa mau di antar ke kosannya. Saat itu ia hanya memberitahu saja tanpa niat mengajak mereka."Udah setahun kami enggak ketemu Daffa, tau-tau kamu bilang kalo dia mau kuliah di Bandung terus tinggal di sana. Kami 'kan jadi kerepotan, Kay, harus beresin kerjaan dulu supaya bisa ke sini. Mbak sama mas Bayu juga pengen ikut an