POV penulis* Apa perbedaan kamu dan ayam goreng?* Kalau ayam goreng makan siang. Kalau kamu makin sayang.***"Oke. Kamu jenguk Bunda sekarang. Bunda masih sesak dan nyeri dada di ruang rawat inap. Akan Ayah beritahu di rumah sakit dan di kamar mana Bunda dirawat. Tapi dengan satu syarat, blokir semua akses yang bisa menghubungkan kamu dengan Romi atau siapalah itu namanya. Termasuk membuang cincin yang sekarang ada di jarimu. Apa kamu setuju?!" Yulia terkejut. "Kenapa diam? Jadi menurut kamu kondisi bunda sekarang tidak penting? Justru menurut kamu lebih penting laki-laki itu?!"Yulia menghela nafas. Sejenak berpikir, tahu darimana kakak dan ayahnya tentang cincin pemberian Romi.Ayah Yulia melirik ke arah tangan anaknya. "Di jarimu ada dua cincin. Merah dari laki-laki itu dan biru dari Roy. Jadi, serahkan cincin yang bermata merah itu pada Ayah sekarang, baru kamu bisa menjenguk Bunda.""Pasti Anita yang telah menceritakan hal ini pada Tante Ambar dan Tante Ambar ngadu ke Ayah d
Jangan pernah bertanya seberapa besar cintaku padamu. Karena cukup hanya Allah yang tahu seberapa sering namamu kusebut dalam doaku.***Flash back On : Romi memegang jeruji besi penjara dengan resah. Bagaimana dia tidak bingung, sudah sebulan tidak ada kabar dari Yulia. Padahal biasanya seminggu sekali Yulia menjenguknya dalam penjara.Masih teringat jelas bagaimana terakhir pertemuan mereka yang manis dan romantis. "Sayang, boleh dong minta fotonya."Yulia mengerutkan dahi saat mendengar permintaan Romi. "Foto? Buat apa?" tanya Yulia bingung. "Buat aku tunjukin ke teman-temanku di tahanan kalau bidadari itu ada."Dan Romi sangat bahagia jika Yulia tersipu dengan pipi yang merona. Romi tersenyum saat mengingat kenangan terakhir dengan Yulia. "Kenapa kamu senyum-senyum sendiri? Harusnya kamu sedih dong. Yulia sepertinya jarang nengokin kamu." Tahu-tahu Dimas sudah berada di belakang Romi dan menepuk pundaknya. Romi mengangkat sebelah alis. "Bukan urusanmu."Dimas tertawa mengej
🥰 Kenapa donat bolong di tengah? 🥰 Karena yang utuh, hanya cintaku padamu.***Pak Jamal memandang surat di tangannya dan wajah Yulia bergantian. "Baiklah. Saya bawa surat ini. Saya tidak tahu kenapa hubungan cinta antara mbak Yulia dan mas Romi terputus. Tapi saya tidak mau ikut campur terlalu jauh. Saya hanya menyampaikan amanat mas Romi yang sangat merasakan kehilangan Mbak Yulia.""Pak, saya tidak tahu kenapa Anda mau dsuruh oleh Romi, tapi jangan mencoba menghancurkan masa depan anak saya," sahut Ayah Yulia.Pak Jamal memandang wajah keluarga Yulia satu per satu. "Saya tidak sedang menghancurkan masa depan mbak Yulia. Tapi saya sedang berusaha membuat cinta Mbak Yulia menjadi nyata. Kalianlah yang membuat mbak Yulia menderita. Ingat, jika kedua pasangan yang saling menyayangi terpisah, maka ditakutkan mereka akan kehilangan semangat hidup karena depresi.""Sebagai tamu, Anda terlalu banyak omong. Sebaiknya Anda segera keluar dari rumah ini sebelum saya usir. Anda tahu kan pin
*Kenapa donat bolong di tengah? *Karena yang utuh, hanya cintaku padamu.***Yulia memandang Roy dengan perasaan campur aduk. 'Aduh, kenapa aneh sekali pertanyaannya. Jujur saja aku belum terlalu mencintai Roy. Tapi kalau Roy gugur di saat tugas, aku pasti sedih. Bukankah kehilangan saudara pasti membuat sedih?! Maaf Roy, sampai detik ini aku belum menganggapmu sebagai laki-laki.'"Yang ... Sayang ...," Roy mengibaskan tangan ke wajah Yulia yang tampak melamun memperhatikan pantai di hadapannya."Ya Roy?!""Ditanya malah melamun. Jadi sebenarnya kamu sedih nggak kalau aku gugur di saat tugas?" tanya Roy penuh harap. Yulia berdiri dan mengibaskan pasir yang menempel di celana jeansnya. "Roy. Jangan bilang seperti itu dong. Kamu pasti selamat. Ini kan bukan tugasmu pertama kali. Kamu terlatih dan pasti selamat," sahut Yulia sambil berjalan menjauhi Roy.Roy mendesah. Tampak tak puas dengan jawaban Yulia. "Yang, jadi kamu sedih atau enggak?" tanya Roy meraih tangan Yulia dengan kenca
*Apa bedanya kamu sama sayur asem ?*Kalau sayur asem makan siang. Kalau kamu kesayangan. ***Flash back on : Romi dan anak buahnya telah bebas dari penjara, saat dia dijemput oleh pak Jamal dan sopir pribadinya."Jadi sekarang kita kemana Mas Romi?" tanya pak Jamal. "Ke rumah saya untuk mengemasi baju. Besok saya ke Surabaya."Pak Jamal melongo. "Kok secepat itu Mas Romi? Nggak istirahat dulu?" tanya Pak Jamal. "Duh Pak. Saya itu sudah berumur hampir 32 tahun. Kalau tidak segera beristri, si dedek nanti cuma difungsikan buat pipis saja dong!" Seru Romi tertawa.Tak ayal pak Jamal dan sang supir yang semobil dengan Romi juga ikut tertawa. "Wah, kalau itu motivasi mas Romi, saya tidak bisa ikut campur lagi," sahut pak Jamal. "Lalu untuk di rumah saya, sudah dicarikan ART belum sesuai permintaan saya?" tanya Romi. "Sudah. Mas Romi ini meminta tolong saya terus seolah-olah saya termasuk asisten pribadi mas Romi saja."Romi tertawa. "Apa pak Jamal keberatan dengan permintaan saya?"
🍒 Tahu gak, kenapa Allah menciptakan ruang ruang kosong diantara jari-jari tangan manusia? Itu karena nanti suatu saat akan ada orang yang datang pada kita untuk mengisi ruang-ruang kosong di jari-jari kita tersebut dan menggenggamnya erat untuk selama-lamanya.***"Ayah?!" Seru Yulia seolah membeku melihat ayahnya yang semakin dekat dengan kursinya duduk. "Kamu siapanya Yulia?! Sudah tahu belum kalau anak saya sudah dilamar?"Yulia tampak tegang menatap kehadiran ayahnya yang tiba-tiba itu.Saat Yulia hendak membuka mulut, Romi lebih dahulu menyela."Selamat pagi, Om. Kebetulan Om datang ke resto ini. Perkenalkan, saya teman SMA Yulia. Saya kesini memang hendak makan siang, eh ketemu Yulia. Nama saya Alexander. Panggil saja saya Alex." Romi mengulurkan tangan kanannya pada Ayah Yulia.Ayah Yulia mengerutkan kening. "Siapa namamu tadi? Alexander? Perasaan Yulia dulu tidak pernah bercerita bahwa dia mempunyai seorang teman yang bernama Alexander?" tanya Ayah Yulia sambil menjabat tan
"Hei, keluar kalian. Mesum jangan disini!""Rom, bagaimana ini? Aku takut," bisik Yulia."Nggak usah takut. Aku akan menikahimu.""Ta-tapi aku ....,""Sudah, percaya saja."Romi keluar dari dalam mobil dan menemui beberapa orang yang menggedor kaca mobilnya."Maaf, motor saya mogok. Saya dan istri saya kebingungan mencari bantuan. Bisa minta tolong antarkan kami ke rumah kami?""Kalian sudah menikah? Tidak mungkin!" Seru salah seorang dari yang mengerumuni Romi dan Yulia."Kalau begitu tunjukkan KTP kalian?!" tanya salah seorang yang lain lagi. Romi dan Yulia berpandangan. "Dompet dan Hp kami tertinggal di rumah. Tapi saya bisa membawa kalian ke rumah orang tua saya. Apa Bapak dan Ibu keberatan?" tanya Romi tersenyum ramah."Baik. Kalau kalian memang sudah menikah dan dompet tertinggal, langsung saja kami bawa ke orang tua kalian."Yulia memucat. "Tapi Rom. Aku ...," bisikan Yulia terputus dengan senyuman Romi. "Ssstt! Percaya saja sama aku ya Yang," kata Romi menenangkan Yulia. A
Romi, Yulia, dan bundanya yang dengan jelas mendengarkan suara Roy karena Yulia menyalakan loud speaker berpandangan dengan mata berbinar.Tapi Yulia sedapat mungkin berusaha untuk tidak menampakkan kebahagiaannya. Dia juga masih merahasiakan posisi Romi saat ini. Tapi sebelum sempat membuka mulut, bundanya lebih dahulu bertanya pada Roy. "Hm, Roy. Sebenarnya ada apa sehingga kamu berniat tidak meneruskan pernikahan kamu dengan Yulia?" tanya Bunda."Loh, ini ada Bunda? Bunda sekarang ada di samping Yulia? Bunda, maafkan Roy."Roy justru menangis sesenggukan tanpa menjawab pertanyaan dari Bunda Yulia. Romi, Yulia dan bundanya berpandangan lagi. "Roy, apa ada sesuatu yang buruk terjadi di sana?" tanya Bunda hati-hati. Roy terdengar menghea nafas. "Iya Bunda. Tapi Roy tidak bermaksud untuk sengaja mengingkari janji, tapi keadaan yang memaksa.""Iya. Jadi ada apa Roy? Kamu kenapa?" tanya Bunda Yulia cemas.Diam-diam bunda Yulia khawatir juga kalau Roy telah mendengar tentang Romi yang
Flash back off :Bau mesiu yang terlontar di udara dan meninggalkan kepulan asap dari lubang pistol membuat semua yang ada di ruangan itu merinding. Romi dengan tegar menatap moncong pistol yang mengarah padanya dalam jarak dua meter itu. Peluru itu menyerempet mengenai lengannya dan membuat Romi merasakan nyeri dan panas. Ternyata Dimas dengan cepat mengayunkan tangan Dewi, sehingga Dewi hanya menembak angin tetapi menyerempet lengan Romi. Mendadak lampu mati. Suasana menjadi hening. "Astaga! Kenapa ini lampu mati?!"Dimas hendak meraih ponsel untuk menyuruh anak buahnya memeriksa saklar, saat mendadak terdengar suara tembakan beruntun di ruang lain. "Astaga! Ada apa ini!""Bos! Menunduklah!"Riana dan Dimas segera meraih ponsel dan mengarahkan ke asal suara saat mendadak terdengar suara pistol menyalak dua kali. Dewi dan Sendi menjerit, sementara itu Riana dan Dimas yang tengah memegang ponsel tercengang melihat kedua Dewi dan Sendi tertelungkup dengan kepala bolong.Riana menj
Flash back on :Yulia menghela nafas cemas saat ponsel Romi tidak aktif. Dia telah menghubungi kedua nomor telepon Romi namun keduanya tidak aktif. Dan dengan terpaksa, walaupun jam telah menunjukkan pukul sepuluh malam, Yulia tetap menelepon Roy.Roy pun menyanggupi dan langsung menuju ke rumah Yulia. "Roy!""Mbak, maaf la ..,"Yulia memeluk Roy dengan menumpahkan seluruh isak tangis di dada bidang lelaki itu.Dada Roy bergemuruh. Mawar memang tidak ikut Roy ke rumah Yulia, karena saat itu sudah malam, maka dari itu Roy berani membalas pelukan kakak sepupunya. "Kenapa ujian selalu datang bertubi padamu, Roy?" tanya Yulia diantara isak nya. Roy mengelus rambut Yulia dengan lembut dan penuh perasaan. "Sabar Mbak, yang tenang ya. Semua orang pernah diuji. Itu mungkin cara Tuhan agar manusia semakin mencintai Tuhannya.""Tapi aku nggak kuat, Roy! Aku cemas dengan kondisi mas Romi. Dia sedang apa, dimana dan selamat atau tidak." Yulia menangis kian kencang. "Jodoh, rejeki, dan umur i
Romi merasakan kepalanya berat dan matanya pandangan nya masih buram saat dia mencoba membuka mata. Perlahan Romi mengerjap-ngerjapkan matanya lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Tampak di sekelilingnya ada tumpukan barang-barang rusak, kardus, dan sarang laba-laba. Tak lupa aroma apek dan lembap yang menyapa hidungnya menandakan lamanya tempat ini tak disambangi manusia. "Uh, udah bangun? Halo! Kita bertemu lagi. Lama amat kamu pingsan, lebih dari 10 jam, kamu ngantuk, heh?"Romi menoleh ke asal suara. Meskipun penerangan ruangan itu hanya lampu lima watt dan sinar matahari tidak bisa langsung menerobos masuk ke dalam jendela karena tebalnya debu yang menempel, Romi tetap bisa mengenali wajah perempuan itu. "Silvia? Atau harus kupanggil Riana?" tanya Romi menyeringai. "Wah, kamu ternyata sudah tahu ya?" tanya Riana tersenyum lebar. "Tapi sudah telat tuh! Sebentar lagi kamu akan ke neraka untuk menyusul ayah kamu! Dan setelah kamu mati, Yulia juga akan menyusul kamu!
Di luar dugaan, konsumen itu mendelik dan berkacak pinggang. "Tidak bisa! Ini sama dengan pemerasan! Saya akan mengadukan hal ini pada polisi!"Romi tertawa. "Pemerasan bagaimana? Justru saya yang seharusnya mengadukan Bapak pada polisi karena Bapak sudah mencemarkan nama baik dan memfitnah restoran saya. Selain itu juga Bapak bisa saya tuntut dengan pasal perbuatan tidak menyenangkan.""Enak saja. Saya yang akan menuntut kamu!""Sudahlah, daripada berdebat tanpa akhir, mending sekarang Bapak sekalian ikut ke ruangan saya dan melihat dengan mata kepala sendiri siapa diantara kami yang jujur. Mari ikut saya. Dan kamu Dion, kamu berjaga di meja Bapak ini. Pastikan untuk tidak ada yang mengubah letak makanannya."Romi mengarahkan telapak tangan kanannya ke arah lorong kafe yang menghubungkan ruang makan konsumen dengan ruangannya. Wajah konsumen yang mengaku menemukan rambut di sajiannya memucat. Terlihat keraguan di wajahnya. Namun tak urung dia berjalan menuju ke ruangan Romi. Dengan
Romi tersenyum saat melihat konsumen di kafenya membludak. Seluruh staf tampak antusias mengantar minuman yang dipesan oleh konsumen karena lauk dan nasi sudah disajikan secara prasmanan. Romi mendekat ke arah Dion yang sedang duduk di belakang kasir dengan takjub melihat ke arah kerumunan konsumen di belakangnya. "Bos, keren idenya. Warung kita mendadak ramai. Tapi ..,""Tapi apa? Katakan saja apapun yang ada di hatimu.""Tapi bagaimana kalau mereka ingin membungkus untuk dibawa pulang makanan yang tidak habis? Kan dendanya tidak berlaku?"Romi tersenyum. "Enggak bisa begitu. Kafe dan resto ini memang dikhususkan untuk makan di tempat bukan untuk dibawa pulang kalau tidak habis. Apa sudah ada diantara para konsumen yang membayar?" tanya Romi. Doin menggeleng. "Belum lah Bos. Warung ini kan baru saja buka. Mereka juga masih antri mengambil makanan."Romi hanya manggut-manggut. "Ya sudah.""Eh, Bos tunggu!" Seruan dari Dion mengagetkan Romi. "Ada apa sih?""Saya ingin mengajukan id
"Oke. Jadi informasi apa yang telah kamu dapatkan?""Dewi itu juga menjalani operasi plastik di klinik yang sama dengan Silvia!""Apa?""Ya benar. Saya telah menghack sistem komputer di rumah sakit tempat Riana melakukan operasi plastik. Dan menemukan Dewi ada diantara pesertanya. Hanya melakukan pencabutan gigi geraham dan pemasangan implan pada hidung. Tidak melakukan operasi plastik total seperti Riana atau Silvia."Romi tercengang. "Bagus. Terimakasih infonya.""Apa ada lagi yang perlu saya lakukan, Bos?""Kamu ajak tiga orang teman kamu untuk mencari dan mengawasi rumah Riana dan Dewi. Lalu laporkan padaku.""Oke. Siap Bos."Romi menutup ponselnya dan memandang ke arah Yulia. "Kenapa, Yang? Kok mandangnya aneh gitu?""Tadi siapa yang telepon? Cerita yang lengkap, Mas. Insyallah kandungan ku tidak apa-apa."Romi berpikir sejenak. Lalu mengangguk. Selanjutnya dia menceritakan apa yang dilaporkan oleh Andi."Kok kamu nggak lapor polisi sih, Mas? Malah menyelidiki sendiri?"Romi mem
Romi dan Yulia serentak mendekat ke arah ponsel Albert. Dan tak lama kemudian Romi terlihat terkejut walaupun dia masih merasa ragu. "Ini mirip sekali dengan Dewi, pemilik warung di depan kafeku."Yulia mendelik mendengar perkataan sang suami. "Ap-a? Warung baru? Dewi? Kok kamu nggak cerita, Yang?" tanya Yulia. Romi tersenyum sambil mengusap perut istrinya. "Aku nggak mau kamu mikir berat, Yang. Aku nggak mau kamu stres. Cukup kiranya kamu dan anak kita kemarin dalam posisi yang berbahaya. Jadi sekarang aku tidak ingin kamu mikir hal selain kehamilan kamu."Albert menoleh pada Yulia. "Jadi, kamu hamil?"Yulia mengangguk dan tersenyum. "Iya. Masih berusia 20 minggu.""Wah selamat ya. Romi benar, kamu jangan memikirkan hal ini. Biar kami para lelaki yang menyelesaikan nya."Yulia mengangguk meskipun dalam hatinya dia tidak setuju. "Kalau kamu yakin, kita bisa melaporkan nya pada polisi, kan?""Atas kasus apa? Tuduhan membunuh? Tidak mungkin? Kita tidak punya bukti. Kecuali ..,""Kecu
Romi terhenyak menatap foto Silvia. Bergegas Romi mengirim pesan pada Andi. [Ndi, tolong selidiki juga apakah ada pasien bernama Dewi Fortuna di klinik itu. Setelah ini kukirim fotonya.]Romi memotret pigura yang tergantung di hadapannya. Dan setelah melingkari foto Dewi, Romi segera mengirimkannya kepada Andi. [Oke Bos. Tunggu informasi dari saya lebih lanjut.]Romi lalu menyimpan ponselnya ke saku celana. Lalu bergegas menuju ke salah seorang pramusaji sambil membawa mangkoknya."Permisi Mbak, saya mau bayar. Tapi mau saya bawa pulang. Mendadak tadi ada telepon penting, dan saya tidak bisa makan di sini."Romi mengulurkan mangkok nya ke arah pramusaji di depannya. Dan gadis itu dengan cekatan menuang bakso dan es teh milik Romi dari mangkok ke dalam plastik serta melengkapi nya dengan bumbu. Romi mengucapkan terimakasih dan segera membayar pesanannya. Lelaki itu bergegas masuk ke dalam mobilnya dan memacunya menuju laboratorium."Awas saja kalau ternyata Dewi adalah orang yang sa
Romi nyaris berlari ke arah restoran depan kafenya. Dan sesampai di sana, dijumpai nya begitu banyak konsumen memadati kafe itu. Sebenarnya lebih cocok disebut warung daripada kafe. Karena memang hanya terdiri dari beberapa lesehan dan meja-meja persegi panjang berkaki pendek. Rukonya cukup besar. Dan hanya menyediakan soto ayam, soto babat, bakso dan aneka es. Sangat jauh berbeda dari segi tempat dan variasi menu. Ada logo besar di atas dindingnya. Dewi Fortuna.Ada beberapa payung besar di luar kafe lengkap dengan meja dan kursinya. Untuk berjaga-jaga kalau di bagian dalam warung sudah kehabisan tempat duduk untuk konsumen. Romi termangu di depan warung baru itu saat ada sebuah suara mengagetkannya. "Selamat datang, Pak. Mau pesan apa? Mumpung ada promo makan gratis ini. Dan ini hari terakhir, Pak," sapa salah seorang pramusaji yang membawa nampan melewati Romi dan memberikan pesanan pada pengunjung di hadapannya. Romi berpikir sejenak. "Oh, ya. Boleh. Tolong soto ayam satu, ya