Elia juga berpikir sejenak, dia ingin membantu karena dia sudah terlanjur tahu. "Bagaimana kalau Tuan penyihir bekerja sama untuk menerjemahkan perkamen gulungan sihir yang saya temukan?"Tiba tiba saja, hal itu membuat Loka dan Arvel melongo.Ajakan itu sangat tidak bisa dipercaya, "Saya bersungguh sungguh," melihat kesungguhan tersebut, Arvel langsung menjawab, "Terimakasih atas tawarannya Yang Mulia, sungguh tawaran yang sangat berarti bagi kami para penyihir," Arvel yang menatap Loka pun seperti berbicara lewat matanya. Menerjemahkan perkamen gulungan sihir bagi para penyihir merupakan anugerah, informasi kuno yang bahkan belum ada dibuku biasa nisa ditemukan, jadi Arvel dan Loka pasti tidak akan melewatkan ajakan yang sangat menggiurkan.Disini orang yang paling tidak percaya adalah Vania, bukankah Kerajaan hendak melakukan merger? mengambil alih menara sihir, tapi dengan sikap Elia yang santai seolah dia tidak ada masalah apa apa dengan isu yang sudah beredar santer tersebut.T
Elia benar benar peduli dengan kondisi Kesha sehingga dia dia dia melakukan teleportasi dengan portal untuk kembali ke istana. Semalaman dia perpustakaan mencari banyak hal mengenai mana. Akhirnya dia teringat gulungan perkamen yang membahas soal mana. Setengahnya sudah diartikan oleh orang bayaran kepercayaannya. Gulungan itu belum dibacanya dan hanya dilihatnya sekilas waktu itu.Elia membaca dengan serius. "Ketemu!" Elia kegirangan.Dia segera menggulung perkamen tersebut dan membawanya kembali ke kediaman Ansel. Dia kembali ke kamarnya dengan perasaan sumringah. Elia tak sabar untuk bertemu pagi dan membawakan kabar baik ini kepada Vania. Saking antusiasnya, Elia bahkan tidak tidur lagi. Dia hanya tiduran di ranjang menatap langit langit kamar. Keesokan paginya, Elia sudah menunggu di meja makan. Dia orang no 1 yang datang paling awal. Benar, paling awal. Sampai-sampai sang kepala Koki yaitu Piton sibuk untuk membuatkan makanan ringan sembari menunggu jam makan
Interaksi mereka berjalan baik. Elia segera kembali ke kerajaan untuk mengurus permanen yang dia temukan. dia harus kembali ke Ansel untuk menyerahkan perkamen yang dia temukan kepada para penyihir. Tapi Elia tidak mau membicarakan ini dengan Ayahnya. Entah kenapa dia punya firasat kalau Ayahnya sedang menyembunyikan sesuatu. Entahlah apa itu, yang jelas dia hanya punya firasat buruk. Tapi sebelum dia pergi, dia telah dipanggil Ayahnya. "Saya menghadap Matahari penerang." "Berkah dewa menyertaimu!" Elia menunduk, kemudian setelah Ayahnya berbicara dia mengangkat kepalanya. "Jadi bagaimana Putra Mahkota?" "Duchess Ansel menyambut saya dengan baik dan komunikasi kami berjalan dengan lancar." "Benarkah?" "Apa kamu tidak menemukan sesuatu?" Jujur saya Elia bingung, sesuatu yang dimaksud ini apa? apakah itu penyakit keluarga Ansel. "Hampir tidak ada apa apa disana yang mulia, kecuali aktivitas Duchess dan kedua keponakannya!" "Aku dengar ada peneliti yang mampir dan singgah di m
Sang Raja pikir, Jehu, Pangeran problematik itu hanya main main. Tapi untuk pertama kalinya dia diberikan perintah, dia langsung bekerja siang dan malam. Dia benar benar menumpahkan semua usaha nya dalam kasus tersebut. "Ini adalah pembunuhan massal."Untungnya Elia berbaik hati, Jehu yang banyak bertanya pada Sir Bruno pun lancar. Elia mempersilahkan Bruno untuk berkomunikasi dengan Jehu. "Sir.... ini bukan kasus kecil. Ini adalah sindikat."Mereka pikir dengan membunuh rakyat itu sama saja. Nyawa sama berharganya dengan apapun, baik itu rakyat biasa maupun para bangsawan. Ternyata orang yang dulu sempat menyelidiki kasus ini adalah Duke Gama. Itu Jehu temukan saat seorang warga berkata bahwa dulu ada sekelompok orang yang juga melakukan interview kepada mereka. Orang orang itu membawa lambang sebuah wilayah. "Nah itu... seperti sapu tangan milik Tuan."Jehu kaget, sebab sapu tangan miliknya berasal dari Ansel. Saat dia pergi kediaman Ansel kemarin, dia melihat saputangan jatuh.
Elia pergi ke kedai tempat Jehu bersenang senang, dan benar saja dia tidak mendapati Jehu. Memang benar bahwa Jehu selalu kesana sana rumor mengatakan dia akan minum sampai teler dan kemudian bersenang senang dengan para pelacur. Tapi tidak ada Jehu dimana mana. sejujurnya, tempat ini adalah milik Jehu sendiri. Dia juga yang mengola para pelacur itu. Setidaknya dia tidak mengekploitasi dan mengamankan mereka dari para pelanggan nakal yang suka main kasar. Di kalangan pelacur, Jehu adalah orang yang paling di hormati. Elia dengan otoritas nya menggeledah setiap ruangan dan tibalah dia di ruangan paling ujung. Disana tengah terlihat Jehu dan beberapa ksatria tengah mengerjakan sesuatu. Rupanya jehu sudah membagi para ksatria menjadi dua shift. Pertama mereka yang akan bertugas mabuk di depan, harus Tidka boleh sampai mabuk dan masih dalam kondisi sadar. Mereka lah yang akan dipandang sebagai pasukan Jehu. Mereka harus terlihat bersenang senang. "Kakak...." Ucap Jehu spontan.
Sebuah meja penuh dengan aneka makanan yang terlihat sangat lezat. Aroma makanan tersebut juga bisa membuat orang mengeluarkan air liur. Kalau saja orang biasa yang melihat penampakan meja tersebut pastilah langsung tergoda, tapi yang ada di depan meja tersebut adalah sebuah keluarga dadakan yang terbentuk karena luka dan duka. Keluarga yang sebenarnya terikat darah tapi juga terasing satu sama lain. Cukup ambigu memang, tapi itulah keadaannya.Masing-masing masih saja diam. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya mereka makan satu meja bersama, tapi yang membedakannya adalah kini mereka hanya bertiga, mereka kehilangan 2 anggota lainnya penghuni meja. 2 orang yang tidak akan bisa hadir selamanya tersebut justru kunci dalam pemersatu setiap jamuan makan ketiganya. Kini yang tersisa adalah rasa mati kutu.Seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan yang duduk berdampingan tampak lesu. Wajahnya menunduk ke bawah. Sorot matanya kosong. Sedangkan satunya adalah perempuan berusia 20 ta
Dimusim panas yang panasnya membuat semua orang enggan untuk keluar ruangan, yang panasnya membuat dahaga semua orang dan panasnya membuat semua tanaman layu kekeringan terlihat seorang perempuan bernama Vania, tengah serius membaca buku untuk referensi penelitiannya. Di laboratorium yang banyak tanaman uji coba tersebut, Vania memfokuskan pikirannya. Kali ini Dia ingin meneliti tanaman Echinacea yang katanya bisa dimanfaatkan untuk menurunkan demam bagi orang dari negara di daerah tengah. Vania yang studinya berfokus pada ilmu botani itu selalu saja meneliti tanaman-tanaman langka atau aneh yang belum ada dibuku, sehingga semua penelitiannya selalu menghabiskan banyak waktu. Saat dia sibuk membaca referensi mengenai tanaman Echinacea, terdengar pintu yang dibuka dengan paksa."Braak....."Suara keras yang tiba-tiba tersebut membuat Vania kaget."Astaga..." Vania yang kaget bahkan menjatuhkan bukunya yang berharga ke lantai."Vania, Aku sudah mengetuk pintu berkali-kali tapi tidak
Sesampainya di Duchy, Vania langsung menuju mansion utama tempat Kakaknya tinggal. Barang-barangnya pasti akan ditangani oleh para karyawan dengan baik.Langkahnya buru-buru dan tergesa-gesa seperti tengah dikejar sesuatu yang menakutkan. Ketika sampai dan melihat kondisi Kakaknya, kaki Vania lemas tak berdaya, Dia terjatuh di lantai yang dingin. Matanya langsung berair, air matanya merembes keluar jatuh ke pipinya. Vania tak percaya dengan apa yang dilihatnya lalu dia mencoba mencubit lengannya dengan sangat keras.'Sakit...' Maka itu adalah kenyataan dan bukan khayalan. Hatinya meratapi nasib Kakaknya. Kakak satu-satunya dan keluarga satu-satunya. Dokter Allen yang berdiri di samping ranjang tempat Kakaknya berada hanya bisa memandangi Vania dengan kaget. Ketika Dokter Alen tahu Vania jatuh di lantai yang dingin, Dia reflek bergegar menuju ke arahnya untuk membantunya berdiri.Vania melihat tidak ada harapan. Mata kakaknya terpejam, seluruh tubuhnya penuh luka, sepertinya tulang ka
Elia pergi ke kedai tempat Jehu bersenang senang, dan benar saja dia tidak mendapati Jehu. Memang benar bahwa Jehu selalu kesana sana rumor mengatakan dia akan minum sampai teler dan kemudian bersenang senang dengan para pelacur. Tapi tidak ada Jehu dimana mana. sejujurnya, tempat ini adalah milik Jehu sendiri. Dia juga yang mengola para pelacur itu. Setidaknya dia tidak mengekploitasi dan mengamankan mereka dari para pelanggan nakal yang suka main kasar. Di kalangan pelacur, Jehu adalah orang yang paling di hormati. Elia dengan otoritas nya menggeledah setiap ruangan dan tibalah dia di ruangan paling ujung. Disana tengah terlihat Jehu dan beberapa ksatria tengah mengerjakan sesuatu. Rupanya jehu sudah membagi para ksatria menjadi dua shift. Pertama mereka yang akan bertugas mabuk di depan, harus Tidka boleh sampai mabuk dan masih dalam kondisi sadar. Mereka lah yang akan dipandang sebagai pasukan Jehu. Mereka harus terlihat bersenang senang. "Kakak...." Ucap Jehu spontan.
Sang Raja pikir, Jehu, Pangeran problematik itu hanya main main. Tapi untuk pertama kalinya dia diberikan perintah, dia langsung bekerja siang dan malam. Dia benar benar menumpahkan semua usaha nya dalam kasus tersebut. "Ini adalah pembunuhan massal."Untungnya Elia berbaik hati, Jehu yang banyak bertanya pada Sir Bruno pun lancar. Elia mempersilahkan Bruno untuk berkomunikasi dengan Jehu. "Sir.... ini bukan kasus kecil. Ini adalah sindikat."Mereka pikir dengan membunuh rakyat itu sama saja. Nyawa sama berharganya dengan apapun, baik itu rakyat biasa maupun para bangsawan. Ternyata orang yang dulu sempat menyelidiki kasus ini adalah Duke Gama. Itu Jehu temukan saat seorang warga berkata bahwa dulu ada sekelompok orang yang juga melakukan interview kepada mereka. Orang orang itu membawa lambang sebuah wilayah. "Nah itu... seperti sapu tangan milik Tuan."Jehu kaget, sebab sapu tangan miliknya berasal dari Ansel. Saat dia pergi kediaman Ansel kemarin, dia melihat saputangan jatuh.
Interaksi mereka berjalan baik. Elia segera kembali ke kerajaan untuk mengurus permanen yang dia temukan. dia harus kembali ke Ansel untuk menyerahkan perkamen yang dia temukan kepada para penyihir. Tapi Elia tidak mau membicarakan ini dengan Ayahnya. Entah kenapa dia punya firasat kalau Ayahnya sedang menyembunyikan sesuatu. Entahlah apa itu, yang jelas dia hanya punya firasat buruk. Tapi sebelum dia pergi, dia telah dipanggil Ayahnya. "Saya menghadap Matahari penerang." "Berkah dewa menyertaimu!" Elia menunduk, kemudian setelah Ayahnya berbicara dia mengangkat kepalanya. "Jadi bagaimana Putra Mahkota?" "Duchess Ansel menyambut saya dengan baik dan komunikasi kami berjalan dengan lancar." "Benarkah?" "Apa kamu tidak menemukan sesuatu?" Jujur saya Elia bingung, sesuatu yang dimaksud ini apa? apakah itu penyakit keluarga Ansel. "Hampir tidak ada apa apa disana yang mulia, kecuali aktivitas Duchess dan kedua keponakannya!" "Aku dengar ada peneliti yang mampir dan singgah di m
Elia benar benar peduli dengan kondisi Kesha sehingga dia dia dia melakukan teleportasi dengan portal untuk kembali ke istana. Semalaman dia perpustakaan mencari banyak hal mengenai mana. Akhirnya dia teringat gulungan perkamen yang membahas soal mana. Setengahnya sudah diartikan oleh orang bayaran kepercayaannya. Gulungan itu belum dibacanya dan hanya dilihatnya sekilas waktu itu.Elia membaca dengan serius. "Ketemu!" Elia kegirangan.Dia segera menggulung perkamen tersebut dan membawanya kembali ke kediaman Ansel. Dia kembali ke kamarnya dengan perasaan sumringah. Elia tak sabar untuk bertemu pagi dan membawakan kabar baik ini kepada Vania. Saking antusiasnya, Elia bahkan tidak tidur lagi. Dia hanya tiduran di ranjang menatap langit langit kamar. Keesokan paginya, Elia sudah menunggu di meja makan. Dia orang no 1 yang datang paling awal. Benar, paling awal. Sampai-sampai sang kepala Koki yaitu Piton sibuk untuk membuatkan makanan ringan sembari menunggu jam makan
Elia juga berpikir sejenak, dia ingin membantu karena dia sudah terlanjur tahu. "Bagaimana kalau Tuan penyihir bekerja sama untuk menerjemahkan perkamen gulungan sihir yang saya temukan?"Tiba tiba saja, hal itu membuat Loka dan Arvel melongo.Ajakan itu sangat tidak bisa dipercaya, "Saya bersungguh sungguh," melihat kesungguhan tersebut, Arvel langsung menjawab, "Terimakasih atas tawarannya Yang Mulia, sungguh tawaran yang sangat berarti bagi kami para penyihir," Arvel yang menatap Loka pun seperti berbicara lewat matanya. Menerjemahkan perkamen gulungan sihir bagi para penyihir merupakan anugerah, informasi kuno yang bahkan belum ada dibuku biasa nisa ditemukan, jadi Arvel dan Loka pasti tidak akan melewatkan ajakan yang sangat menggiurkan.Disini orang yang paling tidak percaya adalah Vania, bukankah Kerajaan hendak melakukan merger? mengambil alih menara sihir, tapi dengan sikap Elia yang santai seolah dia tidak ada masalah apa apa dengan isu yang sudah beredar santer tersebut.T
Singkatnya, Vania mengatakan kalau ini bukanlah urusan Elia yang terlihat sangat ingin tahu urusan kenapa ada banyak orang berkumpul untuk menangani Nona Muda Ansel, tapi Elia yang juga bersikeras hendak membantu itu malah menimbulkan tanda tanya bagi Vania. "Apakah perkamen tersebut sudah diterjemahkan?" Tanya Arvel penasaran."Belum, itu karena bahasanya sangat kuno sehingga sulit untuk tahu arti perkamen dan juga beberapa kegunaan alat sihir yang kegunannya juga belum jelas," balas Elia.Bahasa kuno terdahulu sangatlah langka sekarang, itu sebabnya hanya qda beberapa ahli yang bisa bahasa kuno dan kebanyakan yang bisa melangkah penyihir yang berdedikasi untuk mempelajari bahasa kuno tersebut. Jadi kalau di Kerajaan pasti juga bisa dipastikan orang yang ahli adalah orang yang punya kemampuan langka. "Kalau boleh tahu, siapa orang yang menerjemahkan perkamen tersebut?" kali ini Loka yang ternyata."Aku sendiri," sahut Elia bangga. Elia di didik Ibunya sangat keras karena sadar haru
Seseorang muncul dari balik pintu kamar yang terbuka, tapi ke empatnya belum menyadari kehadiran sosok tersebut karena mereka fokus dalam menangani Kesha yang masih lemas terbaring di kasur tersebut. Satu satunya orang yang sadar hanya Suri, sang Pengasuh.Mata Suri membelalak kaget, dia ingin memberitahu Duchess Vania, tapi Vania tampak serius memperhatikan ketiga orang yang sedang memegangi Kesha. Tapi Suri tak tahan, sehingga dia segera menghadap Vania dan membisikkannya sesuatu. Setelah Suri membisikkan sesuatu, Vania menoleh ke arah pintu berada. Saat wajahnya berputar dan mengenali sosok tersebut, tubuh Vania menegang.Sosok tersebut tersenyum ramah alih alih kaget dan penasaran. Dia sangat pandai berakting."Yang Mulia..." kata Vania cukup keras. Atas kalimat tersebut, ketiga orang yang tadinya sibuk memegangi tubuh Kesha pun kini menoleh. Mereka heran karena kenapa bisa Putra Mahkota datang ke lantai 5 dan memergoki mereka.Di sisi lain, Elia merasa tenang karena tamu misteriu
Setelah acara makan malam yang damai tersebut, Putra Mahkota berujar kalau Dia hendak beristirahat, maka dengan senang hati Vania mengantarkan Putra Mahkota ke kamarnya sembari mengobrol di jalan."Bulan depan akan ada kongres, saya harap Duchess bisa berpartisipasi,""Ya Yang Mulia," Vania tersenyum. Elia benar benar memperhatikan Vania, biasanya para Lady bangsawan akan senang terbar pesona atau berlagak merayunya karena Putra Mahkota yang tampan itu masih single dan posisi Putri Mahkota masih kosong. Tapi Vania berbeda, dia hanya menjalankan SOPnya sebagai Tuan rumah yang menyambut kunjungannya, tidak lebih. Semua perlakukannya formal dan seperti formalitas, bahkan tidak ada percakapan yang mengandung unsur pribadi. Setelah sampai di depan kamar tempat Putra Mahkota tinggal, Vania pamit undur diri. Elia tersenyum dengan perpisahannya tersebut.Setelah masuk kamar, wajah yang tadi tersenyum kini segera berubah jadi datar. "Siapkan operasi malam ini," ucap Elia. Di kamarnya sudah ad
"Kenapa tertawa?"Sontak Ani menghentikan aktivitas tertawanya, "Maafkan saya Tuan, saya hanya merasa lucu.""Lucu?""Benar, soalnya Tuan adalah orang pertama yang merasa risih karena diperlakukan seperti umumnya para bangsawan,""Yah, itu tidak salah. Saya lahir dan tumbuh sebagai orang biasa, lalu dibawa Master Rodeo ke menara sihir sejak usia dini. Di menara sihir juga para penyihir hidup mandiri, jadi kalau tiba-tiba dilayani seperti ini rasanya sangat aneh dan hidup seperti kutu kain yang hanya bisa makan dan tidur saja." Arvel menyelesaikan kalimatnya dengan penuh helaan nafas seakan sedang mengeluh karena tiba-tiba menjadi seorang bangsawan. Ani yang menyimak pernyataan Arvel hanya manggut-manggut. "Baiklah kalau begitu, karena sudah tidak ada keperluan. Silahkan beristirahat, saya perhatikan Nona banyak terjaga karena memperhatikan saya,""Tolong panggil saya Ani saja Tuan. Saya tidak pantas dipanggil Nona," Ani tersenyum ramah."Semua manusia terlahir sama, meskipun pada ak