Semoga terhibur!
***Suatu pagi di Desa Karanganyar. Datanglah sebuah mobil mewah ke rumah Angi. mobil Mercy hitam itu di parkir tepat di halaman rumah Angi.Semua orang yang sedang antri di teras rumah Angi terpana dengan mobil mewah itu. Lalu keluarlah seorang wanita cantik dengan tas tangan kecil yang mewah di genggamnya.
Ia bersama sang ajudan berjalan memasuki rumah Angi. Tentu saja, ia bisa menerobos antrian yang sudah cukup panjang ini.
Sang ajudan memaksa masuk ke dalam rumah. Hingga akhirnya, sang wanita itu, sebut saja, Miss Nandra.
Ia datang mewakili club sosialitanya yang berinisiatif untuk melakukan perjanjian dengan benda gaib agar kecantikan mereka abadi.
Setelah perjanjian itu disetujui oleh makhluk tersebut. Barulah secara berangsur-angsur mereka mendapatkan semua yang diinginkan. Meskipun MOU yang disepakati tidak tertulis secara sah dalam sebuah kertas, namun, kesepakatan itu telah disetujui kedua belah pihak. Tak perlu menunggu waktu yang lama untuk mendapatkan semua kekuasaan dan kejayaan itu. Dalam kurun waktu seminggu mereka sudah bisa menikmati hasil dari pesugihan itu. Namun, waktu terus bergulir. Hari pelaksanaan ritual semakin dekat. Mereka lupa akan persyaratan yang diajukan sang makhluk. Masing-masing dari mereka berdalih sibuk. Namun sang ketua, Miss Nandra, menampik semua alasan itu. Mereka semua sudah menikmati dan kini mereka pula harus menepati janji. Dua hari menjelang ritual mereka keteteran mencari seorang lelaki muda yang siap untuk menjadi tumbal. Bukan hal mudah karena ini adalah pertaruhan nyawa seseorang. Mereka bisa saja dike
Pagi ini begitu indah, sinar mentari begitu terang menyinari ruangan kaca yang tak tertutup tirai. Angin perlahan masuk ke dalam ruangan. Belaian angin itu membangunkan Dito dalam lelapnya tidur. Ia terbangun dan kedua matanya masih tak percaya dengan pemandangan yang ia lihat di sekitarnya. Dito menampar pipinya sendiri berharap ini hanyalah mimpi. Namun, pipinya terasa begitu sakit hingga telapak tangannya berbekas di pipinya. Benar, ia tidak sedang bermimpi. Semua yang ada di hadapannya ini adalah kenyataan. Ia tak sedang berada di dunia dongeng. Lantas, ia segera turun dari tempat tidurnya. Ia berjalan menuju jendela yang sudah terbuka sejak tadi malam. Ia sangat takjub dengan pemandangan di sekitarnya. “Tring! Tring!” suara sepeda ontel berbunyi. Sepeda itu berjalan mengelilingi komplek perumahan mewah ini. Ia melihat seorang wanita paruh baya dengan baju khas kebayanya menjual jamu. Suara sepeda itu menyadarkannya untuk mengecek puku
“Nguungg!”“Ngunngg!” Terdengar sangat bising di luar peti. Telinga Dito merasa tak nyaman dengan suara itu. Akhirnya, ia membuka kedua matanya. Ia masih terjebak di dalam peti ini. Sungguh sangat menyiksa berada di dalam peti seperti ini. Suara bising itu terdengar sangat lumrah. Dito tak asing dengan suara mesin seperti itu. Ia terus menebak suara apa yang membuatnya bising itu. “Nguunnggg!” suara itu membelah peti itu. Ya, itu adalah gergaji besi yang biasa di pakai Dito untuk menebang kayu selama ia bekerja sebagai buruh di desanya. Matanya membulat besar. Ia tak sempat berteriak. “Crat!” darah memuncrat dari dalam peti itu. Gergaji itu tepat memotong dibagian lehernya. Di luar peti itu sudah berkumpul tujuh orang anggota Girls Squad yang menyaksikan kematian di lelaki muda itu. Mereka tak sampai hati melihat mayat itu terpotong dua bagian. Sang ajudan memindahkan peti itu di depan sebua
Cerita ini berawal dari seorang perempuan yang datang ke rumah Angi untuk meminta sebuah petunjuk tentang keberadaan seorang bernama Alia. *** Ini malam pertama Lia menempati kamar kosnya yang hanya berukuran 4 x 5m. Rumah kos itu termasuk dalam kategori rumah lama. Terlihat dari bentuk bangunan dan gerbang yang digunakan. Sepertinya rumah ini adalah bangunan asrama jaman Belanda. Harga yang ditawarkan pun tidak terlalu mahal. Jumlah kamar yang disewakan kurang lebih 100 ruangan. Di setiap kamar para penyewa diberi fasilitas tempat tidur besi yang dialasi dengan kasur kapuk, lemari kayu berukuran sedang, dan sebuah meja rias kayu jati dengan ukiran daun di seluruh sisinya. Jendela kamar Alia menghadap kearah belakang rumah. Beberapa pohon besar terlihat jelas jika jendela tersebut dibuka. Alia sempat mendengar bahwa bangunan ini angker. Namun Alia tidak peduli karena sejak kecil Alia sudah menyukai segala sesuatu ya
Di dalam kamar Alia mulai membuka beberapa buku koleksinya yang rata – rata begenre horror. Sampai akhirnya ada sebuah buku yang sama sekali tak ia kenali. Ia merasa sangat asing dengan covernya. Sebuah tangan besar mencengkram tubuh manusia berukuran kecil. “Buku siapa ini? rasanya aku tak pernah membeli ini.” Alia mulai membuka halaman demi halaman. Alia menikmati tiap kalimatnya. Ia terus membaca, sampai di halaman tengah ada sebuah mantra. Mantra tersebut menuliskan bagaimana agar kita bisa merasakan bagaimana menikmati hidup dalam kegelapan seperti hantu – hantu yang bergentayangan. Intinya mantra itu bisa membuat kita merasakan bagaimana menjadi makhluk Ghaib. Di situ dituliskan bahwa si pembaca mantra harus ikhlas. Tak boleh menyimpan dendam dan penyesalan. Alia mulai tertarik dengan mantra tersebut, dan ia ingin mencobanya. Alia duduk bermeditasi. Ia sedang mengosongkan hati dan pikirannya. Kemudian Alia mulai memba
Suatu malam, tepatnya malam selasa kliwon, Angi mengunjungi tempat peraduannya bersama sang suami, Ki Slamet. Angi tak ragu untuk melangkahkan kakinya menuju air tempuran yang terletak diantara dua sungai tepat di bawah kaki gunung merapi itu. Angi memasuki sebuah jalan setapak dna menuruni gunung. Ia tak segan-segan untuk melangkah meskipun beberapa makhluk penunggu hutan mengganggunya. "Kau berani sekali menginjakkan kakimu di daerah kekuasaanku. Punya nyali apa kau?" suara bising itu terdengar sangat jelas di kedua gendang telinga Angi. Angi tak menjawab apapun dari perkataan makhluk penunggu hutan itu. Ia terus berjalan dan menuju kaki gunung. "Brak!!" Suara dahan besar tiba-tiba patah dan jatuh tepat 1 meter di depan Angi.Namun, Angi masih tidak menggubris ualh si makhluk itu. Ia terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun. "Tak!!" Sebuah batu mengenai tengkorak belakang kepala Angi.
Keputusannya sudah bulat, Angi tetap melanjutkan ujian keduanya untuk mendapatkan mustika itu. Angi tak ingin membuang kesempatan ini untuk bisa mendapatkan mustika merah yang legendaris. Angi mulai melakukan perjalanannya tepat saat matahari mulai terbit. Di ufuk timur terlihat warna jingga cantik yang merona membuat mata tak ingin rasanya berkedip. Sayup-sayup suara serangga hutan mengiringi keluarnya sang matahari yang menyemburatkan cahaya kebesarannya pada alam. Tak terelakkan indahnya suasana hutan ditengah pagi buta yang dingin dan kaku ini. Tak seperti malam hari lalu, malam yang penuh tantangan menguras tenaga dan perasaan. Sungguh aneh makhluk-makhluk di muka bumi ini, begitu penurut dengan sang mentari. Tak ada satupun yang berani melawannya, bahkan sang iblis sekalipun.Sebelum Angi melanjutkan perjalanannya, Ki Slamet sempat berwasiat agar ujian kesabarannya jangan menjadi sia-s
Masih berada di gunung kedua, Angi melangkahkan kakinya dengan penuh kepastian dan hati-hati. Ia tahu, bahwa ujian yang akan ada di hadapannya akan lebih berat dibandingkan dengan ujian sebelumnya. Kini, ia memasuki sebuah wilayah hutan belantara yang sangat padat dengan pohon-pohon besar. Para pohon itu seperti memiliki posisinya sendiri. Entah mengapa setiap Angi bergerak maju pohon-pohon tersebut seperti berpindah posisi. Hal yang sangat aneh dan sangat mengganggu tentunya, namun Angi tetap dengan pendiriannya bahwa ia tidak akan menyakiti para penunggu si gunung ini.Lalu, Angi penasaran dengan pergerakan pohon-pohon itu. Dengan reflek Angi berputar dan berdiri di hadapan para pohon itu. Benar saja, mereka memang mengikuti gerakan Angi. Angi melipat kedua tangannya dan menyimpannya di bagian depan dadanya. Ia menatap heran kenapa pohon-pohon itu sangat usil. Mungkin, bisa saja mereka menginginkan sesuatu yang ada di tubuh Angi. Tapia apa? Siapa yang ta