Andien tenggelam dalam lamunannya, hingga tak menyadari Dirga yang sudah duduk di sampingnya. Dirga mengelus pipi Andien lembut, sentuhannya menyadarkan Andien kembali.
"Aku lapar sayang."
"Ah iya."
Andien menuangkan nasi dan lauk pauknya ke piring Dirga. Karena kusut pikirannya, ia tak menuangkan apapun ke piringnya sendiri. Kekacauannya tak luput dari perhatian Dirga.
"Sayang... Andien... Hey baby, wake up please..." Dirga menepuk-nepuk wajah Andien yang tertidur sambil terisak. Dirga menghujaninya dengan kecupan-kecupan kecil agar Andien segera bangun dari tidurnya. Hatinya begitu terenyuh memandang wajah pilu sang kekasih. "Andien... Andien bangun sayang!" Andien membuka matanya. Ia mengusap kedua netraselayaknya orang yang baru usaimenangis pilu. Andien bangun mendudukkan dirinya. Menatap Dirga yang terlihat begitu khawatir.
Akad nikah Dirga dan Andien digelar di sebuah café bertema outdoor di tengah hutan pinus di daerah Bogor. Acara yang akan digelar Sabtu pagi itu hanya dihadiri keluarga dan kerabat terdekat dari kedua keluarga. Keindahan tempat itu membuat decak kagum para tamu yang sudah mulai berdatangan. Venue dipenuhi dengan ratusan bunga mawar putih, bunga yang paling Andien sukai. Dipadukan dengan berbagai ornamen dengan warna pastel, membuat tempat itu luar biasa memanjakan mata.&
Dirga berjalan bersama Max mendekati seorang wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik di usianya. Wanita itu sedang termenung seraya menggenggam cangkir berlukiskan bunga mawar yang berisi teh hangat. Di sampingnya duduk seorang pria yang usianya terlihat sebaya dengan Kia dan Ken.Max mendekati wanita itu lebih dulu."Aunty, Dirga wants to see you." ujar Max.Pria di sampingnya mengambil cangkir dari tangan Diand
"Ayaaaah..." rajuk Sam tersedu seraya menggandeng tangan Davi. Davi membawanya ke Edo yang sedang bercengkrama dengan pria-pria lainnya seusai acara akad nikah Dirga dan Andien. "Kenapa Sam? Kenapa sedih?" tanya Edo seraya mengangkat Sam yang menghambur ke pelukannya. "Jealous!" Davi yang menjawab. "Hah?"
"Ditya..." panggil Andien. "Hey... Selamat ya..." Ditya mendekat, lalu memeluk keduanya bergantian. "Panjang umur dan bahagia bersama." Do'anya yang di aamiin-i oleh Dirga dan Andien. "Ya ampun, gue kira siapa! Ayo masuk, makan dulu." "Maaf Ndien, gue ngejar ke bandara. Mau balik ke London."
"Lo ga hina sama sekali, bro. Yang bermasalah tuh Vio. Lo jangan jadi nyari-nyari kesalahan diri lo. Lo cuma mencintai orang yang salah. Sekarang lo buka tuh mata lo, pandang sekitar lo, jangan terpaku lagi dengan Vio. Selama ini mungkin lo udah banyak ngelewatin kesempatan lo nemuin cewek yang lebih baik." Ditya tersenyum pada Dirga, dan saat itu pandangannya tertuju pada dua sosok perempuan yang berjalan di belakang Dirga. Andien dan perempuan lain yang ia tak tahu namanya, bergaun tanpa lengan berwarna peach dari bahan brukat lembut sepanjang lutut. Perempuan dengan surailurus alami yang terurai itu terlihat begitu anggun di mata Ditya.
Andien melangkahkan kakinya melewati pintu masuk sebuah villa di Bali. Villa yang akan menjadi tempat ia dan Dirga berbulan madu selama tujuh hari ke depan terasa begitu nyaman. Dengan design semi terbuka, villa tersebut memiliki sebuah kamar tidur dan kamar mandi dengan pintu kaca yang terhubung langsung dengan jacuzzi. Di bagian depan terdapat ruang santai, dapur bersih sekaligus mini bar. Ruang santainya terhubung dengan teras kayu yang menjadi batas dengan private pool yang berhadapan langsung dengan pemandangan laut lepas. Villa itu sudah dihias sedemikian rupa gun
Andien tersenyum, menarik napas panjang sebelum menganggukkan kepalanya. Tak menunggu, Dirga menuntunnya berdiri, lantas menggendongnya di depan tubuhnya. Perlahan, ia meletakkan Andien di atas ranjang berukuran king size yang juga bertabur kelopak bunga mawar. "You'll see... and feel how much I adore you" bisik Dirga di telinga Andien. Dirga beranjak dari ranjang, mengatur lampu kamar agar bersinar redup. Ia berdiri di depan ranjang, membuka kancing kemejanya satu per satu. Entah mengapa pemandanga