"Tapi cinta akan datang seiring dengan berjalannya waktu Pak, saya yakin kalau Nadira akan hidup bahagia bersama Bapak," tegas Chandra dengan yakin. "Kalau kamu memang sangat yakin dengan keputusan kamu, saya akan mengusahakannya Chandra, Nadira akan saya bawa ke kota." jawab Wildan, akhirnya ia setuju. Wildan mulai menyusun rencana bersama Chandra untuk menarik Nadira kembali ke kota dan mendekatinya. Chandra mengulas senyum, meskipun sebenarnya hati yang ia rasakan saat ini begitu perih, karena dengan sadar ia akan menyerahkan wanita yang ia cintai pada pria lain, namun sepertinya memang tidak ada pilihan, Chandra lebih memilih Nadira hidup bahagia dan terjamin bersama pria lain, dibanding hidup menderita bersamanya dengan ketidaksempurnaan yang ia punya. Sore harinya, Chandra sudah menunggu kedatangan Nadira yang baru saja pulang dari kebun, terlihat wajah Nadira semakin kusam tak terurus, dan tubuhnya juga sedikit kurus. Namun Nadira masih setia berada di samping Chandra dan me
[Halo Chandra, apa kamu sudah ada di ibukota?] tanya Wildan setelah telponnya di angkat oleh Chandra. [Sudah Pak, saya sudah ada di ibukota, dan saya sedang mengantar Nadira ke salon, agar saat melamar pekerjaan besok, penampilannya cukup sempurna] ucap Chandra sekilas ia mengulas senyum keterpaksaan. [Berapa total biayanya? Biar saya transfer] Wildan begitu nampak bersemangat ketika mendengar kabar kedatangan Nadira. [Saya ambil uang tabungan saya pak, belum tahu total nya berapa] sahut Chandra. [Kalau begitu saya akan kirim uang sepuluh juta ke rekening kamu, dan uang tabungan itu lebih baik kamu simpan saja] tandas Wildan langsung mematikan sambungan teleponnya. Chandra menghela nafas kasar, haruskah ia menerima uang itu? Uang yang berarti bahwa Nadira benar-benar akan menjadi milik pria lain, Chandra seolah sedang berada di situasi yang begitu sangat sulit, perasaan dan logikanya bertarung karena tidak searah, ingin rasanya ia berteriak kencang saat itu juga, agar beban di pun
Saat tiba di depan salon, Nadira sama sekali tidak menemukan suaminya yang seharusnya tetap setia menemani, wanita itu merasa sedikit kesal, karena ditinggalkan begitu saja oleh Chandra tanpa pamitan. Ia pun melangkah kecewa menjauhi tempat itu menuju kediamannya. "Tunggu Nadira, aku antar kamu pulang, ya," tawar Wildan menahan pergelangan tangan Nadira. "Maaf Pak, lepaskan! Saya bisa pulang sendiri," tolak Nadira dengan tegas. "Nadira please jangan bersikap dingin seperti ini, meskipun aku bukan siapa-siapa lagi di mata kamu, tapi setidaknya izinkan aku untuk mengantarkan mu saat ini," rayu Wildan terus berusaha. Nadira sebenarnya merasa sangat risih, namun tidak ada salahnya jika berhenti berpikir buruk pada pria yang sempat membuatnya ilfil itu. Akhirnya Nadira menerima tawaran dari Wildan, ia di antar kan pulang oleh mantan bosnya sampai di depan rumah. Chandra menyadari kedatangan Nadira bersama Wildan saat ia mengintip di jendela, saat itu Wildan membukakan pintu mobil dan m
"Karena pengalaman bekerja kamu cukup bagus di perusahaan lain, maka kamu akan diterima di perusahaan ini, tugasmu ada di sistem marketing," ucap seorang wanita yang bernama Intan, sekertaris dari pemilik perusahaan itu. "Terima kasih banyak Bu, saya akan bekerja dengan baik dan rajin," seru Nadira begitu bahagia. "Sama-sama, hari ini kamu sudah bisa mulai bekerja, ya. Saya akan panggil seseorang untuk mengantarkan kamu ke ruangan kamu." jawabnya mengulas senyum. Nadira mengangguk patuh, ia kini sudah berada di ruangannya yang cukup nyaman, ruangan yang memiliki pendingin AC itu benar-benar membuat Nadira sangat senang, berbeda jauh dengan saat dirinya ada di pinggiran kota, yang hanya ada cerita pahit sebagai pengukir hidupnya. "Ah, aku sudah keluar dari zona itu, sekarang lebih baik aku menikmati saja kisah hidupku yang sekarang, aku sudah memiliki pekerjaan lebih baik dari sebelumnya, dan aku akan berusaha keras untuk melakukan tugasku dengan baik." ungkap Nadira begitu semanga
'Oh shit, kenapa Nadira justru memilih pergi dari sana, apa dia memang tidak mau bertemu denganku?' batin Wildan yang menyadari kepergian wanita yang begitu ia sayang itu. Beruntung lah Wildan memakai kacamata hitam, sehingga tidak ada yang menyadari bahwa dirinya sejak tadi sudah memandangi kecantikan Nadira dari kejauhan, meskipun respon Nadira justru memperlihatkan bentuk ketidakpedulian ketika dirinya datang. Ketika para karyawan wanita yang sedang fokus menatap ke arahnya, sementara di antara mereka sudah tidak ada lagi Nadira, membuat Wildan memutuskan untuk langsung saja pergi ke ruangan pribadinya, ia ingin memeriksa semua file yang pastinya sudah menumpuk menunggu untuk dibuka. Tok! Tok! Tok! Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar saat Wildan sedang memeriksa sebuah file. Wildan mempersilahkan masuk dengan mengeluarkan suara sedikit keras, tak lama setelah itu Naura membuka pintu dan melempar senyum pada Wildan. "Ada apa?" tanya Wildan sinis pada karyawannya itu, Naura
Ting... Tong... Sebuah bel berbunyi, Chandra menunggu cukup lama sampai pintu itu dibuka oleh Intan, kakak iparnya yang terkejut dengan kedatangannya. "Chandra, b-bukannya kamu ada di Amerika?" Anita menatap serius ke arah Chandra yang juga menatap dirinya. "Aku bisa jelasin nanti, ibu ada kan di rumah," Chandra nampaknya lebih mementingkan untuk bertemu dulu pada sang ibu. "Ada, tapi kamu berhutang penjelasan padaku, Chandra." jawab Anita membuka pintu gerbang dan membiarkan Chandra masuk. Saat pintu utama terbuka, pandangan Chandra pun tertuju pada setiap inci rumah yang selama ini ia rindukan, bulir bening tak terasa jatuh saat ia fokus pada sebuah ayunan yang sedang dinaiki oleh bu Hesti, dengan tatapan mengarah pada kolam renang, bu Hesti menikmati ayunan yang menggerakkan tubuhnya dengan pelan. "Ibu..."Chandra memanggil sang ibu dengan suara parau, bu Hesti yang begitu familiar dengan suara itu pun seketika menoleh ke belakang, betapa terkejutnya wanita paruh baya itu, saa
"Lo ngapain si bawa gue ke sini?" tanya Chandra, pria itu keberatan saat Roy membawanya ke sebuah kafe. "Ada banyak banget yang ingin gue pertanyakan tentang kepulangan lo yang tiba-tiba ini, lo nggak beneran pisah kan sama Nadira?!" tegas Roy melemparkan pertanyaannya. "Apa si maksud lo, gue kan udah jelasin tadi di depan ibu sama istri lo," ucap Chandra sensi. "Tapi gue mau denger jawaban lo sekali lagi, dan gue maunya lo jujur ke gue." jelas Roy memberikan penekanan. Chandra terlihat bingung saat itu, sepertinya Roy memang tidak mempercayai dirinya, hingga membuatnya memilih untuk membawa ke tempat lain dan hanya ada mereka berdua. "Chandra, satu hal yang harus lo ingat, gue adalah kakak lo, kakak yang tahu banget siapa lo, jadi gue harap gak ada satu hal pun yang lo tutupi dari gue," ucap Roy, menepuk pundak Chandra seraya memastikan bahwa ia benar-benar orang yang dapat dipercaya. "Oke, gue jujur, gue belum resmi berpisah sama Nadira, tapi gue dengan sadar udah menyerahkan N
Saat Chandra, Anita, dan bu Hesti pergi untuk belanja, Roy memilih pergi ke rumah Nadira, nampaknya Roy harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan pernikahan adiknya itu, Roy dengan mantap berhenti di depan rumah Nadira yang terlihat sangat sepi. Beberapa saat kemudian, Nadira pun keluar dengan penampilan yang sudah rapi, nampaknya Nadira akan pergi bekerja. Kedatangan Roy pun mengejutkan Nadira, ia tidak menyangka jika tiba-tiba Roy berdiri di depan pintu gerbang. "Kak Roy, ada apa datang ke sini?" tanya Nadira setelah mengajak Roy duduk dan membuatkan sebelas teh. "Ada yang ingin aku tanyakan tentang hubunganmu dengan Chandra, Nadira," ucap Roy tanpa basa basi. "Hubunganku dengan mas Chandra? Tentu saja kami baik-baik saja Kak, cuma sejak semalam mas Chandra tidak mengangkat telpon dariku, dia juga tidak pulang, entah ke mana mas Chandra pergi, tapi kami tidak sedang bertengkar kok," seru Nadira menjelaskan. "Syukur lah kalau memang benar seperti itu." jawab Roy lega.Tak hany
"Alhamdulillah pak, bu, operasinya berjalan dengan lancar meski tadi ada sedikit kendala karena ibu Nadira mengalami pendarahan tapi kami berhasil mengatasinya," ucao sang dokter."Syukurlah kalau begitu. Terima kasih banyak, dok. Terima kasih banyak atas kerja keras dokter semuanya yang sudah menangani operasi ini," ucap Wildan.Hatinya merasa sangat lega mendengar bahwa Nadira baik-baik saja. Begitu juga dengan Hesti dan juga Roy yang kini terlihat sedikit semringah."Lalu apa kita boleh melihat mereka, sok?" tanya Wildan yang sudah tak sabar untuk melihat Nadira."Emmm untuk saat ini sebaiknya jangan dijenguk dulu, ya. Kami akan memindahkan mereka ke ruangan perawatan dan nanti di sana kalian baru bisa menjenguknya," ucap sang dokter."Baik kalau begitu, dok. Sekali lagi terima kasih banyak." Roy menjabat tangan sang dokter begitupun dengan Wildan."Baik Pak sama-sama. Kalau begitu saya permisi dulu." Sang dokter pun kemudian melangkahkan kakinya pergi meninggalkan mereka.Tak lama
Nadira telah tiba di rumah sakit dan tengah bersiap untuk melakukan operasi. Ditemani oleh Hesti dan Roy, Nadira duduk di sebuah kursi tunggu menanti jadwal operasi yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi."Wildan nggak ikut ke sini, Nadira?" tanya Roy pada Nadira.Seketika lamunan Nadira pun buyar mendengar pertanyaan dari Roy saat itu."Iya Nadira, nak Wildan kok nggak ikut menemani kamu di sini. Apa jangan-jangan dia marah karena kamu akan mendonorkan ginjal mu untuk Chandra?" tanya Hesti.Nadira pun segera meraih tangan Hesti yang saat itu berada di pangkuannya. Nadira mencoba menenangkan dan meluruskan pikiran Hesti yang sempat berpikir jauh tentang Wildan."Nggak begitu, Bu. Mas Wildan sama sekali nggak marah kok. Tadi dia bilang sedang ada urusan sebentar dan nanti dia akan kembali ke sini setelah urusannya selesai.""Kamu yakin dia tidak marah? Ibu takut dia marah. Ibu sudah sangat berhutang budi padanya. Ibu tidak ingin membuat nak Wildan kecewa," ucap Hesti."Nggak kok, Bu.
"Apa kamu serius mau mendonorkan ginjalmu pada Chandra?" tanya Hesti pada Nadira dengan kedua mata yang masih berkaca-kaca.Nadira pun mengangguk pelan. Sekilas Nadira melirik ke arah Wildan meski ia tak memberikan respon apapun."Baiklah kalau memang sudah ada pendonornya maka operasi untuk pak Chandra akan segera kami siapkan," ucap dokter yang menangani Chandra.Tak lama dokter dan perawat yang menangani Chandra pun lantas pergi meninggalkan mereka."Bu, mas Roy, aku tinggal sebentar ya. Aku mau bicara dulu dengan mas Wildan," ucap Nadira berpamitan.Setelah Hesti dan Roy mengizinkan, Nadira pun langsung berjalan menjauhi mereka bersama dengan Wildan.Sesaat Nadira masih terdiam dan belum mampu mengatakan sepatah kata apapun pada Wildan begitupun dengan Wildan yang masih terdiam.Perlahan Nadira memberanikan dirinya menggapai tangan Wildan. Kedua matanya mencoba menatap pada Wildan yang berdiri di depannya."Mas, aku mau minta izin padamu untuk mendonorkan satu ginjal ku pada mas C
Akhirnya Wildan pun keluar dan langsung disambut oleh Nadira dan juga Hesti yang sudah cukup lama menunggu di depan ruangan Chandra."Emmm M-mas, kamu sudah selesai?" tanya Nadira yang sedikit melirik ke arah Chandra dari pintu yang belum ditutup dengan sempurna oleh Wildan.Nadira merasa cukup lega saat melihat Chandra yang baik-baik dan masih duduk di atas ranjang.Meski sebenarnya Nadira tak ingin berprasangka buruk pada Wildan, tapi rasa khawatir dan cemas terus saja membelenggu di dalam hatinya saat Wildan dan Chandra berada di dalam satu ruangan yang sama."Iya aku sudah selesai. Emmm terima kasih karena kalian sudah mengizinkan aku berbicara berdua dengan Chandra," ucap Wildan."Iya santai saja, Wildan." Roy langsung menanggapi ucapan Wildan saat itu." Oh iya, Nadira, kita pulang sekarang yuk," ajak Wildan."Emmm t-tapi, Mas ...." Nadira menghentikan sejenak ucapannya."Nggak mungkin aku nolak ajakan mas Wildan pun pulang. Nanti yang ada mas Wildan malah berpikir bahwa aku leb
Chandra dan Nadira pun masuk ke dalam ruangan Chandra dan melihatnya yang tengah duduk di atas ranjang.Seketika Chandra pun menoleh ke arah Nadira dan Chandra yang mulai mendekatinya."Bagaimana kabarmu, Chandra?" tanya Wildan pada Chandra."Emmmm k-kabarku baik," jawab Chandra terbata.Ia masih tak percaya melihat kedatangan Chandra yang tiba-tiba apalagi ia datang bersama dengan Nadira.Mata Chandra pun sedikit melirik ke arah tangan Nadira yang tampak menggandeng tangan Wildan."Syukurlah kalau begitu. Aku sempat terkejut mengetahui keadaanmu yang cukup parah begini. Maaf ya karena aku baru bisa menjenguk mu," ucap Wildan lagi."I-iya, tidak apa-apa, kok. Tapi kenapa kamu datang ke sini? Apa kamu tidak bekerja?" tanya Chandra."Aku meliburkan diri untuk hari ini karena aku ingin menjenguk mu."Tak akan Wilda pun melepaskan pegangan tangan Nadira dan menoleh ke arah Nadira."Apa bisa aku bicara berdua saja dengan Chandra?" tanya Wildan pada Nadira."T-tapi, Mas." Nadira yang takut
"Sekali lagi aku tanya padamu, Nadira! Apa kamu masih mencintai Chandra?" tanya Wildan dengan nada suara bergetar.Nadira hanya bisa tertunduk di hadapan Wildan. Tangannya gemetaran dan kedua matanya berkaca-kaca.Perlahan butiran kristal dari kedua mata Nadira jatuh membasahi pipinya. "Aku minta maaf mas jika aku sudah membuatmu marah tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku ini padamu.""Jadi maksud mu?" tanya Wildan cepat."Aku memang masih mencintai mas Wildan tapi aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk menjalin hubungan kembali dengan mas Wildan. Aku tahu ini sangat menyakiti dirimu tapi asal kamu tahu, aku tidak pernah berniat untuk kembali dengan mas Chandra."Nadira meraih tangan Wildan perlahan. Tampak tak ada perlawanan dari Wildan saat itu. Tangan kekar Wildan kini ada digenggaman Nadira. Perlahan Nadia mengangkat tangan Wildan dan menariknya hingga ke dalam dadanya."Aku pastikan bahwa aku tidak akan kembali pada mas Chandra, Mas. Tolong kamu percaya padaku. Ini sem
Di dalam kamarnya, Nadira terus memandangi hasil tes miliknya yang ternyata cocok untuk didonorkan pada Chandra."Bagaimana caranya aku membujuk mas Chandra agar mau menerima donor dariku, ya. Aku ingin mas Chandra segera sembuh," batin Nadira.Nadira sangat terkejut saat tiba-tiba Wildan memanggilnya dari luar kamarnya. Terdengar suara ketukan pintu kamarnya beberapa kali."Nadira, apa kamu sudah tidur?" tanya Wildan sembari mengetuk pintu kamar Nadira yang masih belum terbuka.Dengan cepat, Nadira pun bangkit dari duduknya dan segera menyembunyikan hasil tes yang sedari tadi ia pandangi.Rasa paniknya saat itu membuat Nadira tak bisa berpikir dengan jernih. Ia menindih surat hasil tesnya dengan menggunakan bantal dan berharap agar Wildan tak melihatnya.Setelah menutup aurat itu dengan banyak, Nadira pun kemudian menghampiri pintu dan membukanya perlahan.Terpampang dengan jelas wajah tampan Wildan yang saat itu masih sedikit basah seperti habis mandi. Rambutnya masih acak-acakan da
Keesokannya Nadira kembali ke rumah sakit untuk menemui Chandra. Kali ini Wilda menemaninya hingga masuk ke dalam dan bertemu dengan Hesti dan Roy."Nadira," ucap Hesti menyambut kedatangan Nadira dengan senyum di wajahnya."Bu, Mas. Ini aku bawakan kalian makanan, kalian makan dulu, ya. Pasti kalian belum makan, kan," ucap Nadira.Tiba-tiba Hesti memeluk erat tubuh Nadira hingga membuatnya sedikit bingung."Terima kasih, ya, Nadira. Kamu sangat baik pada kamu. Aku benar-benar merasa bersalah padamu karena sudah selalu berbuat jahat padamu, dulu," ucap Hesti.Perlahan Nadira pun mengusap pundak Hesti dengan sangat lembut. "Tidak apa-apa, Bu. Sudah ibu tidak usah pikirkan hal itu lagi, ya. Lebih baik sekarang ibu dan mas Roy makan supaya kalian tidak sakit," ucap Nadira.Hesti dan Roy pun tersenyum semringah pada Nadira namun tidak dengan Wildan yang hanya termenung menatap mereka dengan tatapan yang sedikit sendu."Sepertinya mereka berdua sudah akur. Apa ini adalah pertanda bahwa Nad
Wildan menatap kosong Nadira yang tengah mencoba baju pengantin yang telah mereka pesan sejak jauh-jauh hari.Kini Wildan merasakan sesuatu yang berbeda melihat ekspresi di wajah Nadira yang tampak tak begitu bersemangat."Nadira, apa benar dugaan ku selama ini bahwa kamu masih mencintai Chandra?" batin Wildan bertanya-tanya.Pertanyaan semacam itu terus saja bermain di kepalanya meski ia berkali-kali berusaha menghilangkannya tapi tetap tak bisa.Nadira yang tengah mencoba gaun pernikahannya pun tak sengaja melihat Wildan yang sedang melamun."Mas Wildan kenapa ya, kok dari tadi melamun terus?" tanya Nadia pada dirinya sendiri.Ia pun kemudian memberanikan dirinya untuk mendekati Wildan. Mas," ucap Nadira pelan.Wildan pun terperanjat mendengar suara Nadira saat itu. Ia langsung menoleh ke arah Nadira yang saat itu telah berdiri di hadapannya."Kamu kenapa kok dari tadi aku lihat melamun terus. Apa kamu sedang ada masalah? Atau kamu tidak enak badan?" tanya Nadira memegang lengan tang