Putra Mahkota Pisceso berhenti dari langkahnya ketika melihat rombongan prajurit melintas tak jauh darinya."Pisceso, lihat!" tunjuk Virgolin. "Bukankah itu prajurit Voresham?""Mereka mau ke mana?!" tanya Airin. "Apa ada masalah di istana?!" duga Virgolin. Pisceso nampak berpikir lalu melihat pada Virgolin. "Kita harus segera sampai di istana! Sepertinya istana sedang ada masalah.""Masalah? Masalah apa?!" tanya Virgolin. "Entahlah!" Pisceso kemudian naik ke atas punggung kudanya, si Pigo. "Airin, lindungi tabib agung!" Setelah itu Pisceso memacu kudanya menuju ke arah rombongan prajurit yang telah pergi jauh.Hiaaat! Hiaat!Virgolin dan Airin hanya bisa berdiri menatap Pisceso yang semakin pergi menjauh tanpa sempat bertanya."Kita duduk di sana!" tunjuk Airin pada pohon rindang. Keduanya berteduh di bawah rindang pohon, duduk meluruskan kaki di atas rumput menunggu Putra Mahkota kembali lagi. "Virgolin. Dugaanku ternyata benar," ucap Airin mengawali percakapan."Dugaan apa?!"
Ratu Eleanor menyambut Virgolin dengan ramah begitu juga dengan Raja Theodore."Bagaimana kabarmu?!" tanya Ratu Eleanor setelah duduk menghadap meja makan yang terbuat dari ukiran kayu. "Kabarku sangat baik nyonya," jawab Virgolin. "Kami semua cemas memikirkan tabib," ucap Ratu Eleanor. "Semua prajurit dikerahkan untuk mencarimu ke setiap pelosok tempat, tapi tetap tabib tidak ditemukan. Untung saja putra mahkota bisa menemukan mu."Virgolin melihat Pisceso yang duduk di sampingnya. "Putra Mahkota dan aku bertemu tanpa sengaja." "Putraku sudah menceritakan semuanya. Lain kali tabib harus memikirkan baik-baik jika ingin ke luar dari istana. Di luar sana banyak orang jahat," ucap Ratu Eleanor. "Kami sangat cemas akan hal itu.""Iya nyonya," jawab Virgolin jadi merasa bersalah karena Ratu Eleanor begitu sangat mencemaskan dirinya.Acara makan malam pun dimulai, tidak ada yang bicara lagi. Para dayang yang bertugas menyiapkan dan menyajikan makanan dengan telaten melayani ke empat oran
Pagi-pagi, Airin sudah rapi. Langkah kakinya begitu terburu-buru menuju ke pondok di mana Tabib Agung Virgolin berada. "Aduh!" "Eh, maaf," Airin melihat seorang wanita hampir saja terjatuh karena bertabrakan dengan dirinya. "Kamu jalan tidak pakai mata!" semprotnya pada Airin. "Aku jalan pakai kaki," jawab Airin santai. "Mataku untuk melihat."Mendapat jawaban seperti itu, wanita tersebut tidak terima. "Kurang ajar kau! Bukannya minta maaf, malah mencari masalah denganku!""Aku tadi sudah minta maaf," jawab Airin tak mau kalah. Wanita tersebut melihat Airin dari atas sampai bawah. "Kau dayang baru di sini, berani sekali kau bicara seperti itu padaku!"Airin menatap kesal pada wanita tersebut, "aku tadi sudah minta maaf. Memangnya kau tak mendengar.""Kurang ajar!" gertak wanita tersebut. "Kau tidak tahu bicara dengan siapa, hah?!" Airin heran melihat wanita tersebut. "Seperti yang kau katakan tadi, aku dayang baru di sini, jadi aku tidak tahu siapa kau. Memangnya kau siapa?!" M
Tak lama kemudian masuk Emi membawa nampan yang berisi beberapa buah cangkir yang terbuat dari tanah liat. Rose yang pertama melihat kedatangan Emi langsung datang mendekat. "Cangkir darimana itu?!""Dari tempat latihan prajurit. Masih banyak cangkir kotor di sana, tapi hanya ini yang bisa aku bawa," jawab Emi."Biar nanti aku bantu ambil cangkir kotor dari sana," ucap Rose.Deegh!Kedua bola mata Emi bertabrakan dengan kedua bola mata Airin yang berdiri tak jauh darinya. Rose yang menyadari akan ada situasi panas antara Airin dan Emi segera mendekati Airin. "Bukankah kamu akan mengambil sarapan untuk tabib agung? Cepatlah ambil, nanti makanannya dingin tidak enak untuk disantap!""Iya," jawab Airin."Di sana tempat peralatan makan yang bisa kau pakai," tunjuk Rose ke dalam salah satu lemari kayu yang ada di sudut ruangan. Airin langsung mengambil peralatan makan. Dengan lincah tangannya mengambil satu-satu makanan dan dimasukkan ke dalam wadah-wadah kecil yang juga terbuat dari ta
Emi sangat senang dengan kedatangan Flor. Teman masa kecilnya yang telah pindah ke luar desa karena orangtuanya harus mengurus ternak yang diwariskan dari kakek Flor yang telah meninggal karena sakit. "Jadi kamu mau tinggal lagi di desa itu?!" tanya Emi. "Iya. Orangtuaku tidak tahu harus berbuat apa untuk mencari makan karena semua ternak mendadak mati semua. Jadi orangtuaku memutuskan untuk pulang lagi ke desa itu. Untunglah, rumah yang dulu kami tinggalkan tidak kami jual jadi kami bisa tinggal lagi di rumah itu.""Aku senang sekali mendengarnya. Sekarang aku punya teman untuk bercerita lagi," ucap Emi berbinar. "Memangnya kau tidak punya teman?!" tanya Flor."Temanku hanya beberapa orang saja di istana ini. Kamu tahu sendiri bukan, bagaimana persaingan antar dayang di istana ini," jelas Emi."Kalau kau tidak nyaman berada di istana ini, kenapa tidak ke luar dari dayang? Kau bisa mencari pekerjaan lain di luar istana ini. Misal kau bekerja di tempat makan atau kau berkebun," sara
Wajah Putra Mahkota Pisceso terlihat menyiratkan kebingungan."Kalau kau ingin pergi, pergilah. Aku tidak punya hak melarang seorang putra mahkota yang mencemaskan rakyatnya untuk tidak pergi," ujar Virgolin. "Kalau kamu ingin ikut, kamu boleh ikut," ucap Pisceso. "Tadinya aku berpikir, istana ini lebih aman melindungi dirimu daripada di luar sana. Tapi jika kamu ingin ikut, kamu boleh ikut. Kita bisa menunggu sampai pintu cahaya langit terbuka kembali.""Aku boleh ikut?!" tanya Virgolin kaget langsung menatap iris mata Pisceso.Seeerrr ,,,Jantung Pisceso berdesir ketika iris matanya ditatap Vitgolin. Berjuta gemuruh langsung mengisi seluruh dadanya disertai perasaan hangat menyelinap ke dalam hatinya."Hai!" tegur Virgolin mendapati Pisceso hanya diam saja menatapnya. "Kok malah diam?!"Pisceso langsung mengalihkan pandangan, wajahnya bersemu merah. "Kamu boleh ikut, tapi ,,,,""Tapi apa?!""Kamu harus belajar naik kuda," jawab Pisceso. "Tidak mungkin kita menunggangi kuda bersama.
Pisceso tersenyum senang, Virgolin bisa dengan cepat menguasai tehnik cara menunggang dan mengendalikan kuda bahkan ikatan bathin antara Gopi dan Virgolin sepertinya sudah terjalin erat padahal baru sebentar saling mengenal satu sama lain.Peluh terlihat bertengger manis di kening Virgolin begitu turun dari punggung Gopi. "Ternyata asyik juga menunggang kuda."Pisceso ikut turun dan kudanya lalu keduanya beristirahat bersandar di batang pohon dengan daunnya yang rindang sementara Pigo dan Gopi dibiarkan makan rumput segar yang ada di sekeliling mereka.Virgolin menghapus keringat dengan ujung baju lengan panjangnya. Kulit wajahnya memerah dengan napas yang terlihat tidak beraturan. "Kamu sepertinya kepanasan." Pisceso memberikan saputangan warna biru yang terukir namanya dari sulaman benang emas. "Pakai ini untuk menghapus keringatmu.""Terima kasih," Virgolin langsung menghapus keringatnya dengan saputangan yang diberikan Pisceso. "Nanti kamu akan terbiasa menunggang kuda," ucap Pi
Gopi, kuda putih pemberian Putra Mahkota Pisceso berlari kencang membawa Virgolin. Pasangan yang sangat cantik di mata Pisceso. Tak sia-sia dirinya memberikan kuda putih itu pada Virgolin karena mereka berdua cocok.Hiaat ,,, hiaaat!Virgolin semakin memacu Gopi dengan kencang. Dilihatnya Pisceso yang berada di sampingnya. Senyum termanis yang jarang diperlihatkan pada orang lain, Virgolin berikan pada Pisceso.Di antara memacu kudanya, hati Pisceso terasa berdesir mendapat senyum termanis dari Virgolin. Hiaaat ,,, hiaaat ,,,Keduanya berpacu membawa kuda masing-masing dengan kencang. Bahkan beberapa prajurit dan orang-orang yang melihat mereka berdua terpaku kagum."Tabib agung ternyata sangat mahir menunggang kuda!" seru salah satu wanita yang berpakaian dayang, kebetulan sedang berada di luar istana."Iya! Cantik, pintar, pandai juga menunggang kuda," seru yang lain kagum.Gerbang istana terlihat di depan mata. Pisceso sengaja memperlambat lari kudanya agar Virgolin yang mendapatk