Virgolin memang tidak peka. Tanpa berpikir panjang yang sedang berada di depannya adalah Putra Mahkota yang begitu disegani rakyatnya, Virgolin membuka pakaian bagian atas Pangeran Pisceso begitu saja.Pisceso menolak secara halus. "Lukaku sudah sembuh.""Diamlah! Kamu bukan bocah cilik yang harus dipaksa untuk diobati bukan?!" Virgolin malah menepiskan tangan Pisceso supaya tidak menghalangi niatnya. "Turuti saja apa kataku. Kamu cukup diam saja!"Pisceso melihat dari sudut mata, prajurit dan para dayang menyembunyikan senyumnya ketika Virgolin mengomel."Lukamu memang terlihat sudah membaik, tapi itu bukan berarti lukamu ini sudah sembuh," sambung Virgolin lagi. "Aku akan mengganti perbannya."Pakaian bagian depan Pisceso ditutup dan dirapikan kembali kemudian melihat ke arah para dayang yang sedang melihat ke arah lain karena takut Pangeran Pisceso marah."Apa aku boleh minta tolong mereka untuk mencarikan Tabib Cole?!" bisik Virgolin ke depan telinga Pisceso.SEER!Hembusan napas
Virgolin melihat pria tersebut umurnya mungkin tidak jauh berbeda dengan dirinya, hanya saja memilik postur tubuh lebih tinggi dan tegap."Ada apa?!" Pangeran Pisceso sudah berdiri di belakang mereka berdua bersama pria berjenggot putih tadi."Ha-hamba tidak sengaja," wajah ketakutan tergambar di wajah pria tersebut begitu melihat siapa orang yang bertanya."Kamu tidak apa-apa?!" tanya Pisceso pada Virgolin. "Hanya sakit sedikit," jawab Virgolin kemudian melihat pria yang telah menyenggolnya nampak bersalah dan ketakutan. "Ini salahku, bukan salahnya.""Pergilah!" perintah pria tua berjenggot putih pada pria tersebut."I-iya guru." Dengan cepat pria tersebut mengambil papan-papan kecil yang ada di lantai kemudian bergegas pergi setelah memberi hormat terlebih dahulu pada Pangeran Pisceso. "Maaf atas kelalaian anak didik hamba," ucap pria berjenggot putih tersebut."Tidak apa-apa. Ini hanya masalah sepele," jawab Virgolin jadi tak enak hati karena pria tua tersebut malah meminta maaf
Kedua bola mata Virgolin Asteria terbelalak ketika salah satu ayam yang sedang saling cakar, tiba-tiba terbang melayang mengepakkan sayap ke arah wajahnya. Tak ada yang bisa dilakukannya selain diam tertegun.PLUUKH!Ayam jatuh ke lantai dengan kepala nyaris putus. Suasana langsung sunyi senyap, tak ada suara sorak sorai seperti tadi. Semua mata memandang ayam yang telah bersimbah darah jatuh terkapar di atas tanah. Ya, Pangeran Pisceso dengan cepat segera mengeluarkan belati emas yang selalu dibawanya. Melihat tabib cantik hampir saja celaka karena wajahnya akan menjadi sasaran cakaran ayam, tentu saja Pangeran Pisceso tidak tinggal diam. Hanya tinggal hitungan beberapa senti saja, cakar ayam siap mendarat di wajah Virgolin, Pisceso langsung menebas leher ayam yang salah alamat telah berurusan dengan tabib cantik."Hai! Apa yang kau lakukan?!" teriak pemilik ayam memecah keheningan, tak terima ayamnya telah mati bersimbah darah di tanah.Pisceso menatap tajam pria bertubuh tambun ya
Virgolin kembali ketakutan. Melihat ke sekeliling. "Dunia macam apa ini? Kenapa menghilangkan nyawa orang begitu sangat mudahnya di sini?!""Tabib, cepatlah naik!" Pisceso akhirnya menarik tangan Virgolin agar mendekati kuda putih yang berdiri dengan gagahnya. "Eh, eh, aku tidak mau! Aku takut!" tolak Virgolin sembunyi di belakang tubuh Pisceso. Pisceso kembali menarik tangan Virgolin agar ke luar dari belakang tubuhnya. "Jangan takut. Ada aku yang akan menjagamu!""Tapi,,, tapi ,,,," "Cepatlah!"seru Pisceso. "Apa harus aku menggendong mu agar mau naik ke punggung kuda?!" ancamnya.Akhirnya Virgolin menyerah. "Ok! Ok! Aku mau naik, tapi tunggu! Aku ambil napas dulu." Dengan konyolnya, Virgolin menarik napas panjang dan menghembuskan secara perlahan."Ayo, cepatlah!" "Kenapa kuda ini begitu tinggi? Apa tidak ada kuda yang lebih pendek?!" Virgolin malah tawar menawar tentang kuda.Pisceso habis kesabaran. Ditariknya pergelangan tangan Virgolin agar lebih mendekat ke kuda. "Cepatlah,
Virgolin berada di pondok herbal. Berbaring di atas tempat tidur sederhana sedang merasakan sekujur tubuhnya yang sakit apalagi di bagian pinggang."Ya ampun, tubuhku sakit semua," rengek Virgolin. "Ibu, aku ingin pulang."Berpikir dan berpikir mencari cara agar bisa pulang ke dunia modernnya, Virgolin akhirnya tertidur karena kelelahan. Tok!Tok!Tok!Pintu pondoknya diketuk beberapa kali dari luar, tapi Virgolin telah pergi ke alam mimpi. "Tabib agung tidak menjawab," bisik dayang bertubuh gempal."Kita kembali lagi nanti. Mungkin tabib agung sedang istirahat," jawab dayang satunya lagi. "Lalu bagaimana dengan makanan ini?!" Keduanya melihat nampan yang dipegang masing-masing. Ada beberapa macam kue di atas nampan. "Nanti kita kembali lagi."Setelah itu, kedua dayang tersebut pergi meninggalkan pondok herbal.Tidak jauh dari pondok, seulas senyum licik terlukis di bibir seorang wanita. Emi sengaja masuk ke dalam istana untuk memantau setiap pergerakkan Virgolin yang sekarang te
Sayangnya, kata maaf yang ke luar dari bibir Pangeran Pisceso tidak terdengar oleh Virgolin. Dengan membawa hati yang penuh penyesalan, Pisceso pergi meninggalkan pondok herbal.Dari balik rimbunnya pohon, Tabib Cole tanpa sengaja melihat apa yang terjadi antara putra mahkota dan tabib Virgolin. "Putra mahkota pasti sangat sedih."Setelah menghela napas, Tabib Cole mendekati pondok herbal. Diam beberapa saat depan pintu masuk, Tabib Cole memberanikan diri mengetuk pintu.Virgolin segera menghapus air matanya. "Siapa lagi yang datang?!" Mata merah sembabnya melihat ke arah pintu. "Tabib agung," Tabib Cole memberi salam begitu pintu dibuka."Ada apa?!" tanya Virgolin dengan suara serak dan mata sembab. "Boleh saya masuk?!" tanya Tabib Cole. "Ada yang ingin saya bicarakan."Virgolin melebarkan pintu sebagai tanda mempersilahkan Tabib Cole masuk."Terima kasih." Virgolin duduk di kursi kayu yang sederhana. Tatapannya melihat ke arah luar jendela."Apa tabib agung nyaman tinggal dipon
Pangeran Pisceso mengerti dengan kegundahan hati ibunda ratu, tapi mau bagaimana lagi?!"Putraku," panggil Raja Theodore. "Kemarilah!"Pisceso segera berpindah tempat, duduk di samping Raja Theodore. "Ada apa ayahanda?!" "Apa benar Jendral Axel pergi ke wilayah Utara?!" tanya raja. "Benar ayahanda."Raja menghela napas. "Ayah khawatir dengan rakyat di sana.""Jangan risau ayahanda. Jendral Axel pasti bisa mengatasi masalah yang sedang terjadi di sana.""Apa Jaden juga ikut?!" tanya raja."Jaden hanya ikut sampai perbatasan saja. Aku memberi perintah untuk melihat keadaan rakyat di sana tanpa menimbulkan kecurigaan."Raja tersenyum puas. Tangan besarnya menepuk pundak putranya. "Kamu memang putraku yang bisa diandalkan. Ayah bangga padamu."Ratu Eleanor tersenyum senang. "Suamiku, jika nanti kita sudah tua dan tidak bisa mengurus kerajaan lagi. Aku yakin, putra kita pasti bisa menggantikan dirimu menjadi raja yang adil dan bijaksana.""Kata siapa kalian akan tua?!" tanya Pisceso ters
Si Bul kembali terbahak mendapat pujian dari temannya. "Ha-ha-ha. Kalau urusan wanita, Bul nomor satu. Ha-ha-ha."Wanita yang diculik hanya bisa pasrah, berdiri ketakutan dengan tubuh gemetar serta berurai air mata."Tak lama terdengar seruan dari salah satu teman mereka. "Pemimpin datang, tuan kita Roxy pulang!"Semua orang melihat ke arah di mana terdengar suara derap kaki kuda dan debu yang terlihat berterbangan. Pria berpostur tubuh tinggi besar memacu kudanya di barisan paling depan. Berhenti tepat di depan rumah sederhana yang terbuat dari papan kayu. Setelah turun dari atas kuda dan melempar tali kekang ke anak buahnya segera datang mendekati si Bul. "Tidak mendapatkan hasil tuan?!" tanya si Bul melihat pemimpinnya pulang dengan tangan kosong. Roxy tidak menjawab pertanyaan si Bul. Mata merah dibalik topeng perak yang menutupi sebagian wajahnya menatap tajam wanita muda yang sedang ketakutan. Bul seakan tahu apa yang sedang dipikirkan pimpinannya. "Tuan boleh mencicipinya