Proyek kerjasama yang diambil alih oleh Ainsley dan Dixon berjalan dengan lancar. Semuanya telah berjalan sesuai rencana. Uji coba sudah dilakukan. Promosi sudah dilakukan beberapa waktu lalu. Demo pun sudah terlaksana. Dan hari ini adalah hari dimana produk mereka launching.
Launching produk yang di ciptakan oleh kerjasama antara perusahaan Emperor dan Rising Star digelar sangar meriah. Semua orang antusias apalagi setelah melihat promoai mereka yang sangat menarik, demo mereka yang sangat meyakinkan, dan tampilan toko online yang sangat memudahkan.
Ah ya, toko online itu sengaja diciptakan oleh Freddy untuk kepentingan penjualan produk baru mereka. Ainsley dan Dixon memikirkan tentang penjualan melalui website tetapi menurut Freddy akan lebih fleksibel jika langsung menggunakan platform.
Selain bergerak pada bidang baru, yaitu platform penjualan online, platform itu juga akan ia jadikan sebagai tempat penjualan produk-produk Emperor selanjutnya. Produk proyek Ain
Dixon mengantar Ainsley pulang ke rumahnya. Akhir-akhir ini, selain Ainsley yang sudah tidak begitu cerewet, Dixon juga tidak begitu menjahili Ainsley atau memaksa Ainsley ini itu. Mungkin mereka sedang disibukkan dengan proyek mereka. Lagi pula Dixon tidak ingin jadi pemaksa. Apalagi setelah tahu Ainsley sering pergi bersama Luke, Dixon membiarkan saja dan berusaha mendukung asalkan Ainsley bahagia."Maafkan aku. Aku tidak ada makaud untuk melarangmu pergi bersama Luke. Aku hanya merasa hari ini sangat melelahkan. Aku sendiri pun merasakannya," celetuk Dixon sambil menyetir ketika masih di dalam perjalanan."Tidak, kau tidak bersalah jadi jangan minya maaf. Sebenarnya aku memang lelah," balas Ainsley jujur."Ainsley.""Dixon."Panggil mereka bersamaan. Mereka saling pandang kemudian tertawa bersama."Apa?" tanya Dixon."Tidak, aku hanya ingin memberikan selamat untuk kerja keras kita. Semoga hasilnya sesuai dengan apa yang kita harapkan. In
"Hallo," sapa Ainsley pada si penelpon."Bisakah kau ke balkon sebentar?" kata Dixon."Untuk apa?" tanya Ainsley tak mengerti."Ayolah, keluar sebentar saja," rengek Dixon."Tidak, aku tidak kurang kerjaan seperti dirimu," balas Ainsley menolak."Hanya sebentar saja, aku akan menunjukkan sesuatu padamu," kata Dixon masih tetap memaksa."Heuh ...." Terdengar Ainsley menghela napas."Ya ya ya, tunggu sebentar," balas Ainsley.Ainsley pun pergi ke balkon kamarnya sesuai permintaan Dixon."Aku sudah ada di balkon, ada apa? Aku tidak menemukan apapun disini,' kata Ainsley."Jangan terus mendongak, sesekali kau perlu menunduk Ainsley. karena mendongak adalah sifat orang yang sombong.""Cih! katakan saja apa maumu, Dixon? Jangan bertele-tele, aku masih mengantuk dan ingin tidur lagi.""Sudah kubilang lihatlah ke bawah, Ainsley." kata Dixon sabar.Ainsley pun menurut saja, dia melongok ke bawah dan benar saja ia m
"Selamat pagi, Bibi," sapa Dixon begitu Brianna membukakan pintu untuknya."Ah, Dixon, apa hari ini kalian akan bekerja?" tanya Brianna."Apakah penampilanku seperti orang yang akan berangkat bekerja, Bibi?" tanya Dixon balik."Ah ya, tidak sama sekali," balas Brianna. Kemudian mereka tertawa bersama."Ayo masuk, Dixon. Kau mencari Ainsley?""Bukan aku, tapi Ainsley, Bibi. Dia tadi pagi menelponku dan memintaku datang kemarim mungkin dia rindu padaku. Padahal baru semalam kami bertemu," celetuk Dixon tanpa malu.Brianna tertawa. "Hus, kau ini apa tidak tahu seberapa marahnya Ainsley tadi pagi? Aku harap kau tidak mengulangi kesalahanmu itu lagi. Dia marah besar, sampai-sampai dia malas untuk makan. Dia hanya menunggumu," jelas Brianna."Astaga, aku merasa malu karena baru pertama kali ini Ainsley yang mengundangku datang dan dia menungguku bahkan dia tidak mau makan. Apa dia ingin makan berdua denganku?" celoteh Dixon membuat Brianna geleng-
"Hallo, Bibi," sapa Luke yang masuk mengikuti Ainsley."Oh, Luke, sudah lama datang?" sambut Brianna ramah."Tidak, Bibi, aku baru saja datang," balas Luke apa adanya."Loh, diaman Ainsley?" tanya Brianna."Dia mungkin sedang bersiap-siap, Bibi," jawab Luke."Oh, kalian akan pergi?" tanya Brianna."Ya, Bibi."Brianna mengngguk. "Duduklah dulu, Luke, aku tinggal sebentar.""Baik, Bibi, terima kasih."Brianna mengangguk lagi kemudian berjalan menaiki anak tangga. Brianna menghampori putrinya si kamarnya."Kau akan pergi bersama Luke, Ainsley?" tanya Brianna to the point saat masuk ke kamar Ainsley.Ainsley terkesiap, dan membiarkan saja ibunya memasuki kamarnya."Kau tahu Dixon ada disini dan kau malah pergi bersama Luke? Dimana hati nuranimu, Ainsley? Kau boleh saja tidak menyukai Dixon tapi jangan begini, tidak begini caranya. Kasihan Dixon, dia anak yang baik, Ainsley," hardik Brianna."Mom, bukan begitu,
"Dixon, mengapa kau sering sekali membuat Ainsley kesal?" tanya Brianna yang berhasil membuat Dixon mengerutkan kening.Dixin bingung dentan pertanyaan Brianna. Bukan tidak bisa menjawab, melainkan ada hal lain. Apa jangan-jangan Brianna akan memarahinya, atau semacamnnya. Dixon sesikit berpikir keras."Maafkan aku, Bibi, sebenarnya aku tidak pernah bermaksud untuk membuat Ainsley kesal. Aku ... ya, aku akui dulu aku memang begitu menyebalkan, tetapi sekarang aku rasa tidak. Tapi mau bagaimana lagi, Ainslel sudah terlanjur menanam di kepalanya bahwa aku menyebalkan dan dia membenciku, jadi apapun yant aku lakukan sekarang seolah tidak pernah ada benarnya," jelas Dixon panjang."Untuk saat ini aku benar-benar berusaha untuk bersikap manis, bersikap baik agar Ainsley menaruh perhatiannya padaku, tetapi ternyata dia lebih tertarik pada Luke. Tapi itu tidak masalah, Bbi, kau tidak perlu khawatir. Luke adalah sahabatku sejak kami kecil, aku sangat mengenal Luke. Luka sa
"Kalau iya, bagaimana?"Bukan Freddy maupun Brianna yang berbicara. Kemudian semuanya menoleh ke arah sumber suara."Ainsley?" lirih Dixon.Ya, Ainsley-lah yang menjawab pertanyaan Dixon.Ainsley berjalan lebih mendekat sambil melebarkan senyum. Ainsley medipkan mata pada Freddy dan Brianna sebagai pertanda untuk meminta kerjasama. Untungnya isyarat dari Ainsley ditangkap dengan baik oleh ayah dan ibunya."Mengapa kau bertanya seperti itu, Dixon?" tamya Ainsley sambil menarik satu kursi kemudian duduk disana. Ia justru sengaja duduk di dekat Dixon."Tidak ada, apa salahnya bertanya?" Dixon berbalik bertanya."Tidak ada salahnya, aku hanya ingin tahu alasannua saja," balas Ainsley cuek seraya mengambil saru piring untuk ia makan."Kau tidak makan di luar bersama Luke?" tanya Brianna menhernyit.Ainsley menggeleng. "Tidak, Mom.""Ainsley, kau serius akan pergi ke camp pelatihan khusus? Bukankah kau bisa masuk ke tempat pelati
Ainsley masih berada di atas ayunan dan mengayun pelan. Ha depan Ainsley, Dixon sengaja membungkuk dan memposisikan wajahnya berada pada garis lurus dengan wajah Ainsley. Hingga saat Ainsley berayun kedepan, Dixon maju lalu bibir mereka saling menempel.CUP!Ainsley mendelik terkejut, namun Dixon tak menghiraukan delikan mata Ainaley. Dan agar Ainsley tidak berayun ke belakang Dixon menahan tubuh Ainsley.Ainsley tidak menolak atau mendorong mundur diri Dixon, dan kesempatan itu Dixon gunakan untuk melumat bibir Ainsley lembut. Tanpa disadari Ainsley merasa terbuai, Ainsley pun memejamkan matanya.Dalam ciumannya itu Dixon tersenyum miring. Apanya yang Ainsley benci daei Dixon? Nyatanya saat ini Ainsley memerima perlakuan Dixon. Dixon tersenyum merasa menang. Menang karena akhirnya dia semakin yakin bahwa Ainsley sebenarnya tidak benar-benar membenci dirinya.Tiba-tiba Ainsley membuka matanya dan langsung mendorong Dixon sekuat tenaga. Ainsley mer
"Bibi, aku ingin bertemu Ainsley," kata Emily langsung saat Brianna membukakan pintu untuknya."Oh, Emily, tapi tadi Ainsley bilang dia ingin istirahat," jelas Brianna berkata seperti apa yang dikatakan Ainsley tadi."Ah, oh, itu. Ya, tadi aku sudah menelponnya, Bibi. Ini sangat penting, aku butuh bantuannya, please ...." kata Emily berbohong. Dia tahu pasti Ainsley menyembunyikan itu dari ibunya jadi Emily juga akan sedikit berbohong. Sedikit? Ya, anggap saja begitu."Oh, kalau begitu kau langsung ke kamarnya saja, Emily.""Ya, Bibi, terima kasih." Emily langsung berlari kecil. Saat ia baru menginjak satu anak tanggak, Brianna memanggil namanya."Emily."Emily berbalik. "Ya, Bibi?""Sepertinya Ainsley sedang bersedih. Bibi minta tolong padamu untuk menghiburnya," kata Brianna.Emily tersiam sebentar. Ternyata benar Ainsley menyembunyikan masalahnya dari ibunya."Benarkah, Bibi? Kalau begitu biar nanti aku coba menghiburnya," bal
Seorang gadis termenung sendiri di depan cermin. Wajah ayunya dihiasi air mata yang membasahi pipinya. Paras yang berseri itu nampak tersirat kesedihan, atau entah itu perasaan haru.Dia tengah mengingat masa-masa yang telah berlalu. Dia sama sekali tidak menyangka hari ini akan tiba, hari yang akan menjadi hari berbahagianya. Ia tidak percaya bahwa orang yang ia pikir sangat ia benci ternyata hari ini akan menikahinya. Hari ini ia akan melepas masa lajangnya dan setelah hari ini statusnya akan berubah.Gadis itu mengangkat tangannya dan menggerakkan jemarinya untuk menghapus air matanya yang jatuh semakin liar.Puk!Sepasang tangan menepuk bahu gadis itu pelan sambil menatapgambaran diri yang terpantul dari cermin."Aku tidak percaya aku sudah dewasa, Mom, aku masih ingat saat aku menangis meminta dibelikan permen kapas tapi daddy melarang," ujar gadis itu yang tak lain adalah Ainsley.Seorang yang dipanggil mommy itu tersenyum hangat. "Putri mom
Dua minggu telah berlalu dengan begitu cepatnya. Tanpa disadari waktu terus berputar. Tanpa disadari hari demi hari telah terlewati.Hari ini, hari yang ditunggu-tunggu. RSE BRIGHTENING akhirnya akan launching produk barunya pada hari ini.Di ballroom sudah dipadati para tamu undangan yang begitu banyak. Kali ini dua perusahaan Emperor dan Rising Star menggelar acara dengan sangat meriah. Lebih meriah berkali-kali lipat dibandingkan saat launcing produk mereka saat pertama kalinya.Pelaksaan acara hari ini berbeda dengan waktu itu. Selain acaranya yang lebih meriah, kali ini juga tersedia banyak hadiah berisi paket RSE BRIGHTENING yang lengkap untuk para tamu yang beruntung dan tentunya para tamu yang ikut berpartisipasi memeriahkan acara."Kita semua bisa lihat penampilan facial wash yang resmi keluar hari ini, sangat cantik bukan?" seorang narator tengah memandu acara saat ini, yang akan menjelaskan tentang produk-produk yang baru saja mereka luncurkan.
Jalanan yang mulai lengang membuat Ainsley berani untuk menaikkan kecepetan berkendaranya. Namun tiba-tiba ia terpaksa harus menghentikan laju mobilnya karena sebuah mobil di berhenti di tengah jalan, menghalangi jalan yang akan Ainsley lewati.Ainsley membunyikan klakson berkali-kali namun beberapa orang disana tak bergeming sedikitpun."Sial! Apa mereka semua tuli? Apa yang mereka lakukan disana? Jika mobil mereka mogok kenapa tidak memanggil montir saja? Haih ... qku tidak boleh tertahan disini," gerutu Ainsley pelan.Ainsley memutuskan untuk turun dari mobilnya dan segera menghampiri mereka."Maaf, apa yang terjadi pada mobil kalian? Kenapa berhenti sembarangan dan menghalangi jalan?" tanya Ainsley berusaha untuk sopan.Empat orang laki-laki itu berbalik badan dan menatap nyalang ke arah Ainsley bersamaan."Maaf, jika mobil kalian mogok dan butuh montir maka aku bisa panggilkan montir untuk kalian, tapi bisakah kalian menepikan mobilnya dulu,
"Secara keseluruhan kau sudah menguasai semuanya, Ainsley. Apalagi dalam menembak kau sangat jago. Sebentar lagi aku akan memberikan ujian padamu dan jika kau mamou bertahan maka kau bisa dinyatakan lulus," ujar Alex."Sebenarnya lulus atau tidak itu hanya formalitas saja, yang terpenting kau sudah menguasai tekniknya. Kau hanya harus berani memetapkannya di medan pertaruntan saja," sambung Brandon."Aku sangat senang bisa berlatih disini, bisa dilatih oleh kalian. Tetima kasih atas segala hal yang sudah kalian ajarkan padaku. Aku akan siap menjalani ujiannya, kapanpun itu. Aku juga akan berusaha untuk tidak mengecewakan kalian. Kalian sufah bekerja keras jadi aku juga harus bekerja keras," ujar Ainsley serius."Kau siap untuk ujian?" tanya Alex mengulang pertanyaan."Aku siap!" balas Ainsley mantap."Meskipun itu mendadak?" tanya Alex lagi."Ya, itu tidak masalah.""Bagus. Aku suka semangatmu, Ainsley," puji Brandon."Oh ya, hari ini
Iklan untuk promosi sudah disebarluaskan di internet. Banyak sekali warganet yang berkomentar positif. Mereka sangat penasaran pada produk baru RSE BRIGHTENING setelah keluarnya shower scrub dan body lotion yang sangat fantastis itu."Aku senang mereka memberikan respon positif. Ini membuat kita bisa semakin semangat dan maju, benar?" kata Ainsley sebagai pembuka percakapan. Tadinya Ainsley ingin berkumpul dengan rekan-rekannya sebentar saja, tapi karena mendapati komentar-komentar warganet yang menunjukkan ketidak sabarannya terhadap produk baru mereka, Ainsley jadi lupa pada rasa lelahnya."Benar, aku jadi semakin tidak sabar ingin segera meluncurkan produk kita secepatnya," sambung Emily bersemangat."Sepertinya kita perlu mengadakan perayaan untuk pencapaian kita," imbuh Luke."Tidak, janga dulu. Kita belum mencapai apa-apa. Kita bahkan belum meluncurkan produknya kan?" lanjut Dixon."Hanya makan-makan saja, Dixon. Lagipula mumpung Ainsley ada disin
"Selamat pagi," sapa Ainsley datang ke meja makan."Pagi, Sayang, bagaimana kabarmu hari ini?" balas Freddy bertanya."Aku baik, Dad.""Kau sepertinya semakin kurus, Ainsley, ayo makanlah yang banyak," sambung Brianna."Oh ya? Aku sama sekali tidak kurus, Mom, itu pasti hanya perasaanmu saja," jawab Ainsley."Pokoknya kau harus makan yang banyak. Ini, mommy ambilkan. Kau kan butuh banyak nutrisi untuk latihan, jadi kau juga harus makan yang banyak, jangan pikirkan tentang diet," kata Brianna menasehati."Iya, Mommy sayang. Memangnya siapa pula yang diet? Dan kapan aku pernah diet?""Tapi kau selalu makan sedikit. Sekarang kau tidak boleh makan sedikit, apalagi hanya makan buah saja.""Kau sedang menasehati dirimu sendiri, Brianna?" sela Freddy menggoda."Apa?""Hahaha ... ya begitulah saat kau muda. Kau bisa lihat dirimu dalam diri putri kita," celetuk Freddy."Tapi, Ainsley, mommy benar, kau memang harus makan yang b
"Ada apa? Memangnya aku tidak boleh merindukan kekasihku sendiri?" kata Dixon menggoda.Ainsley tersipu malu. "Apa? Tentu saja boleh, akupun merindukanmu," balas Ainsley."Sial! Kenapa kalian bermesraan di depan kami?" Brandon menggerutu kecut."Kau masih belum memiliki kekasih? Aku pikir kau mengejar Rose teman satu tim camp-mu," celetuk Dixon."Jangan bahas itu lagi. Kau seperti tidak tahu bagaimana dan siapa Rose saja. Akan aku hadiahi villa mewah untuk siapapun yang berhasil memiliki Rose," kata Brandon sedikit sinis. Pasalnya Rose orangnya sangat cuek dan sangat sulit di dekati. Selama lima tahun berada di satu tim yang sama, belum pernah sskalipun Brandon mendapati perhatian dari Rose sedikitpun. Tidak Brandon, tidak siapapun. Karena memang begitulah Rose.Dixon tertawa. "Bagaimana kalau aku yang berhasil mendapatkan Rose? Aku tidak ingin hanya mendapatkan villa, aku ingin dihadiahi pulau yang kau miliki itu," celetuk Dixon."Kau mau itu? Am
"Aku ingin mengusulkan sesuatu untuk produk kita, boleh?" tanyq Emily."Hm, apa?" tanya Dixon tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptopnya."Bagaimana kalau kita sekaligus mengeluarkan shampoo?" kata Emily.Dixon seketika menghentikan aktivitasnya lalu mengalihkan perhatiannya pada Emily. Begitu pula dengan Luke yang juga mengalihkan perhatiannya dari pekerjaan yang tengah ia garap."Shampoo?""Iya. Produk yang sudah keluar lebih dulu kan sudah ada body scrub, untuk melengkapi kebutuhan toiletris kita juga harus meluncurkan shampoo, bukan? Untuk kebutuhan wajah kita meluncurkan facial wash, jadi aku rasa tidak ada salahnya kita luncurkan shampoo juga," tutur Emily."Bagaimana menurutmu, Dixon? Akan kita luncurkan bersamaan dengan ini atau mungkin kau punya rencana lain?" tanya Luke meminta pendapat Dixon, yang sejatinya adalah orang yang mengepalai proyek tersebut."Hmm, kalau aku sih setuju-setuju saja. Menurutku bagus juga jika kita menge
Ainsley audah selesai mandi sejak belasan menit yang lalu. Kini ia duduk di sofa ruang tamu untuk menunggu kedatangan Dixon sambil memainkan ponselnya. Oh, tidak memainkan begitu saja, maksudnya adalah memamfaatkan waktu.Ainsley menelpon seseorang yang akan ia ajak kerjasama dalam beberapa waktu ini."Hallo, Jeremy, maafkan aku mengganggumu malam-malam begini. Aku tahu seharusnya aku tidak membicarakan soal pekerjaan di luar jam kerja," ujar Ainalsley sudah menyampaikan permintaan maafnya sebelumnya."It's okay, Ainsley. Aku mengerti kesibukanmu. Tidak perlu sungkan," balas orang bernama Jeremy itu, yang adalah orang dari jasa periklanan. Mereka sudah cukup akrab setelah beberapa kali pertemuan dan juga sering mengobrol via telepon, tentu saja untuk membicarakan pekerjaan."Jadi, apa yang kau perlukan, Nona Ainsley?" tanya Jeremy. Jeremy tidak benar-benar memanggil Ainsley dengan sebutan nona."Hmmm ... begini, Jeremy. Aku ingin kau buatkan iklan yang