"Ada apa?!" tanya Pisceso melihat Virgolin nampak tercengang. "I-itu," tunjuk Virgolin pada ular yang di dekat Airin. "U-ular," ucapnya gagap."Hah, ular?!" Airin langsung melihat ke samping. Seekor ular mendesis melihat tajam ke arahnya dengan tubuh tanpa kaki seakan mau meloncat. Sreet!Pisceso secepat kilat menarik pedang panjang kesayangannya dan menebas kepala ular sampai terpisah dari tubuhnya. Virgolin berdiri terpaku menatap ular yang tidak ada kepala dalam hitungan detik. Begitu cepat gerakkan Pisceso sampai tidak bisa melihat ular sudah tidak punya kepala."Jangan takut, ularnya sudah mati," ucap Pisceso santai seakan tidak terjadi apa-apa. "Kau menebasnya?!" "Harus ditebas sebelum ular itu menyerang temanmu," jawab Pisceso. "Kau mau temanmu yang mati dipatuk ular berbisa?!"Airin juga kaget dengan gerakkan Pisceso yang begitu cepat menebas kepala ular. "Luar biasa, gerakannya cepat sekali.""Ayo cepat, kamu harus membersihkan tanganmu itu," ucap Pisceso membuyarkan ke
Roxy tak kalah waspada dari Pisceso. Reputasinya dipertaruhkan, balas dendam atas kematian saudaranya yang mati diujung pedang Pisceso benar-benar harus dibalas tuntas sampai titik penghabisan. Virgolin dan Airin saling berpegangan erat. Jantung keduanya berpacu bak kereta api ekspres yang sedang meluncur menjelajahi rel, berdetak bergemuruh seakan mau ke luar dari tempatnya.Bul menyenggol lengan si Jul. "Kita taruhan siapa yang bakalan menang. Pemimpin kita atau si Pangeran Pisceso itu?!""Mereka sepertinya seimbang. Pemimpin kita jago dalam bermain pedang, tapi Pangeran Pisceso juga tak kalah mahir dalam mengayunkan pedangnya bahkan namanya terkenal karena keahliannya dalam bermain pedang.""Betul juga apa yang kau bilang. Kali ini pemimpin kita mendapat lawan yang seimbang," Bul setuju dengan penilaian Jul."Menang atau kalah, kita jangan lepaskan wanita cantik itu!" tunjuk Jul pada Virgolin dengan kedua matanya.Bul memukul kepala Jul. "Otakmu isinya perempuan saja. Pemimpin ki
Mendapat kelengahan dari Putra Mahkota Pisceso karena terbuai dengan senyum manis Tabib Virgolin, Roxy tak membuang kesempatan. Secepat kilat tubuhnya meloncat ke rimbunnya ilalang dan menghilang raib dalam sekejap.Bul dan Jul melakukan hal yang sama. Berlari pontang panting masuk ke dalam rimbunnya ilalang mengikuti pemimpinnya."Mereka kabur!" teriak Virgolin kencang. "Cepat! Cepat kejar!"Tatapan Pisceso begitu tajam melihat ke arah rimbunnya ilalang, tapi ketiga orang tersebut sudah tidak terlihat lagi. "Mereka sudah pergi jauh!" Airin ikut bersuara. "Percuma dikejar juga. Mereka takkan terkejar."Apa yang dikatakan Airin benar, Pisceso juga tidak mungkin meninggalkan Virgolin demi mengejar Roxy dan kedua anak buahnya itu. Virgolin merasa lega, nyawanya tidak terancam lagi. Bergegas mendekati Pisceso untuk melihat tangannya yang terluka.Pisceso meringis, tangannya terasa perih bahkan pedang yang sedang dipegangnya jatuh."Tanganmu harus segera diobati!" Virgolin meraih tangan
"Takdir yang membawaku ke tempatmu," jawab Pisceso. "Aku sudah lupa.""Bagaimana mungkin kau bisa lupa!" Virgolin tak percaya."Lebih baik hanya aku saja yang mengetahui tentang duniamu," ucap Pisceso pelan, semakin sedikit orang yang tahu, semakin aman kamu tinggal di dunia ini."Virgolin menghela napas, mengerti dengan apa maksud ucapan Pisceso. "Ok, baiklah!"Pisceso bangun dari duduk. "Lebih baik kita segera pulang ke istana sebelum hari berganti gelap.""Aku tidak mau pulang ke istana! Aku akan melanjutkan lagi perjalanan ku ke pintu cahaya langit bersama Airin!""Pergi ke sana sangat berbahaya jika kita hanya bertiga saja. Apa kamu lupa dengan kejadian barusan?" tanya Pisceso mencoba untuk memberi pengertian. "Iya betul tabib, saya setuju dengan pendapat Putra Mahkota Pisceso. Jika kita hanya bertiga saja pergi ke sana, itu akan sangat berbahaya. Apalagi putra mahkota tangannya terluka. Siapa yang akan melindungi kita kalau terjadi sesuatu seperti tadi?! Bertemu dengan orang-
Putra Mahkota Pisceso berhenti dari langkahnya ketika melihat rombongan prajurit melintas tak jauh darinya."Pisceso, lihat!" tunjuk Virgolin. "Bukankah itu prajurit Voresham?""Mereka mau ke mana?!" tanya Airin. "Apa ada masalah di istana?!" duga Virgolin. Pisceso nampak berpikir lalu melihat pada Virgolin. "Kita harus segera sampai di istana! Sepertinya istana sedang ada masalah.""Masalah? Masalah apa?!" tanya Virgolin. "Entahlah!" Pisceso kemudian naik ke atas punggung kudanya, si Pigo. "Airin, lindungi tabib agung!" Setelah itu Pisceso memacu kudanya menuju ke arah rombongan prajurit yang telah pergi jauh.Hiaaat! Hiaat!Virgolin dan Airin hanya bisa berdiri menatap Pisceso yang semakin pergi menjauh tanpa sempat bertanya."Kita duduk di sana!" tunjuk Airin pada pohon rindang. Keduanya berteduh di bawah rindang pohon, duduk meluruskan kaki di atas rumput menunggu Putra Mahkota kembali lagi. "Virgolin. Dugaanku ternyata benar," ucap Airin mengawali percakapan."Dugaan apa?!"
Ratu Eleanor menyambut Virgolin dengan ramah begitu juga dengan Raja Theodore."Bagaimana kabarmu?!" tanya Ratu Eleanor setelah duduk menghadap meja makan yang terbuat dari ukiran kayu. "Kabarku sangat baik nyonya," jawab Virgolin. "Kami semua cemas memikirkan tabib," ucap Ratu Eleanor. "Semua prajurit dikerahkan untuk mencarimu ke setiap pelosok tempat, tapi tetap tabib tidak ditemukan. Untung saja putra mahkota bisa menemukan mu."Virgolin melihat Pisceso yang duduk di sampingnya. "Putra Mahkota dan aku bertemu tanpa sengaja." "Putraku sudah menceritakan semuanya. Lain kali tabib harus memikirkan baik-baik jika ingin ke luar dari istana. Di luar sana banyak orang jahat," ucap Ratu Eleanor. "Kami sangat cemas akan hal itu.""Iya nyonya," jawab Virgolin jadi merasa bersalah karena Ratu Eleanor begitu sangat mencemaskan dirinya.Acara makan malam pun dimulai, tidak ada yang bicara lagi. Para dayang yang bertugas menyiapkan dan menyajikan makanan dengan telaten melayani ke empat oran
Pagi-pagi, Airin sudah rapi. Langkah kakinya begitu terburu-buru menuju ke pondok di mana Tabib Agung Virgolin berada. "Aduh!" "Eh, maaf," Airin melihat seorang wanita hampir saja terjatuh karena bertabrakan dengan dirinya. "Kamu jalan tidak pakai mata!" semprotnya pada Airin. "Aku jalan pakai kaki," jawab Airin santai. "Mataku untuk melihat."Mendapat jawaban seperti itu, wanita tersebut tidak terima. "Kurang ajar kau! Bukannya minta maaf, malah mencari masalah denganku!""Aku tadi sudah minta maaf," jawab Airin tak mau kalah. Wanita tersebut melihat Airin dari atas sampai bawah. "Kau dayang baru di sini, berani sekali kau bicara seperti itu padaku!"Airin menatap kesal pada wanita tersebut, "aku tadi sudah minta maaf. Memangnya kau tak mendengar.""Kurang ajar!" gertak wanita tersebut. "Kau tidak tahu bicara dengan siapa, hah?!" Airin heran melihat wanita tersebut. "Seperti yang kau katakan tadi, aku dayang baru di sini, jadi aku tidak tahu siapa kau. Memangnya kau siapa?!" M
Tak lama kemudian masuk Emi membawa nampan yang berisi beberapa buah cangkir yang terbuat dari tanah liat. Rose yang pertama melihat kedatangan Emi langsung datang mendekat. "Cangkir darimana itu?!""Dari tempat latihan prajurit. Masih banyak cangkir kotor di sana, tapi hanya ini yang bisa aku bawa," jawab Emi."Biar nanti aku bantu ambil cangkir kotor dari sana," ucap Rose.Deegh!Kedua bola mata Emi bertabrakan dengan kedua bola mata Airin yang berdiri tak jauh darinya. Rose yang menyadari akan ada situasi panas antara Airin dan Emi segera mendekati Airin. "Bukankah kamu akan mengambil sarapan untuk tabib agung? Cepatlah ambil, nanti makanannya dingin tidak enak untuk disantap!""Iya," jawab Airin."Di sana tempat peralatan makan yang bisa kau pakai," tunjuk Rose ke dalam salah satu lemari kayu yang ada di sudut ruangan. Airin langsung mengambil peralatan makan. Dengan lincah tangannya mengambil satu-satu makanan dan dimasukkan ke dalam wadah-wadah kecil yang juga terbuat dari ta