Bintara memutuskan untuk memperkuat keamanan desa yang nenek dan kakeknya tinggali. Ia juga mengutus dua penjaga untuk senantiasa berjaga-jaga di sekitar rumah tersebut. Kejadian kemarin yang menimpa kakeknya menjadi peringatan keras untuk Bintara. Orang-orang yang membencinya akan selalu mencari kelemahannya dan salah satu kelemahannya adalah orang-orang yang ia sayang.
Bintara saat ini sedang berada di sebuah kafe, menunggu kedatangan seseoang. Hingga seorang wanita berumur sekitar 35 tahun dengan dandanan yang modis, menghampiri mejanya. Bintara langsung berdiri dan mengulurkan tangan untuk bersalamaan.
“Oh, Anda sudah datang. Selamat Siang, Bu Meta.”
“Selamat Siang, Tuan Bintara.” Wanita itu pun langsung duduk di hadapan Bintara.
“Aku memesan sesuatu yang mungkin Anda suka. Apa perlu memesan makanan lain?” tawar Bintara.
“Ah, tidak perlu. Aku menyukai makanan ini,” sahut Bu Meta.
“Syukurlah. Jadi … apa boleh kita langsung membahasnya?”
“Tentu, Tuan Bintara. Aku dan Laras itu rival dari kami berada di bangku SMA. Hingga sampai saat ini, kami masih saja berperang dingin. Dia banyak mengetahui tentangku, tentu aku juga mengetahui banyak tentangnya. Bahkan tentang suaminya yang sekarang, aku juga satu universitas dulu. Jadi apa yang ingin kau tanyakan tentang wanita itu?” tanya Bu Meta.
“Jadi Anda tahu banyak tentang bisnis mereka juga?” tanya Bintara mulai tertarik.
Bu Meta yang tadinya menyesap minuman, tersenyum sambil menaruh cangkir di tempatnya. “Tentu. Untuk menjadi rival yang bagus, aku harus mengetahui seluk-beluk tentang bisnisnya. Tanyakan saja apa yang ingin kau tanyakan, Tuan. Aku akan menjawab dengan senang hati, aku tak akan membohongimu. Apalagi kau telah menjanjikan kerja sama yang bagus untukku.”
Bintara mengangguk percaya. “Anda tau Pak David dulu memiliki seorang istri bernama Rusmini?” Bintara langsung bertanya pada intinya saja.
“Aku tau itu. Laras sudah dari bangku SMA menyukai David tetapi sayang David malah menikah dengan Mini. Aku juga tahu Laras selalu berusaha mendekati David dan tanpa disangka mereka menikah. Aku kaget bagaimana mungkin? Setelah aku cari tahu, ternyata anak dari Rumini itu cacat pendengaran. David tak pernah mengenalkannya pada orang-orang sehingga membuatku kesulitan untuk melihat anaknya itu,” ungkap Bu Meta menjelaskan dengan raut wajah prihatin ketika membahas anak David.
Bintara meneguk salivanya susah payah. Mendengar identitasnya dulu disebut, membuat bayangan masa lalu tiba-tiba terputar di pikirannya. Dulu, ia sungguh tak dianggap oleh David. Hal tersebut menambah kobaran rasa marah di hati pria muda itu.
“Lalu, apa kau tahu di mana Rusmini sekarang?” tanya Bintara menatap lekat.
Baru kali ini Bu Meta menggeleng. “Aku tak tahu soal itu. Aku juga heran kapan David dan Mini bercerai. Tapi aku tak pernah berpikir mereka bercerai, sebab salah satu perusahaan David itu dengan nama Mini kudengar. Itu perusahaan yang tersukses yang David miliki. Jika ia bercerai dengan Mini, tidak mungkin ia masih memimpin perusahaan itu, bukan?”
Akhirnya Bintara tahu apa yang membuat ayahnya atau Laras hanya menculik ibunya. Tak membunuhnya seperti yang mereka lakukan padanya waktu itu. Tangan Bintara mengepal di samping badan.
“Terima kasih atas waktu yang Anda berikan, Bu Meta. Mari bertemu kembali di kantorku untuk pembahasan tentang kerja sama kita lebih lanjut,” ucap Bintara tersenyum ramah sambil mengajak bersalaman.
“Sama-sama, Tuan Bintara. Senang bekerja sama dengan Anda,” sahut Bu Meta.
***
Esok harinya Bintara dikejutkan dengan keadaan kantornya yang terlihat ramai dengan sejumlah awak media. Bintara menghentikan mobilnya di parkiran direktur, seketika para wartawan yang melihat langsung mengerumuni mobilnya.
“Aku akan keluar, Tuan,” ucap Erdo.
“Tak perlu, Do. Jalankan mobilnya ke bagian belakang kantor perusahaan dengan cepat. Kita akan masuk lewat pintu belakang,” titah Bintara.
“Baik, Tuan.”
Erdo memundurkan mobilnya dengan cepat, membuat para wartawan terkejut dan segera menghindar. Mobil yang Erdo kemudikan melaju menuju bagian belakang kantor perusahaan. Beberapa wartawan dan kameramen pun turut mengejaar mobil itu.
Mobil berhenti tepat di depan pintu bagian belakang. Bintara keluar mobil dengan cepat dan memasuki ruangan. Erdo ikut masuk dan mengunci pintu masuk tersebut.
“Cari tahu apa yang terjadi. Datang padaku jika kau berhasil menemukannya,” tegas Bintara terus melangkahkan kaki jenjangnya menuju lift.
“Baik, Tuan,” sahut Erdo menunduk hormat dan menjauh dari tuannya.
Bintara tumbuh menjadi sosok pria yang dingin, tegas, dan juga kejam. Namun, ia tetap mempunyai sisi Kelvin terdahulu hanya ketika ia bersama orang-orang yang ia sayangi. Tak ada raut khawatir sama sekali pada wajah Bintara selama menaiki sebuah lift. Ia melenggang dengan tenang keluar dari lift tersebut ketika sudah sampai pada lantai teratas.
Bintara melepaskan jasnya, lalu menaruh di sandaran kursi. Ia duduk dengan tenang sambil memejamkan mata, Tak lama seseorang mengetuk pintu ruangannya. Bintara pun menyuruhnya masuk. Erdo langsung datang menghadapnya.
“Lapor, Tuan. Keributan di depan disebabkan oleh rumor yang mengatakan bahwa Tuan membatalkan kerja sama parfume dengan perusahaan Pak David karena bahan parfume yang Tuan pilih berbahaya untuk kulit. Wajah David telah membanjiri laman beberapa situs media mengenai komentarnya langsung. David mengonfirmasi bahwa rumor tersebut adalah benar. Ada beberapa bukti yang beredar, beberapa remaja yang menggunakan parfume tersebut mengalami iritasi dan dilarikan ke rumah sakit,” tutur Erdo menjelaskan semuanya dengan lugas.
Bintara tertawa sumbang mendengar laporan tersebut. Ia menggelengkan kepalanya dengan tampang meremehkan. “Dia bertindak seolah-olah sedang menggalikan kuburan untukku, tetapi dia tak sadar sedang menggali kuburan untuk dirinya sendiri. Ayahku memang tak pernah berubah. Ia selalu bertingkah gegabah dari dulu, beruntungnya ada ibuku yang cerdas yang bisa mengatasi kecerobohan itu. Tapi sekarang, di sisinya hanya ada wanita licik yang berotak uang dan kebencian,” lontar Bintara.
“Apa yang harus kita lakukan untuk berita ini, Tuan?” tanya Erdo.
“Jangan lakukan apapun. Aku yang akan mengirimkan semua wartawan itu kembali ke Tuan David yang terhormat,” ucap Bintara menyeringai.
“Baik, Tuan. Lalu karyawan yang masih belum masuk?”
“Suruh mereka libur untuk hari ini.”
“Baik, Tuan,” sahut Erdo menunduk hormat seraya pergi dari ruangan Bintara.
Bintara menghidupkan komputernya dan memulai pekerjaannya. Tak peduli dengan keadaan di luar yang dipenuhi oleh wartawan dan awak media lainnya. Bahkan televisi di ruangan Bintara menayangkan siaran langsung di depan kantor Bintara Corp.
“Sampai saat ini Pak Bintara belum juga keluar dari gedung perusahaan untuk memberikan pernyataan tentang rumor yang—” Bintara langsung mematikan televisi tersebut.
Bintara mengetikkan sesuatu di ponselnya dan mengirimkannya pada seseorang. Tak lama ia menghubungi anak buahnya untuk berbicara secara langsung. “Kau sebarkan segera apa yang aku minta. Jangan lupa kau cantumkan beberapa bukti lain dari potongan CCTV di tempat itu.” Bintara memutuskan sambungan teleponnya dengan senyuman miring.
David dan sang istri cekikikan di ruang kerja pribadinya melihat laman beberapa situs media yang melaporkan tentang komentarnya terhadap Bintara yang memutuskan kontrak kerja. Lalu bermunculan lagi berita Bintara yang kabur lewat pintu belakang perusahaan untuk menghindari awak media.“Aku bilang juga apa, dia pasti kalang kabut menghadapi rumor ini. Rasakan kamu, Anak nakal! Sudah berani kamu menentang ayahmu sendiri dengan kekayaan yang tak seberapa itu. Beginilah akibatnya telah melawanku.” David tampak puas sekali melihat layar komputernya.“Mungkin sebentar lagi dia akan menghubungimu dan merengek minta konfirmasi ulang ke pihak media untuk membersihkan namanya. Jangan mau, Mas. Biar saja kasih pelajaran buat dia,” ucap Laras menghasut suaminya. Ia sangat senang jika semakin hari semakin bisa mengendalikan David.“Tentu, Sayang. Dia sangat keterlaluan memutuskan kontrak kerja yang sukses begitu saja,” sahut David.Tiba-tiba mata David tertuju pada berita yang baru saja update. Ju
“Jika semisalnya aku dan keluargamu berselisih, apakah kau tetap ingin bersamaku?”Awalnya Viona terhenyak mendengar pertanyaan tersebut, tetapi setelahnya ia tersenyum. “Bahkan keluarga kita tak pernah bertemu, Bin. Bagaimana bisa mereka berselisih paham. Kau memikirkan sesuatu yang terlalu jauh,” sahutnya.Bintara menghela napasnya sambil kembali memegang kemudi. Ia tak mengharapkan respon demkian dari kekasihnya. Namun, Bintara juga bingung harus membahas semuanya dari mana. Pada bagian mana ia harus bercerita.Mereka pun sampai di sebuah pantai yang sangat indah dan juga sepi. Hanya ada mereka berdua di sana. Viona langsung berlari riang sambil merentangkan kedua tangannya. Gadis itu menghentikan laju larinya tepat di bibir pantai.“Ah, ini sangat indah dan menyegarkan,” ucap Viona membiarkan angin menerpa wajah cantiknya.“Tapi lebih indah gadis di sampingku,’’ celetuk Bintara yang berdiri di samping Viona.Viona mencibir dengan gerakan bibirnya, lalu menyenggol dengan lengannya.
David berusaha keras untuk memulihkan nama baiknya usai tersandung rumor yang dibuat oleh Bintara. Ia menjelaskan pada awak media jikalau ia sengaja mengganti bahan parfume untuk membantu masyarakat kota kecil agar dapat membeli parfume brand ternama dengan harga yang murah. David juga menyampaikan kata maaf pada Bintara Corp langsung di depan kamera secara live yang dilakukan tepat di depan kantor perusahaan David sendiri.“Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya pada Pak Bintara karena telah menyebabkan kesalahpahaman soal parfume yang membuat beberapa Masyarakat iritasi. Tim saya sudah meninjaunya, ternyata laporan dari Masyarakat tersebut adalah palsu. Saya juga meminta maaf karena tidak konfirmasi pada pihak Bintara Corp karena tidak memberitahu soal pembuatan parfume untuk masyarakat kecil. Maksud saya itu baik, hanya saja saya kurang memperhatikan soal kontrak. Bahwa saya seharusnya membicarakan hal ini pada kolega bisnis saya yaitu Pak Bintara,” tutur David memasang tampang mani
Viona memasuki kantor perusahaan Bintara Corp dengan setelan kuliah. Ia bertanya pada resepsionis di mana ruangan Bintara, tetapi ia malah ditanya apakah memiliki janji atau tidak dengan pimpinan perusahaan tersebut.“Maaf sebelumnya, Nona. Apakah Nona sudah ada janji pada Tuan Bintara sebelumnya?” tanya wanita resepsionis itu.“Dia kekasihku. Aku bisa menjumpainya tanpa membuat janji terlebih dahulu. Katakan dimana ruangannya,” sahut Viona.“Aku akan menghubungi Tuan Bintara terlebih dahulu. Mohon ditunggu sebentar, Nona.”Viona merotasikan matanya karena harus menunggu. Tak ada pilihan lain, ia biarkan saja wanita itu menghubungi Bintara. Namun, tampaknya Bintara tak memberikan izin pada wanita itu membuat Viona menatap dengan lamat raut tak menyenangkan resepsionis.“Apa katanya?” tanya Viona.“Maaf, Nona. Kata Tuan Bintara dia tak memiliki kekasih, jadi Nona ini ….”“Omong kosong apa yang dia katakan! Cepat hubungi dia lagi dan aku akan berbicara kali ini” desak Viona.Meski ragu,
Viona melangkahkan kakinya masuk ke dalam kediaman ibu kandungnya. Saat itu David dan Laras tengah melakukan makan malam bersama dengan anak mereka, Sonny. Viona datang tak memberi kabar, membuat Laras terkejut melihat kedatangannya.“Halo, Selamat Malam,” sapa Viona.“Viona, kau datang? Kenapa tak mengabari Ibu?” tanya Laras langsung bangkit dari duduknya.“Ini mendadak. Aku takut sendiri di rumah,” sahut Viona.“Takut sendiri?” tanya Laras bingung. “Ah, sebaiknya kau ikut makan bersama kami dan jelaskan sambil makan, ya,” ucap Laras menarik sebuah bangku di samping Sonny.“Dia anak perempuanmu, Laras?” tanya David.“Iya, Mas. Aku belum memperkenalkan kalian. Viona, beri salam pada ayah tirimu,” titah Laras.Viona membungkuk sambil tersenyum. “Salam kenal, Paman. Perkenalkan aku Viona berusia 21 tahun,” ucapnya singkat.“Salam kenal, aku David. Panggil saja Ayah atau daddy. Kau juga anakku sekarang. Ayo duduk, makan bersama kami!” ucap David tersenyum senang.“Terima kasih, Ayah,” uc
Viona menghampiri ibunya yang sedang menikmati salat buah di ruang tengah. Ia akan melancarkan aksinya untuk mengorek informasi tentang ibunya Bintara. Sebelumnya, Viona sudah mempersiapkan beberapa pertanyaan yang akan ia ajukan kepada ibunya tanpa menimbulkan kecurigaan sedikit pun.“Halo, Bu,” sapa Viona duduk tak jauh dari ibunya.“Halo. Kau tak kuliah hari ini?”“Aku hanya ada kelas sore. Pagi ini aku akan bersantai di rumah. Ibu tak ke kantor?”“Tidak untuk sementara waktu. Ibu harus memastikan kasus David clear, baru Ibu berani menunjukkan wajah di sana. Ibu tak ingin terlibat apapun tentang masalah dia,” sahut Laras.“Oh, soal parfume itu? Aku kemarin sempat membaca beritanya. Katanya ayah David bermasalah dengan Bintara Corp, bukan begitu?’“Yeah, begitulah. Tapi dia salah perhitungan sehingga terjebak dalam jebakan yang dia buat sendiri. Dia memang selalu gegabah, kadang ibu juga masuk ke dalam jebakan itu karena dia,” keluh Laras tampak tak suka.Viona semakin mendekatkan d
Bintara memasuki sebuah hotel tempat di mana penandatanganan kontrak kerja sama bisnis dilakukan. Ia sengaja datang di akhir waktu agar ketika kontrak berhasil ditandatangani, ia muncul pada saat itu. Tepat sekali, usai membereskan semua berkas kontrak kerja sama, Bintara menyapa mereka.“Maaf terlambat, apa semuanya sudah selesai ditandatangani?” ucap Bintara membuat kolega bisnisnya terkejut melihatnya.“K-kau … apa yang kau lakukan di sini?” tanya kolega bisnis Bintara yang tak lain adalah Laras.Bintara menyunggingkan senyuman. “Tentu saja aku adalah CEO brand pakaian Jews. Maaf Bu Laras, sebelumnya aku menyuruh kepercayaanku untuk mewakilkan kerja sama ini karena bisnisku sangat banyak dan menyibukkan,” ucapnya terkesan angkuh.“Kurang ajar kau! Aku akan membatalkan kontrak kerja ini!” ketus Laras marah besar. Ia membuka berkas kembali dengan perasaan yang teramat membara, sedangkan Bintara tertawa tanpa suara.“Jangan lupa bayar pembatalannya, Bu Laras,” ucap Bintara mengingatka
Bintara tersenyum pada seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik. Wanita itu adalah Farah, ibu dari Geno. Saat ini Bintara berada di rumah temannya tersebut dengan maksud menyapa ibu temannya apakah masih mengenalnya atau tidak. Sudah bertahun-tahun berlalu, pasti wanita itu sudah tak mengenalinya.“Bu, apa Ibu kenal dengan temanku yang satu ini? Dulu sewaktu SMP dia pernah berkunjung ke rumah kita sebanyak dua kali. Ibu bahkan tampak menyukainya dulu,” tanya Geno yang duduk di samping Bintara.Farah memperhatikan wajah Bintara yang ada di hadapannya dengan saksama. Sementara Bintara yang ditatapan hanya tersenyum dan sesekali menunduk malu. Farah sungguh berusaha mengenali wajahnya.“Apa kau dulu mempunyai gangguan pendengaran?”Tanpa diduga Farah bertanya demikian yang menandakan ia mengingat sosok Bintara. Hal tersebut membuat Geno dan Bintara sambil bertukar pandang dengan tatapan takjub.“Ibu mengingatnya?” tanya Geno.“Ya, Ibu mengingat senyumnya. Walau dia banyak ber
Viona sepanjang pelajaran di kampusnya tak kunjung fokus. Ia terus memikirkan Mira yang kini berusaha mendekati Bintara. Mendengar ceritanya saja sudah membuat Viona geram, apalagi langsung berhadapan dengan wanita itu.Usai kelas berakhir, Viona langsung bergegas menuju parkiran mobil. Viona bahkan menoleh ajakan temannya untuk jalan-jalan bersama. Bintara lebih penting, Ia ingin langsung mendatangi kantor Bintara. Kalau-kalau wanita bernama Mira itu mendatangi kekasihnya."Jangan sampai aku keduluan wanita itu. Lihat saja apa yang akan aku lakukan jikalau dia sungguh ada di kantor Bintara. Aku akan menjambak rambutnya hingga rontok dan menyeretnya keluar dari kantor Bintara," dumel Viona geram sendiri.Di sisi lain, Bintara sedang berbicara dengan Erdo di kantornya. Mereka duduk di sofa untuk membahas berita yang Erdo bawa."Jadi kau menemukan dukun yang bekerja sama dengan Laras?" tanya Bintara."Benar, Tuan. Nama dukun itu adalah Nyai Saruha. Kediamannya ada di sebuah desa terpenc
Bintara terkejut melihat Viona yang sudah ada di dalam mansionnya. Kekasihnya itu duduk di sofa dengan tangan bersedekap dan raut wajah yang datar. Bintara merasakan hawa yang tak enak, perlahan ia mendekati Viona dan duduk di samping, tetapi Viona lekas berpindah ke samping tanpa melepaskan lipatan tangannya di depan dada.“Apa yang terjadi? Apa aku melakukan kesalahan?” Bintara bertanya dengan raut wajah yang polos. Ia merasa tak melakukan kesalahan apapun pada Viona, mengapa kekasihnya itu terlihat marah sekali padanya?Viona menoleh pada Bintara dengan raut wajah sebal. “Kau tak tahu apa kesalahanmu, Bin? Pikirkanlah lagi apa salahmu. Aku ingin kau peka tanpa harus aku yang menyebutkannya. Menyebalkan!” Viona memunggungi Bintara yang terheran-heran dengan sikap Viona.“Apa yang aku lakukan?” gumam Bintara sambil mengingat-ingat kalau-kalau ia melupakan sesuatu. “Anniversary kita masih enam bulan lagi. Ulang tahunmu juga pada bulan yang sama. Apa yang aku lewatkan? Aku aku ada janj
Bintara telah tiba di mansion beberapa menit yang lalu. Viona sudah pulang ke rumahnya untuk beristirahat. Saat ini Bintara berdiri di balkon sambil memikirkan soal Laras yang memiliki ilmu hitam. Helaan napasnya terdengar lelah, matanya menatap ke arah langit.“Apa aku boleh mengeluh sekarang? Rasanya semuanya terasa begitu memuakkan dari hari ke hari. Laras begitu kejam padaku hingga melakukan apa saja yang ingin lakukan. Aku takut jikalau suatu saat menyalahgunakan kekuatan yang aku miliki,” monolog Bintara.“Jika hanya tentangku, aku tak akan sepusing ini memikirkannya. Aku khawatir Laras mengusik orang-orang yang aku sayangi dengan ilmu hitam itu. Aku tak akan bisa berkutik jika itu terjadi. Maka aku harus segera mencegah perbuatan licik wanita itu.”Dari arah belakang datang Erdo yang berdiri tak jauh dari Bintara. “Tuan memanggilku?’’Bintara menoleh ke arah belakang. Mendapati Erdo yang siap mendapatkan perintah darinya. “Kau selidiki soal Laras yang memiliki ilmu hitam. Ke du
Viona menelisik Bintara yang tak kunjung menampakkan diri. Tak lama Bintara muncul dari arah dalam rumah. Viona langsung menghampiri Bintara yang berjalan dengan pelan ke arahnya.“Bin, bagaimana? Kau menemukan ruangan itu?”“Bawa aku keluar dulu, Viona. Aku akan jelaskan nanti di jalan. Kita harus pergi sebelum ibumu mencariku kembali,” ucap Bintara.“Baiklah aku kita keluar,” sahut Viona menuntun Bintara menuju pintu utama,Viona membukakan pintu mobil untuk Bintara. Viona yang mengemudi kali ini, sebab Bintara masih belum terlalu sehat. Walau tubuhnya membaik dengan cepat, tapi bohong jikalau Bintara tidak merasa lemah. Usai membantu Bintara memasang sabuk pengaman, Viona langsung menjalankan mobilnya meninggalkan rumah David.Di perjalanan, Bintara masih tak memulai obrolan. Viona sejujurnya ingin menunggu pria itu untuk bercerita lebih dulu. Namun, tampaknya Bintara akan diam saja jika ia tak segera menanyakannya.“Bin, kau tak ingin bercerita padaku apa yang kau temukan? Kau men
Acara ulang tahun Sonny telah tiba. Ada banyak sekali tamu undangan yang datang. Seketika rumah David dipenuhi oleh kerabat dan temannya bersama anak-anak mereka. Cukup berlebihan hanya untuk pesta anak berumur sebelas tahun. Acara tersebut sangat meriah seperti acara pernikahan yang meriah. Laras dan David berdiri di teras untuk menyambut para tamu undangan. Wajah Laras sungguh sangat berseri-seri hingga kedatangan sepasang kekasih membuat senyuman Laras luntur seketika.Bintara berdiri di hadapan Laras yang menatapnya tajam. Bintara menyunggingkan senyuman manis yang justru mengejek bagi Laras.“Mau apa kau ke sini?” Laras bertanya dengan nada dingin.“Manis sekali ucapan untuk tamu special sepertiku. Harusnya kau sangat tersanjung korban kecelakaan sepertiku masih menyempatkan diri untuk datang. Beruntungnya kakiku tak mengalami masalah yang serius. Aku masih kuat berjalan untuk masuk ke rumah ibuku dan duduk di kursi yang telah disediakan, kekasihku yang baik hati akan mengambilka
“Aku sudah bertanya pada Laras soal keterlibatannya dengan kecelakaan Bintara. Tapi aku tak bisa memastikan apapun karena dia memang pandai menutupi sesuatu. Ibumu tentu saja membela dirinya ketika disalahkan. Jadi sulit memprediksi apakah memang benar dia tidak terlibat atau memang terlibat tetapi pandai menutupinya,” tutur David atas pertanyaan Viona mengenai keterlibatan Laras pada kecelakaan Bintara.Di perjalanan menuju rumah sakit tempat Bintara dirawat, Viona dan David saling bicara. Berawal dari Viona yang bertanya soal keanehan yang Laras lakukan selama beberapa hari ini. David pun menyuarakan fakta yang membuat Viona mendapatkan keyakinan lebih terhadap dugaannya.“Apa Om melihat gelagat berbeda dari ibu belakangan ini? Atau ibu sering menghilang dan datang dari ruangan tertentu untuk melakukan sesuatu?” Viona kembali melayangkan pertanyaan.David berpikir untuk beberapa saat, mencoba mengingat hal janggal apa yang ia dapatkan dari tindakan Laras. Hingga akhirnya matanya sed
Laras sedang mengarahkan para pekerja yang sedang mendekor rumahnya untuk acara ulang tahun Sonny. Hiasan rumah itu bernuansa biru dan kuning. Ada banyak sekali balon berwarna biru yang memenuhi dinding. Lalu di tengahnya ada tulisan nama Sonny dengan balon warna kuning. Besok adalah hari ulang tahun Sonny yang ke sebelas. Laras tak ingin ada yang kurang dari persiapan acara itu.“Bonita, bagaimana kue yang aku pesan kemarin? Jangan lupa untuk membawanya besok pagi karena acaranya mulai jam sembilan pagi. Aku tak terima kendala apapun, pastikan kau membuat kue Cadangan apabila kue pertama gagal dibawa ke sini. Aku tak mau putraku kecewa karena kue ulangtahunnya tak sesuai harapan,” ucap Laras berbicara lewat telepon.Laras kembali mengawasi pekerja yang mendekorasi. Tak sengaja ia melihat Viona ada di depan pintu. Laras mengeryit heran melihat putrinya datang. Ia pun melangkah mendekati Viona yang tersenyum padanya.“Viona, kau ke mari? Tumben sekali,” sindir Laras.“Aku ingin menemui
“Bu, sekarang aku harus bagaimana? Ayah ingin kembali pada kita, tetapi Ayah yang menjadi penyebab semua masalah yang terjadi pada kita.”David menunggu tanggapan dari Bintara, tetapi sepertinya putra tersebut tak berniat untuk menanggapi ucapan panjang lebarnya itu. Maka pria baru baya itu lekas bangkit dari duduknya berniat untuk meninggalkan ruangan.“Kembalikan ibuku,” ucap Bintara membuat langkah David terhenti. David menatap punggung Bintara yang masih pada posisi yang sama.“Bagaimana cara Ayah melakukannya? Jika dengan terungkapnya keberadaan ibumu membuat kami di penjara. Tidak, sepertinya hanya Ayah yang akan berada di balik jeruji besi. Kau tak tahu bagaimana liarnya Laras sampai detik ini. Jika hanya Ayah yang masuk penjara, semua menjadi kacau. Semua perusahaan ayah dan ibumu bangun bisa jadi jatuh ke tangannya. Ayah memang diam selama ini, tapi Ayah tahu Laras diam-diam ingin mengalihkan satu per satu perusahaan menjadi miliknya dan juga anak kami. Saat ini Ayah sedang m
Bintara tak menunjukkan tanda-tanda ia akan sadar dari lelapnya. Viona dengan setia menunggu kekasihnya untuk bangun. Viona mendapatkan pesan dari ayahnya yang datang ke polres. Viona merasa janggal ketika membaca pesan tersebut.From : AyahViona, ayah datang ke polres untuk mengetahui hasil penyelidikan. Ayah dengar kecelakaan Bintara murni kecelakaan Tunggal yang tak melibatkan siapapun. Tak ada sabotase pada mobilnya. Dugaan sementara Bintara mengemudi dalam keadaan mengantuk atau mengonsumsi alcohol. Dari rekaman CCTV di sekitar sana, mobil yang dikemudikan Bintara oleng berkali-kali hingga menabrak pembatas jalan. Viona mengembuskan napasnya berat. Ia menoleh pada Bintara yang masih setia menutup matanya. “Bagaimana aku menyakinkan semua orang jikalau aku sangat mengenal kekasihku? Bin orang yang sangat hati-hati dan dewasa. Ia tak pernah mengemudi ketika ia mengantuk. Aku sudah sangat sering berjalan jauh dengan Bintara. Setiap kali ia merasa mengantuk dan lelah, ia pasti mene