"Aku akan mewujudkan salah satu keinginanmu, melamarmu dengan cara yang romantis."
"Suit suit ...." Luke besiul. Ainsley melirik ke arah Luke dan Emily yang berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri, lalu tertawa kecil sambil menunduk.
"Mahaharinya mulai naik," celetuk Emily.
Dixon menoleh sebentar ke arah matahari terbit. Lalu detik berikutnya Dixon berlutut di hadapan Ainsley. Tangannya membuka kotak merah beludru yang telah ia persiapkan, yang baru saja ia pesan tadi malam dan semoga saja ukurannya pas.
"Ainsley, kau adalah bukti cinta yang indah, aku tidak bisa jauh dari dirimu. Pagi ini, disaksikan oleh lautan dan terbitnya matahari di tempat yang indah ini, aku ingin melamarmu. Maukah kau menjadi pendamping hidupku? Menjadi teman hidupku dan setia disisiku?"
Selain perlakuannya yang romantis, kata-kata yang dikatakan Dixon juga terdengar lembut bagaikan candu.
Dixon bertahan berlutut sambil menatap penuh harap, sedangkan Ainsley menutup mulutn
Drrt ... drrrttt ....Ponsel Freddy yang tergeletak di atas meja berdering, namun ia tidak mengangkat telepon masuk itu karena ia masih sedang rapat."Apa kurang jelas perintah yang saya berikan?" hardik Freddy tegas.Tidak ada satupun anggota rapat yang berani menjawab."Kenapa belakangan ini kinerja kalian tidak bagus? Kinerja kalian menurun drastis! Apa kalian ingin memberontak?" seru Freddy tajam."Ti-tidak, Tuan Presdir.""Lalu apa? Apa yang kalian inginkan? Kalian ingat, saya menaikkan bonus kalian demi kesejahteraan bersama, dan saya meminta kalian lebih bersemangat dalam bekerja. Tapi hasilnya, apa yang saya dapat?"Lagi-lagi tidak ada yang berani menimpali ucapan Presdir."Apa yang kalian minta sudah saya berikan, tetapi apa kewajiban kalian tidak kalian kerjakan. Jika terus seperti ini saya terpaksa harus menarik ketentuan bonus yang baru. Saya akan memberikan bonus pada kalian dengan ketentuan yang lama, dengan kata lain bon
"Luke!"Cup!Entah darimana datangnya seorang gadis iti tapi dengan seenaknya ia menciumLuke di depan kekasihnya—Emily. Apa-apaan ini? Memangnya siapa dia?"Aku sudah mencarimu kemana-mana, dan aku senang bisa menemukanmu disini. Kenapa kau tidak bilang kau sudah kembali dari luar negeri?" kata gadia itu sambil bergeyut manja pada lengan Luke. Dan yang paling mem uat Emily kesal adalah, mengapa Luke diam saja? Tidak menolak, tidak menepis gadis itu untuk menjauh? Emosi Emily langsung memuncak tangannya terkepal kuat hingga kuku-kukunya menusuk telapak tangannya.Luke melirik ke arah Emily, Luke tahu Emily marah. Luke berusaha melepaskan cekalan tantan wanita itu tetapi bukannya terlepas malah semakin erat genggaman itu."Luke, ayo antar aku pulang, aku tadi berjalan-jalan di sekitar sini dan sekarang aku lelah," rengek gadis itu.Kenapa gadis itu terlihat sangat akrab dengan Luke? Meski begitu, kenapa dia sengaja bersikap seperti ith si deoan Emil
Freddy masuk ke dalam rumahnya dan menemukan Dixon dan Ainsley sedang mengobrol di ruang tamu."Paman, kau baru pulang?" tanya Dixon menyapa lebih dulu."Iya, Dixon, biasa lah, tidak ada yang tahu kapan pekerjaan menumpuk," balas Freddy."Ah ya, benar sekali, Paman.""Kau disini, Dixon. Jam perapa kalian pulang tadi?" tanya Freddy berbasa-basi. Padahal kenyataanya dia sudah tahu daei Brianna."Kami pulang tadi pagi, Paman. Ini, aku datang larena diminta mommy untuk mengantarkan coklat Swiss untuk Ainsley. Dia dapat oleh-oleh dari adiknya," jelas Dixon. "Ini pun sudah akan pulang," lanjutnya."Kenapa buru-buru?""Aku sudah cukup lama disini, Paman," balas Dixon."Oh begitu? Ya sudah, salam untuk Kendrick dan Britney," pesan Freddy."Iya, Paman, nanti akan aku sampaikan," balas Dixon."Ah ya, Dixon, tolong sampaikan undangan dariku untuk orang tuamu. Kalau mereka tidak sibuk, besok aku tunggu kedatangannya di launching produk
"Jadi, Emily, apa keputusanmu?" tanya Ainsley sedikit mendesak.Emily melirik Luke yang sejak tadi menatapnya tanpa berkedip."Kau sudah mendengar semuanya kan, Emily. Jadi kau sudah memaafkan Luke sekarang?" lanjut Ainsley bertanya lagi.Ainsley menunduk. "Aku sudah memaafkanmu, Luke.""Aku tahu kau pasti akan memaafkan aku," balas Luke masih tak mengalihkan pandangannya sedikitpun."Sebenarnya ... aku sudah sejak kemarin telah memaafkanmu. Hanya saja aku masih merasa kesal," lanjut Emily."Ya, aku tahu. Dan bodohnya aku tidak bisa membujukmu untuk berhenti kesal. Bahkan aku malah mengandalkan orang lain untuk itu," tutur Luke.Emily memberanikan diri menatap Luke. Pandangan mereka bertemu. Meraka saling menatap satu sama lain dengan intens dalam waktu yang cukup lama."Tidak masalah, semuanya sudah lebih baik sekarang," kata Emily."Berjanjilah untuk lebih terbuka. Jika kau kesal pun kau harus mengatakannya padaku. Karena
Dor! Dor! Dor!Tiga peluru melesat tepat mengenai sasaran. Tembakan beruntun yang cepat dan tepat."Nah, Ainsley, kau tahu apa kunci agar tembakanmu tidak meleset?" tanya pelatih. Ya, tembakan tadi itu dilakukan oleh pelatih."Fokus dan yakin." Dengan nada tegas Ainsley menjawab.Alex—si pelatih, menyipitkan mata menatap Ainsley. "Bagus, jawaban yang bagus. Tapi ada satu hal penting lainnya," ujar Alex."Apa?" tanya Ainsley menunggu."Adalah kontrol diri," tutur Alex."Kontrol diri?""Iya, benar. Aku tahu, pada pertarungan yang sebenarnya kemungkinannya akan sangat kecil untuk tetap tenang, tapi aku sarankan ketika kau akan menembak kau atur napas dan kuasai diri dengan baik." Alex berjalan memutari Ainsley sambil memberikan materi."Dalam pertarungan yang sesungguhnya kau tidak mungkin semudah itu mengenai sasaran seperti kau mengenai sasaran disini. Untuk itu, selain kau harus membaca gerakan lawan kau juga harus cepat mengambi
"Ainsley, pada pertemuan yang lalu kita sudah belajar teknik pukulan, tendangan, menangkis dan beberapa teknik lainnya. Kau juga sudah melakukan latihan latihan kemarin. Dan hari ini aku mendatangkan seorang lawan yang akan membantumu latihan," tutur Alex."Kau yakin? Aku rasa aku belum cukup mampu untuk memiliki lawan," komentar Ainsley yang sedikit tidak percaya pada kemampuan yang sudah ia latih."Kalau tidak mencoba siapa yang akan tahu, benar?" kata Alex."Ya, memang benar apa yang kau katakan. Tapi aku sedikit ... tidak percaya diri.""Kau selalu menakjubkan, kau ingat? Kau istimewa, jadi yakinlah pada dirimu sendiri," tutur Alex."Jangan terus memeberikan sanjungan yang berlebihan, Alex, itu tidak akan membuatku berkembang.""Aku tidak hanya sekedar menyanjungmu, tapi aku juga ingin membangkitkan kepercayaan dirimu. Itu bagus untukmu. Kau sebaiknya menilai sesuatu dari dua sisi, agar kau lebih berpikir rasional," tutur Alex deng
Ainsley audah selesai mandi sejak belasan menit yang lalu. Kini ia duduk di sofa ruang tamu untuk menunggu kedatangan Dixon sambil memainkan ponselnya. Oh, tidak memainkan begitu saja, maksudnya adalah memamfaatkan waktu.Ainsley menelpon seseorang yang akan ia ajak kerjasama dalam beberapa waktu ini."Hallo, Jeremy, maafkan aku mengganggumu malam-malam begini. Aku tahu seharusnya aku tidak membicarakan soal pekerjaan di luar jam kerja," ujar Ainalsley sudah menyampaikan permintaan maafnya sebelumnya."It's okay, Ainsley. Aku mengerti kesibukanmu. Tidak perlu sungkan," balas orang bernama Jeremy itu, yang adalah orang dari jasa periklanan. Mereka sudah cukup akrab setelah beberapa kali pertemuan dan juga sering mengobrol via telepon, tentu saja untuk membicarakan pekerjaan."Jadi, apa yang kau perlukan, Nona Ainsley?" tanya Jeremy. Jeremy tidak benar-benar memanggil Ainsley dengan sebutan nona."Hmmm ... begini, Jeremy. Aku ingin kau buatkan iklan yang
"Aku ingin mengusulkan sesuatu untuk produk kita, boleh?" tanyq Emily."Hm, apa?" tanya Dixon tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptopnya."Bagaimana kalau kita sekaligus mengeluarkan shampoo?" kata Emily.Dixon seketika menghentikan aktivitasnya lalu mengalihkan perhatiannya pada Emily. Begitu pula dengan Luke yang juga mengalihkan perhatiannya dari pekerjaan yang tengah ia garap."Shampoo?""Iya. Produk yang sudah keluar lebih dulu kan sudah ada body scrub, untuk melengkapi kebutuhan toiletris kita juga harus meluncurkan shampoo, bukan? Untuk kebutuhan wajah kita meluncurkan facial wash, jadi aku rasa tidak ada salahnya kita luncurkan shampoo juga," tutur Emily."Bagaimana menurutmu, Dixon? Akan kita luncurkan bersamaan dengan ini atau mungkin kau punya rencana lain?" tanya Luke meminta pendapat Dixon, yang sejatinya adalah orang yang mengepalai proyek tersebut."Hmm, kalau aku sih setuju-setuju saja. Menurutku bagus juga jika kita menge
Seorang gadis termenung sendiri di depan cermin. Wajah ayunya dihiasi air mata yang membasahi pipinya. Paras yang berseri itu nampak tersirat kesedihan, atau entah itu perasaan haru.Dia tengah mengingat masa-masa yang telah berlalu. Dia sama sekali tidak menyangka hari ini akan tiba, hari yang akan menjadi hari berbahagianya. Ia tidak percaya bahwa orang yang ia pikir sangat ia benci ternyata hari ini akan menikahinya. Hari ini ia akan melepas masa lajangnya dan setelah hari ini statusnya akan berubah.Gadis itu mengangkat tangannya dan menggerakkan jemarinya untuk menghapus air matanya yang jatuh semakin liar.Puk!Sepasang tangan menepuk bahu gadis itu pelan sambil menatapgambaran diri yang terpantul dari cermin."Aku tidak percaya aku sudah dewasa, Mom, aku masih ingat saat aku menangis meminta dibelikan permen kapas tapi daddy melarang," ujar gadis itu yang tak lain adalah Ainsley.Seorang yang dipanggil mommy itu tersenyum hangat. "Putri mom
Dua minggu telah berlalu dengan begitu cepatnya. Tanpa disadari waktu terus berputar. Tanpa disadari hari demi hari telah terlewati.Hari ini, hari yang ditunggu-tunggu. RSE BRIGHTENING akhirnya akan launching produk barunya pada hari ini.Di ballroom sudah dipadati para tamu undangan yang begitu banyak. Kali ini dua perusahaan Emperor dan Rising Star menggelar acara dengan sangat meriah. Lebih meriah berkali-kali lipat dibandingkan saat launcing produk mereka saat pertama kalinya.Pelaksaan acara hari ini berbeda dengan waktu itu. Selain acaranya yang lebih meriah, kali ini juga tersedia banyak hadiah berisi paket RSE BRIGHTENING yang lengkap untuk para tamu yang beruntung dan tentunya para tamu yang ikut berpartisipasi memeriahkan acara."Kita semua bisa lihat penampilan facial wash yang resmi keluar hari ini, sangat cantik bukan?" seorang narator tengah memandu acara saat ini, yang akan menjelaskan tentang produk-produk yang baru saja mereka luncurkan.
Jalanan yang mulai lengang membuat Ainsley berani untuk menaikkan kecepetan berkendaranya. Namun tiba-tiba ia terpaksa harus menghentikan laju mobilnya karena sebuah mobil di berhenti di tengah jalan, menghalangi jalan yang akan Ainsley lewati.Ainsley membunyikan klakson berkali-kali namun beberapa orang disana tak bergeming sedikitpun."Sial! Apa mereka semua tuli? Apa yang mereka lakukan disana? Jika mobil mereka mogok kenapa tidak memanggil montir saja? Haih ... qku tidak boleh tertahan disini," gerutu Ainsley pelan.Ainsley memutuskan untuk turun dari mobilnya dan segera menghampiri mereka."Maaf, apa yang terjadi pada mobil kalian? Kenapa berhenti sembarangan dan menghalangi jalan?" tanya Ainsley berusaha untuk sopan.Empat orang laki-laki itu berbalik badan dan menatap nyalang ke arah Ainsley bersamaan."Maaf, jika mobil kalian mogok dan butuh montir maka aku bisa panggilkan montir untuk kalian, tapi bisakah kalian menepikan mobilnya dulu,
"Secara keseluruhan kau sudah menguasai semuanya, Ainsley. Apalagi dalam menembak kau sangat jago. Sebentar lagi aku akan memberikan ujian padamu dan jika kau mamou bertahan maka kau bisa dinyatakan lulus," ujar Alex."Sebenarnya lulus atau tidak itu hanya formalitas saja, yang terpenting kau sudah menguasai tekniknya. Kau hanya harus berani memetapkannya di medan pertaruntan saja," sambung Brandon."Aku sangat senang bisa berlatih disini, bisa dilatih oleh kalian. Tetima kasih atas segala hal yang sudah kalian ajarkan padaku. Aku akan siap menjalani ujiannya, kapanpun itu. Aku juga akan berusaha untuk tidak mengecewakan kalian. Kalian sufah bekerja keras jadi aku juga harus bekerja keras," ujar Ainsley serius."Kau siap untuk ujian?" tanya Alex mengulang pertanyaan."Aku siap!" balas Ainsley mantap."Meskipun itu mendadak?" tanya Alex lagi."Ya, itu tidak masalah.""Bagus. Aku suka semangatmu, Ainsley," puji Brandon."Oh ya, hari ini
Iklan untuk promosi sudah disebarluaskan di internet. Banyak sekali warganet yang berkomentar positif. Mereka sangat penasaran pada produk baru RSE BRIGHTENING setelah keluarnya shower scrub dan body lotion yang sangat fantastis itu."Aku senang mereka memberikan respon positif. Ini membuat kita bisa semakin semangat dan maju, benar?" kata Ainsley sebagai pembuka percakapan. Tadinya Ainsley ingin berkumpul dengan rekan-rekannya sebentar saja, tapi karena mendapati komentar-komentar warganet yang menunjukkan ketidak sabarannya terhadap produk baru mereka, Ainsley jadi lupa pada rasa lelahnya."Benar, aku jadi semakin tidak sabar ingin segera meluncurkan produk kita secepatnya," sambung Emily bersemangat."Sepertinya kita perlu mengadakan perayaan untuk pencapaian kita," imbuh Luke."Tidak, janga dulu. Kita belum mencapai apa-apa. Kita bahkan belum meluncurkan produknya kan?" lanjut Dixon."Hanya makan-makan saja, Dixon. Lagipula mumpung Ainsley ada disin
"Selamat pagi," sapa Ainsley datang ke meja makan."Pagi, Sayang, bagaimana kabarmu hari ini?" balas Freddy bertanya."Aku baik, Dad.""Kau sepertinya semakin kurus, Ainsley, ayo makanlah yang banyak," sambung Brianna."Oh ya? Aku sama sekali tidak kurus, Mom, itu pasti hanya perasaanmu saja," jawab Ainsley."Pokoknya kau harus makan yang banyak. Ini, mommy ambilkan. Kau kan butuh banyak nutrisi untuk latihan, jadi kau juga harus makan yang banyak, jangan pikirkan tentang diet," kata Brianna menasehati."Iya, Mommy sayang. Memangnya siapa pula yang diet? Dan kapan aku pernah diet?""Tapi kau selalu makan sedikit. Sekarang kau tidak boleh makan sedikit, apalagi hanya makan buah saja.""Kau sedang menasehati dirimu sendiri, Brianna?" sela Freddy menggoda."Apa?""Hahaha ... ya begitulah saat kau muda. Kau bisa lihat dirimu dalam diri putri kita," celetuk Freddy."Tapi, Ainsley, mommy benar, kau memang harus makan yang b
"Ada apa? Memangnya aku tidak boleh merindukan kekasihku sendiri?" kata Dixon menggoda.Ainsley tersipu malu. "Apa? Tentu saja boleh, akupun merindukanmu," balas Ainsley."Sial! Kenapa kalian bermesraan di depan kami?" Brandon menggerutu kecut."Kau masih belum memiliki kekasih? Aku pikir kau mengejar Rose teman satu tim camp-mu," celetuk Dixon."Jangan bahas itu lagi. Kau seperti tidak tahu bagaimana dan siapa Rose saja. Akan aku hadiahi villa mewah untuk siapapun yang berhasil memiliki Rose," kata Brandon sedikit sinis. Pasalnya Rose orangnya sangat cuek dan sangat sulit di dekati. Selama lima tahun berada di satu tim yang sama, belum pernah sskalipun Brandon mendapati perhatian dari Rose sedikitpun. Tidak Brandon, tidak siapapun. Karena memang begitulah Rose.Dixon tertawa. "Bagaimana kalau aku yang berhasil mendapatkan Rose? Aku tidak ingin hanya mendapatkan villa, aku ingin dihadiahi pulau yang kau miliki itu," celetuk Dixon."Kau mau itu? Am
"Aku ingin mengusulkan sesuatu untuk produk kita, boleh?" tanyq Emily."Hm, apa?" tanya Dixon tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptopnya."Bagaimana kalau kita sekaligus mengeluarkan shampoo?" kata Emily.Dixon seketika menghentikan aktivitasnya lalu mengalihkan perhatiannya pada Emily. Begitu pula dengan Luke yang juga mengalihkan perhatiannya dari pekerjaan yang tengah ia garap."Shampoo?""Iya. Produk yang sudah keluar lebih dulu kan sudah ada body scrub, untuk melengkapi kebutuhan toiletris kita juga harus meluncurkan shampoo, bukan? Untuk kebutuhan wajah kita meluncurkan facial wash, jadi aku rasa tidak ada salahnya kita luncurkan shampoo juga," tutur Emily."Bagaimana menurutmu, Dixon? Akan kita luncurkan bersamaan dengan ini atau mungkin kau punya rencana lain?" tanya Luke meminta pendapat Dixon, yang sejatinya adalah orang yang mengepalai proyek tersebut."Hmm, kalau aku sih setuju-setuju saja. Menurutku bagus juga jika kita menge
Ainsley audah selesai mandi sejak belasan menit yang lalu. Kini ia duduk di sofa ruang tamu untuk menunggu kedatangan Dixon sambil memainkan ponselnya. Oh, tidak memainkan begitu saja, maksudnya adalah memamfaatkan waktu.Ainsley menelpon seseorang yang akan ia ajak kerjasama dalam beberapa waktu ini."Hallo, Jeremy, maafkan aku mengganggumu malam-malam begini. Aku tahu seharusnya aku tidak membicarakan soal pekerjaan di luar jam kerja," ujar Ainalsley sudah menyampaikan permintaan maafnya sebelumnya."It's okay, Ainsley. Aku mengerti kesibukanmu. Tidak perlu sungkan," balas orang bernama Jeremy itu, yang adalah orang dari jasa periklanan. Mereka sudah cukup akrab setelah beberapa kali pertemuan dan juga sering mengobrol via telepon, tentu saja untuk membicarakan pekerjaan."Jadi, apa yang kau perlukan, Nona Ainsley?" tanya Jeremy. Jeremy tidak benar-benar memanggil Ainsley dengan sebutan nona."Hmmm ... begini, Jeremy. Aku ingin kau buatkan iklan yang