Share

Sweet #3

Penulis: Nita K.
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-11 12:14:43

Pukul 12 siang. Aku dan Henry sudah berada di festival makanan. Hari ini cukup mendukung karena matahari tidak bersinar terlalu terik. Angin pun berhembus cukup sering, membuat suasana di sekitar menjadi sejuk. Di depanku saat ini sudah berjajar rapi aneka stand makanan tanpa melupakan area untuk makan. Tulisan dibanner besar menyambut kami, “SELAMAT DATANG DI FESTIVAL MAKANAN DUNIA”.

“Ayo masuk,” Henry menarikku untuk segera mengikutinya.

Kami berjalan berkeliling stan. Festival ini benar-benar sesuai dengan tulisan sebelumnya. Aneka hidangan dari penjuru negara ada dalam satu tempat. Pizza, Parfait, Takoyaki, Taiyaki, Kebab, dan banyak lagi. Pengunjung pun tak begitu ramai hari ini membuat kami dengan mudah berkeliling. Kami berhenti di pusat festival yaitu sebuah panggung yang nantinya akan ada konser untuk penutupan festival.

“Kupon ini hanya bisa untuk membeli 3 makan. Jadi, jika kita memiliki dua kupon maka kita dapat membeli sebanyak 6 jenis makanan. Untuk permulaan, apa yang ingin kamu makan lebih dulu?” Henry menoleh padaku, menungguku dengan sabar.

Pandanganku beralih menatap brosur di tanganku. Brosur yang merupakan peta festival. Beberapa saat menatap brosur, pandanganku kembali menatap sekitarku. Makanan pertama yang ingin kumakan adalah Takoyaki. Kugerakan tanganku menunjuk sebuah stan Takoyaki, “aku mau makan itu.”

Aku berjalan mendahului Henry namun dia dengan cepat mengikutiku dan berdiri di sampingku.

“Mau pesan Takoyaki? Rekomendasi hari ini Takoyaki cumi-cumi dan keju. Anda mau mencobanya?” salah seorang asisten penjual menghampiriku dengan penuh ramah-tamah.

Aku mengangguk menyetujui rekomendasi tersebut, “boleh. Untuk satu orang.”

Asisten penjual tersebut tersenyum, “anda memiliki kupon?”

Kuserahkan kupon ditanganku padanya dan dengan sigap asisten penjual tersebut merobek tepat pada garis pemisah pada kupon. Satu kupon mewakili tiga tiket, saat membeli dengan kupon, penjual akan mengambil satu tiket tersebut. Asisten penjual menyimpan potongan tiket di tangannya lalu mengembalikan sisa tiket padaku. Kemudian dia menghampiri orang yang bertugas memasak, menyebutkan pesananku. Setelah itu dia kembali menghampiri pengunjung yang mampir ke stan.

Aku menunggu sembari mengamati sekitar. Semua stan tertata rapi berdasarkan kategori makanan. Mulai dari makanan berat hingga makanan paling simpel. Aku tidak tahu jika di tempat ini sedang ada festival. Jarak lokasinya pun tidak jauh dari kafeku.

“Memikirkan sesuatu?” Henry menghampiriku dengan menyodorkan Takoyaki di tangannya.

“Apa ini pesananku?” Aku ragu menerima Takoyaki darinya.

Henry tertawa pelan sembari mengangguk, “apa yang kamu perhatikan sampai-sampai tidak mendengar penjual memanggilmu?”

Aku hanya tertawa canggung lalu mengikuti langkah Henry, “bagaimana denganmu? Tidak membeli sesuatu?” Kutusuk takoyaki di tanganku lalu memakannya. Makanan yang direkomendasikan benar-benar enak. Kejunya benar-benar meleleh saat dimakan.

“Enak?” Henry menghentikan langkahnya, menatapku.

Aku mengangguk lalu menusukkan satu dan mengarahkan padanya, “kamu mau mencobanya?”

Henry mengangguk lalu memegang tanganku dan mengarahkan takoyaki ke mulutnya. Aku terdiam, menatapnya terkejut. Aku tidak menyangka jika dia akan melakukan hal tersebut. Melihat reaksiku, Henry tersenyum kearahku sebelum akhirnya melepas tanganku dari genggamannya.

“Enak kok,” Henry berucap dengan senyum yang masih sama.

Spontan aku menarik tanganku dan segera mengalihkan wajah darinya. Apa yang dilakukannya seketika membuatku tersipu. Hal yang dilakukannya berada diluar pemikiranku.

“Ayo, cepat. Sebelum stannya ramai,” Henry berjalan mendahuluiku menuju ke stan tujuannya.

Aku pun segera berjalan mengikutinya dan berdiri di sampingnya yang sudah berada di depan etalase. Stan yang dikunjungi oleh Henry adalah stan yang menjual makanan khas Turki.

“Kebab daging, satu,” ucap Henry pada penjual di belakang etalase.

Penjual tersebut tersenyum lalu menatap kearahku, “bagaimana dengan pacar Anda?”

Mendapat pertanyaan dari penjual kebab, aku pun dengan cepat menggeleng, “t-tidak ... bukan. Aku bukan pacarnya.”

Penjual tersebut terkejut mendengar jawabanku. Dia pun mengalihkan pandangannya menatap Henry. Sedangkan Henry justru tertawa melihat reaksiku dan reaksi dari penjual kebab.

“Dia bukan pacarku, tapi dia akan menjadi pacarku,” Henry berucap sembari tersenyum lebar.

Penjual tersenyum dan mulai menyiapkan makanan pesanan dari Henry. Berbeda denganku yang justru menatap Henry dengan tatapan tidak mengerti.

Henry tersenyum, “carilah tempat duduk dulu. Aku akan menyusul.”

Aku pun berbalik dan duduk di salah satu kursi kosong tidak jauh dari stan. Kuletakkan kotak takoyaki di atas meja dan mulai menikmati makanan tersebut sembari menunggu Henry datang.

Henry mendekat lalu duduk di kursi yang tersisa, tepat di depanku. Di tangannya sudah ada kebab daging pesanannya. “Aku akan membeli minuman. Tunggulah disini,” Henry kembali berdiri dan berjalan menjauh.

Aku bahkan tidak sempat mengatakan apapun dan dia sudah berjalan sangat jauh. Pada akhirnya aku hanya bisa menunggu. Sebuah dering ponsel membuatku menghentikan kegiatan makanku dan segera mengambil ponsel di tasku. Sebuah panggilan dari Alan, kutekan tombol hijau lalu mendekatkan ke telingaku.

“Hai, Carissa.”

“Hai, Alan. Ada apa?”

“Aku hanya ingin menghubungimu, menghabiskan waktu istirahat. Kamu sudah makan?”

Aku mengangguk, “sudah.” Tidak mungkin aku mengatakan jika aku sedang pergi dengan laki-laki yang baru kukenal beberapa jam yang lalu.

“Begitu, ya. Maaf ya, hari ini aku tidak bisa mengunjungi kafemu. Karena banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan.”

Aku tertawa pelan mendengar permintaan maaf darinya, “tidak masalah, Alan. Tidak perlu seperti itu.”

“Tapi bagiku itu menyebalkan. Aku tidak bisa bertemu denganmu hari ini.”

Aku kembali tertawa, lebih tepatnya tidak tahu harus berkata apa.

“Besok aku akan berkunjung ke kafemu. Aku berharap kamu tidak sibuk.”

Aku berdehem, “aku tidak menjamin jika tidak sibuk. Tapi akan aku usahakan untuk menyempatkan waktu.”

“Bagus. Sampai jumpa besok, Carissa.”

Panggilan berakhir. Kuletakkan ponselku lalu mendongak dan seketika terkejut dengan keberadaan Henry yang sudah berdiri di depanku dengan dua gelas minuman di tangannya.

“S-Sejak kapan kamu berdiri disitu?” tanyaku tanpa bisa menyembunyikan keterkejutanku.

Henry tersenyum lalu meletakkan minuman yang dibawanya di atas meja, “beberapa detik yang lalu. Omong-omong, telepon dari siapa? Kulihat dari jauh kamu terkadang tertawa dan mengangguk.”

Aku tersenyum kaku dengan wajah yang sudah memerah karena malu, “d-dia temanku.”

Henry kembali tersenyum lalu duduk di depanku, “begitu ya. Ohya, aku membelikanmu minuman strawberry. Apa tidak masalah?” Henry mengganti topik pembicaraan dengan cepat.

Aku mengangguk dan mulai mencicipi minuman di depanku, “enak kok.”

“Syukurlah,” Henry tersenyum dan mulai menikmati makanan di depannya.

Kami berbincang ringan sembari menghabiskan makanan masing-masing. Setelah itu, Henry kembali mengajakku berjalan, menuju stan berikutnya. Kami menghabiskan waktu hampir seharian di festival dan tanpa sadar matahari sudah mulai menyingsing.

Tepat pukul 5 sore. Henry mengantarku sampai ke kafeku yang sebentar lagi akan tutup. Henry menatapku lalu tersenyum, “terima kasih untuk hari ini, Carissa. Aku sangat senang bisa menghabiskan waktu bersamamu. Lain kali ayo lakukan lagi.”

Aku tertawa pelan, “lain kali jangan tiba-tiba muncul dan mengajakku.”

Henry mengangguk sembari tertawa, “tenang saja. Aku tidak akan muncul secara mendadak. Jika aku memiliki tiket makan atau apapun, aku akan membaginya denganmu. Sepertinya sudah waktunya pulang. Aku duluan. Bye, bye, Carissa.” Henry melambaikan tangan lalu berbalik.

Keesokan harinya, tepat pukul 9 pagi. Dua tumpuk kardus berisikan bahan makanan harus susah payah kubawa menuju kafe. Karena hari ini kardus-kardus ini baru saja sampai setelah tiga hari pemesanan.

“Aku bahkan tidak bisa melihat depan,” gumamku dengan berusaha menyeimbangkan tumpukan kardus di kedua tanganku.

BUGH!!!!

.

.

Bab terkait

  • Sweet Coffee   Sweet #4

    Sesuatu yang keras menghantamku membuat keseimbanganku goyah dan akhirnya dua kardus yang kubawa terjatuh, termasuk diriku yang terduduk di atas trotoar. “Apa kamu tidak bisa melihat jalan?” sebuah pertanyaan pelan namun sangat tajam membuatku seketika mendongak, menatap laki-laki berjas rapi yang berdiri di depanku. Melihat tatapan dingin darinya, aku segera berdiri dan meminta maaf, “maaf, tuan. Saya tidak sengaja. Maaf.” “Perhatikan jalanmu,” laki-laki berucap singkat lalu berjalan mendahuluiku. Mataku hanya mengikuti langkahnya tanpa beranjak dari posisiku. Laki-laki itu tiba-tiba berhenti lalu berbalik menatapku, “kenapa diam saja? Aku masih belum sepenuhnya memaafkanmu. Traktir aku makan. Di kafe itu.” Dia menunjuk kafeku yang berada tidak jauh darinya. Satu kesan untuk orang ini, menyebalkan. Aku segera mengambil kardus yang berjatuhan lalu kembali membawanya. Dia bahkan sama sekali tidak ingin membantuku. Dia menyuruhku jalan lebih dulu, karen

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-11
  • Sweet Coffee   Sweet #5

    Laki-laki itu keluar ruangan. Aku pun tidak memiliki kesempatan untuk menyela ucapannya. Aku berdecak kesal lalu duduk di kursi sembari memijat pelipisku. Pandanganku menatap tumpukan kertas di atas meja. Mengerjakan semua ini? Jangan bercanda denganku.Aku diam sejenak, berusaha mencari jalan keluar. Namun sama sekali tidak mendapatkan satu ide pun. Aku menghembuskan napas panjang. Sepertinya memang aku tidak memiliki pilihan lain.Pukul 10 siang, aku mulai mengerjakan pekerjaan berat ini. Pekerjaan ini dua kali lipat jauh lebih berat dibanding aku meninjau laporan keuangan kafeku. Lebih parahnya lagi, aku tidak tahu kapan aku akan menyelesaikan semua kertas-kertas ini. Satu jam. Dua jam. Aku berhasil menyelesaikan setengah dari tumpukan sebelumnya dan sekarang aku mulai bosan. Kurenggangkan otot tanganku sembari bersandar di kursi. Mungkin istirahat sejenak akan lebih baik.Pandanganku mengedar menatap satu persatu hiasan dinding. Ruangan ini

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-11
  • Sweet Coffee   Sweet #6

    Dia menautkan alisnya, menatapku dengan tatapan kesal, “apa yang aku lakukan di sini? Ini kamarku.”Sontak aku langsung bangkit dari tidurku dan justru mengakibatkan kepalaku berdenyut cukup kuat hingga membuatku didekap oleh laki-laki di depanku. Aku segera menjauhkan diri dengan berusaha menahan pusing di kepalaku. Mataku beralih menatapnya, “bagaimana aku bisa di kamarmu? Kamu tidak melakukan sesuatu, kan?”“Aku tidak tertarik melakukan sesuatu padamu,” jawabnya dingin, tanpa mengalihkan pandangannya dariku.Aku menghela napas pelan. Lagipula pakaianku masih lengkap. Sejak awal pun dia lebih suka mempermainkanku karena dia keturunan laki-laki menyebalkan. Suara lembut sebelumnya mungkin hanya imajinasiku saja.“Makanlah,” laki-laki itu menyodorkan nasi yang sudah dicampur dengan sup ayam.Aku mengangguk dan menerima mangkuk darinya. Perlahan namun pasti, aku mulai makan. Makanan ini enak, mirip den

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-16
  • Sweet Coffee   Sweet #7

    Pukul 9 malam. Setelah makan malam aku kembali ke kamar. Hampir seharian aku tidak memeriksa ponselku dan begitu kubuka 3 panggilan tidak terjawab serta 5 pesan belum terbaca. Tiga panggilan tersebut dari Ren dan Alan. Sedangkan untuk pesan, dari Ren, Henry dan yang terbaru dari nomor tidak kukenal. Nomor baru? Siapa? Kubuka satu persatu pesan tersebut. Pertama pesan dari Ren yang mengingatkanku mengenai acara besok lusa. Aku segera membalasnya lalu berganti membaca pesan berikutnya dari Henry, dia mengirimkan sebuah foto tiket makan malam di salah satu restoran. Aku pun segera membalasnya walaupun sangat terlambat karena pesan darinya kuterima pukul 10 siang. Terakhir, pesan dari nomor tidak dikenal. Belum sempat aku membaca pesan tersebut, sebuah panggilan dengan nomor yang sama menghubungiku. Kutekan tombol hijau lalu mendekatkan ke telingaku, “ya, halo. Dengan siapa?” “Ini aku,” seseorang di seberang telepon menjawab. Nada yang s

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-21
  • Sweet Coffee   Sweet #8

    Pukul 5 sore. Septian mengantarku sampai ke rumah. Aku bahkan sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk mampir ke kafeku. Kurebahkan tubuhku ke atas tempat tidur. Sekujur tubuhku rasanya lelah. Makan siang dengan klien memang tidak memakan waktu lama, namun setelah itu Septian menyuruhku untuk membantunya menyelesaikan berkas di kantornya. Pada akhirnya semua itu selesai sore ini.Sebuah dering ponsel menahanku untuk tidak tertidur. Dengan malas aku mengambil ponsel di dalam tas lalu menerima panggilan.“Carissa, malam ini senggang?” suara riang Henry terdengar di telingaku.Aku menghela napas pelan, “apa ada sesuatu?”“Aku mendapatkan tiket makan malam. Kamu sudah membaca pesanku kemarin bukan? Jadi aku mau mengajakmu makan malam, nanti. Bagaimana?” “Apa harus malam ini, Henry?” sebenarnya aku ingin menolaknya, karena hari ini aku sangat kelelahan.“Tiketnya hany

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-27
  • Sweet Coffee   Sweet #9

    Keesokan harinya, aku sedikit trauma dengan kejadian semalam dan hari ini rasanya aku ingin di rumah seharian, tanpa melakukan apapun. Sebuah ketukan pintu mengagetkanku yang tengah duduk di ruang makan. Dengan penuh kehati-hatian, aku melihat orang yang mengetuk pintu dari jendela. Septian? Aku membuka pintu dan mendapati Septian yang menatapku dengan tatapan dinginnya. Aku diam, begitu juga dengannya. Aku menundukkan kepala lalu berucap pelan, “aku tidak ingin pergi kemanapun hari ini.” “Kenapa? Kamu demam?” Septian meletakkan telapak tangannya ke dahiku lalu kembali menyimpan tangannya. Aku menggeleng pelan, “aku... hanya tidak ingin pergi.” “Menyingkir,” Septian berucap pelan namun tajam. Kudongakkan wajahku menatapnya dan dia menatapku dengan tatapan dinginnya. “Menyingkir,” ulangnya. Spontan, aku menepi dan membiarkan Septian masuk. Pintu kembali tertutup. Aku mengikuti langkah Septian yang menuju

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-01
  • Sweet Coffee   Sweet #10

    Keesokan harinya, aku bersiap menunggu Ren datang menjemput. Kemarin sore, Septian benar-benar kembali dengan beberapa makanan hangat. Dia juga ikut makan malam denganku. Saat aku tanya mengenai cokelat itu, dia hanya menjawab kalau dia mendapatkan cokelat tersebut dari pemilik kedai dan sama sekali tidak berniat untuk memakannya. Karena itu dia memberikannya padaku. Mendengar jawabannya justru membuatku tertawa. Septian sama sekali tidak ingin berkata jujur. Sebuah ketukan pintu menyadarkan lamunanku. Aku bergegas mengintip melalui jendela, memastikan kalau orang yang mengetuk pintu adalah Ren. Dan benar, Ren berdiri di depan pintu rumahku dengan pakaian santainya. Aku segera membuka pintu, “berangkat sekarang?” Ren tersenyum, “tentu. Ayo.” Aku keluar rumah, tanpa lupa mengunci pintu kemudian berjalan mensejajari Ren. Hari ini, Ren mengajakku ke sebuah bazar dengan motornya. Bazar tersebut digelar setiap tahun. Bazar yang menjual aneka jenis buku, no

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-06
  • Sweet Coffee   Sweet #11

    Di tempat lain, seorang wanita berdiri di belakang jendela dengan sebuah senyum misterius. Dia meraih ponselnya lalu mendekatkan ke telinganya, “lanjutkan ke tahap berikutnya. Pastikan dia menyadari posisinya.”Wanita itu menyimpan ponselnya dengan sebuah seringai misterius. Sebuah derap langkah perlahan mendekat pada wanita itu. Dia menatap wanita di depannya dengan tatapan sedih.“Apa yang akan kamu lakukan, Riska? Tidak bisakah kamu merelakannya?” laki-laki itu enggan untuk lebih dekat lagi. Dia berdiri dengan jarak beberapa meter.Wanita bernama Riska tersebut menoleh, menatap laki-laki yang berdiri di belakangnya, “tidak, Kak Henry. Aku akan menghancurkan siapapun yang mendekati calon suami masa depanku.”“Carissa sama sekali tidak ada hubungannya dengan Septian. Jika kamu ingin mendapatkan Septian kenapa harus mengurusi kehidupan Carissa? Kakak tidak suka apa yang kamu lakukan saat ini,” cerca Henry, b

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-08

Bab terbaru

  • Sweet Coffee   Sweet #26

    Kembali ke tempat Septian. Dia meletakkan ponselnya begitu saja kemudian menginjak gas mobil lebih dalam untuk mempercepat laju mobilnya. Tujuannya kini berganti ke perusahaan megah di kota seberang. Pertemuan dengan direktur Perusahaan MS Group dimajukan olehnya karena ada banyak urusan yang harus ditanganinya.“Sialan. Wanita itu benar-benar psikopat,” umpatnya kesal.***“Kalian kesana dan culik dia,” ucap Riska dengan seseorang di seberang telepon.“...”Panggilan berakhir. Riska menyimpan ponselnya lantas tersenyum. “Kita mulai, Carissa.”Untuk yang kesekian kalinya, aku mengeluh pelan. Bagaimana tidak! Sudah dua minggu aku dirawat di rumah sakit milik pribadi milik Septian. Berulang kali dia menegaskan padaku untuk tidak pulang sebelum tiga minggu dirawat dan itu membuatku kesal.“Aku bosan, Ren,” keluhku pelan. Ya, selama aku dirawat, Ren-lah yang menemaniku. Tanpa ber

  • Sweet Coffee   Sweet #25

    Ren duduk di sampingku, menemaniku hingga aku benar-benar terlelap. Setelah memastikan aku tertidur, Ren melangkah pelan sembari mendorong troli makanan keluar dari kamar. Siapa sangka, Septian sudah duduk di kursi tunggu di luar kamar. Ren yang menyadari maksud dari tatapan Septian padanya, melangkah mendekat kemudian mengambil duduk di sebelah Septian. “Aku harus berterimakasih padamu karena bersedia mengurusi keperluan Carissa.” Septian berdehem. “...Aku dengar dari Carissa. Kalau dia tidak mengingat mengenai masa lalunya. Sebagai sahabat, kamu tahu sesuatu?” Ren bergeming. Dia enggan untuk menjawab dan memilih untuk beranjak dari duduknya, kembali mendorong troli. Namun langkahnya kembali terhenti dengan mata melirik ke arah Septian. “Jangan pernah membahas hal itu di depannya.” Tidak ada balasan dari Septian. Dia hanya menatap punggung Ren yang semakin menjauh. Kemarin malam, Riska pergi tepat setelah tidak terima dengan ancaman dari Septian. Kep

  • Sweet Coffee   Sweet #24

    Septian terdiam mendengar penuturan dariku. Untuk beberapa saat hingga akhirnya dia menjawab, “tidak. Aku tidak tahu.”Pukul sepuluh malam. Selesai makan malam, Septian mengijinkanku untuk membuka ponsel. Aku bersorak senang mendengarnya. Namun tidak sampai satu jam aku memegang ponsel, rasa kantuk menghampirku. Pada akhirnya aku kembali menyimpan ponsel ke laci kemudian memposisikan tubuhku untuk tidur. Aku tidak tahu di mana Septian. Dia mengatakan ada urusan penting dan tidak mengatakan kemana tujuannya. Aku pun tidak terlalu memikirkannya karena dia pasti baik-baik saja.Di tempat lain. Di dalam ruang kerja milik Septian, tepatnya di lantai 10 Perusahaan BSC Production. Septian duduk berseberangan dengan Ren dan Will. Satu jam yang lalu, Ren tiba di gedung megah milik Septian. Dia diminta secara langsung oleh Will untuk datang dan berbincang dengan Septian.“Apa Carissa baik-baik saja?” Ren membuka suara.Septian berdehem, meno

  • Sweet Coffee   Sweet #23

    “Rumah sakit ini, salah satu aset pribadiku. Jika mereka tidak mengerti apa yang diucapkan atasannya, tidak ada pilihan lain selain menggantikan mereka,” sambung Septian seakan tahu apa yang kupikirkan. Mendengar penjelasannya, aku mengangguk-angguk pelan. Untuk orang kaya sepertinya pasti tidak sulit untuk memiliki apa yang diinginkannya. “Semua berkasmu, akan kuurus. Aku hanya mengijinkanmu memegang ponsel hanya untuk mengangkat telepon penting. Selain itu, aku tidak mengijinkan,” Septian mengeluarkan ponselku dari saku jasnya kemudian meletakkannya di dalam laci. Aku mengangguk, “berkasku sangat banyak. Apa tidak mengganggu pekerjaanmu?” Septian menggeleng, “pekerjaanku selesai lebih cepat dan masih ada banyak waktu untuk mengurusi berkasmu.” Aku kembali mengangguk. Rasanya Septian semakin keras padaku, apa mungkin hanya perasaanku saja? “Jika tidak ada yang ingin kamu tanyakan, kamu harus banyak istirahat,” tegas Septian. A

  • Sweet Coffee   Sweet #22

    “Kamu ini menderita anemia, tapi tidak makan dan sekarang anemiamu kambuh?” Septian melepas jasnya kemudian memberikannya padaku.“Aku berniat menginap di sini. Kamu bisa pulang,” kukembalikan jas miliknya lantas berniat berbaring di sofa. Namun Septian lebih dulu mencekal tanganku dan mengangkat tubuhku.Aku yang mendapat perlakuan tersebut, spontan melingkarkan tanganku pada leher Septian, “hei! Turunkan aku, Septian. Kamu akan membawaku kemana?”Tanpa banyak berucap, Septian melangkah keluar dari ruanganku menuju ke parkiran. Dia membawaku mendekat ke mobilnya dan dengan sigap dia membuka pintu mobilnya kemudian mendudukkanku di kursi sebelah jok kemudi. Dia bahkan memakaikan sabuk pengaman padaku.“Tunggu dulu. Tasku masih di dalam kantor,” protesku sembari mencoba membuka sabuk pengaman, namun Septian menahan tanganku kemudian mengeluarkan ponselnya dan dengan cepat menelpon seseorang.“Wil

  • Sweet Coffee   Sweet #21

    Ren mengakhiri panggilan. Aku pun segera berganti menghubungi Septian. Namun Septian lebih dulu menghubungiku. Kembali kudekatkan ponsel ke telingaku, “halo.” “Aku sudah menerima makanan darimu. Aku mau makanan seperti ini besok pagi. Jika bahannya kurang, aku akan menyuruh Will berbelanja.” Mendengar apa yang diucapkan Septian membuatku tertawa, “masih ada kok bahannya. Besok akan kumasakkan lagi.” “Hm. Besok kamu akan ke kafe?” Aku berdiri dari sofa kemudian melangkah ke dapur, “iya, karena hari ini aku sama sekali tidak ke kafe.” Aku memeriksa bahan makanan yang berada di dalam kulkas. Setidaknya masih ada cadangan untuk membuat makanan besok. “Will akan menjemputmu dan mengantarmu ke kafe.” Aku duduk di ruang makan masih dengan ponsel di telingaku, “tidak perlu. Aku bisa ke kafe sendirian.” “Tidak. Will tetap akan mengantarmu. Jangan menolak.” Mendengar ucapan tegas dari Septian m

  • Sweet Coffee   Sweet #20

    Pukul 12 siang, aku sudah sampai di rumah. Sepulang dari swalayan, aku berpamitan pada Ren untuk langsung pulang. Sedangkan dia pun akan pergi mengantarkan komiknya. Kutata semua bahan makanan ke dalam kulkas. Hari ini aku tidak berniat untuk ke kafe. Aku juga sudah mengatakannya pada Mako. Sebuah dering ponsel mengalihkan perhatianku. Kututup pintu kulkas kemudian mendekat ke ponselku yang berada di meja makan. Nama Septian tertera di layar ponsel, membuatku mengerutkan dahi. Tidak biasanya dia menelponku, karena dia biasanya akan langsung datang ke rumahku dan mengajakku rapat sesukanya. Kudekatkan ponsel ke telingaku, “halo.” “...Kamu ada di rumah?” Aku berdehem, “kenapa?” “Jangan pergi kemanapun jika tidak penting.” Aku mengangguk, “iya. Kamu masih di kantor?” “Iya.” “Apa ada pekerjaan yang harus kukerjakan?” “...Tidak. Aku bisa menyelesaikannya sendiri.” Mendengar

  • Sweet Coffee   Sweet #19

    Septian menyingkirkan tangan wanita itu dari lengannya sembari menatapnya dingin, “apa maumu, Riska?”Riska menyilangkan tangannya, menatap santai kearah lawan bicaranya, “Carissa.”Mendengar namaku disebut, Septian menatap tajam Riska tanpa mengatakan apapun. Septian tahu siapa yang menyebabku keracunan hari itu dan pelakunya saat ini tengah berdiri di depannya.“Turuti semua ucapanku, dengan begitu aku tidak akan menyentuhnya. Bagaimana?” Riska mengabaikan tatapan tajam Septian dan tanpa rasa takut dia mengucapkan apa yang sebenarnya dia inginkan.Ucapan Riska tidak direspon sama sekali oleh Septian. Dia tahu kalau wanita di depannya akan melakukan apapun untuk mendapatkan dirinya, bahkan dengan cara kotor sekalipun.Riska kembali mendekat dan memeluk lengan Septian, “pertama-tama, mari kita makan malam bersama.” Riska tahu ucapannya seakan menjadi ancaman untuk Septian dan dia akan terus mengancam

  • Sweet Coffee   Sweet #18

    Kuterima panggilan tersebut kemudian mendekatkan ponsel ke telingaku, “hai, Alan.”“Hai, Carissa. Bagaimana kabarmu?”Kudorong kembali troli sembari mencari sambil berbincang dengan Alan, “aku sudah baik-baik saja, Alan.”“Kuingatkan padamu, jangan asal makan atau minum sesuatu yang belum terbiasa untukmu. Oke?”Mendengar nasihat darinya justru membuatku tertawa pelan, “oke. Oke. Aku akan mengingat nasihatmu, dokter.”Terdengar kekehan dari Alan di seberang, “itu benar. Pasien harus mendengarkan ucapan dokter. Jangan sampai kelelahan. Jaga kesehatanmu.”Aku berdehem, “oke. Kamu sedang tidak bekerja?”“Ini sedang bekerja. Tugasku hanya menjadi pengawas.”Aku berhenti di depan rak yang penuh dengan bumbu dapur, memilah beberapa kemudian memasukkannya ke dalam troli, “tidak masalah, kah? Rekan-rekanmu se

DMCA.com Protection Status