Sore itu Kanisa terbangun dengan tubuh lemas dan terasa remuk. Wajahnya terlihat pucat dengan bibir ranumnya yang kian terasa sakit dan bengkak. Bahkan bukan hanya bibirnya saja, miliknya yang di bawah pun kembali sakit setelah sebelumnya rasa sakit itu sempat hilang. Tapi karena ulah pria bajingan itu, rasa sakitnya kembali terasa bahkan berkali-kali lipat dari sebelumnya.
Kanisa mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar yang sepi. Bahkan pria bajingan yang sudah menyentuhnya kembali itu pun sudah tidak ada lagi di sampingnya.
Setelah menyetubuhinya pria itu pergi begitu saja bahkan tanpa membereskan kekacauan yang dia buat dengan tubuh Kanisa yang dibiarkan dalam keadaan masih polos. Kanisa mengepalkan tangannya, benar-benar marah pada Tendero.
Benar-benar pria bajingan!
Menarik selimutnya, Kanisa menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut tersebut sebelum akhirnya bergerak turun dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi dengan langkah hati-hati. Karena kecerobohannya yang tidak sengaja menginjak ujung selimut yang menjuntai— Kanisa berakhir jatuh terduduk. Dia meringis, begitu merasakan lututnya yang sakit akibat terbentur lantai bertepatan dengan pintu di sebelah kananya terbuka— menampilkan wajah pria yang sangat tidak ingin dilihatnya. Siapa lagi kalau bukan Tendero.
Memalingkan wajahnya, Kanisa buru-buru merapatkan selimut yang menutupi tubuh polosnya itu. Dia tersentak saat merasakan tubuhnya melayang. Tatapannya langsung bertemu dengan mata tajam Tendero.
“Turunkan aku!” Kanisa memberontak yang sayangnya tidak dituruti oleh pria itu. Dengan santainya Tendero memayang Kanisa— membawanya ke kamar mandi lalu menundukan Kanisa di atas closet duduk.
Setelahnya Tendero mengurung tubuh Kanisa dengan kedua tangannya yang menempel di dinding. Kanisa yang mendapat perlakuan tersebut sontak meringsek mundur sampai punggungnya menyentuh dinding dibelakangnya yang terasa dingin.
“Mandi yang bersih, setelah itu pakai baju yang sudah aku siapkan lalu turun ke bawah untuk makan. Kali ini kau harus makan, jika tidak— ” Tendero tersenyum, menyentuh rahang Kanisa dan mengelusnya naik turun.
“Kau pasti sudah tahu apa akibatnya jika kau membantah bukan.”
Kanisa menepis tangan Tendero yang ingin menyentuh dan memalingkan wajahnya tanpa menjawab perkataan pria itu.
Menarik dirinya, Tendero memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Memandang Kanisa sebentar kemudian melangkah keluar dari kamar mandi. Sementara itu Kanisa terlihat menghela nafas dalam, dia pun mulai membersihkam tubuhnya yang sangat kotor karena perbuatan pria bajingan itu.
***
Bukan memakai pakaian dres merah yang sudah disediakan Tendero untuknya. Kanisa justru melemparkan kembali dres yang baru di lihatnya itu ke atas kasur. Dia diam sebentar sebelum akhirnya memutuskan mencari pakaian dari dalam walk in close yang mana semua barang yang ada di dalamnya memang sudah disediakan khusus untuknya. Dia tahu itu karena Tendero sudah memberitahunya sejak pertama kali dia resmi tinggal di rumah mewahnya.
Pakaian, sepatu, tas, jam, dan beberapa hal wanita lainnya terlihat berjejer rapih di dalam walk in close tersebut. Ditata sesuai jenisnya. Meski dirinya dimanjakan dengan segala kemewahan yang diberikan Tendero, Kanisa tidak merasa senang sedikit pun. Dia memakai pakaian yang dibelikan pria itu pun terpaksa, karena jika tidak memakainya maka Kanisa tidak akan berpakaian apa pun.
Setelah memilih celana training hitam dipadukan dengan jaket putih, Kanisa keluar dari walk in close dan langsung dikejutkan dengan kehadiran Tendero yang tiba-tiba sudah berdiri disebelah pintu.
Tendero memandang Kanisa dari bawah kaki hingga ke atas kepalanya, dia lalu menyeringai.
“Kau menolak pakaian yang sudah aku pilihkan untukmu,” ucap Tendero benar-benar merasa terkesan karena dikondisinya saat ini Kanisa masih saja keras kepala dan tetap membantahnya tidak perduli meski Tendero sudah beberapa kali menghukum Kanisa hanya untuk membuat wanita itu jera dan menyadari posisinya.
Tapi karena sikap keras kepalanya dan pembangkang itu semakin membuat Tendero menyukai Kanisa. Dia ingin terus menguji Kanisa dan melihat sampai sejauh mana wanita itu akan tetap mempertahkan egonya yang tinggi dan keras itu.
Kanisa hanya diam saja.
Melihat Kanisa yang juga tidak kunjung menjawabnya, Tendero menghela nafas panjang. Meski dia merasa kesal dengan sikap Kanisa tapi kali ini Tendero membiarkan wanita itu berbuat apa pun sesukannya karena hari ini Tendero sedang malas untuk bertengkar dengan Kanisa hanya karena masalah sepele.
“Baiklah, tidak masalah. Lagi pula kau tetap memakai pakaian yang aku belikan juga untukmu.”
Tendero melangkah, hendak meraih tangan Kanisa. Namun dengan cepat Kanisa menarik tangannya. Tendero yang mendapatkan penolakan secara terang-terangan itu hanya tersenyum saja.
Matanya memandangi Kanisa yang berlalu pergi dari hadapannya. Tanpa melunturkan senyumnya, Tendero lantas menyusul Kanisa.
“Benar-benar menarik. Aku jadi tidak sabar ingin melihatmu jinak kepadaku Kanisa. Kita lihat butuh berapa lama bagiku untuk menjinakan wanita sepertimu yang keras kepala dan sangat pembangkang ini,” gumam Tendero kemudian menyusul Kanisa.
Menuruni anak tangga, Kanisa melihat beberapa pelayan terlihat tengah menyajikan makanan di meja besar yang ada di ruang makan. Berbagai makanan mewah tersaji rapih di atas meja besar tersebut membuat Kanisa sempat terpaku dibuatnya, namun sesaat kemudian dia tersentak saat merasakan sebuah tangan melingkar dipinggangnya.
Tendero, orang yang melakukan itu tersenyum manis saat Kanisa memberinya tatapan tajam.
“Kau mungkin bisa menolakku untuk kedua kalinya tadi, tapi kali ini aku tidak akan membiarkanmu melakukan itu lagi,” bisik Tendero di sebelah telinga Kanisa. Dia mengeratkan pelukannya dipinggang Kanisa lantas membawa wanita itu menuju meja makan dan mendudukanya di kursi yang baru saja digesernya untuk Kanisa.
“Kalian semua pergilah,” perintah Tendero yang langsung dipatuhi seluruh pelayan.
Ruangan besar itu kini terasa hening, hanya di isi oleh mereka berdua dengan beberapa bodyguard yang terlihat berjaga dari kejauhan.
“Kau pasti sangat lapar sekali bukan karena tiga hari ini tidak mau makan. Nah, sekarang makanlah yang banyak,” celoteh Tendero memberikan piring yang sudah di isinya dengan nasi dan beberapa lauk kehadapan Kanisa.
Kanisa diam memandangi makanan yang disodorkan Tendero padanya. Sejujurnya Kanisa tidak sudi memakan apa pun yang diberikan oleh pria yang sudah menghancurkan hidupnya dan juga masa depannya. Tapi jika dia tidak makan sekarang, maka dia akan mati kelaparan karena sejak dari kemarin hingga sekarang ini cacing-cacing dalam perutnya terus memberontak, minta di isi.
“Kenapa diam saja. Ayo makanlah.”
“Aku bilang makan Kanisa.” Tatapan Tendero terlihat menajam.
Tanpa menjawab celotehan Tendero. Kanisa meraih sendok dan mulai makan. Tendero yang melihat Kanisa menuruti perkataanya, tersenyum manis. Tangannya bergerak mengelus lembut puncak kepala wanita itu.
“Bagus, makanlah yang banyak.”
“Iya aku akan makan yang banyak sebelum melarikan diri darimu bajingan,” batin Kanisa sinis.
Sejak awal menginjakan kaki di mansion mewah yang super megah itu untuk pertama kalinya Kanisa langsung disambut baik dan sangat diperlakukan hormat oleh para pelayan dan para penjaga yang bekerja di mansion tersebut.Sikap lembut dan ramah dari setiap orang di dapatkannya dalam sekejap. Tidak, bukannya Kanisa tidak ingin diperlakukan layaknya ratu, tentu saja setiap orang menginginkan posisi itu termasuk dirinya. Hanya saja itu membuatnya sangat bingung. Pasalnya, Kanisa tahu betul semenjak sang bos Mafia meminta dirinya menjadi jaminan pelunas hutan keluargannya, mulai sejak itu juga dia adalah pelayan sang bos besar itu.Di mansion itu dirinya tidak lebih dari seorang pelayan atau lebih tepatnya budak pribadi Tendero yang harus melayani sang tua disaat pria itu menginginkannya.Baginya menjadi pelayan mansion biasa yang pekerjaan hanya mengurus mansion dan memasak adalah hal yang derajatnya jauh lebih tinggi jika diba
Pesta yang digelar Tendero dikediamannya sendiri luar biasa mewahnya. Sangat elegan dan juga menawan. Setiap mata yang melihat langsung dibuat takjub dan tidak henti-hentinya berdecak iri.Bukan hanya mansion saja yang disulap menjadi sangat begitu meriah dan mewah, taman depan bahkan sampai ujung gerbang pun disulapnya menjadi begitu indah.Pesta yang benar-benar sangat indah dan mewah itu tentunya juga banyak menghabiskan biaya. Tapi bagi Tendero biaya sebesar apa pun tidaklah masalah selama dia mampu.Sementara itu di kamar Kanisa. Wanita itu terlihat duduk merajuk pada pelayan pribadinya, Netra. Sejak dari tadi Kanisa terus disuruh untuk berganti pakaian dengan yang sudah dibelikan Tendero untuknya tapi Kanisa tidak juga menurut. Dia terus saja menolak dan memberikan banyak alasan.Netra yang kehabisan cara untuk membujuknya pun tidak tahu harus bagaimana lagi agar nonanya itu segera berg
Dengan langkah ogah-ogahan Kanisa menuruni setiap anak tangga yang di laluinya bersama dengan Tendero yang setia berada di sisinya. Pria itu benar-benar tidak mau melepaskan rangkulannya pada pinggang Kanisa, padahal Kanisa sudah berulang kali mencoba menyingkirkan tangan pria itu, bukannya menyingkir pria itu justru malah semakin mempererat rengkuhannya sampai tidak ada lagi jarak di antara mereka. Kanisa mendelik kesal pada Tendero yang tampak biasa-biasa saja bahkan dia terkesan santai tanpa merasa terganggu dengan mood Kanisa yang buruk.Kedatangan Tendero dan Kanisa mengundang banyak pasang mata menatap ke arah pasangan yang terlihat tampak serasi itu dengan pandangan mengagumi sekaligus penasaran. Tanpa melepaskan rangkulannya pada pinggang Kanisa, Tendero melempar senyum ramahnya pada para tamunya yang sudah menghadiri pesta yang dia adakan.Tak sedikit pula banyak tamu yang mulai silih berbisik tanpa melepaskan tatapannya dari sosok Tendero
Kanisa terus saja berlari tanpa henti sambil sesekali melirik kebelakangnya. Berharap Tendero mau pun anak buahnya tidak mengejarnya, semoga saja pelariannya kali ini sukses.Merasa nafasnya mulai pendek Kanisa mulai sedikit memelankan laju larinya toh dia juga sudah berada cukup jauh dari mansion bos mafia itu.Kanisa mengelap keringat dikeningnya. Dia meneliti sekitarnya yang terasa begitu asing, tidak ada perumahan. Di kiri dan kananya hanya ada hutan yang membentang. Kanisa menelan salivannya, dia merasa bingung juga takut tapi itu tidak lantas membuatnya berhenti melangkah.Suara deru mesin mobil di belakangnya membuat Kanisa merasa langsung panik. Tanpa melihat ke belakang Kanisa langsung berlari masuk ke hutan sebelah kiri. Dia terus berlari tanpa memperdulikan ranting-ranting yang menggores tubuhnya sampai terluka.Udara terasa semakin dingin begitu Kanisa semakin masuk ke dalam hutan ditambah lagi dengan la
Kanisa terbangun di malam hari dengan sekujur tubuh yang terasa remuk, meski rasa sakitnya tidak sesakit saat pertama kali dia melakukannya dengan Tendero tetap saja pegal-pegal di tubuhnya serta miliknya yang terasa berdenyut membuat Kanisa merasa tidak enak, benar-benar tidak nyaman belum lagi dengan kepalanya yang terasa pening karena Kanisa terlalu lama menangis tapi untungnya Tendero sempat mengompres kedua matanya sehingga Kanisa tidak perlu merasa cemas dengan matanya yang akan bengkam. Dia juga sudah berpakaian lengkap, memakai satu setel pajama berwarna biru laut dan itu semua dipakaikan oleh Tendero begitu mereka selesai bercinta, bahkan tanpa ragu Tendero juga memandikan Kanisa membuat wanita itu tidak bisa berkutit dengan keinginan Tendero yang keras kepala dan tidak ingin dibantah.Kanisa menyenderkan punggungnya ke bantal dia lantas mengucek matanya lalu menguap. Perutnya mendadak bersuara nyaring tanda kalau dia tengah lapar hal itu membuat Kanisa men
“Aku ingin pulang dan bertemu keluargaku.” Kanisa memegang tangan Tendero saat pria itu hendak pergi dari rumah. Tendero pun spontan menghentikan langkahnya dan berbalik memandang Kanisa.“Aku mohon, biarkan aku bertemu keluargaku. Aku merindukan mereka dan ingin melihat keadaan mereka,” mohon Kanisa dengan wajah memelasnya.Tendero meraih tangan Kanisa dan membawa wanita itu ke dalam pelukannya, dia lantas mencium puncak kepala Kanisa sejenak lalu memandang wajah Kanisa yang terlihat muram. Sepertinya Kanisa memang sangat merindukan keluarganya.“Tidak sekarang,” ucap Tendero membuat Kanisa yang mendengarnya langsung melepaskan diri dari pelukan pria itu dan mendorong Tendero menjauh darinya.Kanisa menatap kesal pada Tendero.“Kau sudah mengucapkan itu beberapa waktu lalu, aku ingin sekarang bukan nanti!” balas Kanisa dengan nada yang agak meninggi.Tendero tetap terlihat santai t
Andrew menepikan mobilnya dipinggir jalan, sebuah rumah tua dipesisir pantai tampak terlihat tidak jauh di sebelah kanan.Tendero menurunkan kaca mobilnya. Menyipitkan matanya, melihat rumah tua namun terlihat elegan itu.“Kau yakin tempatnya di sini?” tanya Tendero kepada Andrew.“Iya bos, sesuai dengan alamat yang dia kirimkan,” jawab Andrew.Tendero pun turun dari mobilnya. Di susul oleh Andrew.“Kau sudah siapkan barangnya?” Tendero melirik Andrew yang berdiri disebelahnya.Andrew mengangguk, “Sudah bos.”“Kalau begitu cepat ambil. Kenapa diam saja,” omel Tendero.Andrew nyengir lantas bergegas mengambil barang pesanan si calon pembeli yang dia taruh di bagasi mobil. Setelah mengambil barangnya yang ada di dalam koper. Mereka pun pergi menuju rumah itu dengan Tendero yang memimpin.Suasana yang begitu hening dan menenangkan deng
Dengan cepat Kanisa menyusul Tendero.“Kau tidak berhak mengaturku terus. Biarkan aku bebas,” ucap Kanisa dengan lantang membuat Tendero langsung berhenti berjalan.Kanisa menatap tajam punggung Tendero hingga kemudian pria itu pun berbalik menatap Kanisa tajam.“Apa kau sudah lupa. Kau adalah jaminan pelunas utang keluargamu,” balas Tendero dengan suara dinginnya.“Aku akan melunasi utang-utang itu. aku akan membayarnya. Tapi aku mohon bebaskan aku, aku tidak ingin terus hidup bersamamu.”Tendero terkekeh kemudian dia tersenyum sinis. Dia lantas berjalan cepat menghampiri Kanisa dan mencengkram kasar kedua pipi wanita itu.“Memangnya kau mampu melunasi utang-utang itu huh.”Kanisa menepis kasar tangan Tendero yang mencengkram pipinya kasar kemudian menatap sinis pada pria itu.“Tentu saja. Aku akan berkerja keras lalu mengumpulkan uangnya untuk mel