Seorang pria perawakan tinggi dan berotot diseret memasuki sebuah markas yang terletak di ruangan bawah tanah kediaman kelima Bintara. Pria ia tak bisa meronta lagi, sebab dua orang yang mengapit lengannya jauh lebih besar dan berotot darinya. Pria yang merupakan pimpinan bodyguard David itu didorong hingga tersungkur di depan sepasang kaki yang berdiri tengak dengan sepatu hitam yang mengkilap.
Bodyguard David itu pun mendongkak ke atas, mendapati wajah angkuh Bintara yang memandang remeh dirinya. Bodyguard bernama Dhani itu terbelalak melihat sosok pemuda yang teramat ia kenal. Ternyata yang membuatnya terseret ke ruangan ini adalah Kelvin Bintara anak dari David. "Bagaimana, kau mengenaliku?" tanya Bintara berdecih angkuh setelahnya. Bintara melangkah menuju sebuah kursi hitam yang sangat mewah, lalu duduk bagaikan sedang di singasana. Ia menatap remeh pria yang berlutut di hadapannya dengan raut wajah dingin. "Aku sama sekali tak mengenalmu! Memangnya kau siapa? Kau tak tahu sedang berhadapan dengan siapa, hah? Kau hanya akan menggali kuburanmu dengan menangkap seorang pimpinan bodyguard terhebat di negeri ini," cetus Dhani dengan tawa sumbangnya. Meski begitu, Bintara tahu pria tersebut menyembunyikan getirnya lewat tawa itu. "Tiga tahun yang lalu kau menyuntikkan racun pada tubuhku dan membuangku dengan kejam ke sebuah sungai di tengah hutan. Tidakkah kau mengingat dosa kejimu itu?" ungkap Bintara tersenyum miring. Dhani tampak mulai gelisah, kedua netranya bergerak liar seperti memikirkan sesuatu. "Masih tidak ingin mengaku kau melakukan dosa itu?" tanya Bintara lagi dengan tangan bersedekap. Namun, pria bernama Dhani tersebut tetap diam di tempatnya. Bintara bangkit, Dhani lekas mendongkak menatapnya waspada. "Kupikir perlu reka ulang kejadian agar kau bisa mengingat setiap detik perbuatan dosamu padaku," ucapnya menatap tajam, lalu ia menoleh ke arah anak buahnya. "Ambilkan racunnya," titahnya santai. Dhani mulai bergerak gelisah dan penuh kewaspadaan. Ia bangkit dengan perlahan mengambil ancang-ancang untuk kabur. Bintara tak peduli oleh tindakan pria itu. Ia hanya fokus memasukkan obat ke dalam sebuah suntikan. Dhani bergerak cepat, berlari kencang menuju pintu. Namun, pintu ruangan itu telah terkunci. Dhani mengamuk, menendang keras pintu besi tersebut dengan brutal. Alhasil ia mengerang sakit dan terjatuh seketika. "Jangan main-main denganku, Kelvin! Anak buahku akan segera menghabisimu!" ancam Dhani menatap tajam penuh emosional sambil menekan kakinya yang semakin terasa berdenyut. "Lakukan itu setelah merasakan racun buatanku," sahut Bintara seraya berjalan ke arahnya. "Bocah brengsek! Apa yang mau kau lakukan, hah?!" Dhani berusaha bangkit dengan tubuhnya yang mulai bergetar ketakutan. Ia merapatkan badannya ke dinding sambil sesekali melihat-lihat sesuatu di ruangan itu untuk senjata melawan Bintara. Namun, tak ada yang bisa ia lakukan di sana, sementara Bintara semakin mendekat "Let's try!" ucap Bintara menancapkan jarum suntik itu dengan kasar pada lengan Dhania, membuat pria itu mengerang hebat. "AARRGGH!" Bintara menarik kasar jarum suntik itu, percikan darah sedikit mengotori pipi putihnya. Salah satu anak buahnya langsung memberikan tisu pada Bintara. Senyuman Bintara tersungging melihat Dhani terkapar dengan mulut terbuka lebar karena tak bisa bernapas sedikit pun. "Bagaimana rasanya? Apa itu terlalu menyakitkan untukmu?" tanya Bintara sambil berjongkok di depan Dhani. "Tapi aku tak sejahat dirimu. Aku tak akan membuangmu ke mana-mana. Aku akan memanfaatkanmu untuk balas dendamku berikutnya. Jika kau tak ingin mati, maka turutilah semua yang aku perintahkan. Kau menerima kesepatakan ini? Jika kau menerima, maka aku akan memberimu penawar racun itu. Waktumu hanya tersisa lima belas menit lagi. Pikirkan sekarang juga dengan cepat." Dhani terus menerus menekan tenggorokannya dengan mata terbelalak tak dapat bernapas. Pria itu perlahan mencoba merangkak mendekati Bintara yang telah kembali duduk di kursinya. Dhani menyentuh kaki Bintara dengan tangan bergetar. "A-aku b-bers-sedia," ucapnya susah payah. Bintara tersenyum penuh kemenangan. "Berikan penawarnya," titah Bintara. Salah satu anak buahnya membawakan sebuah cairan dalam tabung kecil dan meminumkannya pada Dhani. Usai meminum cairan tersebut, Dhani menutup erat matanya. Ia tak sadarkan diri seketika. Di sisi lain, David mengerahkan beberapa anak buahnya untuk mencari informasi tentang kejadian tiga tahun yang lalu. David masih tak percaya jikalau Bintara memang masih hidup setelah diberikan racun mematikan oleh anak buahnya dan dibuang ke sungai. David dan sang istri menunggu di ruang tengah dengan perasaan teramat cemas. Mereka sama-sama tak bisa berangkat bekerja dengan tenang selagi informasi tentang Kelvin belum ditemukan. Tak lama beberapa anak buah David muncul dan memberi hormat. Mereka akan memberikan informasi yang mereka dapatkan. "Bagaimana? Apa kalian menemukan informasi tentang kejadian itu? Apa sungguh ada yang menyelamatkan Kelvin?" "Maaf, Tuan. Kami tak mendapatkan informasi apapun terkait peristiwa tiga tahun lalu di tempat itu. Selain karena kami membuangnya di sungai dalam hutan, pada saat itu kami juga sangat berhati-hati melakukan tugas kami sehingga tak ada satu pun orang yang melihat apa yang kami lakukan, Tuan. Tapi ...." "Tapi apa?! Awas saja kalian tak membawa informasi apapun!" bentak David dengan mata berkilat marah. "Kami menemukan informasi terkait sumber kekayaan yang dimiliki oleh Kelvin atau Bintara saat ini. Salah satu sahabatku mengatakan jikalau dulunya perusahan Bintara Corp bernama Grastar Corp yang dipimpin oleh seorang pria tua bernama Walan Mung. Menurut informasi umum terkait pemindahan kekuasaan, Kelvin Bintara adalah anak angkat dari Walan Mung. Diketahui Walan Mung tak memiliki keturunan sehingga ia mengalihkan seluruh kekayaannya atas nama Kelvin Bintara," tutur anak buah David dengan detail. Laras dan David tercengang hingga mereka tak bisa berkata apa-apa selain helaan napas berat. David mengurut kepalanya yang pening sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk menghadapi kenyataan ini. "Berarti pria tua bernama Walan Mung itu yang menyelamatkan Kelvin dari sungai itu dan mengangkat Kelvin menjadi anaknya. Kelvin baru muncul di hadapan publik setelah Walan Mung meninggal dunia?" ucap Laras menyimpulkan. "Benar, Nyonya. Walan Mung sudah meninggal satu tahun yang lalu," sahut pria itu lagi. Tiba-tiba Dhani datang dengan raut pucatnya dan memberikan hormat pada David. "Kemana saja kau, Dhani?" tanya David. "Maaf, Tuan. Saya perlu ke rumah sakit dan tak memiliki kesempatan untuk mengabari. Maafkan keteledoran saya, Tuan," ucap Dhani menunduk hormat. "Sudahlah. Anak buahmu sudah berhasil menemukan informasi terkait kekayaan Bintara. Ternyata benar pimpinan Bintara Corp itu adalah putraku bersama Rusmini. Dia diselamatkan oleh seorang pria tua bernama Walan Mung dan dari pria tua itulah kekayaannya berasal. Aku yakin kemunculan Kelvin adalah untuk membalaskan dendamnya pada kita. Untuk itu, aku meminta padamu, Dhani, erahkan seluruh anak buahmu untuk menyelidiki dan memantau pergerakan Kelvin mulai dari sekarang!" tegas David dengan sorot mata penuh ambisi.Dhani mengetuk ruangan David, lalu ia masuk ke dalamnya. Pimpinan bodyguard pribadi David itu menghadap Tuannya dan memberi hormat. David yang sedang mengetikkan sesuatu di ponselnya, beralih menatap Dhani yang tampak bermuka masam.“Apa ada masalah, Dhani? Kau tampak tak baik-baik saja hari ini,” tanya David.Dhani tiba-tiba berlutut di hadapannya, membuat David terheran-heran hingga menyimpan ponselnya. Sekarang ia fokus memerhatikan apa yang akan Dhani lakukan.“Aku ingin menyampaikan sesuatu, Tuan. Kemarin anak buah Kelvin Bintara menyekapku di markas pribadinya. Dia menyuntikkan cairan racun padaku seperti yang aku lakukan dulu padanya. Dia mengancamku agar berada dipihaknya jikalau mau penawar racun itu. Maka untuk mempertahankan nyawaku, aku menyetujui hal itu,” ungkap Dhani membuat David mengebrak mejanya marah.“Apa? Bagaimana bisa dia melakukan semua itu padamu? Dhani, kau bodyguard yang paling terkuat di antara semua bodyguard-ku. Kau sungguh mudah diperdaya olehnya?”“Mere
Bintara memutuskan untuk memperkuat keamanan desa yang nenek dan kakeknya tinggali. Ia juga mengutus dua penjaga untuk senantiasa berjaga-jaga di sekitar rumah tersebut. Kejadian kemarin yang menimpa kakeknya menjadi peringatan keras untuk Bintara. Orang-orang yang membencinya akan selalu mencari kelemahannya dan salah satu kelemahannya adalah orang-orang yang ia sayang.Bintara saat ini sedang berada di sebuah kafe, menunggu kedatangan seseoang. Hingga seorang wanita berumur sekitar 35 tahun dengan dandanan yang modis, menghampiri mejanya. Bintara langsung berdiri dan mengulurkan tangan untuk bersalamaan.“Oh, Anda sudah datang. Selamat Siang, Bu Meta.”“Selamat Siang, Tuan Bintara.” Wanita itu pun langsung duduk di hadapan Bintara.“Aku memesan sesuatu yang mungkin Anda suka. Apa perlu memesan makanan lain?” tawar Bintara.“Ah, tidak perlu. Aku menyukai makanan ini,” sahut Bu Meta.“Syukurlah. Jadi … apa boleh kita langsung membahasnya?”“Tentu, Tuan Bintara. Aku dan Laras itu rival
David dan sang istri cekikikan di ruang kerja pribadinya melihat laman beberapa situs media yang melaporkan tentang komentarnya terhadap Bintara yang memutuskan kontrak kerja. Lalu bermunculan lagi berita Bintara yang kabur lewat pintu belakang perusahaan untuk menghindari awak media.“Aku bilang juga apa, dia pasti kalang kabut menghadapi rumor ini. Rasakan kamu, Anak nakal! Sudah berani kamu menentang ayahmu sendiri dengan kekayaan yang tak seberapa itu. Beginilah akibatnya telah melawanku.” David tampak puas sekali melihat layar komputernya.“Mungkin sebentar lagi dia akan menghubungimu dan merengek minta konfirmasi ulang ke pihak media untuk membersihkan namanya. Jangan mau, Mas. Biar saja kasih pelajaran buat dia,” ucap Laras menghasut suaminya. Ia sangat senang jika semakin hari semakin bisa mengendalikan David.“Tentu, Sayang. Dia sangat keterlaluan memutuskan kontrak kerja yang sukses begitu saja,” sahut David.Tiba-tiba mata David tertuju pada berita yang baru saja update. Ju
“Jika semisalnya aku dan keluargamu berselisih, apakah kau tetap ingin bersamaku?”Awalnya Viona terhenyak mendengar pertanyaan tersebut, tetapi setelahnya ia tersenyum. “Bahkan keluarga kita tak pernah bertemu, Bin. Bagaimana bisa mereka berselisih paham. Kau memikirkan sesuatu yang terlalu jauh,” sahutnya.Bintara menghela napasnya sambil kembali memegang kemudi. Ia tak mengharapkan respon demkian dari kekasihnya. Namun, Bintara juga bingung harus membahas semuanya dari mana. Pada bagian mana ia harus bercerita.Mereka pun sampai di sebuah pantai yang sangat indah dan juga sepi. Hanya ada mereka berdua di sana. Viona langsung berlari riang sambil merentangkan kedua tangannya. Gadis itu menghentikan laju larinya tepat di bibir pantai.“Ah, ini sangat indah dan menyegarkan,” ucap Viona membiarkan angin menerpa wajah cantiknya.“Tapi lebih indah gadis di sampingku,’’ celetuk Bintara yang berdiri di samping Viona.Viona mencibir dengan gerakan bibirnya, lalu menyenggol dengan lengannya.
David berusaha keras untuk memulihkan nama baiknya usai tersandung rumor yang dibuat oleh Bintara. Ia menjelaskan pada awak media jikalau ia sengaja mengganti bahan parfume untuk membantu masyarakat kota kecil agar dapat membeli parfume brand ternama dengan harga yang murah. David juga menyampaikan kata maaf pada Bintara Corp langsung di depan kamera secara live yang dilakukan tepat di depan kantor perusahaan David sendiri.“Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya pada Pak Bintara karena telah menyebabkan kesalahpahaman soal parfume yang membuat beberapa Masyarakat iritasi. Tim saya sudah meninjaunya, ternyata laporan dari Masyarakat tersebut adalah palsu. Saya juga meminta maaf karena tidak konfirmasi pada pihak Bintara Corp karena tidak memberitahu soal pembuatan parfume untuk masyarakat kecil. Maksud saya itu baik, hanya saja saya kurang memperhatikan soal kontrak. Bahwa saya seharusnya membicarakan hal ini pada kolega bisnis saya yaitu Pak Bintara,” tutur David memasang tampang mani
Viona memasuki kantor perusahaan Bintara Corp dengan setelan kuliah. Ia bertanya pada resepsionis di mana ruangan Bintara, tetapi ia malah ditanya apakah memiliki janji atau tidak dengan pimpinan perusahaan tersebut.“Maaf sebelumnya, Nona. Apakah Nona sudah ada janji pada Tuan Bintara sebelumnya?” tanya wanita resepsionis itu.“Dia kekasihku. Aku bisa menjumpainya tanpa membuat janji terlebih dahulu. Katakan dimana ruangannya,” sahut Viona.“Aku akan menghubungi Tuan Bintara terlebih dahulu. Mohon ditunggu sebentar, Nona.”Viona merotasikan matanya karena harus menunggu. Tak ada pilihan lain, ia biarkan saja wanita itu menghubungi Bintara. Namun, tampaknya Bintara tak memberikan izin pada wanita itu membuat Viona menatap dengan lamat raut tak menyenangkan resepsionis.“Apa katanya?” tanya Viona.“Maaf, Nona. Kata Tuan Bintara dia tak memiliki kekasih, jadi Nona ini ….”“Omong kosong apa yang dia katakan! Cepat hubungi dia lagi dan aku akan berbicara kali ini” desak Viona.Meski ragu,
Viona melangkahkan kakinya masuk ke dalam kediaman ibu kandungnya. Saat itu David dan Laras tengah melakukan makan malam bersama dengan anak mereka, Sonny. Viona datang tak memberi kabar, membuat Laras terkejut melihat kedatangannya.“Halo, Selamat Malam,” sapa Viona.“Viona, kau datang? Kenapa tak mengabari Ibu?” tanya Laras langsung bangkit dari duduknya.“Ini mendadak. Aku takut sendiri di rumah,” sahut Viona.“Takut sendiri?” tanya Laras bingung. “Ah, sebaiknya kau ikut makan bersama kami dan jelaskan sambil makan, ya,” ucap Laras menarik sebuah bangku di samping Sonny.“Dia anak perempuanmu, Laras?” tanya David.“Iya, Mas. Aku belum memperkenalkan kalian. Viona, beri salam pada ayah tirimu,” titah Laras.Viona membungkuk sambil tersenyum. “Salam kenal, Paman. Perkenalkan aku Viona berusia 21 tahun,” ucapnya singkat.“Salam kenal, aku David. Panggil saja Ayah atau daddy. Kau juga anakku sekarang. Ayo duduk, makan bersama kami!” ucap David tersenyum senang.“Terima kasih, Ayah,” uc
Viona menghampiri ibunya yang sedang menikmati salat buah di ruang tengah. Ia akan melancarkan aksinya untuk mengorek informasi tentang ibunya Bintara. Sebelumnya, Viona sudah mempersiapkan beberapa pertanyaan yang akan ia ajukan kepada ibunya tanpa menimbulkan kecurigaan sedikit pun.“Halo, Bu,” sapa Viona duduk tak jauh dari ibunya.“Halo. Kau tak kuliah hari ini?”“Aku hanya ada kelas sore. Pagi ini aku akan bersantai di rumah. Ibu tak ke kantor?”“Tidak untuk sementara waktu. Ibu harus memastikan kasus David clear, baru Ibu berani menunjukkan wajah di sana. Ibu tak ingin terlibat apapun tentang masalah dia,” sahut Laras.“Oh, soal parfume itu? Aku kemarin sempat membaca beritanya. Katanya ayah David bermasalah dengan Bintara Corp, bukan begitu?’“Yeah, begitulah. Tapi dia salah perhitungan sehingga terjebak dalam jebakan yang dia buat sendiri. Dia memang selalu gegabah, kadang ibu juga masuk ke dalam jebakan itu karena dia,” keluh Laras tampak tak suka.Viona semakin mendekatkan d
Bintara dan Viona melanjutkan makan malam mereka yang tertunda, membiarkan Rusmini dan David entah langsung pulang atau mengunjungi tempat lain. Setelah sekian lama Viona sudah tak melihat wajah bahagia yang polos kekasihnya. Terakhir ia lihat ketika zaman sekolah SMA dulu.“Kau ingat hari pertama kali kita menjadi sepasang kekasih? Aku yang menyatakan cinta lebih dulu,” sindir Viona tersenyum geli.Tentu saja Bintara merasa terlukai harga dirinya. Ia menatap malas Viona yang sedang menertawakannya. “Itu karena aku sadar diri. Dulu aku tak setampan ini dan memiliki banyak kekurangan. Aku tuli dan penyakitan. Aku juga bukan anak yang diharapkan oleh ayahku. Jadi kepercayaan diriku lenyap karena itu. Aku sungguh tak menduga bagaimana bisa kau menyukaiku yang dulu? Jika aku yang dulu adalah aku yang sekarang, sangat wajar kau menyukai pria tampan, hebat, dan mapan ini,” tutur Bintara yang awalnya merendahkan diri berakhir membanggakan diri. Viona berdecih mendengarnya.“Itu karena kau or
Bintara berdesis saking gemasnya dengan kelakuan Viona yang ternyata hadir ke kampus. Siang ini Bintara menjemput kekasihnya itu sekalian meminta penjelasan mengapa kekasihnya itu tak mendengarkan saran darinya.“Halo, Sayang aku!” Viona langsung memeluk Bintara yang tak membalas pelukannya.“Mengapa kau tak menurutiku?” Pertanyaan dingin dari Bintara membuat Viona melepaskan pelukan itu dengan tampang cemberut.“Hari ini ada test penting. Aku harus hadir ke kampus, Bin. Lagipula aku sudah tak apa. Kau jangan terlalu khawatir seperti ini. Yang harus kau khawatirkan adalah keadaan perutku, aku sangat lapar,” ucap Viona sedikit merengek.“Merengek memang andalanmu,” sahut Bintara berjalan lebih dulu ke arah mobilnya. Ia tetap membukakan pintu untuk Viona walau tak menunggu gadis itu masuk langsung berjalan ke arah pintu mobil bagian kemudi.Bintara menjelankan mobil meninggalkan kampus Viona. Tujuan mereka adalah sebuah restaurant ala Korea yang tak jauh dari kampus Viona. Bintara memes
Rusmini telah pulang ke rumahnya, begitu pun dengan David. Sore ini Viona sudah diperbolehkan pulang, hanya saja ia menunggu infus habis. Bintara dengan setiap menungguinya.“Vi, apa menurutmu baiknya Ibu kembali pada ayah? Mendengar ayah akan pergi ke Paris dan memutuskan untuk menyendiri, rasanya aku juga merasakan kesepian yang ayahku rasakan. Ketulusan ayah juga tampak ketika ia memutuskan untuk tidak menikah lagi setelah bercerai dengan ibumu,” lontar Bintara sembari mengupas buah apel.“Kalau menurutku … lebih baik persatukan mereka lagi, Bin. Walau aku tak begitu dekat dengan ibumu, tapi entah mengapa aku bisa melihat bahwa ibumu masih menyimpan perasaaan pada ayahmu. Hanya saja ibumu mempertimbangkan banyak hal hingga tak ingin menuruti kemauan hatinya. Salah satunya juga trauma yang ibumu miliki, Bin. Ibumu pasti takut jikalau ayahmu kembali seperti yang dulu dan menyakiti kalian lagi. Maka jalan satu-satunya yang bisa kau ambil adalah menyakinkan ibumu bahwa pemikiran buruk
Laras tertangkap saat mencoba melarikan diri ke luar kota bersama dengan anak buahnya. Berita tentang penangkapan itupun masuk berita pada pagi hari ini. Viona dan Bintara menatap layar televisi di rumah sakit. Tampak Laras dengan tampilan berantakan diborgol polisi. Tatapan wanita itu sangat kosong dan tubuhnya sangat lesu. Viona sudah mengetahui hal itu sejak ia bersama dengan ibunya di mobil.“Ibu pasti sangat tertekan hingga mentalnya terguncang. Ibu sangat mengerikan ketika membentakku di mobil waktu itu. Sorot matanya tak wajar, antara takut dan juga marah yang membumbung tinggi.” ungkap Viona.Bintara mengusap pundak kekasihnya dengan lembut dan memeluknya dari samping. “Mungkin kau sedih melihat ibuku seperti itu, Sayang. Tapi itulah yang terbaik untuk ibumu. Tak ada yang bisa mengendalikan ibumu selama ini. Dia terus saja membuat rencana-rencana jahat yang merugikan keluargaku, aku, dan juga dirimu. Aku tak ingin menyaksikan dan merasakan kesakitan keluargaku lagi karena dia,
Viona tak tahu kemana ia akan dibawa, tetapi ibunya terlihat sangat tenang. Walau bersama sang Ibu, tetapi Viona merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Apakah ini normal? Mengapa ia justru merasa tak akan ketika bersama dengan ibunya sendiri? Viona menoleh ke belakang, tampak sebuah mobil mengikuti mereka. Bukan mobil Bintara, tetapi mobil anak buahnya.“Bu, sepertinya kita diikuti,” ucap Viona.“Tenang, Viona. Anak buah ibu adalah mantan pembalap dulunya. Dia lihai untuk menghindari kejaran itu. Kau tenang saja, mereka tak akan menemukan kita setelah ini,” sahut Laras tersenyum penuh arti.“Memangnya kita akan ke mana, Bu?”“Tentu saja ke tempat yang tenang dan tak ada siapapun yang dapat menemukan kita,” sahut Laras.“Mengapa tak ke kantor polisi saja? Mereka tak akan macam-macam kalau kita ke kantor polisi, Bu,” ucap Viona memberi saran.“Diam kau, Viona! Jangan sekali-sekali kau sebut nama tempat itu! Ibu tak ingin mendengar tempat terkutuk itu!” Hardik Laras dengan tatapan tajam
Usai membayar ganti rugi, Laras pun dibebaskan oleh polisi. Ia keluar dari kantor polisi dengan keadaan yang berantakan. Tatapannya kosong, eyeliner-nya luntur, dan rambutnya berantakan. Laras tak peduli dengan tatapan orang-orang padanya. Sesaat dirinya seperti tak memikirkan apa-apa, lalu tiba-tiba ia teringat kembali dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Bagaimana bahagianya ia berselfi dengan David, kedatangan Hendrik yang tiba-tiba merusak suasana, dan hadirnya Bintara yang menjadi akhir dari hubungan dengan suaminya.“Semua ini gara-gara Bintara! Dia pasti telah menyusun rencana ini untuk menghancurkan hidupku! Cih, baiklah. Lihat bagaimana aku bisa menghancurkan hidupmu Bintara! Lihat! Aku bahkan tak peduli meski harus mengorbankan putri Marvin itu!”Laras memesan taksi. Ia menunggu di pinggir jalan dengan berbagai rencana yang saling berlalu lalang di kepalanya. Berbagai kemungkinan buruk pun terbayang-bayang. Apa yang akan dilakukan David setelah ini? Menceraikannya atau
“Apa benar semua itu, Laras?” David bertanya dengan nada dingin.Laras langsung bersujud di hadapan David sambil menangis tersedu untuk meminta ampun.“Mas, maafin aku. Aku nggak bermaksud membohongimu. Aku awalnya tak tahu jikalau Sonny adalah anak dari Hendrik. Aku pikir memang anak kita karena kita juga melakukan hubungan suami istri, bukan?”“Tapi kau tak bicara apapun setelah mengetahui Sonny bukan anakku! Kau menipuku hingga hari ini, Laras! Bahkan kau menikahiku karena orang tuamu memiliki dendam terhadap keluargaku? Pantas saja kau selalu memaksaku untuk mengalihkan kepemilikan perusahaan atas namamu dan juga Sonny. Begitu aku bangkrut, kau akan pergi dan bahagia dengan pria itu!” bentak David dengan tatapan berapi-api.Laras semakin menangis sambil menangkup kedua tangannya di hadapan wajah. Ia memohon pada David dengan sejadi-jadinya bahwa ia sangat menyesali perbuatannya. “Aku mohon maafkan aku, Mas. Kali ini saja maafkan aku. Aku memang awalnya menuruti permintaan orang tu
Laras berdandan dengan sangat cantik malam ini. Ia menggenakan gaun hitam selutut yang ketat dan lipstick yang tebal merah merona. Belum lagi highheel yang ia pakai membuatnya merasa bak modal di depan cermin ketika mematut dirinya sendiri. Laras sangat bangga dengan penampilannya malam ini. Hari ini adalah hari ulang tahunnya, Laras merasa jikalau David pasti sudah menyiapkan kejuatan ulangtahun untuknya, membayangkan saja sudah membuat Laras kegirangan bukan main.David sudah menunggu di dalam mobil. Ia menoleh ke arah pintu, Laras dan Sonny belum kunjung keluar juga. David memutuskan untuk menelepon Bintara untuk memastikan rencana mereka hari ini seperti apa.“Halo, Yah?’’“Halo, Bintara. Jadi gimana, Ayah dan Laras beserta Sonny akan segera berangkat ke restaurant itu. Kapan kalian akan datang? Takutnya setelah selesai makan, kalian baru datang. Timingnya nanti tidak tepat, Nak. Apa perlu Ayah kasih kode nanti lewat pesan?”“Tidak perlu, Yah. Kami sudah stand by di parkiran resta
Rusmini datang bersamaan dengan Laras yang datang ke kantor. Laras mencoba tak peduli dengan wanita yang ia anggap musuh berat tersebut. Begitu pula dengan Rusmini yang memilih acuh tak acuh dengan raut wajah yang sangat tenang. Begitu mereka memasuki kantor, setiap karyawan yang mereka lewati lebih memilih menyapa Rusmini. Jika dibandingkan 7:3 yang menyapa mereka. Tentunya banyak yang menyapa Rusmini. Hal itu membuat hati Laras terasa terbakar. Mereka memasuki lift yang sama. Laras sengaja melakukanya karena ada sesuatu yang ingin ia ucapkan pada Rusmini.“Kemarin suamiku mengajak aku dan putraku makan bersama di hari ulang tahunku. Lega rasanya mendengar dia masih memperhatikanku. Aku pikir dia kepincut dengan janda rendahan di sekitarnya,” ucap Laras dengan nada menyindir.Rusmini tersenyum tenang mendengarnya. “Syukurlah dia tak kepincut janda di luar sana. Jadi ketika dia ingin kembali padaku, aku tak ragu untuk menerimanya.”Laras menatap nyalang Rusmini di sampingnya. “Kau tak