Halo apa kabar 🍃________Reynan bersiap berangkat kerja saat Keira sibuk di dapur membuat sarapan. Hari itu ia sengaja tak turun tangan di dapur, Minah dan Rini sudah bisa mengerjakan semua atas arahannya."Kamu bawa bekal kan, Nan?" Keira membawa bubur ketan hitam di mangkuk ke atas meja makan. Tak lupa segelas teh hangat."Iya," jawab Reynan seraya berjalan ke arah meja makan. Ia berdiri di depan Keira sambil mendongakkan kepala. Keira berdecak tapi juga tersenyum."Manjanya dasi aja minta dipakein, biasanya juga sendiri." Sesekali godain suami brondongnya nggak masalah, lah, ya."Biarin," jawab Reynan diiringi lirikan. Keira sudah rapi juga, ia akan menuju ke lokasi pendaftaran pameran pernikahan setelah mendapat informasi dari grup entrepreneur muda yang ia ikuti di sosial media."Nanti naik taksi resmi aja, jangan yang online. Aku habis baca berita jelek. Nggak mau kamu kenapa-kenapa, Kei." Keira mengangguk. Dasi selesai terpasang, Reynan hari itu harus ikut rapat untuk membah
Hai met baca ya 🍃_______Benar saja, setelah pameran selesai Keira dan tim mendapatkan klien hingga sepuluh pasangan calon pengantin. Hatinya senang bukan kepalang. Jadwal acara kawinan ia dapat hingga empat bulan ke depan diluar catering kantor yang terus bertambah memegang tiga gedung lain yang di total satu hari mencapai empat ratus porsi.Akhirnya, Keira membuka lowongan pekerjaan dan bingung karena garasi tidak akan muat."Cicilan masih lama ya, Nan, kita butuh lebih besar dapur untuk masak. Gimana ya?"Mereka hendak beranjak tidur tapi justru membahas hal tersebut. Keira menyelimuti diri dengan bed cover, sementara Reynan masih asik bermain ponselnya, sekedar main game online bersama rekan kantor."Masih lama, baru beberapa kali bayar. Emang mau cari tempat kayak gimana? Kalau mau ubah rumah jadi tempat usaha kita harus urus perizinan, Kei. Apalagi kamu harus melegalkan lagi usaha cateringnya supaya semakin resmi.""Ubah jadi PT maksud kamu?" Keira memiringkan tubuhnya dengan
Keira dan Reynan membuat rencana baru, tepat usia pernikahan ke sebelas bulan mereka berniat meluluhkan hati bunda seutuhnya. "Ke dukun aja kali ya, Kei, jampi-jampiin Bunda supaya luluh," canda Reynan sesaat setelah mereka olahraga pagi di hari minggu. "Sembarangan. Jaman modern gini masih mikir gitu. Udah deh, pake rencana yang kita bahas semalam aja." Keira meneguk air mineral dingin, ia ngosngosan karena jogging sejak pukul lima pagi hingga tujuh. Reynan mengusap peluh sang istri dengan tangannya. "Keringetan gini bikin-- aw! Kei ... sakit, seneng banget cubit-cubit aku. Aku suamimu lho sayang ....""Dan aku istrimu yang selalu siap buka kaki kalau kamu udah kepengin. Hih! Berondong satu ini bener-bener." Keira gregetan sendiri sedangkan Reynan tergelak. "Beneran kamu mau jalanin rencana itu?"Keira mengangguk. "Mau sampe kapan Bunda begini, kita juga nggak bisa diemin.""Yang aku tau, kebanyakan menantu kalau diginiin sama mertuanya udah nangis. Nah ini, kamu malah nantangin.
Halo lagi ... panjang aja nih cerita heheheh 🍃_______Keira memasak masakan khas itali malam itu, Tortelinni dengan saus krim keju juga lasagna.Suara pintu kamar bunda terdengar terbuka. Keira pura-pura tak sadar dan asik mengaduk masakan supaya tak gosong."Reynan belum pulang." Judes, lagi-lagi begitu jika bicara dengan Keira."Belum, Bun." Keira mematikan kompor lalu berbalik badan. "Bunda suka pasta, kan? Kei masak makanan Itali hari ini. Tadi waktu belanja di supermarket besar itu, ketemu bahan-bahan segar. Di sana lengkap dan mur--"Bunda melirik tajam. Keira tersenyum tipis. "Murah juga ternyata banyak pengunjung ekspatriat ya, Bun."Keira sengaja memancing bunda, apakah akan tersindir lalu memakan umpan.Gawat, nyatanya tidak. Bunda menuangkan lemon tea dari botol ke gelas lalu ditambah es batu. Ia meneguk pelan. Keira masih mau menjaili ibu mertuanya."Bun, Kei denger berita kalau Pak RT digugat cerai istrinya. Bunda tau nggak?" Keira begitu santai seolah sudah bestie deng
Baca lagee 🍃______Keira terus menimbang-nimbang rencana yang ia susun. Jika bunda melakukan manuver menyerangnya dengan bersikap galak, judes, jutek, lain dengan sang menantu nekat yang pake jurus pelan tapi mak jleb.Hari kedua acara, Keira kembali diantar suami tercinta. Masuk ke ballroom, ia duduk di tempatnya. Masih tampak kosong karena acara setengah jam lagi dimulai. Namun, kedua matanya yang berbentuk seperti mata kucing, menangkap sosok Alex datang seorang diri. Lelaki itu berdiri di sudur ruangan, berbicara dengan salah satu panitia.Buru-buru Keira beranjak berjalan cepat. Saat hendak mendekat ia tempelkan ponsel di telinga kanannya lalu berbicara."Oh iya, terus gimana? Aman kan semua bahan baku? Kamu marinasi dulu aja buat pesanannya." Ia menjeda, melirik sepintas ke Alex yang memperhatikan penjelasan panitia. "Apa ... apa ... apa? Pesanan tambahan soft cake pandang sepuluh loyang! Yaudah, selesai dari sini saya buat."Keira diam, ia melirik ke Alex yang tengah menoleh
"Kenapa harus nggak suka? Keira paket komplit kalau menurutku, Dwi." Alex meletakkan cangkir kopi di piring kecil sebagai tatakan. Mereka sudah selesai belanja lalu memutuskan duduk santai sambil minum kopi di mal itu juga."Aku nggak yakin tujuan Keira memang tulus sama anakku, Lex. Kamu tau Reynan itu polos. Aku takut dia cuma manfaatkan. Selain itu ya ... karena aku mau Reynan dapat istri yang baik. Kamu tau aku pernah buat kesalahan sama Ayahnya, kan?" Bunda seolah meyakinkan Alex tak lupa dengan kisah ia yang selingkuh sama pak RT."Itu masa lalu. Aku rasa nggak perlu kamu campuri. Suamimu tau, ia juga memaafkan walau sempat kamu ngelak sampai dia sakit baru kamu sesali." Alex bersedekap menatap bunda yang memijat pelipisnya karena bingung sendiri."Setiap orang pasti membuat kesalahan. Termasuk selingkuh. Alasan kamu waktu itu karena dia mantanmu dan karena kamu kesepian akibat sibuknya suamimu. Fine, aku pribadi pasti menyalahkan diri sendiri kalau istriku begitu. Tetapi itu du
"DBD!" pekik bunda. Ia melirik Keira yang menatap datar ke arahnya."Iya. Bercaknya udah keluar. Dirawat aja ya, biar sembuh total. Trombosit kamu takutnya rendah." Bisma, sepupu bunda segera mengambil keputusan lalu membuat panggilan telepon ke rumah sakit sambil berjalan keluar dari kamar."Nah, kan. Ngelayap terus, jadi kena DBB!" seru bunda lalu berjalan menyusul Bisma."Kei kerja, Bun, bukan ngelayap. Ya ampunnn, Bunda ...." Keira menghela napas kesal sekaligus pasrah karena tuduhan bunda.Di ruang TV Bisma sudah selesai meminta segera siapkan kamar rawat. Ia menoleh ke bunda yang berdiri seraya bersedekap."Boleh aku jujur, Mbak?" ucapnya. Bunda mengangguk. "Dia Keira yang kamu benci setengah mati karena nikah sama keponakanku? Kamu nggak salah?!" cicitnya."Kenapa?" tantang bunda dengan angkuh, dagunya terangkat seolah menantang Bisma."Dari saat aku periksa dia dan kamu sibuk teleponan entah sama siapa di luar tadi, dia perempuan baik, pintar dan cocok untuk Reynan yang tertut
Trombosit Keira perlahan naik, memang cukup lambat sehingga membuatnya harus dirawat selama lima hari.Ia boleh pulang, akhirnya ... Reynan pun senang karena bisa tidur nyaman di rumah setelah menemani Keira di rumah sakit."Nan, aku mau creambath, temenin bisa?"Langsung saja Reynan menggeleng cepat."Sama Ines aja ya.""Okey." Keira mendekat, segera melingkarkan kedua tangan dipinggang suaminya. "Maaf repotin kamu." Ia terpejam, sama suami sendiri aja masih tak enak hati, gimana dengan orang lain.Reynan membalas pelukan. "Kewajibanku rawat kamu, gitu juga sebaliknya kalau aku sakit. Ayo pulang."Keira melepaskan pelukan, ia menggandeng lengan suaminya yang sudah tak betah lama-lama di sana.Keduanya berjalan menuju arah lift. Keira teringat sesuatu."Waktu itu, kamu bahas apa sama Pak Alex berdua? Mau lamar Bunda ya dia?"Reynan terkekeh, "bukan. Pak Alex mau investasi buat catering kamu. Ada potensi katanya buat tambah besar. Tadinya mau aku bahas nanti aja di rumah, kamu nanya se
Met baca 🌿____________Kemal terus merangkul Ines saat mereka di bandara, bahkan menggenggam jemari tangan Ines seolah tak mau melewatkan momen apapun saat di dalam pesawat.Ines menyandarkan kepala di bahu kiri Kemal, ia hanya diam menyiapkan hati saat tiba di Jakarta semua akan berubah seperti semula.Benar saja, mereka melihat Tatiana datang menjemput tanpa janji terlebih dahulu. Bagus keduanya tau jauh-jauh waktu sebelum Ines melihat Kemal menggandeng jemari Ines sambil berjalan."Here we go," lirih Ines. Ia memberi jarak saat berjalan menuju luar lobi bandara. "Gue beli greentea latte dulu, lo kalau mau duluan, duluan aja, Mal. Its okey," tutur Ines saat sudah dekat beberapa langkah lagi ke arah Tatiana yang tersenyum sumringah melihat calon suaminya di depan mata."Iya." Kemal menjawab singkat, karena ia memakai kacamata hitam, sorot mata kesedihannya tidak bisa terbaca Tatiana."Hai!" pekik tertahan Tatiana. Ia memeluk Kemal singkat yang tidak dibalas Kemal karena tangan kana
Met baca 🌿_____________Alunan musik berdentum keras di dalam club mewah yang ada di kota itu. Ines dan Kemal duduk sambil menatap manusia melantai meliukkan tubuh."Minum nggak?" tawar Kemal."Sinting," ketus Ines melirik Kemal yang bahkan sejak tiba beberapa menit lalu belum memesan apapun."Kenapa ke sini, sih, Mal." Ines menyenggol bahu Kemal dengan bahunya."Gue pikir lo suka ke tempat kayak gini. Biasanya orang lagi galau ya ke sini.""Gila. Mendingan gue lo ajak makan rawon tiga mangkok sama es krim." Ines masih sewot."Tadi kan udah makan sebelum ke sini, rawon juga. Masih kurang?" Kemal tak kalah ngegas."Gue nggak suka di sini. Gue nggak mau." Wajah Ines memberengut, Kemal beranjak, menggandeng tangan Ines berjalan keluar dari club malam itu."Tempat ini padahal mahal dan mewah, bukan sembarangan, lo nggak mau." Kemal masih menggandeng tangan Ines sambil berjalan keluar. Sekuriti terkejut karena Kemal tak lama di sana."Kenapa pulang, Boss? Belum ketemu Gilbert," tanya sek
Met baca 🌿_____________Ines bergerak cepat, ia mencari tau kantor lelaki yang pantas dipanggil papa oleh Alta karena ayah kandungnya. Di kantor, ia menggali informasi hingga rinci.Tujuannya, memastikan jika Alta tidak boleh tau fakta sebenarnya karena usia belum cukup matang. Sesuai rencana Keira, ia akan jujur saat Alta sudah cukup umur."Bu Ines, ada surat nih, tapi kok dari pengadilan Surabaya," tukas resepsionis seraya menyerahkan amplop coklat."Oh, iya, makasih, ya." Ines menerima amplop, ia buka dan membaca. Surat panggilan sidang kasusnya, ia harus ke Surabaya dalam waktu dekat.Segera Ines menghubungi om Wisnu yang ternyata sudah tau dan memang mau Ines hadir. Ines sedang serius bicara dengan om Wisnu di telepon saat Kemal berdiri di depan meja kerja, merebut surat yang tergeletak di atas meja kerja Ines.Ia baca dengan seksama, lalu memperhatikan Ines hingga selesai menelpon omnya."Berangkat sama gue," putus Kemal. Ines menggeleng. "Gue temenin lo, Nes," lirih Kemal kar
Met baca 🌿_____________Makan siang bersama Tatiana juga di kediaman Keira sengaja diadakan. Kali itu Kei tak masak, ia memesan makanan khas arab juga makanan penutup dari toko kue langganannya.Ines membantu menata piring, gelas, serta peralatan makan lainnya di meja panjang tertutup taplak meja warna emas di halaman belakang."Gue bantu," tukas Kemal lantas mengambil alih nampan besar berisi sendok juga garpu dari tangan Ines."Udah, nggak usah. Temenin sana calon istri," celetuk Ines. "Luar biasa lo, Mal, baru sekali dikenalin langsung sat set," lanjut Ines lagi.Kemal menunduk sejenak, lalu mengangkat kepala menatap Ines yang lanjut menata peralatan makan."Ibu yang nyeplos begitu. Gue sama sekali belum kepikiran ke arah sana."Ines tersenyum, "ya bagus, dong. Tandanya lo emang harus menyegerakan." Ia menatap Kemal yang berdiri sambil memegang pinggiran meja, wajahnya tampak kebingungan. "Mal, turuti maunya Ibu."Kemal hanya bisa diam mematung, kedua matanya mengikuti gerak Ines
Met baca 🌿_________Ines memasukan dress dan sepatu yang ia beli ke dalam kotak lalu meletakkan di dalam lemari pakaian. Segera ia beranjak untuk istirahat karena hari sudah malam. Dexter juga tidak menghubungi karena berada di pesawat menuju Madrid.Janjinya pria itu akan menghubungi Ines jika sudah tiba atau tidak terlalu sibuk karena pekerjaan di sana sudah menunggu dirinya.Jemari Ines mengusap layar ponsel, melihat-lihat aplikasi belanja online sekedar cuci mata. Awalnya, hingga ia justru belanja beberapa barang kebutuhan pribadi."Yah, kok udah sejuta aja. Aduhhh ...," keluh Ines setelah sadar melakukan pembayaran. Saldo di rekeningnya tersisa dua juta hasil pinjam dari Keira. "Gimana gue idup. Mulai besok nggak mau berangkat dan pulang bareng Kemal."Pusing memikirkan keteledorannya, ia putusnya menerima fakta harus irit. Pintu kamarnya di ketuk, Ines beranjak cepat. Kaget seketika saat Kemal sudah pulang dari acara bersama Tatiana."Udah.""Oh, yaudah." Kemal memutar tubuh,
Met baca_______"Kopi gue mana?" tegur Kemal saat Ines menyerahkan draft bahasan rapat yang akan Kemal lakukan lima belas menit lagi dengan para manajer."Emang lo minta? Lagian rapat lo juga nggak pernah ngopi, Mal." Ines masih berdiri di sisi kanan Kemal tepat di tepi meja kerja."Lagi pingin," jawab Kemal tanpa menatap, ia sibuk membaca draft yang diberikan Ines."Nggak usah, deh, gue sibuk."Mendengar itu seketika Kemal mendongak menatap Ines yang sedang senyam senyum. "Sibuk apa.""Balesin chat dari Dexter," jawab Ines santai. Kemal mengerutkan kening. "Gue mau coba LDR sama dia. Ya, nggak jelas statusnya sih, tapi kayaknya dia naksir gue, deh, Mal.""Ck. Jangan gampang luluh. Inget nggak cerita sebelum-sebelumnya?" sindir Kemal yang menutup map lalu menyiapkan tablet juga ponselnya, ia bersiap beranjak pergi."Mal, dia beda, deh. Gue mau coba. Lo aja deketin Tatiana, masa gue nggak. Nggak adil, lah." Ines bersedekap."Terserah lo. Kalau ada apa-apa tanggung sendiri akibatnya. N
Met baca_______"Aku masih nggak percaya secepat ini kamu mau untuk kita coba lebih dekat, Mal." Tatiana menunduk malu, bahkan menyembuyikan wajahnya yang memerah dengan beberapa kali menatap keluar saat keduanya berada di dalam mobil saat perjalanan pulang. Kemal mengantar Tatiana pulang, hal itu spontan ia lakukan karena sudah terlanjur bicara jika ia mau memulai menjalin hubungan dengan Tatiana di depan Ines dan Dexter."Maaf kalau kesannya mendadak juga, buru-buru." Kalimat Kemal direspon gelengan kepala Tatiana."Nggak, kok, nggak mendadak." Tatiana memejamkan mata, ia terlihat terlalu bahagia. "Maksudku, jadi ... gini, lho ... kamu tau aku—"Kemal menghentikan mobil saat lampu merah di perempatan pintu masuk menuju komplek elite rumah Tatiana. Kepalanya menoleh ke Tatiana. Ia tersenyum tipis. "Besok pagi ke kantor jam berapa?""Aku?" tunjuk Tatiana."Iya, lah," kekeh Kemal. Tatiana mengulum senyum."Jam tujuh. Kenapa?" Begitu lemah lembut suara Tatiana, beda dengan Ines yang ka
Met baca 🍃__________Pintu kamar keduanya terbuka lebar, sama-sama masih muka bantal dengan rambut acak-acakkan."Morning," sapa parau Ines seraya berjalan ke arah dapur, tak lupa menguap lebar mulutnya karena masih ngantuk."Pagi," balas Kemal lantas membuka laci meja dapur untuk mengambil stok kopi bubuk yang akan ia masukkan ke mesin pembuat kopi otomatis, mahal, dan canggih. Iya, lah, CEO ... masa barang-barangnya jelek."Geser," celoteh Ines saat Kemal menghalanginya hendak membuka kabinet bagian atas untuk meraih piring ceper. Ines melesak begitu saja, berdiri di depan Kemal yang seketika melotot.Tanda bahaya berbunyi! Kemal memejamkan mata karena itunya tersentuh tak sengaja dengan bokong Ines yang masih memakai baju tidur bercelana panjang."Mal! Bisa dikondisikan, kan!" omel Ines lalu buru-buru berjalan ke arah kompor listrik. Kemal tak membalas, ia hanya diam mengatur dirinya sendiri."Lo mau roti atau nasi? Gue masakin nasi goreng." Ines masih kesal karena tadi, Kemal me
Met baca 🍃____________"Pulang?" ajak Ines setelah membuka pintu ruangan Kemal. Sejam lalu dua keponakan dan kakak iparnya sudah pulang lebih dulu. Kemal melirik jam di atas meja kerjanya, sudah tepat pukul tujuh malam. Ia beranjak, memasukan ponsel, tablet, laptop ke dalam tas kerjanya."Mbak Keira kirim makanan sore tadi, dititip di sekuriti lobi. Masak rawon, tapi kita beli telur asin sama gue mau bikin tempe goreng tepung buat pelengkapnya. Mampir ke supermarket sebentar, ya."Kemal mengangguk. Ia memastikan tak ada barang yang tertinggal, lalu berjalan keluar ruangannya bersama Ines."Kapan potong rambut lo?"Mendengar itu Ines menoleh, "kenapa? Ngebet banget mau lihat penampilan gue fresh?" candanya. Kemal hanya diam, tak membalas satu katapun."Mal, Tatiana cantik,kok. Kenapa sih, lo kayak nggak seneng di deketin dia?" Keduanya sudah di dalam lift."Cantik bukan hal utama.""Halah. Cowok di mana-mana pasti menomor satukan penampilan. Logika cowok kan gitu. Itu natural.""Cant