[Halo Chandra, apa kamu sudah ada di ibukota?] tanya Wildan setelah telponnya di angkat oleh Chandra. [Sudah Pak, saya sudah ada di ibukota, dan saya sedang mengantar Nadira ke salon, agar saat melamar pekerjaan besok, penampilannya cukup sempurna] ucap Chandra sekilas ia mengulas senyum keterpaksaan. [Berapa total biayanya? Biar saya transfer] Wildan begitu nampak bersemangat ketika mendengar kabar kedatangan Nadira. [Saya ambil uang tabungan saya pak, belum tahu total nya berapa] sahut Chandra. [Kalau begitu saya akan kirim uang sepuluh juta ke rekening kamu, dan uang tabungan itu lebih baik kamu simpan saja] tandas Wildan langsung mematikan sambungan teleponnya. Chandra menghela nafas kasar, haruskah ia menerima uang itu? Uang yang berarti bahwa Nadira benar-benar akan menjadi milik pria lain, Chandra seolah sedang berada di situasi yang begitu sangat sulit, perasaan dan logikanya bertarung karena tidak searah, ingin rasanya ia berteriak kencang saat itu juga, agar beban di pun
Saat tiba di depan salon, Nadira sama sekali tidak menemukan suaminya yang seharusnya tetap setia menemani, wanita itu merasa sedikit kesal, karena ditinggalkan begitu saja oleh Chandra tanpa pamitan. Ia pun melangkah kecewa menjauhi tempat itu menuju kediamannya. "Tunggu Nadira, aku antar kamu pulang, ya," tawar Wildan menahan pergelangan tangan Nadira. "Maaf Pak, lepaskan! Saya bisa pulang sendiri," tolak Nadira dengan tegas. "Nadira please jangan bersikap dingin seperti ini, meskipun aku bukan siapa-siapa lagi di mata kamu, tapi setidaknya izinkan aku untuk mengantarkan mu saat ini," rayu Wildan terus berusaha. Nadira sebenarnya merasa sangat risih, namun tidak ada salahnya jika berhenti berpikir buruk pada pria yang sempat membuatnya ilfil itu. Akhirnya Nadira menerima tawaran dari Wildan, ia di antar kan pulang oleh mantan bosnya sampai di depan rumah. Chandra menyadari kedatangan Nadira bersama Wildan saat ia mengintip di jendela, saat itu Wildan membukakan pintu mobil dan m
"Karena pengalaman bekerja kamu cukup bagus di perusahaan lain, maka kamu akan diterima di perusahaan ini, tugasmu ada di sistem marketing," ucap seorang wanita yang bernama Intan, sekertaris dari pemilik perusahaan itu. "Terima kasih banyak Bu, saya akan bekerja dengan baik dan rajin," seru Nadira begitu bahagia. "Sama-sama, hari ini kamu sudah bisa mulai bekerja, ya. Saya akan panggil seseorang untuk mengantarkan kamu ke ruangan kamu." jawabnya mengulas senyum. Nadira mengangguk patuh, ia kini sudah berada di ruangannya yang cukup nyaman, ruangan yang memiliki pendingin AC itu benar-benar membuat Nadira sangat senang, berbeda jauh dengan saat dirinya ada di pinggiran kota, yang hanya ada cerita pahit sebagai pengukir hidupnya. "Ah, aku sudah keluar dari zona itu, sekarang lebih baik aku menikmati saja kisah hidupku yang sekarang, aku sudah memiliki pekerjaan lebih baik dari sebelumnya, dan aku akan berusaha keras untuk melakukan tugasku dengan baik." ungkap Nadira begitu semanga
'Oh shit, kenapa Nadira justru memilih pergi dari sana, apa dia memang tidak mau bertemu denganku?' batin Wildan yang menyadari kepergian wanita yang begitu ia sayang itu. Beruntung lah Wildan memakai kacamata hitam, sehingga tidak ada yang menyadari bahwa dirinya sejak tadi sudah memandangi kecantikan Nadira dari kejauhan, meskipun respon Nadira justru memperlihatkan bentuk ketidakpedulian ketika dirinya datang. Ketika para karyawan wanita yang sedang fokus menatap ke arahnya, sementara di antara mereka sudah tidak ada lagi Nadira, membuat Wildan memutuskan untuk langsung saja pergi ke ruangan pribadinya, ia ingin memeriksa semua file yang pastinya sudah menumpuk menunggu untuk dibuka. Tok! Tok! Tok! Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar saat Wildan sedang memeriksa sebuah file. Wildan mempersilahkan masuk dengan mengeluarkan suara sedikit keras, tak lama setelah itu Naura membuka pintu dan melempar senyum pada Wildan. "Ada apa?" tanya Wildan sinis pada karyawannya itu, Naura
Ting... Tong... Sebuah bel berbunyi, Chandra menunggu cukup lama sampai pintu itu dibuka oleh Intan, kakak iparnya yang terkejut dengan kedatangannya. "Chandra, b-bukannya kamu ada di Amerika?" Anita menatap serius ke arah Chandra yang juga menatap dirinya. "Aku bisa jelasin nanti, ibu ada kan di rumah," Chandra nampaknya lebih mementingkan untuk bertemu dulu pada sang ibu. "Ada, tapi kamu berhutang penjelasan padaku, Chandra." jawab Anita membuka pintu gerbang dan membiarkan Chandra masuk. Saat pintu utama terbuka, pandangan Chandra pun tertuju pada setiap inci rumah yang selama ini ia rindukan, bulir bening tak terasa jatuh saat ia fokus pada sebuah ayunan yang sedang dinaiki oleh bu Hesti, dengan tatapan mengarah pada kolam renang, bu Hesti menikmati ayunan yang menggerakkan tubuhnya dengan pelan. "Ibu..."Chandra memanggil sang ibu dengan suara parau, bu Hesti yang begitu familiar dengan suara itu pun seketika menoleh ke belakang, betapa terkejutnya wanita paruh baya itu, saa
"Lo ngapain si bawa gue ke sini?" tanya Chandra, pria itu keberatan saat Roy membawanya ke sebuah kafe. "Ada banyak banget yang ingin gue pertanyakan tentang kepulangan lo yang tiba-tiba ini, lo nggak beneran pisah kan sama Nadira?!" tegas Roy melemparkan pertanyaannya. "Apa si maksud lo, gue kan udah jelasin tadi di depan ibu sama istri lo," ucap Chandra sensi. "Tapi gue mau denger jawaban lo sekali lagi, dan gue maunya lo jujur ke gue." jelas Roy memberikan penekanan. Chandra terlihat bingung saat itu, sepertinya Roy memang tidak mempercayai dirinya, hingga membuatnya memilih untuk membawa ke tempat lain dan hanya ada mereka berdua. "Chandra, satu hal yang harus lo ingat, gue adalah kakak lo, kakak yang tahu banget siapa lo, jadi gue harap gak ada satu hal pun yang lo tutupi dari gue," ucap Roy, menepuk pundak Chandra seraya memastikan bahwa ia benar-benar orang yang dapat dipercaya. "Oke, gue jujur, gue belum resmi berpisah sama Nadira, tapi gue dengan sadar udah menyerahkan N
Saat Chandra, Anita, dan bu Hesti pergi untuk belanja, Roy memilih pergi ke rumah Nadira, nampaknya Roy harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan pernikahan adiknya itu, Roy dengan mantap berhenti di depan rumah Nadira yang terlihat sangat sepi. Beberapa saat kemudian, Nadira pun keluar dengan penampilan yang sudah rapi, nampaknya Nadira akan pergi bekerja. Kedatangan Roy pun mengejutkan Nadira, ia tidak menyangka jika tiba-tiba Roy berdiri di depan pintu gerbang. "Kak Roy, ada apa datang ke sini?" tanya Nadira setelah mengajak Roy duduk dan membuatkan sebelas teh. "Ada yang ingin aku tanyakan tentang hubunganmu dengan Chandra, Nadira," ucap Roy tanpa basa basi. "Hubunganku dengan mas Chandra? Tentu saja kami baik-baik saja Kak, cuma sejak semalam mas Chandra tidak mengangkat telpon dariku, dia juga tidak pulang, entah ke mana mas Chandra pergi, tapi kami tidak sedang bertengkar kok," seru Nadira menjelaskan. "Syukur lah kalau memang benar seperti itu." jawab Roy lega.Tak hany
"Mas, ayo ikut aku ke kamar, aku bawa kamu biar kamu bisa istirahat dengan tenang." ajak Nadira sambil memapah tubuh suaminya. Chandra tak merespon ajakan Nadira, namun langkahnya mengikuti ke mana Nadira itu membawanya. Karena tubuh mereka begitu sangat dekat dan bersentuhan, membuat Chandra berpikir bahwa ia harus melalukan pelepasan pada Nadira. Nadira dengan susah payah membuka pintu kamar, lalu menuntun tubuh suaminya sampai tiba di atas ranjang. Saat itu karena tidak bisa menyeimbangi tubuh kekar Chandra, Nadira imut terjatuh ketika merebahkan tubuh suaminya. Nadira dapat merasakan benda keras di bawah sana yang sepertinya menuntut untuk keluar, sementara Chandra sendiri merasakan kehangatan ketika dua buah benda menempel di dadanya. Keduanya sempat saling menatap satu sama lain, sebelum akhirnya Chandra tak mampu lagi menahan diri, ia dengan lahap menyantap bibir tipis Nadira dan meletakkan tubuh Nadira di bawah tubuhnya. Kini Nadira berada di bawah kungkungan nya, wanita i