"Ma," panggil bocah kelas satu SMP yang sedang bersiap berangkat ke sekolah. "Apa? Cari apa lagi sekarang? Dasi? Rompi?" Keira berkacak pinggang. "Cari Mama, lah." Alta mendekat, menyalim tangan Keira lalu mencium kedua pipinya, terakhir perut buncit Keira yang akan kembali melahirkan anak ke tiganya. "See you tomorrow baby boy. Mas Alta sekolah dulu, ya." Alta berbisik di depan perut Keira. "Mas Alta, kalau ada apa-apa sama Mama, jagain adek-adek, ya." Keira merapikan rambut anak sulungnya dengan kelima jari tangannya yang lentik terawat. "Mama nggak akan kenapa-kenapa, jangan bikin Alta sedih. Besok Alta udah izin nggak sekolah. Mama lahiran besok, kan?" Alta meraih tas ranselnya yang tergeletak di lantai. "Iya. Papa juga udah telepon ke guru kamu, kalau izin. Ke gurunya Vinka juga. Eh, adekmu mana?" Keira mencari ke sana ke sini. Anak keduanya ke mana? "Vinka udah di mobil sama Pak Darmo. Berangkat dulu, Ma. Bye, Ma," pamit Alta lagi. Ia segera berjalan kearah garasi rumah me
Hai, mulai dari part ini kisahnya lebih ke Kemal ya. Disambungin biar kalian enak bacanya. Terima kasih! *****"Om, dipanggil Mama di dapur," tukas Alta dengan membawa kuas dan palet. Bocah 12 tahun itu sedang asik melukis di kamarnya tau-tau dipanggil Keira untuk panggil Kemal yang semalam nginap di rumah mereka karena sabtu itu diminta Keira mengantar Vinka les renang juga balet.Rasakan. Emang enak masih jomblo diusia super matang. Sangat matang malah. Kemal 36 tahun tapi masih belum mau menikah.Pria gagah, tampan, pintar, tapi dingin terhadap perempuan entah alasannya apa."Iya." Kemal beranjak. Ia berjalan ke dapur menemui sang kakak yang sibuk membuat sarapan pagi jam enam."Apa, Mbak?" tanya Kemal seraya bersedekap lalu menyandar pada pintu dapur."Bunda telepon lo nggak?" Keira melirik, lalu kembali mengecek oven karena sedang memanggang lasagna dipinggan tahan panas ukuran besar."Iya, udah.""Terus mau berangkat kapan? Om Wisnu juga nyuruh lo, kan?""Hm." jawab Kemal denga
Hai, mari lanjut 🍃_______"Selamat siang, Pak Kemal," sapa seorang pria seraya membukakan pintu mobil SUV hitam saat Kemal sudah berdiri di depan lobi bandara."Siang," jawabnya singkat. Pintu tertutup, sopir itu segera berlari memutar bagian belakang mobil untuk menempati posisinya dibalik kemudi."Langsung ke lokasi, Pak?""Ya."Kemal tak mau banyak bicara, ia sedang menyiapkan tenaga untuk bertemu Ines juga mengatur emosinya.Emosi? Kok emosi?Ya... karena akhir pekannya terganggu dengan urusan sepupu kakak iparnya itu.Lima tahun mereka tak bertemu muka, seperti apa Ines sekarang Kemal juga tak paham. Ia bahkan tidak menyimpan nomor ponsel wanita yang usianya beda dua tahun di bawahnya. Kenapa? Karena Kemal tak mau saja. Ia terlalu sibuk kerja ... kerja ... dan kerja.Bayangkan, sejak kehidupan keluarganya sudah terangkat karena ia dan Keira, Kemal sama sekali tak memikirkan hubungan baik dengan keluarga besar. Jika ada acara keluarga, seringnya ia tak hadir walau kiriman bunga,
Met baca 🍃____________Pesawat mereka akan lepas landas pukul tiga sore. Sopir yang tadi diminta tolong memesan tiket segera memberikan ke Kemal."Pak Kemal butuh sesuatu, saya bisa siapkan?" Sopir itu begitu melayani bosnya."Nggak. Makasih. Ini cukup," jawab Kemal sambil melempar tatapan serius."Kalau gitu saya pamit pulang. Terima kasih pemberiannya tadi, semoga rejeki Pak Kemal semakin lancar.""Sama-sama." Lalu Kemal berjalan ke arah counter check in. Ines tersenyum ke arah sopir yang membalas dengan satu kali anggukan kepala.Koper Ines sudah selesai ditimbang lalu masuk cargo. Ines mengusap lehernya, ia haus."Mal," panggilnya. Kemal menoleh. "Gue mau beli minum, lo tunggu di mana? Apa mau ikut?""Ikut. Gue mau denger semua. Lo harus jujur, Nes." Kemal dan Ines menuju ke tempat menjual kopi, walau Ines tampak ragu mau menceritakan apa yang terjadi dengannya selama ini.***Semua berkumpul di rumah Reynan dan Keira. Bunda, ayah Alex bahkan ada di sana. Om Wisnu beserta istri
Met baca 🍃__________Rumah terasa sepi karena Keira sibuk di tempat usaha cateringnya sedangkan Reynan, om Wisnu, istrinya, pergi ke Surabaya untuk mengurus kasus Ines.Makanan sudah tersedia, sebelum Keira berangkat kerja ia pasti sudah masak untuk penghuni rumah."Tante, bisa temenin ke salon nggak? Aku mau potong rambut, nih," pinta Vinka."Oke. Adek mana?""Diajak Mama kerja. Mas Alta masih tidur, kecapean latihan kemarin. Om Kemal mana?" Vinka mencari om tersayangnya."Pulang. Kamu mau sarapan sekarang? Tante siapin, ya." Ines segera ke rak piring tapi Vinka larang."Aku bisa, kok. Tante duduk aja." Bocah kecil itu segera mengambil piring juga gelas lalu kembali duduk di meja makan."Kamu kecepetan mandirinya, Vin." Ines keheranan, namun Vinka segera menjelaskan peraturan di rumah yang berakhir membuat Ines berdecak kagum."Mas Alta gimana? Menang terus ya kejuaran renangnya?" Ia menyendok nasi kuning beserta lauk lainnya."Iya," jawab Vinka dengan mulut sudah ada tempe goreng
Met baca 🍃__________Ines menikmati hidangan diacara nikahan, bisa dibilang enak-enak kecuali minuman tadi. Kemal makan hanya sedikit, kebiasaannya memang karena Kemal bukan tipikal aji mumpung kalau hadir disatu acara."Lo mau cobain beef welingtonnya nggak, Mal. Enakan mana sama Mbak Kei bikin?" Ines sudah menyendok makanan. Kemal menoleh, membuka mulutnya. "Gue suapin? Jangan aneh-aneh, deh. Lo nggak sadar dari tadi Tatiana merhatiin elo. "Kemal menutup mulutnya lagi lantas menoleh ke arah Tatiana duduk. Benar saja, wanita itu menatapnya seraya melempar senyuman."Bisa kompak ya, Mal. Cewek disekitar lo inisialnya T semua. Ada Tatiana, terus ... Tanara."Mendengar itu Kemal menoleh cepat ke arah Ines."Apa? Kaget gue tau tentang Tanara? Gue punya informan handal," senyum Ines juga menaik turunkan kedua alis matanya. "Bilang single ternyata udah punya cewek. Lo mau jadi buaya?""Ngaco." Sinis Kemal."Lalu?" Ines menyuap makanan ke mulutnya tapi dengan serius menatap Kemal."Manta
Met baca 🍃__________Ines pulang berjalan kaki hingga ke rumah walau Kemal tetap mengikuti dengan mobil secara perlahan dari arah belakang. Terlihat Ines melepaskan sepatu lalu menentengnya masuk ke dalam rumah yang dibuka Keira.Kemal menghela napas seraya menyandarkan kepala pada jok mobil. Ia turunkan kaca mobil saat Keira menghampirinya."Kalian ribut?" Keira membungkuk ke arah Kemal yang tidak turun dari dalam mobil."Salah faham dikit. Mbak, gue mau pulang ke rumah Ibu malam ini.""Ibu pergi, diajak sama keluarga Minah ke Bogor, besok baru pulang. Lo mau di sini? Tidur sama Alta."Kemal malas kembali ke apartemennya malam itu, hatinya gundah."Oke, deh." Saat Kemal hendak melajukan mobilnya masuk ke garasi, Keira menahan dengan tangannya memegang bahu adiknya saat kaca belum tertutup kembali."Mal, Bapak sama Ibunya Ines ngotot mau jodohin dia. Masih dalam bahasan keluarga tanpa Ines tau, menurut lo gimana? Gue kasihan, Mal." Keira begitu sendu. Kemal sendiri hanya mengedikka
Met baca 🍃___________Ines mengaduk kopi untuknya di pantry, beberapa perempuan datang dengan terlihat grasak grusuk. "Ya, ada apa?" Ines memegang telinga cangkir lantas berdiri menghadap ke arah lima orang staf perempuan di kantor itu."Hai, Bu Ines," sapa mereka bergantian sambil senyam senyum."Iya, kenapa? Kalian dari tadi saya lihat kayak mau tanya sesuatu tapi nggak jadi-jadi." Ines tersenyum ramah."Kita penasaran, Bu Ines ... saudara atau keluarganya Pak Reynan sama Pak Kemal?""Iya. Benar. Pak Reynan sepupu saya dan Pak Kemal adik ipar Pak Reynan. Ada apa, ya?" Ines meneguk kopi perlahan, masih panas soalnya, harus hati-hati."Oh gitu ... nggak, Bu, cuma kok Pak Kemal mendadak hari ini datang tapi bawa aspri baru, nggak pakai seleksi lagi. Ya kami mikir yang enggak-enggak jadinya, kan. Kalau ternyata benar saudara ya wajar ... tetep unsur orang dalam bermain ya, Bu," ujar salah satunya."Iya benar. Saya akui kok saya kerja jadi aspri Pak Kemal tanpa seleksi atau interview a
Met baca 🌿__________Kemal dan Ines berada di kampung halaman hampir satu minggu. Semua berubah semenjak bapak pergi untuk selamanya. Apalagi setelah tau bapak ternyata merestui juga membagi-bagi warisan.Diam-diam juga bapak merupakan pewaris tunggal keluarganya yang merupakan juragan tanah di sana. Semua diceritakan ibu di depan keluarga.Kemal sendiri tak bangga mendapat warisan, toh ia sudah kaya raya. Warisan dari bapak justru ia serahkan ke Ines, terserah mau diapakan. Untuknya Ines lah warisan berharga dari bapak untuknya. Itu sudah lebih dari cukup."Nes, jadi pulang siang ini?" Suara ibu terdengar sedih. Ines menoleh, ia sedang berdiri menatap foto keluarganya saat ia masih remaja dulu terpasang di dinding ruang keluarga."Iya, Bu. Kemal udah lama nggak kerja. Ibu mau ikut ke Jakarta?" ajaknya. Ibu berjalan mendekat, menggeleng pelan."Ibu ke Jakarta kalau kamu melahirkan, ya." Tangan ibu mengusap perut putrinya. "Ibu senang kamu bisa hamil diusiamu yang nggak muda tapi Ibu
Met baca 🌿__________Kemal segera membantu Ines berkemas, ia sendiri sudah sejak tadi merapikan pakaiannya ke dalam tas koper."Ayo, sayang," ajak Kemal bicara dengan begitu lembut. Ines duduk mendongak, menatap suaminya nanar. "Ayo, kita pulang." Kemal tersenyum. Ines berdiri pelan, menggandeng tangan Kemal.Kemal meminta pak Darmo segera berangkat bersama putranya untuk menemani selama perjalanan darat karena Kemal dan Ines naik pesawat. Mereka akan lama di sana sehingga pak Darmo diajak setelah izin dengan Reynan meminjam sopir anak-anaknya."Mas Kemal nanti di sana siapa yang jemput?" Pak Darmo harus memastikan."Ada keluarga Ines, kalian hati-hati ya. Saya sudah transfer untuk bensin, tol dan jajan Bapak sama Ado." Kemal membuka pintu taksi. Ado membantu membawakan tas kecil milih Ines yang isinya beberapa barang penting."Hati-hati, Mbak, Mas," tukas Ado."Makasih, Do," jawab Ines pelan.Perjalanan mereka tembuh sambil terus diam namun kedua tangan mereka tak lepas saling meng
Met baca 🌿______Kemal tak henti tersenyum semenjak tiba di rumahnya. Ines langsung lanjut nonton drakor di kamar setelah mandi dan memakai daster."Kamu mau ke mana?" tegur Ines walau matanya menatap ke layar tablet di atas pangkuannya. Ines merebahkan diri di atas ranjang, terlihat sangat malas beranjak."Mau beli buah. Kamu harus banyak makan buah, Nes," jawab Kemal masih mematut diri di depan cermin. Ia meraih sisir di atas meja rias, merapikan rambutnya yang basah setelah mandi."Ngapain sisiran, rambut kamu rapi sendiri. Lurus banget gitu." Kalimat yang diucapkan Ines terdengar seperti dumelan, lagi-lagi bicara tanpa menatap suaminya."Biar rapi aja," sahut Kemal lagi."Biar dilihatin cewek lain barang kali."Kemal diam. Ia meletakkan sisir kembali ke tempatnya lalu melihat istrinya dari pantulan cermin. "Cemburu?" gumam Kemal tapi menahan senyuman saat bicara."Sorry, ya, nggak tuh!" Ines menyelimuti diri setengah badan kembali fokus nonton."Masa, sih, hormon ibu hamil bikin
Met baca 🌿_________Kemal begitu bahagia saat ulang tahunnya dirayakan bersama keluarga di rumahnya. Tak lepas ia tersenyum sambil sesekali menunjukkan kemesraannya dengan Ines yang justru terlihat sedikit sendu.Seharian ia kepikiran bapak dan ibu, ia coba kirim pesan singkat ke bapak tapi tidak dibaca. Saat ke ibu, ibu hanya bilang kalau bapak tidak mau tau urusan juga apa yang terjadi dengan Ines.Ia anak perempuan, hubungan dekat dengan bapaknya sudah erat dari kecil. Perlahan pudar semenjak Ines ngotot merantau ke Jakarta dan kota besar lainnya hingga tersangkut kasus besar.Katon menghampiri Ines di dapur saat adiknya sedang merapikan piring dan gelas yang sudah kering, ia masukkan ke lemari dapur dengan rapi."Besok kalau Mas sempat, Mas ke rumah Bapak. Coba bicara lagi, ya."Ines diam, dengan wajah sendu menunjukkan balasan pesan singkat yang dikirim ibu. Setelah Katon baca ia hanya bisa menghela napas panjang."Maafin Bapak ya, Nes," tukas Katon."Ada juga aku, Mas, yang ha
"Kapan kita mau ke rumah Bapak Ibu, Mal?" Ines baru selesai menyiram tanaman di depan rumah saat Kemal memakai sepatu bersiap kerja."Mau kamu kapan?" Kemal masih menunduk."Terserah kamu. Aku hopeless.""Nggak boleh gitu. Aku cek jadwalku ke Raja, kalau kerjaan aman jumat ini kita ke sana, mau naik apa? Kereta atau pesawat?""Terserah."Kemal mendongak, menatap istrinya yang berdiri menggulung selang."Jangan terserah, Nes." Ia lantas berjalan mendekat. Merapikan rambut Ines yang sedikit acak-acakkan karena angin. "Kita harus kompak."Ines memeluk manja Kemal, ia memang tak yakin jika bapak mau melihat usaha mereka meminta restu. Kemal mengusap pelan punggung Ines, ia tau galaunya Ines karena sudah sebulan menikah tapi bapak sama sekali tidak berkabar. Anak perempuan mana yang tidak sedih."Aku kerja, ya, kamu mau di rumah aja apa jadi ke tempat Mbak Keira? Ervan bilang mereka butuh orang buat auditing keuangan, kamu bisa, kan?"Ines melepaskan pelukan, berjalan ke arah teras meraih
Met baca 🌿_____________Tamu kerabat dekat dan teman kerja sudah pulang sejak beberapa waktu lalu. Tak sampai lima puluh orang yang hadir. Kemal duduk sambil menikmati kopi sore yang dibuat Keira, diam menatap lurus ke tatanan taman bunga yang cantik atas tangan diri Keira."Gue tau perjuangan lo baru dimulai, tapi jangan lihatin ke Ines, kasihan dia." Keira duduk tepat di sebelah Kemal."Salah nggak sih, Mbak? Kalau jadinya begini?""Nggak ada yang salah atau benar, Mal. Udah jalannya dan yang penting lo bisa ubah pelan-pelan. Kapan berangkat bulan madunya?""Tiga hari lagi. Nyamain jadwal terbang Mas Katon, Ines mintanya gitu."Keira merangkul bahu sang adik, lalu ia bersandar pada pundak tegap Kemal. "Ibu bahagia banget. Dari tadi senyum, ketawa dan kelihatan bangga lo nikah juga, Mal. Nggak jadi perjaka tua," kekeh Keira. Kemal pun sama, kedua bahunya bergetar pelan lalu meraih jemari tangan kanan Keira."Mbak, makasih selalu marahin gue kalau gue salah langkah. Maaf lo jadi die
Met baca 🌿__________"Pisah!" tegas Keira saat kedua insan itu sudah kembali ke Jakarta dan langsung menghadap Keira, Reynan dan om Wisnu."Mbakkk," rengek Kemal lemas."Apa! Mau gue tabok lo! Nggak pantes udah tua!" Sambung Keira sambil berkacak pinggang. Vinka dan Alta yang duduk di anak tangga ke lima sambil Alta memangku Daksa hanya bisa cekikikan melihat om kesayangannya diomelin mama mereka."Lo aja belum dapat restu Bapaknya Ines, masih mau minta Ines tetep tinggal sama lo!" Keira ngamuk. Reynan hanya bisa menyerahkan kuasa sidang itu ke istrinya."Gue udah suruh Bibi dan Pak Darmo beresin barang-barang Ines dari tempat lo barusan. Mereka udah jalan. Ines balik tinggal di sini. Elo ...," tunjuk Keira. "Lo datengin Bapak, lo kejar restu Bapak. Jangan pulang sebelum lo dapat restu!"Om Wisnu tak yakin hal itu terjadi. "Om temani, Mal. Om yang tau Kakak Om itu seperti apa. Kapan mau ke sana?""Sekarang, Om." Kemal tegas menjawab."Oke. Om pesan tiket pesawatnya." Segera Wisnu me
Met baca 🌿_______Di bawah guyuran hujan, Kemal terus meminta Ines pulang bersamanya. Ines yang berdiri di hadapannya terus menolak. Ines tak terkena air hujan karena berdiri di bawah atap kedai sederhana itu.Tanpa peduli tubuhnya semakin basah, Kemal membujuk. "Pulang, Nes." Kali ini suaranya bergetar pelan. Ines tetap menolak, bahkan ia meninggalkan Kemal begitu saja, Kemal tak bisa apa-apa selain pergi kembali ke hotel.Kemal berendam air hangat di bath up kamar hotel, ia merenungi kebodohannya. Kedua matanya terasa panas, ia sadar jika sedetik lagi air matanya jatuh.Benar saja, ia menangis, membungkam mulutnya dengan telapak tangan kanan. Sesakit ini melihat Ines menjadi menjauh darinya. Semenyengsarakan ini rasanya ditolak Ines yang bertahun-tahun memahami dirinya seperti apa.Apakah kali ini ia menyerah? Membiarkan dirinya menjadi bujangan tanpa mau memikirkan berumah tangga?Menjelang tengah malam, Kemal masih terjaga, ia mengusap tengkuknya saat berkutat dengan pekerjaan
Met baca 🌿___________Suara wajan di atas api yang menyala besar juga kesibukan lain di dapur membuat Ines ingat bagaimana Keira dulu memulai usaha catering yang dirintis dari nol hingga sukses seperti sekarang.Begitu pula ingatan Ines bagaimana awal mula pertemuan dengan Kemal yang ia anggap sombong kini justru menempati ruang hati terdalamnya.Ia berdiri, menunggu pesanan pelanggan siap sambil memeluk nampan coklat. Tiga juru masak berlomba-lomba menyelesaikan masakan untuk dihidangkan, Ines melirik ke sudut dapur, terdapat meja bahan baku yang siap diolah.Hela napas panjangnya membuat salah satu rekannya mendekat. "Ada apa?" tanyanya dengan logat melayu."Tidak ada apa-apa," jawab Ines diakhiri dengan senyuman. Satu juru masak memindahkan makanan dari wajan ke mangkok besar, Ines mendekat seraya meraih selembar tisu dapur. Dirapihkan makanan itu dari noda yang berceceran disekeliling mangkok karena juru masak buru-buru menuangkan.Ines siap membawa pesanan makanan ke meja pelan