Tiba-tiba aku merasakan ada sesuatu tersangkut di gigi saat aku meminum jus jeruk pemberian Romi. Dan saat aku mengeluarkannya dari mulut, aku terkejut. Sebuah cincin emas bermata ruby!Mataku membulat dan mulutku melongo. "Romi? Cincin ini untukku?" tanyaku tak percaya.Romi mengangguk. "Mbak masih menyimpan cincin dari bunga widelia kuning saat kuberikan di rumah sakit dulu kan?" tanyanya memandangi sepuluh jariku yang tampak polos karena tak ada satupun cincin terpasang disana. Aku memang sengaja tidak memakai perhiasan sedikit pun, karena menyulitkan jika akan melakukan tindakan terhadap pasien di rumah sakit jiwa."Sudah layu dong, Rom," jawabku singkat. Romi menghela nafas. "Tapi kemarin ukurannya pas nggak?" tanya Romi."Pas kok.""Kalau begitu, sekarang pakai dong cincin yang ada di tangan Mbak."Aku memandang Romi yang tersenyum simpul. "Sebentar, ini dalam rangka apa ya kamu kok memberikan aku cincin? Aku nggak lagi ulang tahun lo?!" tanyaku sambil memainkan cincin yang
Aku menerima dengan hati berdebar. Dan saat kubuka perlahan, jantungku seakan berhenti berdetak. Cincin emas bermata biru safir! Bagaimana mungkin sehari ini aku mendapat dua cincin dari dua lelaki?! "Roy, ini ...,""Itu cincin, untuk Mbak Yulia."Jawaban Roy berhasil membuatku terhenyak. Seketika aku langsung beringsut dan duduk dengan menjaga jarak dengannya. " Apa maksudmu Roy?"Roy memandangku lekat dan tiba-tiba dia bangkit lalu berlutut di hadapanku dan menggenggam tanganku."Mbak Yulia, sudah lama aku jatuh cinta padamu. Papa mama juga sudah tahu tentang perasaanku. Karena itu, mereka langsung setuju saat Mbak Yulia mengatakan ingin mencari pengalaman di rumah sakit Papa. Karena Papa ingin aku menjadi dekat dengan mbak Yulia."Aku tercekat. "Ini bukan prank kan?""Tentu saja bukan. Apa Mbak tidak percaya kejujuran atas perasaanku? Aku ingin sebelum aku kembali ke mako dan dines lagi, aku bisa menyatakan perasaanku."Aku menelan ludah dan memandang wajah Roy yang sedang seriu
Aku mendekat ke arah kerumunan orang tersebut dan terkejut setelah melihat dari dekat orang yang terkapar di tengah-tengah mall itu adalah ibunya Riana. "Sendi, kamu kenapa?" tanya Anita mendekat. Sendi memandang Anita. "Nita, tolong Mamaku!" Serunya sambil mengguncangkan badan Mamanya. Pandangan Sendi yang penuh harap pada Anita mendadak mendelik dan terkejut saat melihatku yang ada di belakang Anita."Kamu? Siapanya Mbak Yulia?" tanya Sendi terbata. Aku maju lalu segera berlutut mendekati mama Sendi. Kuperiksa denyut nadinya di leher, tangan, dan nafas dari hidungnya. "Saya sepupu Anita. Sudah, jangan memikirkan hal itu dulu. Sekarang kita tangani mamamu. Nafas dan denyut nadi normal. Semoga saja pingsannya bukan karena stroke, tapi karena hal lain."Sendi bengong menatapku. "Kamu nunggu apa!? Ayo angkat Mama kamu ke dalam mobilmu. Tolong dibantu Mas!" Aku memanggil satpam mall yang baru datang di kerumunan itu untuk membantu Sendi mengangkat tubuh mamanya."Sekarang kamu set
Belum sempat Yulia masuk ke toilet, tiba tiba dia mendengar suara seperti letusan pistol.Dorr!!Yulia terkejut. Sepertinya keinginannya untuk buang air kecil menghilang. Dia mengendap-endap keluar dari lorong kamar mandi kafe dan celingak-celinguk mencoba mencari sumber suara. Akhirnya Yulia melihat sebuah bangunan kecil seperti paviliun yang terpisah oleh sepetak taman mungil.Yulia membatalkan keinginannya pipis dan menyusuri taman kecil tersebut hingga sampai pada bangunan mungil berdinding kayu yang terlihat estetik itu.Di luar bangunan itu terlihat sepi dan tidak ada orang. Tapi naluri Yulia berbisik bahwa di dalam ruangan itulah sumber letusan pistol yang dia dengar.Yulia mendekat ke arah pintu masuk yang terbuat dari kayu tersebut. Berusaha mencuri dengar suara yang ada di dalam ruangan.Yulia mendengus kesal saat tidak bisa mendengar suara apapun. Dia lalu berjalan memutar dan menemukan jendela kaca ukuran sedang.Dia berusaha berjinjit untuk bisa mengintip ke dalam ruang
Saat Yulia sudah turun dari balok kayu tempat dia memanjat untuk mengintip ke dalam ruangan, seekor ular berkepala kotak merayap dari area belakang kafe yang merupakan ladang kosong menuju ke arah Yulia dan menggigit kakinya.Aaarrghhh!!!Yulia menjerit dan ular itu merayap dengan cepat menjauhi korbannya.Yulia jatuh terduduk dan menerima panggilan telepon masuk dari Roy. "Roy, tolong aku. Aku digigit ular! Aku ada dekat toilet perempuan. Kalau dari toilet perempuan, lurus ada taman belakang dan ada paviliunnya!""Astaga! Kok bisa Mbak?!""Ceritanya panjang Roy. Tolong kesini dulu.""Oke, tunggu Mbak. Jangan matikan teleponnya dan share lokasi Mbak sekarang ya.""Heem."Yulia segera mengaktifkan share lokasi. Bertepatan dengan saat itu Romi dan beberapa orang yang ada di dalam paviliun keluar da mendekat ke arah Yulia. "Astaga?! Yulia? Kenapa kamu di sini?! Kamu terluka?" tanya Romi. Yulia hanya meringis. Bingung harus menjawab apa. Di lain pihak, dia bahagia bisa bertemu dengan
[Kalau mau Anita selamat, datang sendiri ke pasar. Di sana kamu akan diarahkan untuk menolong Anita. Jangan coba-coba telepon polisi, atau Anita langsung kami habisi.]Pasar? Pasar yang mana ini? Banyak pasar di daerah sini kan?Yulia tercekat melihat chat whatsapp yang dikirim dari nomor ponsel Anita padanya. Yulia segera berlari keluar dari ruangan perawat tanpa mempedulikan pandangan Dimas dan beberapa teman yang terkejut dengan perilakunya. Yulia segera menuju ke tengah taman dan di samping pohon bunga bougenville, dia menelepon nomor adik sepupunya itu. Nada dering yang didengarnya tak kunjung menjadi suara merdu Anita. Pikiran Yulia semakin bertambah cemas.Setelah tiga kali mencoba menelepon nomor ponsel Anita dan tidak mendapat respon, akhirnya Yulia memutuskan untuk mengiriminya pesan whatsapp. [Nit, jangan bercanda. Ini tidak lucu tahu?! Kemarin kamu tanggal merah sudah Mbak antar jalan-jalan ke mall. Sekarang bukannya kata kamu akan les matematika setelah pulang sekol
Flash back on : "Astaga, aku kesiangan!" Seru Anita saat untuk kesekian kali alarm di ponselnya berbunyi nyaring. Alarm itu memang disetelnya tiap 5 menit sekali. Dan tepat jam 06.00 sekarang matanya telah terbuka sempurna. Anita melompat dari tempat tidurnya dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh secepat kilat. Lalu memakai seragam dan berdandan sesingkat mungkin. "Duh, ini gara-gara semalam sibuk dengan proyek game baru," sungutnya sambil memoles lipgloss dan memasukkan buku-buku untuk pelajaran hari ini.'Duh, mana ada tugas matematika yang harus dikumpulkan hari ini,' keluhnya lagi dalam hati.Anita dan teman-temannya memang tengah mengembangkan proyek game baru. Applikasi game yang berkaitan dengan film yang sedang viral. Squ*d game. Sehingga cukup menguras banyak energi dan menyita waktu.Anita berlari keluar kamar dan menyapa kedua orang tuanya yang tengah sarapan di ruang makan. "Sarapan dulu, Sayang!" Tegur mamanya saat Anita berpamitan dengan orang tuanya.
Perempuan itu membuka masker wajahnya perlahan dan betapa terkejutnya Anita saat melihat wajah di balik masker. "Mamanya Sendi?!!" Desis Anita kaget. "Anita, apa kabar?! Apa harus saya panggil calon mantu?" tanya Mama Sendi sambil menjawil dagu Anita."Hmmph ... hmmh ...." Hanya itu yang keluar dari mulut Anita yang terlakban. Anita menatap kearah mama Sendi dengan kesal lalu melirik ke arah Yulia yang masih pingsan. "Owh Baby. Maaf lupa. Lakbannya dibuka dulu ya biar kamu bisa ngomong," kata mama Sendi sambil melepas lakban Anita. "Aarghhh!" Anita menjerit tertahan saat benda lengket itu terlepas dari mulutnya. Rasa panas langsung menguat di area mulut, bawah hidung, dan dagu akibat lakban yang ditarik paksa. "Tolong! Tolong!"Anita menjerit sejadi-jadinya sambil meronta. Mungkin keberhasilannya minim untuk didengar oleh orang luar atau tetangga sekitar. Tapi setidaknya, Anita berharap Yulia segera sadar dari pingsannya.Mamanya Sendi tertawa terbahak. "Silakan saja kalau kam