Ainsley masuk ke dalam rumahnya diikuti Dixon di belakangnya.
"Aku pulang ...." seru Ainsley sambil berjalan masuk langsung ke dapur untuk meletakkan belanjaan yang dibawa Dixon.
"Sepertinya mom dan dad ada di ruang tengah, ayo kesana," ajak Ainsley. Dixon mengangguk patuh.
"Mom,—grandpa?"
"Oh, Ainsley, kau sudah pulang?"
Ainsley langsung berlari berhambur memeluk kakeknya.
"Oh, cucu kesayangan grandpa," kata James memeluk cucunya mesra.
Iya, cucu kesayangan, kan hanya satu saja cucunya, hahaha ....
"Kapan grandpa datang? Mengapa tidak memberitahuku?" tanya Ainsley.
"Belum lama, grandpa datang bersama daddy setelah pulang dari kantor polisi," jelas James.
Ainsley mengerutkan kening. Oh, ternyata benar ayahnya pergi ke kantor kepolisian tadi.
"Dixon, ayo kemari. Kau tidak lelah berdiri disana?" tanya Ainsley seraya melambaikan tangan agar Dixon ikut bergabung.
Dixon melebarkan senyum lalu berjalan mendekat.
"Dixon, ada apa? Apa yang Luke latakan?" tanya Ainsley setelah Dixon selesai menelpon.Dixon terdiam cukup lama. Ia ragu untuk mengatakan yang sebenarnya, takut jika Ainsley marah atau kecewa.Dixon memaksakan untuk mengembangkan senyum."Kita tunggu Luke datang, oke? Nanti kita bicarakan bersama. Sekarang kita lanjutkan membuat lasagnanya saja, ayo." Dixon berusaha mengalihkan perhatian. Dan beruntung Ainsley tidak keras kepala."Heuh ... ya sudah, ayo. Kebetulan aku semakin lapar," celetuk Ainsley.Dixon tertawa kecil melihat ekspresi lucu Ainsley yang memanyunkan bibirnya dan terlihatt sedikit lesu."Kau terlihat tidak bertenaga. Kalau begitu kau duduk saja, serahkan ini pada chef Dixon," kata Dixon membanggakan diri, memukul-mukul dadanya sendiri."Hahaha ... kau seperti itu malah terlihat seperti kingkong, hahaha ...." Ainsley tertawa renyah, sangat menarik untuk dilihat.'Kau memang harus selalu tertawa seperti ini, Ainsley,' bat
"Luke, kau tadi menelpon Dixon dan dia langsung buru-buru menyuruhmu datang. Apa ada sesuatu yang terjadi?"Pertanyaan Ainsley mampu membuat Luke berhenti mengunyah, ia juga melirik ke arah Dixon seakan bertanya 'apa kau belum menjelaskan pada Ainsley?' tetapi Dixon tidak merespon apapun.Luke menghabiskan makanan di dalam mulutnya terlebih dahulu sebelum ia menjawab pertanyaan Ainsley."Ya, aku tadi menelpon Dixon untuk memberinya kabar bahwa perjalanan kita dibatalkan oleh pihak yang mengurus. Lokasi yang akan kita gunakan untuk berlibur terkena bencana alam. Kita terpaksa harua membatalkan rencana liburan baru," tutur Luke menjelaskan."Oh my God! Bencana apa? Kasihan sekali mereka yang tinggal di wilayah sana."Sama sekali tidak terpikirkan oleh Dixon bahwa Ainsley akan berekasi seperti itu. Dia pikir Ainsley akan marah, kecewa atau semacamnya. Namun kenyataannya Ainsley malah menunjukkan rasa simpatinya pada korban bencana itu. Dixon merasa lega se
Dua hari kemudian ....Desau angin menerpa kulit, menerbangkan anak rambut yang tergerai indah.Deru ombak berbisik di telinga, menggoda dan mengundang untuk lebih mendekat.Pasir pantai yang lembut dan hangat, seakan siap menjadi pijakan yang nyaman.Udara lembap dan lengket menyapa kulit mereka yang tak sabar untuk bermain air."Kau kelihatan sangat senang," celetuk seorang laki-laki yang berdiri di sisi wanitanya."Sudah lama sekali aku tidak pergi ke pantai. Mungkin terakhir kali saat aku masih berusia lima tahun, saat aku masih bersekolah di taman kanak-kanak," sahut si wanita membalas.Tangan pria itu perlahan meraih tangan wanitanya dan menggenggamnya erat. Laki-laki itu melarikan tangannya ke dekat bibir lalu mengecup punggung tangan wanitanya mesra."Hei, kalian, mau sampai kapan berdiri disana? Ayo kemarilah," seru salah seorang pria yang sudah siap menumpangi jetski."Ainsley, ayo kemari," imbuh salah seorang wanita ya
Ainsley tengah bersantai di atas tempat tidur sedangkan Emily masih sibuk berkutat si depan cermin.Ah ya, awalnya Mereka tidak berniat menginap tetapi karena mereka merasa lelah akhirnya mereka memutuskan untuk menginap barang satu malam. Sekaligus menikmati sunrise esok hari."Ainsley, menurutmu aku lebih cocok menggunakan lipstick yang mana? Warna cerah atau yang pekat seperti ini?" tanya Emily.Ainsley berhenti menscroll layar ponselnya dan beralih memperhatikan sahabatnya itu. "Hmm ... bibirmu berwarna cerah jadi menggunakan warna apa saja kau akan cocok. Tinggal mood mu saja malam ini igin menggunakan warna apa?" kata Ainsley memberi saran."Hmm ... aku akan menggunakan warna ini saja, aku sedang dalam mood yang baik jadi aku akan menggunakan warna cerah saja," ujar Emily."Oke," balas Ainsley singkat. Lalu Ainsley kembali memainkan ponselnya.Tok tok tok!Mendengar pntu diketuk embuat Emily beranjak dan segera membukakan pintu.
"Apa? Kau sengaja melakukan itu semua? Kau benar-benar gila, Luke.""Hahaha ..." luke tertawa puas."Jadi bagaimana perasaanmu saat itu?" tanya Luke.Ainsley dan Emiky bahkan menghentikan aktifitasnya, berhenti makan, demi untuk menunggu jawaban apa yang keluar dari mulut Dixon. Mereka berdua menatap seksama ke arah Dixon. Begitu juga dengan Luke yang menunggu jawab Dixon dengan menaik-turunkan alisnya.Dixon memandangi Luke, Emily dan Ainsley secara bergantian."Kenapa kalian menatapku seperti itu? Kalian seperti ingin menikamku. Mengerikan," kata Dixon bergidik ngeri."Kami menunggu jawabanmu, Dixon Hamilton!" Emily menjawab dengan gemas."Kau bertanya apa?" balas Dixon sangat santai, seakan tak peduli.Tuk!Ainsley mengetuk dahi Dixon dengan sendok."Aww! Kau senang sekali menyiksamu, Sayang," protes Dixon."Masa bodo! Ayo jawab pertanyaan Luke," kata Ainsley memaksa."Pertanyaan yang mana?""Jadi, apa
Drrtt ... drrtt ....Suara telpon masuk membangunkan seorang gadis yang masih tidur cukup pulas. Dengan malas, gadis itu meraba-raba dimana keberadaan ponselnya. Setelah menangkap ponselnya, dengan mata sebelah terbuka sebelah tertutup ia mengangkat teleponnya, tanpa melihat siapa penelponnya karena ia hanya melihat dimana tombol hijau untuk mengangkat telepon."Hallo," sapa gadis itu dengan suara serak khas bangun tidur."Selamat pagi, bidadari cantik, yang membuatku tertarik, dan tidak berhenti melirik," balas seorang penelpon di seberang sana.Mendengar suara itu sang gadis langsung melebarkan senyum, sangat mengenal suara itu. Suara kekehannya terdengar pelan sampai ke seberang sana."Kau pasti masih belum bangun?" tanya si penelpon."Iya, aku baru bangun setelah kau menelponku," balas sang gasia dengan nada manja."Sekarang cepat bangun dan bersiaplah.""Kita akan pulang sekarang?" tanya sang gadis yang tak lain adalah Ainsley.
"Aku akan mewujudkan salah satu keinginanmu, melamarmu dengan cara yang romantis.""Suit suit ...." Luke besiul. Ainsley melirik ke arah Luke dan Emily yang berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri, lalu tertawa kecil sambil menunduk."Mahaharinya mulai naik," celetuk Emily.Dixon menoleh sebentar ke arah matahari terbit. Lalu detik berikutnya Dixon berlutut di hadapan Ainsley. Tangannya membuka kotak merah beludru yang telah ia persiapkan, yang baru saja ia pesan tadi malam dan semoga saja ukurannya pas."Ainsley, kau adalah bukti cinta yang indah, aku tidak bisa jauh dari dirimu. Pagi ini, disaksikan oleh lautan dan terbitnya matahari di tempat yang indah ini, aku ingin melamarmu. Maukah kau menjadi pendamping hidupku? Menjadi teman hidupku dan setia disisiku?"Selain perlakuannya yang romantis, kata-kata yang dikatakan Dixon juga terdengar lembut bagaikan candu.Dixon bertahan berlutut sambil menatap penuh harap, sedangkan Ainsley menutup mulutn
Drrt ... drrrttt ....Ponsel Freddy yang tergeletak di atas meja berdering, namun ia tidak mengangkat telepon masuk itu karena ia masih sedang rapat."Apa kurang jelas perintah yang saya berikan?" hardik Freddy tegas.Tidak ada satupun anggota rapat yang berani menjawab."Kenapa belakangan ini kinerja kalian tidak bagus? Kinerja kalian menurun drastis! Apa kalian ingin memberontak?" seru Freddy tajam."Ti-tidak, Tuan Presdir.""Lalu apa? Apa yang kalian inginkan? Kalian ingat, saya menaikkan bonus kalian demi kesejahteraan bersama, dan saya meminta kalian lebih bersemangat dalam bekerja. Tapi hasilnya, apa yang saya dapat?"Lagi-lagi tidak ada yang berani menimpali ucapan Presdir."Apa yang kalian minta sudah saya berikan, tetapi apa kewajiban kalian tidak kalian kerjakan. Jika terus seperti ini saya terpaksa harus menarik ketentuan bonus yang baru. Saya akan memberikan bonus pada kalian dengan ketentuan yang lama, dengan kata lain bon
Seorang gadis termenung sendiri di depan cermin. Wajah ayunya dihiasi air mata yang membasahi pipinya. Paras yang berseri itu nampak tersirat kesedihan, atau entah itu perasaan haru.Dia tengah mengingat masa-masa yang telah berlalu. Dia sama sekali tidak menyangka hari ini akan tiba, hari yang akan menjadi hari berbahagianya. Ia tidak percaya bahwa orang yang ia pikir sangat ia benci ternyata hari ini akan menikahinya. Hari ini ia akan melepas masa lajangnya dan setelah hari ini statusnya akan berubah.Gadis itu mengangkat tangannya dan menggerakkan jemarinya untuk menghapus air matanya yang jatuh semakin liar.Puk!Sepasang tangan menepuk bahu gadis itu pelan sambil menatapgambaran diri yang terpantul dari cermin."Aku tidak percaya aku sudah dewasa, Mom, aku masih ingat saat aku menangis meminta dibelikan permen kapas tapi daddy melarang," ujar gadis itu yang tak lain adalah Ainsley.Seorang yang dipanggil mommy itu tersenyum hangat. "Putri mom
Dua minggu telah berlalu dengan begitu cepatnya. Tanpa disadari waktu terus berputar. Tanpa disadari hari demi hari telah terlewati.Hari ini, hari yang ditunggu-tunggu. RSE BRIGHTENING akhirnya akan launching produk barunya pada hari ini.Di ballroom sudah dipadati para tamu undangan yang begitu banyak. Kali ini dua perusahaan Emperor dan Rising Star menggelar acara dengan sangat meriah. Lebih meriah berkali-kali lipat dibandingkan saat launcing produk mereka saat pertama kalinya.Pelaksaan acara hari ini berbeda dengan waktu itu. Selain acaranya yang lebih meriah, kali ini juga tersedia banyak hadiah berisi paket RSE BRIGHTENING yang lengkap untuk para tamu yang beruntung dan tentunya para tamu yang ikut berpartisipasi memeriahkan acara."Kita semua bisa lihat penampilan facial wash yang resmi keluar hari ini, sangat cantik bukan?" seorang narator tengah memandu acara saat ini, yang akan menjelaskan tentang produk-produk yang baru saja mereka luncurkan.
Jalanan yang mulai lengang membuat Ainsley berani untuk menaikkan kecepetan berkendaranya. Namun tiba-tiba ia terpaksa harus menghentikan laju mobilnya karena sebuah mobil di berhenti di tengah jalan, menghalangi jalan yang akan Ainsley lewati.Ainsley membunyikan klakson berkali-kali namun beberapa orang disana tak bergeming sedikitpun."Sial! Apa mereka semua tuli? Apa yang mereka lakukan disana? Jika mobil mereka mogok kenapa tidak memanggil montir saja? Haih ... qku tidak boleh tertahan disini," gerutu Ainsley pelan.Ainsley memutuskan untuk turun dari mobilnya dan segera menghampiri mereka."Maaf, apa yang terjadi pada mobil kalian? Kenapa berhenti sembarangan dan menghalangi jalan?" tanya Ainsley berusaha untuk sopan.Empat orang laki-laki itu berbalik badan dan menatap nyalang ke arah Ainsley bersamaan."Maaf, jika mobil kalian mogok dan butuh montir maka aku bisa panggilkan montir untuk kalian, tapi bisakah kalian menepikan mobilnya dulu,
"Secara keseluruhan kau sudah menguasai semuanya, Ainsley. Apalagi dalam menembak kau sangat jago. Sebentar lagi aku akan memberikan ujian padamu dan jika kau mamou bertahan maka kau bisa dinyatakan lulus," ujar Alex."Sebenarnya lulus atau tidak itu hanya formalitas saja, yang terpenting kau sudah menguasai tekniknya. Kau hanya harus berani memetapkannya di medan pertaruntan saja," sambung Brandon."Aku sangat senang bisa berlatih disini, bisa dilatih oleh kalian. Tetima kasih atas segala hal yang sudah kalian ajarkan padaku. Aku akan siap menjalani ujiannya, kapanpun itu. Aku juga akan berusaha untuk tidak mengecewakan kalian. Kalian sufah bekerja keras jadi aku juga harus bekerja keras," ujar Ainsley serius."Kau siap untuk ujian?" tanya Alex mengulang pertanyaan."Aku siap!" balas Ainsley mantap."Meskipun itu mendadak?" tanya Alex lagi."Ya, itu tidak masalah.""Bagus. Aku suka semangatmu, Ainsley," puji Brandon."Oh ya, hari ini
Iklan untuk promosi sudah disebarluaskan di internet. Banyak sekali warganet yang berkomentar positif. Mereka sangat penasaran pada produk baru RSE BRIGHTENING setelah keluarnya shower scrub dan body lotion yang sangat fantastis itu."Aku senang mereka memberikan respon positif. Ini membuat kita bisa semakin semangat dan maju, benar?" kata Ainsley sebagai pembuka percakapan. Tadinya Ainsley ingin berkumpul dengan rekan-rekannya sebentar saja, tapi karena mendapati komentar-komentar warganet yang menunjukkan ketidak sabarannya terhadap produk baru mereka, Ainsley jadi lupa pada rasa lelahnya."Benar, aku jadi semakin tidak sabar ingin segera meluncurkan produk kita secepatnya," sambung Emily bersemangat."Sepertinya kita perlu mengadakan perayaan untuk pencapaian kita," imbuh Luke."Tidak, janga dulu. Kita belum mencapai apa-apa. Kita bahkan belum meluncurkan produknya kan?" lanjut Dixon."Hanya makan-makan saja, Dixon. Lagipula mumpung Ainsley ada disin
"Selamat pagi," sapa Ainsley datang ke meja makan."Pagi, Sayang, bagaimana kabarmu hari ini?" balas Freddy bertanya."Aku baik, Dad.""Kau sepertinya semakin kurus, Ainsley, ayo makanlah yang banyak," sambung Brianna."Oh ya? Aku sama sekali tidak kurus, Mom, itu pasti hanya perasaanmu saja," jawab Ainsley."Pokoknya kau harus makan yang banyak. Ini, mommy ambilkan. Kau kan butuh banyak nutrisi untuk latihan, jadi kau juga harus makan yang banyak, jangan pikirkan tentang diet," kata Brianna menasehati."Iya, Mommy sayang. Memangnya siapa pula yang diet? Dan kapan aku pernah diet?""Tapi kau selalu makan sedikit. Sekarang kau tidak boleh makan sedikit, apalagi hanya makan buah saja.""Kau sedang menasehati dirimu sendiri, Brianna?" sela Freddy menggoda."Apa?""Hahaha ... ya begitulah saat kau muda. Kau bisa lihat dirimu dalam diri putri kita," celetuk Freddy."Tapi, Ainsley, mommy benar, kau memang harus makan yang b
"Ada apa? Memangnya aku tidak boleh merindukan kekasihku sendiri?" kata Dixon menggoda.Ainsley tersipu malu. "Apa? Tentu saja boleh, akupun merindukanmu," balas Ainsley."Sial! Kenapa kalian bermesraan di depan kami?" Brandon menggerutu kecut."Kau masih belum memiliki kekasih? Aku pikir kau mengejar Rose teman satu tim camp-mu," celetuk Dixon."Jangan bahas itu lagi. Kau seperti tidak tahu bagaimana dan siapa Rose saja. Akan aku hadiahi villa mewah untuk siapapun yang berhasil memiliki Rose," kata Brandon sedikit sinis. Pasalnya Rose orangnya sangat cuek dan sangat sulit di dekati. Selama lima tahun berada di satu tim yang sama, belum pernah sskalipun Brandon mendapati perhatian dari Rose sedikitpun. Tidak Brandon, tidak siapapun. Karena memang begitulah Rose.Dixon tertawa. "Bagaimana kalau aku yang berhasil mendapatkan Rose? Aku tidak ingin hanya mendapatkan villa, aku ingin dihadiahi pulau yang kau miliki itu," celetuk Dixon."Kau mau itu? Am
"Aku ingin mengusulkan sesuatu untuk produk kita, boleh?" tanyq Emily."Hm, apa?" tanya Dixon tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptopnya."Bagaimana kalau kita sekaligus mengeluarkan shampoo?" kata Emily.Dixon seketika menghentikan aktivitasnya lalu mengalihkan perhatiannya pada Emily. Begitu pula dengan Luke yang juga mengalihkan perhatiannya dari pekerjaan yang tengah ia garap."Shampoo?""Iya. Produk yang sudah keluar lebih dulu kan sudah ada body scrub, untuk melengkapi kebutuhan toiletris kita juga harus meluncurkan shampoo, bukan? Untuk kebutuhan wajah kita meluncurkan facial wash, jadi aku rasa tidak ada salahnya kita luncurkan shampoo juga," tutur Emily."Bagaimana menurutmu, Dixon? Akan kita luncurkan bersamaan dengan ini atau mungkin kau punya rencana lain?" tanya Luke meminta pendapat Dixon, yang sejatinya adalah orang yang mengepalai proyek tersebut."Hmm, kalau aku sih setuju-setuju saja. Menurutku bagus juga jika kita menge
Ainsley audah selesai mandi sejak belasan menit yang lalu. Kini ia duduk di sofa ruang tamu untuk menunggu kedatangan Dixon sambil memainkan ponselnya. Oh, tidak memainkan begitu saja, maksudnya adalah memamfaatkan waktu.Ainsley menelpon seseorang yang akan ia ajak kerjasama dalam beberapa waktu ini."Hallo, Jeremy, maafkan aku mengganggumu malam-malam begini. Aku tahu seharusnya aku tidak membicarakan soal pekerjaan di luar jam kerja," ujar Ainalsley sudah menyampaikan permintaan maafnya sebelumnya."It's okay, Ainsley. Aku mengerti kesibukanmu. Tidak perlu sungkan," balas orang bernama Jeremy itu, yang adalah orang dari jasa periklanan. Mereka sudah cukup akrab setelah beberapa kali pertemuan dan juga sering mengobrol via telepon, tentu saja untuk membicarakan pekerjaan."Jadi, apa yang kau perlukan, Nona Ainsley?" tanya Jeremy. Jeremy tidak benar-benar memanggil Ainsley dengan sebutan nona."Hmmm ... begini, Jeremy. Aku ingin kau buatkan iklan yang