Bapak menggeleng tak percaya dengan apa yang baru Ilham katakan, ia tersenyum getir lalu membuang pandangannya.
"Memangnya apa kesalahan Siska sampai kamu tega memadunya?" tanya Bapak yang masih mencoba mengontrol emosinya.
"Siska nggak salah apa-apa, Pak. Ini semua terjadi karena musibah," balas Ilham lirih dan masih bersimpuh di kaki Bapak dengan segala rasa sesalnya.
"BOHONG!" sahut Siska yang langsung menatap Ilham dengan penuh amarah dan gejolak api di dada yang sedari tadi masih membara akibat melihat suaminya itu mencumbu adik madunya.
Seluruh orang kini memandang Siska, wanita malang yang bernasib tak beruntung ini kini sedang mencoba menyeka air matanya. Dadanya bergerak naik turun dengan cepat sembari sesekali menahan sesenggukan.
"Dia..." Tunjuk Siska pada Ilham dengan kedua mata yang sudah membesar akibat sembab itu masih saja terus mengeluarkan cairan bening yang ter
Seketika kedua mata Ibu dan Bapak membelalak mendengar kata 'anak' yang keluar dari mulut Siska.Baru tadi pagi Siska mengetahui bahwa ia sedang mengandung hingga harus menunggu calon anaknya itu lahir terlebih dahulu sebelum menggugat cerai suaminya. Dengan itu, ia tidak bisa tinggal di rumahnya sendiri selama adik madunya masih berada di sana.Yang ada Siska justru akan kehilangan bayinya jika selalu tekanan batin hingga tak mengisi perutnya karena sudah merasa kenyang dengan segala masalah yang ada. Dengan segala rasa hati yang harus ia terima ketika melihat suami dan adik madunya bersama tepat di depan matanya.Menyakitkan, bukan? Siapa yang akan tahan melihat suami tercinta bersama dengan wanita lain? Tidak mungkin ada...."Siska sedang mengandung, Pak... Bu...." ucap Ilham dengan tatapannya yang masih tertuju pada Siska."Sejak kapan? Sudah usai berapa minggu? Kenapa tidak
Seketika kedua mata Ibu dan Bapak membelalak mendengar kata 'anak' yang keluar dari mulut Siska.Baru tadi pagi Siska mengetahui bahwa ia sedang mengandung hingga harus menunggu calon anaknya itu lahir terlebih dahulu sebelum menggugat cerai suaminya. Dengan itu, ia tidak bisa tinggal di rumahnya sendiri selama adik madunya masih berada di sana.Yang ada Siska justru akan kehilangan bayinya jika selalu tekanan batin hingga tak mengisi perutnya karena sudah merasa kenyang dengan segala masalah yang ada. Dengan segala rasa hati yang harus ia terima ketika melihat suami dan adik madunya bersama tepat di depan matanya.Menyakitkan, bukan? Siapa yang akan tahan melihat suami tercinta bersama dengan wanita lain? Tidak mungkin ada...."Siska sedang mengandung, Pak... Bu...." ucap Ilham dengan tatapannya yang masih tertuju pada Siska."Sejak kapan? Sudah usai berapa minggu? Kenapa tidak
"Ya Allah, jaga Bapak hamba. Semoga tidak ada hal buruk apa pun yang akan menimpanya," ucap Siska penuh harap sembari meneteskan air matanya. Drrrtttttt... Drrrttttt... "Mas... Ilham?" Siska mengeryitkan dahinya heran. "Baru aja dia keluar gerbang, kok udah nelpon aja?" "Hallo, Mba...." "Loh... kok dia? Oh ponsel Mas Ilham ditinggal di rumah," gumam Siska seray memutar bola matanya malas. "Ada apa?" tanya Siska dingin. "Mas Ilham lagi sama Mba Siska enggak? Tadi si bilangnya mau nyari Mba Siska, aku takut terjadi apa-apa dengan dia, mana ponselnya ditinggal di rumah," ujar Nabila dari seberang ponsel Siska yang terdegar cukup keras karena Siska telah menambah volume suaranya. "Iya, Mas Ilham denganku, tapi tadi...." "Terus sekarang? Sekarang Mas Ilham udah nggak sama Mba Siska? U
"Mas tidak mau bercerai denganmu, Sis. Mas juga nggak bisa menceraikan Nabila begitu saja....." Ilham menjeda ucapannya sebelum melanjutkan kembali, sedangkan Siska hanya terdiam tanpa melihatnya sedikit pun."Mas udah terlanjur janji sama pak kyai buat jagain Nabila sampe kapan pun. Jadi, kalau jalan satu-satunya yang kamu mau adala cerai, maaf Mas nggak bisa ngelakuin itu. Mas nggak bisa pilih salah satu diantara kalian," lanjutnya lalu menarik lengan Siska agar berhadapa dengannya.Seketika Siska langsung membalikkan tubuhnya, menatap wajah Ilham sekilas lalu beralih menatap jendela."Mas dulu juga janji sama Bapak buat selalu buat aku bahagia. Tapi... buktinya apa, Mas? Mas justru menorehkan luka yang teramat mendalam di hatiku. Mas mengingkari janji Mas sendiri dan sekarang Mas seolah tak mau menceraikan Nabila juga beralasan dengan janji yang udah Mas buat dengan pak kyai. Sedangkan Mas Ilham sendiri mengingkari ja
(POV Siska)Waktu sudah menunjukkan pukul 21:20, Aqila tetap merengek meminta untuk pulang bertemu dengan ayahnya.Wajar saja, sudah berhari-hari ia tak bertemu dengan ayahnya itu dan hanya semalam saja, itu juga hanya sebentar. Pastinya Qila masih sangat merindukan Mas Ilham.Aku jadi bingung sendiri, bukan tak mau mengabulkan permintaan putri manisku ini. Hanya saja hatiku akan kembali sakit ketika melihat wanita itu, wajahnya yang begitu terlihat polos rasanya ingin ku cakar saja.Apalagi mengingat cara bicaranya tadi yang mulai berani denganku, aku rasa dia akan semakin berani lagi jika waktu Mas Ilham dihabiskan dengan aku dan Aqila."Bunda, Qila mau sama ayah, Bunda." Aqila masih saja terus merengek seraya menarik-narik lengan bajuku."Besok ya, Sayang! Besok ayah pasti ke sini lagi, ya. Sekarang Qila tidur dulu, ini udah malem, Sayang!" ucapku lalu ku
(PoV Siska) Ternyata Mas Ilham tak mendengar apa yang sudah aku katakan, entah ditaruh dimana ponselnya. Aku benar-benar kesal, lalu apa fungsinya aku ke sini jika wanita itu tetap juga ikut ke rumah bapakku? Aku pun segera mengakhiri panggilan teleponnya, ku tarik napasku dalam lagi dan mencoba menenangkan pikiranku. Ku tatap lekat kedua mata anakku yang dipenuihi dengan genangan air. Ku usap dengan lembut seraya tersenyum simpul. "Bunda.... ayah beneran ke sini, kan?" "Iya, Sayang... sebentar lagi ayah juga sampe, kok. Kamu sabar dulu, ya!" "Iya, Bunda." Qila mengangguk seraya tersenyum lebar, begitu senangnya putriku mengetahui ayahnya akan ke mari. Walau dadaku terasa sesak karena Mas Ilham
20 menit telah berlalu, Siska dan Qila sampai tak sadar bahwa Ilham sudah datang dan kini tengah berdiri diambang pintu bersama dengan Nabila."Ya Allah, kok anak ayah jam segini belum tidur juga," ujar Ilham seraya berjalan ke arah anak dan istrinya yang sedang asik menonton vidio.Seketika Siska dan Qila langsung menolehkan kepala mereka."Ayah....." Qila langsung memeluk Ilham dengan sangat erat. Ternyata memang Qila sangat merindukan Ayahnya itu."Kangen banget ya sama, Ayah?" tanya Ilham seraya mengangkat dagu Qila agar putri manisnya itu menatap dirinya."Iya... kangen, Ayah," balas Qila lalu kembali menenggelamkan wajahnya di dada Ilham."Ayah jarang pulang. Eh, waktu Ayah udah pulang tapi Qila sama Bunda yang nggak pulang," lanjutnya."Iya kan, kakek lagi sakit, Sayang. Jadi, Qila sama Bunda emang harus nginep di sin
Suasana seketika menjadi sangat haru, Ilham memeluk istri dan anaknya dengan penuh rasa kasih sayang. Sudah sangat lama keluarga kecil ini tidak berkumpul bersama seperti ini.Qila terlihat sangat bahagia. Namun, jelas saja tidak dengan Siska. Rasa sakit hatinya yang mendalam sulit untuk ia hilangkan sejenak saja walau sudah bersama dengan Ilham seperti ini. Perasaanya sudah hancur berkeping-keping, mau dengan cara yang paling haru, romantis dan juga hangat tak membuat hati Siska dengan mudahnya mencair.Di dalam dadanya hanya ada sebuah rasa pahit yang terkadang membuatnya susah untuk bernapas karena begitu sesaknya yang ia rasa."Hambar sekali pelukan malam ini," gumam Siska lirih lalu melepaskan tangan Ilham yang meraih punggungnya. Tanpa ia sadari air matanya luruh begitu saja membasahi pipinya, lalu dengan segera ia menyeka kedua matanya, menghembuskan napas kasar lalu bangkit dari kasur."Loh,