Setelah dokter melakukan pengobatan di ruang ICU dan keadaan Siska sudah tidak kritis lagi, para perawat segera memindahkannya ke ruang rawat inap.
Hingga di pagi harinya pada pukul 08:15 akhirnya Siska dapat membuka kedua matanya. Ia merasa kepalanya pusing, tubuh lemas dan sakit di bagian perut.
"Hsss..." desis Siska menahan sakit.
Ia melihat tangan kirinya yang berbalut infus lalu beralih melihat ke sekeliling ruangan. Ia melihat keberadaan Nabila yang sedang duduk di sofa seraya memainkan ponselnya.
Dahi Siska pun mengerut, ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sampai ia harus ada di ruangan ini.
Sontak kedua mata Siska membelalak dengan sangat lebar. Ia langsung memegang perutnya yang terasa sakit, buliran cairan bening mulai keluar dari kedua sudut matanya.
"Anakku," gumamnya lirih.
Kemudian, ia beralih melihat Nabila sambil m
Pagi ini setelah membuka ponselnya dan mendapatkan kabar bahwa Siska sudah berhasil melewati masa kritisnya Ilham segera bergegas menuju rumah sakit dan menitipakan Aqila kepada tetangga mertuanya yang memang sudah sangat akrab.Setelah semalaman ia tak bisa tidur akibat memikirkan Siska akhirnya, kini dapat bernapas lega. Di sepanjang perjalanan ia tak henti-hentinya mengucap syukur.Begitu senangnya ia menyambut kedatangannya Siska kembali ke rumah. Ternyata ia memang sangat tidak rela jika harus kehilangan istri pertamanya itu. Walau Siska tetap akan meminta cerai setelahnya sehat nanti, Ilham tak akan mengabulkan permintaanya itu.Bagi Ilham, Siska adalah sosok perempuan dan istri yang sempurna. Selalu pengertian dan tidak banyak menuntut. Dan yang paling penting adalah Siska tipe orang yang setia."Mas adalah orang yang paling beruntung bisa memilki kamu, Sis. Bagiamana bisa Mas akan bercerai denganmu, pastinya Mas tidak mau," gumam Ilham saat menyetir mobilnya.Sejak semalaman,
"Mas mau menceraikan aku?" sahut Nabila dengan nada suaranya yang meninggi seraya mengeryitkan dahinya.Ucapan Ilham seolah membuatnya langsung terhenyak dan berfikiran buruk."Iya! Mas Ilham pasti akan menceraikan kamu wanita jalang! Kamu pikir kamu itu siapa? Hah? Bisa seenaknya masuk ke dalam keluarga orang lain dan merusaknya," balas Siska lalu tersenyum getir.Nabila langsung berjalan menghampiri Siska dengan tatapan tajamnya."Saya nggak nanya sama kamu! Jadi, lebih baik tutup saja mulutmu!" bentak Nabila.Ilham tersentak dan langsung menatap Nabila dengan heran."Tenang, Nab! Istighfar! Jaga sikapmu! Siska ini kakak madumu, kamu nggak boleh bicara kasar seperti itu dengannya!" sahut Ilham dengan tegas."Mas dia dulu yang mulai! Kenapa jadi Mas yang marahin aku?" sanggah Nabila sembari menepuk ringan dadanya saat mengatakan kata terakhir."Memang sikap dia selalu sepertu itu, Mas! Ya itu sikap aslinya muncul juga akhirnya," sahut Siska tersenyum seraya memutar kedua bola matanya
Nabila terhenyak tak percaya dengan perkataan Ilham. Kedua matanya mengembun lalu tanpa aba buliran bening mengalir begitu saja di pipinya."Mas, kenapa gitu? Apa salahku? Aku cuma ngebela diri, Mas. Bukan aku dulu yang mulai, kenapa Mas tega banget sama aku? Mas jahat," gerutu Nabila kesal."Turun di sini, Nab! Pesan taksi online, kamu pulang ke rumah!" ucap Ilham dengan tegas."Mas kok tega banget sama Nabila? Aku ini juga istrimu, Mas! Kita baru 3 hari menikah dan Mas udah mau menelantarkan aku? Aku nggak terima dengan semua perilakumu ini, Mas! Pulangin aja aku ke rumah Abah, Mas! Pulangin," balas Nabila lalu menangis tersedu-sedu."Arghh..." Ilham mengacak rambutnya frustasi."Mas bingung, Nab! Bingung! Pusing kepala Mas ini!" Ilham memukul setir mobil dengan keras lalu memejamkan kedua matanya.Nabila hanya terdiam seraya menundukkan kepala. Air matanya
Di rumah sakit kini Siska sedang kesakitan akibat robeknya kulit punggung tangannya dan membuat urat nadinya juga ada yang tertarik.Tapi, Siska lebih menghawatirkan dengan keadaan kandungannya. Sedari pagi wakru ia sadar perutnya sudah sangat sakit."Sus, apa calon anakku baik-baik saja?" Suster yang sedang mengobati luka di punggung tangan Siska hanya tersenyum tipis sembari menggelengkan kepalanya."Maaf, Mba. Saya nggak tau mengenai keadaan kandungan, Mba," balas Suster itu."Permisi." Dokter cantik berjilbab biru dongker masuk ke dalam, saat melangkahkan kaki pertamanya ia menghela napas lalu tersenyum ramah pada Siska."Sudah sarapan belum, Mba?" tanya Dokter."Belum, Dok.""Loh, ini tangannya kenapa?" Dokter mengeryitkan dahinya heran."Tadi ada sedikit kecelakaan, Dok. Tapi, sudah saya obatin. Cuma robek sedik
Sunyi senyap menyelimuti relung dada Siska. Bahkan untuk bernapas kini pun ia sangat kesulitan, seolah ada bongkahan bantu besar yang mendarat di dadanya.Tak ada lagi yang dapat ia harapan dari Ilham dan tak ada lagi alasan untuk ia tetap mempertahankan rumah tangganya.Kini yang tersisa hanya rasa sakit dan kepahitan. Ini akan menjadi sebuah hal yang tidak mungkin akan terlupakan begitu saja. Kepedihan yang teramat dalam ini membuat Siska trauma dengan suatu hubungan. Kepercayaannya kepada Ilham sudah hancur, hanya ada rasa muak yang kini ia rasakan."As-astagfirullah."Beberapa kali Siska mengelus dadanya sembari terus beristigfar, berharap rasa sesak di dalam dadanya sedikit berkurang."Ndok, Ibu jadi bingung, di sini kita udah nggak ada siapa-siapa. Nggak ada kerabat atau siapa yang bisa jagain kamu di sini. Bapak juga nggak mungkin ditinggal lama-lama sendirian di kamar," u
Kedua bola mata Siska membulat sempurna, ia sedikit terhenyak dengan kehadiran Ilham. Bahkan ia sendiri lupa sedari kapan ia tertidur sampai tak mengetahui kedatangan Ilham.Saat melihat jam dinding waktu sudah menunjukan pukul 12:45 dan ia memang benar-benar tidak ingat sejak jam berapa ia terlelap."Sejak kapan Mas Ilham datang?" gumam Siska lirih lalu mengambil air putih untuk meredakan dahaganya.Glek... Glek... Glek..."Alhamdulillah, kayaknya aku ketidurannya lama banget sama tenggorokanku sangat kering seperti ini."Saat Siska hendak mengembalikan gelas yang ia gunakan untuk minum tanpa sengaja justru ia menyenggol mangkuk buah hingga mangkuk itu terjatuh ke lantai.Prank..."Astaghfirullah," ucap Siska sembari memejamkan kedua matanya.Ilham yang mendengar suara pecahan itu pun langsung terkesiap dan beranjak
Setelah membersihkan pecahan mangkuk Ilham pun duduk di kasur beroda tempat Siska terbaring miring membelakangi Ilham.Untuk beberapa saat Ilham membiarkan istrinya itu untuk diam terlebih dahulu agar pikirannya."Ya Rabb, bantulah hambamu ini! Hamba tidak mau berpisah dengan Siska, Ya Rabb. Berilah hamba solusi untuk menangani masalah ini, hamba benar-benar bingung. Kalau memangh Siska mau agar hamba berpisah dengan Nabila itu juga tidak mungkin hamba lakukan. Ini sudah amanah dari Abahnya agar hamba menjadi suami yang akan siap siaga untuk menjaga dan membahagiakannya. Astaghfirullah,hamba sangat bingung," batin Ilham seraya memijat keningnya dengan perlahan.Semua tidak sesuai dengan ekspetasinya. Keluarganya sudah berada di ujung tanduk sedangkan istri keduanya tidak bisa diajak bekerja sama untuk membujuk dan meluluhkan hati Siska agar mau menerima kehadirannya. Justru ia membuat masalah besar yang membuat Siska san
Ilham tidak mengizinkan Siska untuk di rawat di rumah dalam waktu dekat ini. Keadaannya masih belum stabil dan masih perlu pengawasan dokter."Nggak, Siska! Mas nggak akan kerja dulu untuk beberapa hari ke depan. Mas akan ambil cuti, kamu dan anak kita jauh lebih penting dari itu. Jadi, kamu nggak perlu di rawat di rumah. Keadaanmu belum membaik, masih perlu pengawasan dokter," jelas Ilham lalu kembali meraih tempat makan."Mas katamu tabunganmu sudah habis, kalau ambil cuti nanti gaji Mas di potong. Jadi, lebih baik Mas berangkat kerja aja!" balas Siska.Ilham terdiam sesaat, ia teringat bahwa kini ada dua tanggung jawab yang harus ia berikan kepada kedua istrinya. Jika ia mengambil cuti lagi bis