Ainsley tengah bersantai di atas tempat tidur sedangkan Emily masih sibuk berkutat si depan cermin.
Ah ya, awalnya Mereka tidak berniat menginap tetapi karena mereka merasa lelah akhirnya mereka memutuskan untuk menginap barang satu malam. Sekaligus menikmati sunrise esok hari.
"Ainsley, menurutmu aku lebih cocok menggunakan lipstick yang mana? Warna cerah atau yang pekat seperti ini?" tanya Emily.
Ainsley berhenti menscroll layar ponselnya dan beralih memperhatikan sahabatnya itu. "Hmm ... bibirmu berwarna cerah jadi menggunakan warna apa saja kau akan cocok. Tinggal mood mu saja malam ini igin menggunakan warna apa?" kata Ainsley memberi saran.
"Hmm ... aku akan menggunakan warna ini saja, aku sedang dalam mood yang baik jadi aku akan menggunakan warna cerah saja," ujar Emily.
"Oke," balas Ainsley singkat. Lalu Ainsley kembali memainkan ponselnya.
Tok tok tok!
Mendengar pntu diketuk embuat Emily beranjak dan segera membukakan pintu.
"Apa? Kau sengaja melakukan itu semua? Kau benar-benar gila, Luke.""Hahaha ..." luke tertawa puas."Jadi bagaimana perasaanmu saat itu?" tanya Luke.Ainsley dan Emiky bahkan menghentikan aktifitasnya, berhenti makan, demi untuk menunggu jawaban apa yang keluar dari mulut Dixon. Mereka berdua menatap seksama ke arah Dixon. Begitu juga dengan Luke yang menunggu jawab Dixon dengan menaik-turunkan alisnya.Dixon memandangi Luke, Emily dan Ainsley secara bergantian."Kenapa kalian menatapku seperti itu? Kalian seperti ingin menikamku. Mengerikan," kata Dixon bergidik ngeri."Kami menunggu jawabanmu, Dixon Hamilton!" Emily menjawab dengan gemas."Kau bertanya apa?" balas Dixon sangat santai, seakan tak peduli.Tuk!Ainsley mengetuk dahi Dixon dengan sendok."Aww! Kau senang sekali menyiksamu, Sayang," protes Dixon."Masa bodo! Ayo jawab pertanyaan Luke," kata Ainsley memaksa."Pertanyaan yang mana?""Jadi, apa
Drrtt ... drrtt ....Suara telpon masuk membangunkan seorang gadis yang masih tidur cukup pulas. Dengan malas, gadis itu meraba-raba dimana keberadaan ponselnya. Setelah menangkap ponselnya, dengan mata sebelah terbuka sebelah tertutup ia mengangkat teleponnya, tanpa melihat siapa penelponnya karena ia hanya melihat dimana tombol hijau untuk mengangkat telepon."Hallo," sapa gadis itu dengan suara serak khas bangun tidur."Selamat pagi, bidadari cantik, yang membuatku tertarik, dan tidak berhenti melirik," balas seorang penelpon di seberang sana.Mendengar suara itu sang gadis langsung melebarkan senyum, sangat mengenal suara itu. Suara kekehannya terdengar pelan sampai ke seberang sana."Kau pasti masih belum bangun?" tanya si penelpon."Iya, aku baru bangun setelah kau menelponku," balas sang gasia dengan nada manja."Sekarang cepat bangun dan bersiaplah.""Kita akan pulang sekarang?" tanya sang gadis yang tak lain adalah Ainsley.
"Aku akan mewujudkan salah satu keinginanmu, melamarmu dengan cara yang romantis.""Suit suit ...." Luke besiul. Ainsley melirik ke arah Luke dan Emily yang berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri, lalu tertawa kecil sambil menunduk."Mahaharinya mulai naik," celetuk Emily.Dixon menoleh sebentar ke arah matahari terbit. Lalu detik berikutnya Dixon berlutut di hadapan Ainsley. Tangannya membuka kotak merah beludru yang telah ia persiapkan, yang baru saja ia pesan tadi malam dan semoga saja ukurannya pas."Ainsley, kau adalah bukti cinta yang indah, aku tidak bisa jauh dari dirimu. Pagi ini, disaksikan oleh lautan dan terbitnya matahari di tempat yang indah ini, aku ingin melamarmu. Maukah kau menjadi pendamping hidupku? Menjadi teman hidupku dan setia disisiku?"Selain perlakuannya yang romantis, kata-kata yang dikatakan Dixon juga terdengar lembut bagaikan candu.Dixon bertahan berlutut sambil menatap penuh harap, sedangkan Ainsley menutup mulutn
Drrt ... drrrttt ....Ponsel Freddy yang tergeletak di atas meja berdering, namun ia tidak mengangkat telepon masuk itu karena ia masih sedang rapat."Apa kurang jelas perintah yang saya berikan?" hardik Freddy tegas.Tidak ada satupun anggota rapat yang berani menjawab."Kenapa belakangan ini kinerja kalian tidak bagus? Kinerja kalian menurun drastis! Apa kalian ingin memberontak?" seru Freddy tajam."Ti-tidak, Tuan Presdir.""Lalu apa? Apa yang kalian inginkan? Kalian ingat, saya menaikkan bonus kalian demi kesejahteraan bersama, dan saya meminta kalian lebih bersemangat dalam bekerja. Tapi hasilnya, apa yang saya dapat?"Lagi-lagi tidak ada yang berani menimpali ucapan Presdir."Apa yang kalian minta sudah saya berikan, tetapi apa kewajiban kalian tidak kalian kerjakan. Jika terus seperti ini saya terpaksa harus menarik ketentuan bonus yang baru. Saya akan memberikan bonus pada kalian dengan ketentuan yang lama, dengan kata lain bon
"Luke!"Cup!Entah darimana datangnya seorang gadis iti tapi dengan seenaknya ia menciumLuke di depan kekasihnya—Emily. Apa-apaan ini? Memangnya siapa dia?"Aku sudah mencarimu kemana-mana, dan aku senang bisa menemukanmu disini. Kenapa kau tidak bilang kau sudah kembali dari luar negeri?" kata gadia itu sambil bergeyut manja pada lengan Luke. Dan yang paling mem uat Emily kesal adalah, mengapa Luke diam saja? Tidak menolak, tidak menepis gadis itu untuk menjauh? Emosi Emily langsung memuncak tangannya terkepal kuat hingga kuku-kukunya menusuk telapak tangannya.Luke melirik ke arah Emily, Luke tahu Emily marah. Luke berusaha melepaskan cekalan tantan wanita itu tetapi bukannya terlepas malah semakin erat genggaman itu."Luke, ayo antar aku pulang, aku tadi berjalan-jalan di sekitar sini dan sekarang aku lelah," rengek gadis itu.Kenapa gadis itu terlihat sangat akrab dengan Luke? Meski begitu, kenapa dia sengaja bersikap seperti ith si deoan Emil
Freddy masuk ke dalam rumahnya dan menemukan Dixon dan Ainsley sedang mengobrol di ruang tamu."Paman, kau baru pulang?" tanya Dixon menyapa lebih dulu."Iya, Dixon, biasa lah, tidak ada yang tahu kapan pekerjaan menumpuk," balas Freddy."Ah ya, benar sekali, Paman.""Kau disini, Dixon. Jam perapa kalian pulang tadi?" tanya Freddy berbasa-basi. Padahal kenyataanya dia sudah tahu daei Brianna."Kami pulang tadi pagi, Paman. Ini, aku datang larena diminta mommy untuk mengantarkan coklat Swiss untuk Ainsley. Dia dapat oleh-oleh dari adiknya," jelas Dixon. "Ini pun sudah akan pulang," lanjutnya."Kenapa buru-buru?""Aku sudah cukup lama disini, Paman," balas Dixon."Oh begitu? Ya sudah, salam untuk Kendrick dan Britney," pesan Freddy."Iya, Paman, nanti akan aku sampaikan," balas Dixon."Ah ya, Dixon, tolong sampaikan undangan dariku untuk orang tuamu. Kalau mereka tidak sibuk, besok aku tunggu kedatangannya di launching produk
"Jadi, Emily, apa keputusanmu?" tanya Ainsley sedikit mendesak.Emily melirik Luke yang sejak tadi menatapnya tanpa berkedip."Kau sudah mendengar semuanya kan, Emily. Jadi kau sudah memaafkan Luke sekarang?" lanjut Ainsley bertanya lagi.Ainsley menunduk. "Aku sudah memaafkanmu, Luke.""Aku tahu kau pasti akan memaafkan aku," balas Luke masih tak mengalihkan pandangannya sedikitpun."Sebenarnya ... aku sudah sejak kemarin telah memaafkanmu. Hanya saja aku masih merasa kesal," lanjut Emily."Ya, aku tahu. Dan bodohnya aku tidak bisa membujukmu untuk berhenti kesal. Bahkan aku malah mengandalkan orang lain untuk itu," tutur Luke.Emily memberanikan diri menatap Luke. Pandangan mereka bertemu. Meraka saling menatap satu sama lain dengan intens dalam waktu yang cukup lama."Tidak masalah, semuanya sudah lebih baik sekarang," kata Emily."Berjanjilah untuk lebih terbuka. Jika kau kesal pun kau harus mengatakannya padaku. Karena
Dor! Dor! Dor!Tiga peluru melesat tepat mengenai sasaran. Tembakan beruntun yang cepat dan tepat."Nah, Ainsley, kau tahu apa kunci agar tembakanmu tidak meleset?" tanya pelatih. Ya, tembakan tadi itu dilakukan oleh pelatih."Fokus dan yakin." Dengan nada tegas Ainsley menjawab.Alex—si pelatih, menyipitkan mata menatap Ainsley. "Bagus, jawaban yang bagus. Tapi ada satu hal penting lainnya," ujar Alex."Apa?" tanya Ainsley menunggu."Adalah kontrol diri," tutur Alex."Kontrol diri?""Iya, benar. Aku tahu, pada pertarungan yang sebenarnya kemungkinannya akan sangat kecil untuk tetap tenang, tapi aku sarankan ketika kau akan menembak kau atur napas dan kuasai diri dengan baik." Alex berjalan memutari Ainsley sambil memberikan materi."Dalam pertarungan yang sesungguhnya kau tidak mungkin semudah itu mengenai sasaran seperti kau mengenai sasaran disini. Untuk itu, selain kau harus membaca gerakan lawan kau juga harus cepat mengambi