"DBD!" pekik bunda. Ia melirik Keira yang menatap datar ke arahnya."Iya. Bercaknya udah keluar. Dirawat aja ya, biar sembuh total. Trombosit kamu takutnya rendah." Bisma, sepupu bunda segera mengambil keputusan lalu membuat panggilan telepon ke rumah sakit sambil berjalan keluar dari kamar."Nah, kan. Ngelayap terus, jadi kena DBB!" seru bunda lalu berjalan menyusul Bisma."Kei kerja, Bun, bukan ngelayap. Ya ampunnn, Bunda ...." Keira menghela napas kesal sekaligus pasrah karena tuduhan bunda.Di ruang TV Bisma sudah selesai meminta segera siapkan kamar rawat. Ia menoleh ke bunda yang berdiri seraya bersedekap."Boleh aku jujur, Mbak?" ucapnya. Bunda mengangguk. "Dia Keira yang kamu benci setengah mati karena nikah sama keponakanku? Kamu nggak salah?!" cicitnya."Kenapa?" tantang bunda dengan angkuh, dagunya terangkat seolah menantang Bisma."Dari saat aku periksa dia dan kamu sibuk teleponan entah sama siapa di luar tadi, dia perempuan baik, pintar dan cocok untuk Reynan yang tertut
Trombosit Keira perlahan naik, memang cukup lambat sehingga membuatnya harus dirawat selama lima hari.Ia boleh pulang, akhirnya ... Reynan pun senang karena bisa tidur nyaman di rumah setelah menemani Keira di rumah sakit."Nan, aku mau creambath, temenin bisa?"Langsung saja Reynan menggeleng cepat."Sama Ines aja ya.""Okey." Keira mendekat, segera melingkarkan kedua tangan dipinggang suaminya. "Maaf repotin kamu." Ia terpejam, sama suami sendiri aja masih tak enak hati, gimana dengan orang lain.Reynan membalas pelukan. "Kewajibanku rawat kamu, gitu juga sebaliknya kalau aku sakit. Ayo pulang."Keira melepaskan pelukan, ia menggandeng lengan suaminya yang sudah tak betah lama-lama di sana.Keduanya berjalan menuju arah lift. Keira teringat sesuatu."Waktu itu, kamu bahas apa sama Pak Alex berdua? Mau lamar Bunda ya dia?"Reynan terkekeh, "bukan. Pak Alex mau investasi buat catering kamu. Ada potensi katanya buat tambah besar. Tadinya mau aku bahas nanti aja di rumah, kamu nanya se
Cusss ... sayyy ... 🍃______"Terapi, Dok?" Keira tampak lesu setelah mengatakan itu."Iya. Kalian berdua harus terapi. Ada masalah sedikit. Untuk Ibu, terapi hormonal dan saya kasih vitamin, sedangkan untuk Bapak, karena setelah kita cek kekuatan spermanya hanya delapan puluh lima persen, jadi harus diobati juga." Dokter mendadak diam karena melihat raut wajah Keira dan Reynan tegang juga kaget."Begini, hal ini wajar terjadi. Saya bukan bilang kalian nggak bisa punya anak ... bisa, sangat bisa. Cuma ... kondisi sel telur Ibu dan kualitas sperma Bapak kurang sedikit lagi untuk sampai membuahkan. Faktornya banyak, salah satunya kelelahan, stres, hormonal, makanan, pola hidup, rokok, psikis. Intinya banyak."Keira mengangguk sedangkan Reynan hanya diam membisu."Kita lakukan untuk tiga bulan dulu, lalu saat kalian mau melakukan hubungan intim harus sesuai sama tanggal yang saya kasih ini. Jangan sampai lolos, karena kalian masih dalam masa pengawasan program kehamilan yang saya awasi.
Keira dan Reynan kaget saat diberitau Senada tentang sahabatnya yang bernama Frista. Mereka tak mau buru-buru ambil keputusan, apalagi program momongan yang akan mereka lakukan juga baru dimulai."Ketemuan dulu aja sama dia, Mbak. Jujur, aku kasihan sama dia. Kalau Mbak Kei sama Mas Rey nggak percaya ceritaku, kalian bisa dengar sendiri." Senada kembali meyakinkan kedua suami istri itu. Reynan menghela napas sambil bersandar pada sandaran sofa."Gimana, Kei?" tanyanya ke sang istri."Kita coba ketemu. Kasihan juga." Keira meraih jemari tangan Reynan, digenggamnya erat.Esok harinya mereka bertiga pergi menemui Frista di rumah sederhana yang berada di tengah gang pemukiman padat penduduk. "Rumah pagar cokat itu, Mbak, Mas," tukas Senada."Kata kamu dia anaknya orang kaya, Da?" bisik Reynan."Iya, Mas. Sebelum Frista dianggap aib dan dibuang gitu aja. Heran aku, ada ya keluarga kayak gitu." Senada membuka pagar, mereka bertiga masuk. "Fris," panggilnya pelan. Pintu terbuka, muncul wanit
Met baca 🍃______"Kamu tidur aja, besok kan kerja," usul Keira saat ia baru memberikan susu formula dengan takaran yang sudah ditentukan untuk putra mereka."Nggak bisa tidur. Kamar ini bau bayi, bau minyak telon, ada box bayi, baby bouncer, lemari bayi, pernak pernik. Berapa banyak kamu belanjaain ini, Kei?"Keira tertawa pelan, ia menepuk-nepuk pelan punggung bayi tampan yang akhirnya bersendawa. Keira merebahkan di dalam box bayi yang menempel dengan posisinya tidur di ranjang."Nggak usah itungan buat anak, deh, Nan. Ines jago milih semuanya, jadi ya ... worth it, lah."Keiran menyelimuti putranya, lalu ia menaiki ranjang menghampiri Reynan yang menyambut dengan senyuman.Reynan mengecup lama pelipis Keira. "Kamu capek, udah seminggu bayi ganteng sama kita dan waktu kamu full urus dia. Istirahat, Kei." Reynan mengusap bahu Keira yang memeluk pinggangnya."Nggak bisa tidur sebelum semua urusan selesai, Nan. Kita masih tunggu surat pengesahan dan akte lahirnya, aku mau semua dah d
"Ma," panggil bocah kelas satu SMP yang sedang bersiap berangkat ke sekolah. "Apa? Cari apa lagi sekarang? Dasi? Rompi?" Keira berkacak pinggang. "Cari Mama, lah." Alta mendekat, menyalim tangan Keira lalu mencium kedua pipinya, terakhir perut buncit Keira yang akan kembali melahirkan anak ke tiganya. "See you tomorrow baby boy. Mas Alta sekolah dulu, ya." Alta berbisik di depan perut Keira. "Mas Alta, kalau ada apa-apa sama Mama, jagain adek-adek, ya." Keira merapikan rambut anak sulungnya dengan kelima jari tangannya yang lentik terawat. "Mama nggak akan kenapa-kenapa, jangan bikin Alta sedih. Besok Alta udah izin nggak sekolah. Mama lahiran besok, kan?" Alta meraih tas ranselnya yang tergeletak di lantai. "Iya. Papa juga udah telepon ke guru kamu, kalau izin. Ke gurunya Vinka juga. Eh, adekmu mana?" Keira mencari ke sana ke sini. Anak keduanya ke mana? "Vinka udah di mobil sama Pak Darmo. Berangkat dulu, Ma. Bye, Ma," pamit Alta lagi. Ia segera berjalan kearah garasi rumah me
Hai, mulai dari part ini kisahnya lebih ke Kemal ya. Disambungin biar kalian enak bacanya. Terima kasih! *****"Om, dipanggil Mama di dapur," tukas Alta dengan membawa kuas dan palet. Bocah 12 tahun itu sedang asik melukis di kamarnya tau-tau dipanggil Keira untuk panggil Kemal yang semalam nginap di rumah mereka karena sabtu itu diminta Keira mengantar Vinka les renang juga balet.Rasakan. Emang enak masih jomblo diusia super matang. Sangat matang malah. Kemal 36 tahun tapi masih belum mau menikah.Pria gagah, tampan, pintar, tapi dingin terhadap perempuan entah alasannya apa."Iya." Kemal beranjak. Ia berjalan ke dapur menemui sang kakak yang sibuk membuat sarapan pagi jam enam."Apa, Mbak?" tanya Kemal seraya bersedekap lalu menyandar pada pintu dapur."Bunda telepon lo nggak?" Keira melirik, lalu kembali mengecek oven karena sedang memanggang lasagna dipinggan tahan panas ukuran besar."Iya, udah.""Terus mau berangkat kapan? Om Wisnu juga nyuruh lo, kan?""Hm." jawab Kemal denga
Hai, mari lanjut 🍃_______"Selamat siang, Pak Kemal," sapa seorang pria seraya membukakan pintu mobil SUV hitam saat Kemal sudah berdiri di depan lobi bandara."Siang," jawabnya singkat. Pintu tertutup, sopir itu segera berlari memutar bagian belakang mobil untuk menempati posisinya dibalik kemudi."Langsung ke lokasi, Pak?""Ya."Kemal tak mau banyak bicara, ia sedang menyiapkan tenaga untuk bertemu Ines juga mengatur emosinya.Emosi? Kok emosi?Ya... karena akhir pekannya terganggu dengan urusan sepupu kakak iparnya itu.Lima tahun mereka tak bertemu muka, seperti apa Ines sekarang Kemal juga tak paham. Ia bahkan tidak menyimpan nomor ponsel wanita yang usianya beda dua tahun di bawahnya. Kenapa? Karena Kemal tak mau saja. Ia terlalu sibuk kerja ... kerja ... dan kerja.Bayangkan, sejak kehidupan keluarganya sudah terangkat karena ia dan Keira, Kemal sama sekali tak memikirkan hubungan baik dengan keluarga besar. Jika ada acara keluarga, seringnya ia tak hadir walau kiriman bunga,
Met bacaaa 🌿_______"Maksud kamu apa?" Tatiana menahan air mata supaya tak jatuh sedangkan kedua orang tuanya menahan kecewa dan marah terhadap Kemal."Saya tidak bermaksud mempermainkan atau menyakiti Tatiana, Om ... Tante, tapi saya benar-benar minta maaf karena harus ambil keputusan ini." Dengan berani Kemal membatalkan acara pertunangan yang sudah empat puluh persen siap."Siapa perempuan itu, Mal?" Air mata Tatiana jatuh juga, Kemal menunduk sejenak sebelum menjawab."Ines," jawab Kemal jujur. Tatiana membungkam mulutnya, ia patah hati seketika itu juga. Namun, Kemal dan Ines sudah sepakat. Lagi pula ini menjadi cara mereka bersatu."Kurang ajar," geram Tatiana."Saya yang salah karena terlalu jauh bertindak saat kami di Surabaya, saya dan Ines--""STOP!" Tatiana mengangkat telapak tangan, ia tak mau mendengar apa-apa lagi. Ia beranjak pergi menangis berlari menuju ke kamarnya. Kedua orang tua Tatiana mengusir Kemal, ah ... yasudah lah, kesempatan baginya pergi juga.Di rumah R
Met baca 🌿__________Ada keterangan sedikit, ya ; - Alta punya kakak sambung 3, namanya : Cakra (17th), Biru dan Bumi (15 th). Usia Alta sendiri 14 th di kisah ini, ya. Nanti saya edit di awal bab supaya nggak rancu.Markijut, mari kita lanjut!_______"Ayah mau sampai kapan duduk di situ! Ayo ke rumah sakit!" Bhumi sudah bersiap, ia terlihat kesal karena Tomy masih duduk seperti sedang berpikir keras."Berapa usia Alta?" tanya ke Ines yang sudah berdiri di dekat pintu."Empat belas tahun. Mau sampai kapan anda duduk. Anak anda menunggu di sana!" kesal Ines. Tomy mendongak, segera ia menyambar kunci mobil lalu meminta Ines pergi duluan.Saat Ines sudah berlalu dengan mengemudikan mobil Reynan, Tomy menarik tangan Bhumi yang hendak menuju ke posisi penumpang bagian kiri depan mobil SUV mewah itu."Kamu jangan cerita ke Kakakmu," pintanya.Bhumi menyeringai, "Ayah masih ingat sama Kak Cakra? Dia udah pergi dari rumah tiga bulan, Yah! Kita cari nggak ketemu sampai Biru celaka karena n
Met baca 🌿____________Kemal terus merangkul Ines saat mereka di bandara, bahkan menggenggam jemari tangan Ines seolah tak mau melewatkan momen apapun saat di dalam pesawat.Ines menyandarkan kepala di bahu kiri Kemal, ia hanya diam menyiapkan hati saat tiba di Jakarta semua akan berubah seperti semula.Benar saja, mereka melihat Tatiana datang menjemput tanpa janji terlebih dahulu. Bagus keduanya tau jauh-jauh waktu sebelum Ines melihat Kemal menggandeng jemari Ines sambil berjalan."Here we go," lirih Ines. Ia memberi jarak saat berjalan menuju luar lobi bandara. "Gue beli greentea latte dulu, lo kalau mau duluan, duluan aja, Mal. Its okey," tutur Ines saat sudah dekat beberapa langkah lagi ke arah Tatiana yang tersenyum sumringah melihat calon suaminya di depan mata."Iya." Kemal menjawab singkat, karena ia memakai kacamata hitam, sorot mata kesedihannya tidak bisa terbaca Tatiana."Hai!" pekik tertahan Tatiana. Ia memeluk Kemal singkat yang tidak dibalas Kemal karena tangan kana
Met baca 🌿_____________Alunan musik berdentum keras di dalam club mewah yang ada di kota itu. Ines dan Kemal duduk sambil menatap manusia melantai meliukkan tubuh."Minum nggak?" tawar Kemal."Sinting," ketus Ines melirik Kemal yang bahkan sejak tiba beberapa menit lalu belum memesan apapun."Kenapa ke sini, sih, Mal." Ines menyenggol bahu Kemal dengan bahunya."Gue pikir lo suka ke tempat kayak gini. Biasanya orang lagi galau ya ke sini.""Gila. Mendingan gue lo ajak makan rawon tiga mangkok sama es krim." Ines masih sewot."Tadi kan udah makan sebelum ke sini, rawon juga. Masih kurang?" Kemal tak kalah ngegas."Gue nggak suka di sini. Gue nggak mau." Wajah Ines memberengut, Kemal beranjak, menggandeng tangan Ines berjalan keluar dari club malam itu."Tempat ini padahal mahal dan mewah, bukan sembarangan, lo nggak mau." Kemal masih menggandeng tangan Ines sambil berjalan keluar. Sekuriti terkejut karena Kemal tak lama di sana."Kenapa pulang, Boss? Belum ketemu Gilbert," tanya sek
Met baca 🌿_____________Ines bergerak cepat, ia mencari tau kantor lelaki yang pantas dipanggil papa oleh Alta karena ayah kandungnya. Di kantor, ia menggali informasi hingga rinci.Tujuannya, memastikan jika Alta tidak boleh tau fakta sebenarnya karena usia belum cukup matang. Sesuai rencana Keira, ia akan jujur saat Alta sudah cukup umur."Bu Ines, ada surat nih, tapi kok dari pengadilan Surabaya," tukas resepsionis seraya menyerahkan amplop coklat."Oh, iya, makasih, ya." Ines menerima amplop, ia buka dan membaca. Surat panggilan sidang kasusnya, ia harus ke Surabaya dalam waktu dekat.Segera Ines menghubungi om Wisnu yang ternyata sudah tau dan memang mau Ines hadir. Ines sedang serius bicara dengan om Wisnu di telepon saat Kemal berdiri di depan meja kerja, merebut surat yang tergeletak di atas meja kerja Ines.Ia baca dengan seksama, lalu memperhatikan Ines hingga selesai menelpon omnya."Berangkat sama gue," putus Kemal. Ines menggeleng. "Gue temenin lo, Nes," lirih Kemal kar
Met baca 🌿_____________Makan siang bersama Tatiana juga di kediaman Keira sengaja diadakan. Kali itu Kei tak masak, ia memesan makanan khas arab juga makanan penutup dari toko kue langganannya.Ines membantu menata piring, gelas, serta peralatan makan lainnya di meja panjang tertutup taplak meja warna emas di halaman belakang."Gue bantu," tukas Kemal lantas mengambil alih nampan besar berisi sendok juga garpu dari tangan Ines."Udah, nggak usah. Temenin sana calon istri," celetuk Ines. "Luar biasa lo, Mal, baru sekali dikenalin langsung sat set," lanjut Ines lagi.Kemal menunduk sejenak, lalu mengangkat kepala menatap Ines yang lanjut menata peralatan makan."Ibu yang nyeplos begitu. Gue sama sekali belum kepikiran ke arah sana."Ines tersenyum, "ya bagus, dong. Tandanya lo emang harus menyegerakan." Ia menatap Kemal yang berdiri sambil memegang pinggiran meja, wajahnya tampak kebingungan. "Mal, turuti maunya Ibu."Kemal hanya bisa diam mematung, kedua matanya mengikuti gerak Ines
Met baca 🌿_________Ines memasukan dress dan sepatu yang ia beli ke dalam kotak lalu meletakkan di dalam lemari pakaian. Segera ia beranjak untuk istirahat karena hari sudah malam. Dexter juga tidak menghubungi karena berada di pesawat menuju Madrid.Janjinya pria itu akan menghubungi Ines jika sudah tiba atau tidak terlalu sibuk karena pekerjaan di sana sudah menunggu dirinya.Jemari Ines mengusap layar ponsel, melihat-lihat aplikasi belanja online sekedar cuci mata. Awalnya, hingga ia justru belanja beberapa barang kebutuhan pribadi."Yah, kok udah sejuta aja. Aduhhh ...," keluh Ines setelah sadar melakukan pembayaran. Saldo di rekeningnya tersisa dua juta hasil pinjam dari Keira. "Gimana gue idup. Mulai besok nggak mau berangkat dan pulang bareng Kemal."Pusing memikirkan keteledorannya, ia putusnya menerima fakta harus irit. Pintu kamarnya di ketuk, Ines beranjak cepat. Kaget seketika saat Kemal sudah pulang dari acara bersama Tatiana."Udah.""Oh, yaudah." Kemal memutar tubuh,
Met baca_______"Kopi gue mana?" tegur Kemal saat Ines menyerahkan draft bahasan rapat yang akan Kemal lakukan lima belas menit lagi dengan para manajer."Emang lo minta? Lagian rapat lo juga nggak pernah ngopi, Mal." Ines masih berdiri di sisi kanan Kemal tepat di tepi meja kerja."Lagi pingin," jawab Kemal tanpa menatap, ia sibuk membaca draft yang diberikan Ines."Nggak usah, deh, gue sibuk."Mendengar itu seketika Kemal mendongak menatap Ines yang sedang senyam senyum. "Sibuk apa.""Balesin chat dari Dexter," jawab Ines santai. Kemal mengerutkan kening. "Gue mau coba LDR sama dia. Ya, nggak jelas statusnya sih, tapi kayaknya dia naksir gue, deh, Mal.""Ck. Jangan gampang luluh. Inget nggak cerita sebelum-sebelumnya?" sindir Kemal yang menutup map lalu menyiapkan tablet juga ponselnya, ia bersiap beranjak pergi."Mal, dia beda, deh. Gue mau coba. Lo aja deketin Tatiana, masa gue nggak. Nggak adil, lah." Ines bersedekap."Terserah lo. Kalau ada apa-apa tanggung sendiri akibatnya. N
Met baca_______"Aku masih nggak percaya secepat ini kamu mau untuk kita coba lebih dekat, Mal." Tatiana menunduk malu, bahkan menyembuyikan wajahnya yang memerah dengan beberapa kali menatap keluar saat keduanya berada di dalam mobil saat perjalanan pulang. Kemal mengantar Tatiana pulang, hal itu spontan ia lakukan karena sudah terlanjur bicara jika ia mau memulai menjalin hubungan dengan Tatiana di depan Ines dan Dexter."Maaf kalau kesannya mendadak juga, buru-buru." Kalimat Kemal direspon gelengan kepala Tatiana."Nggak, kok, nggak mendadak." Tatiana memejamkan mata, ia terlihat terlalu bahagia. "Maksudku, jadi ... gini, lho ... kamu tau aku—"Kemal menghentikan mobil saat lampu merah di perempatan pintu masuk menuju komplek elite rumah Tatiana. Kepalanya menoleh ke Tatiana. Ia tersenyum tipis. "Besok pagi ke kantor jam berapa?""Aku?" tunjuk Tatiana."Iya, lah," kekeh Kemal. Tatiana mengulum senyum."Jam tujuh. Kenapa?" Begitu lemah lembut suara Tatiana, beda dengan Ines yang ka