Met baca 🍃__________Ines menikmati hidangan diacara nikahan, bisa dibilang enak-enak kecuali minuman tadi. Kemal makan hanya sedikit, kebiasaannya memang karena Kemal bukan tipikal aji mumpung kalau hadir disatu acara."Lo mau cobain beef welingtonnya nggak, Mal. Enakan mana sama Mbak Kei bikin?" Ines sudah menyendok makanan. Kemal menoleh, membuka mulutnya. "Gue suapin? Jangan aneh-aneh, deh. Lo nggak sadar dari tadi Tatiana merhatiin elo. "Kemal menutup mulutnya lagi lantas menoleh ke arah Tatiana duduk. Benar saja, wanita itu menatapnya seraya melempar senyuman."Bisa kompak ya, Mal. Cewek disekitar lo inisialnya T semua. Ada Tatiana, terus ... Tanara."Mendengar itu Kemal menoleh cepat ke arah Ines."Apa? Kaget gue tau tentang Tanara? Gue punya informan handal," senyum Ines juga menaik turunkan kedua alis matanya. "Bilang single ternyata udah punya cewek. Lo mau jadi buaya?""Ngaco." Sinis Kemal."Lalu?" Ines menyuap makanan ke mulutnya tapi dengan serius menatap Kemal."Manta
Met baca 🍃__________Ines pulang berjalan kaki hingga ke rumah walau Kemal tetap mengikuti dengan mobil secara perlahan dari arah belakang. Terlihat Ines melepaskan sepatu lalu menentengnya masuk ke dalam rumah yang dibuka Keira.Kemal menghela napas seraya menyandarkan kepala pada jok mobil. Ia turunkan kaca mobil saat Keira menghampirinya."Kalian ribut?" Keira membungkuk ke arah Kemal yang tidak turun dari dalam mobil."Salah faham dikit. Mbak, gue mau pulang ke rumah Ibu malam ini.""Ibu pergi, diajak sama keluarga Minah ke Bogor, besok baru pulang. Lo mau di sini? Tidur sama Alta."Kemal malas kembali ke apartemennya malam itu, hatinya gundah."Oke, deh." Saat Kemal hendak melajukan mobilnya masuk ke garasi, Keira menahan dengan tangannya memegang bahu adiknya saat kaca belum tertutup kembali."Mal, Bapak sama Ibunya Ines ngotot mau jodohin dia. Masih dalam bahasan keluarga tanpa Ines tau, menurut lo gimana? Gue kasihan, Mal." Keira begitu sendu. Kemal sendiri hanya mengedikka
Met baca 🍃___________Ines mengaduk kopi untuknya di pantry, beberapa perempuan datang dengan terlihat grasak grusuk. "Ya, ada apa?" Ines memegang telinga cangkir lantas berdiri menghadap ke arah lima orang staf perempuan di kantor itu."Hai, Bu Ines," sapa mereka bergantian sambil senyam senyum."Iya, kenapa? Kalian dari tadi saya lihat kayak mau tanya sesuatu tapi nggak jadi-jadi." Ines tersenyum ramah."Kita penasaran, Bu Ines ... saudara atau keluarganya Pak Reynan sama Pak Kemal?""Iya. Benar. Pak Reynan sepupu saya dan Pak Kemal adik ipar Pak Reynan. Ada apa, ya?" Ines meneguk kopi perlahan, masih panas soalnya, harus hati-hati."Oh gitu ... nggak, Bu, cuma kok Pak Kemal mendadak hari ini datang tapi bawa aspri baru, nggak pakai seleksi lagi. Ya kami mikir yang enggak-enggak jadinya, kan. Kalau ternyata benar saudara ya wajar ... tetep unsur orang dalam bermain ya, Bu," ujar salah satunya."Iya benar. Saya akui kok saya kerja jadi aspri Pak Kemal tanpa seleksi atau interview a
Met baca 🍃____________Satu minggu berlalu, Ines mengutak ngatik ponselnya melihat media sosial hingga merasa kesal sendiri karena jam sudah menunjukkan pukul enam pagi tapi Kemal belum datang."Nes, Kemal masih belum dateng?" Keira membuka pintu kamar yang ditempati Ines."Belum, Mbak. Tau ke mana adek iparnya Mbak Keira," tukas Ines lalu berjalan ke arah meja rias, ia meraih kunciran rambut. "Aku naik ojol aja, deh, Mbak.""Nggak mau diantar Pak Darmo, sekalian antar anak-anak sekolah.""Nggak, deh, malu. Diantarnya pake mobil mewah gitu." Ines meraih tas kerja, berjalan ke arah Keira yang menggendong anak ketiganya. "Tante kerja ya, ganteng ... nanti malem bobo di sama Tante lagi, ya." Ines menciumi pipi keponakannya lalu menyalim tangan Ines. "Mbak ke kantor?""Nggak, mau ke sekolah Alta, guru olahraganya mau jelasin teknis kompetisi renang sabtu ini. Kamu dateng, ya, support Alta. Masuk semi final dia.""Siap, Mbak. Alta keren banget, bangga aku sebagai Tante kecehnya." Ines be
Met baca 🍃__________"You freaking me out, Kemal!" geram Ines. Kemal tertawa pelan lalu meringis karena sakit di kepalanya."Sorry, i just try to make a joke karena lo terlalu ... drama.""Drama lo bilang!" teriak Ines. Kemal memejamkan mata dengan kening mengkerut. "Lo pikir omongan lo berkualitas. Kita saling membutuhkan? Kalimat apaan itu!" Ines berjalan ke arah meja kecil kemudian membuka makanan yang ia beli. "Mendingan lo tidur dari pada keluarin kalimat nggak penting."Kemal menghela napas panjang, ide Ines benar juga toh efek obat membuatnya mengantuk.Pukul lima sore, Ines pamit pulang setelah Kemal bangun tidur. Tetapi pria itu melarang, justru meminta Ines menemaninya. Perdebatan alot kembali terjadi, Ines tidak bawa baju ganti juga peralatan mandi."Dompet gue lo pegang, kan? Beli baju dan yang lo butuh di mal, black card gue pake aja."Seketika Ines tersenyum lebar. "Boleh beli apapun?""Hm. Asal jangan lo minta dibeliin mobil atau rumah. Gue siksa lo seumur hidup jadi
Met baca 🍃__________"Yakin kamu?" Keira mencoba kembali bertanya untuk kesekian kalinya kepada Ines saat ia sedang merapikan pakaiannya untuk segera pindah dari sana. Kemal sudah keluar dari rumah sakit dan pulang ke apartemennya lebih dulu."Yakin. Mbak tenang aja, kalau Kemal macam-macam aku udah siap semprotan lada. Aman ...." Ines menutup koper kedua miliknya lalu bersiap menyeret keluar karena pak Darmo sudah menunggu di garasi."Yaudah. Kabarin kalau ada apa-apa, ya. Orang tua kamu tau?""Nanti aku bilang. Sekarang aku masih ngehindar mereka, karena setiap telepon bahas perjodohan itu. Awalnya aku, sih, yang tanya apa bener mereka ada niat begitu. Ternyata ya bener." Ines memakai tas selempang lalu pamit ke Keira yang ikut mengantar ke garasi.Reynan sudah di teras, duduk menunggu. Saat Ines pamit, Reynan berpesan untuk tetap jaga diri, bagaimana juga sebenarnya tak boleh tinggal bersama tanpa ikatan sah. Tak baik dicontoh, ya."Hati-hati, Nes," pesan Reynan. Ines mengangguk.
Met baca 🍃__________Segelas kopi panas dari merek kedai kopi ternama berdiri tegak di depan Ines hingga membuatnya seketika mendongakkan kepala."Hai," sapa lembut Tatiana dengan senyum mengembang."Hai," balas Ines lantas berdiri dari duduknya. Tatiana menoleh ke arah ruang kerja Kemal lalu kembali menatap Ines."Aku mau ketemu Kemal, bisa?" lirihnya masih menyunggingkan senyuman. Ines melirik gelas kopi di mejanya."Nyogok?" Ia menunjuk pada gelas kopi. Tatiana mengangguk tapi tetap sumringah. "Kemal baru selesai rapat, dia lagi cek hasil rapat tadi. Sepuluh menit aja nggak apa-apa, kan?"Tatiana mengangguk cepat. "Lima menit lebih dari cukup.""Oke. Eh tapi ada keperluan apa?""Cuma mau nyapa. Kebetulan aku habis ketemu Pak Reynan tadi, mampir sebentar mau ketemu Kemal. Wish me luck, Nes!" cicit Tatiana girang. Ines hanya bisa tersenyum sambil mengacungkan ibu jari. Tatiana melangkah masuk, Ines kembali duduk lalu fokus mengatur jadwal Kemal untuk satu pekan ke depan.Di dalam r
Met baca 🍃____________"Pulang?" ajak Ines setelah membuka pintu ruangan Kemal. Sejam lalu dua keponakan dan kakak iparnya sudah pulang lebih dulu. Kemal melirik jam di atas meja kerjanya, sudah tepat pukul tujuh malam. Ia beranjak, memasukan ponsel, tablet, laptop ke dalam tas kerjanya."Mbak Keira kirim makanan sore tadi, dititip di sekuriti lobi. Masak rawon, tapi kita beli telur asin sama gue mau bikin tempe goreng tepung buat pelengkapnya. Mampir ke supermarket sebentar, ya."Kemal mengangguk. Ia memastikan tak ada barang yang tertinggal, lalu berjalan keluar ruangannya bersama Ines."Kapan potong rambut lo?"Mendengar itu Ines menoleh, "kenapa? Ngebet banget mau lihat penampilan gue fresh?" candanya. Kemal hanya diam, tak membalas satu katapun."Mal, Tatiana cantik,kok. Kenapa sih, lo kayak nggak seneng di deketin dia?" Keduanya sudah di dalam lift."Cantik bukan hal utama.""Halah. Cowok di mana-mana pasti menomor satukan penampilan. Logika cowok kan gitu. Itu natural.""Cant
Met baca 🌿____________Kemal terus merangkul Ines saat mereka di bandara, bahkan menggenggam jemari tangan Ines seolah tak mau melewatkan momen apapun saat di dalam pesawat.Ines menyandarkan kepala di bahu kiri Kemal, ia hanya diam menyiapkan hati saat tiba di Jakarta semua akan berubah seperti semula.Benar saja, mereka melihat Tatiana datang menjemput tanpa janji terlebih dahulu. Bagus keduanya tau jauh-jauh waktu sebelum Ines melihat Kemal menggandeng jemari Ines sambil berjalan."Here we go," lirih Ines. Ia memberi jarak saat berjalan menuju luar lobi bandara. "Gue beli greentea latte dulu, lo kalau mau duluan, duluan aja, Mal. Its okey," tutur Ines saat sudah dekat beberapa langkah lagi ke arah Tatiana yang tersenyum sumringah melihat calon suaminya di depan mata."Iya." Kemal menjawab singkat, karena ia memakai kacamata hitam, sorot mata kesedihannya tidak bisa terbaca Tatiana."Hai!" pekik tertahan Tatiana. Ia memeluk Kemal singkat yang tidak dibalas Kemal karena tangan kana
Met baca 🌿_____________Alunan musik berdentum keras di dalam club mewah yang ada di kota itu. Ines dan Kemal duduk sambil menatap manusia melantai meliukkan tubuh."Minum nggak?" tawar Kemal."Sinting," ketus Ines melirik Kemal yang bahkan sejak tiba beberapa menit lalu belum memesan apapun."Kenapa ke sini, sih, Mal." Ines menyenggol bahu Kemal dengan bahunya."Gue pikir lo suka ke tempat kayak gini. Biasanya orang lagi galau ya ke sini.""Gila. Mendingan gue lo ajak makan rawon tiga mangkok sama es krim." Ines masih sewot."Tadi kan udah makan sebelum ke sini, rawon juga. Masih kurang?" Kemal tak kalah ngegas."Gue nggak suka di sini. Gue nggak mau." Wajah Ines memberengut, Kemal beranjak, menggandeng tangan Ines berjalan keluar dari club malam itu."Tempat ini padahal mahal dan mewah, bukan sembarangan, lo nggak mau." Kemal masih menggandeng tangan Ines sambil berjalan keluar. Sekuriti terkejut karena Kemal tak lama di sana."Kenapa pulang, Boss? Belum ketemu Gilbert," tanya sek
Met baca 🌿_____________Ines bergerak cepat, ia mencari tau kantor lelaki yang pantas dipanggil papa oleh Alta karena ayah kandungnya. Di kantor, ia menggali informasi hingga rinci.Tujuannya, memastikan jika Alta tidak boleh tau fakta sebenarnya karena usia belum cukup matang. Sesuai rencana Keira, ia akan jujur saat Alta sudah cukup umur."Bu Ines, ada surat nih, tapi kok dari pengadilan Surabaya," tukas resepsionis seraya menyerahkan amplop coklat."Oh, iya, makasih, ya." Ines menerima amplop, ia buka dan membaca. Surat panggilan sidang kasusnya, ia harus ke Surabaya dalam waktu dekat.Segera Ines menghubungi om Wisnu yang ternyata sudah tau dan memang mau Ines hadir. Ines sedang serius bicara dengan om Wisnu di telepon saat Kemal berdiri di depan meja kerja, merebut surat yang tergeletak di atas meja kerja Ines.Ia baca dengan seksama, lalu memperhatikan Ines hingga selesai menelpon omnya."Berangkat sama gue," putus Kemal. Ines menggeleng. "Gue temenin lo, Nes," lirih Kemal kar
Met baca 🌿_____________Makan siang bersama Tatiana juga di kediaman Keira sengaja diadakan. Kali itu Kei tak masak, ia memesan makanan khas arab juga makanan penutup dari toko kue langganannya.Ines membantu menata piring, gelas, serta peralatan makan lainnya di meja panjang tertutup taplak meja warna emas di halaman belakang."Gue bantu," tukas Kemal lantas mengambil alih nampan besar berisi sendok juga garpu dari tangan Ines."Udah, nggak usah. Temenin sana calon istri," celetuk Ines. "Luar biasa lo, Mal, baru sekali dikenalin langsung sat set," lanjut Ines lagi.Kemal menunduk sejenak, lalu mengangkat kepala menatap Ines yang lanjut menata peralatan makan."Ibu yang nyeplos begitu. Gue sama sekali belum kepikiran ke arah sana."Ines tersenyum, "ya bagus, dong. Tandanya lo emang harus menyegerakan." Ia menatap Kemal yang berdiri sambil memegang pinggiran meja, wajahnya tampak kebingungan. "Mal, turuti maunya Ibu."Kemal hanya bisa diam mematung, kedua matanya mengikuti gerak Ines
Met baca 🌿_________Ines memasukan dress dan sepatu yang ia beli ke dalam kotak lalu meletakkan di dalam lemari pakaian. Segera ia beranjak untuk istirahat karena hari sudah malam. Dexter juga tidak menghubungi karena berada di pesawat menuju Madrid.Janjinya pria itu akan menghubungi Ines jika sudah tiba atau tidak terlalu sibuk karena pekerjaan di sana sudah menunggu dirinya.Jemari Ines mengusap layar ponsel, melihat-lihat aplikasi belanja online sekedar cuci mata. Awalnya, hingga ia justru belanja beberapa barang kebutuhan pribadi."Yah, kok udah sejuta aja. Aduhhh ...," keluh Ines setelah sadar melakukan pembayaran. Saldo di rekeningnya tersisa dua juta hasil pinjam dari Keira. "Gimana gue idup. Mulai besok nggak mau berangkat dan pulang bareng Kemal."Pusing memikirkan keteledorannya, ia putusnya menerima fakta harus irit. Pintu kamarnya di ketuk, Ines beranjak cepat. Kaget seketika saat Kemal sudah pulang dari acara bersama Tatiana."Udah.""Oh, yaudah." Kemal memutar tubuh,
Met baca_______"Kopi gue mana?" tegur Kemal saat Ines menyerahkan draft bahasan rapat yang akan Kemal lakukan lima belas menit lagi dengan para manajer."Emang lo minta? Lagian rapat lo juga nggak pernah ngopi, Mal." Ines masih berdiri di sisi kanan Kemal tepat di tepi meja kerja."Lagi pingin," jawab Kemal tanpa menatap, ia sibuk membaca draft yang diberikan Ines."Nggak usah, deh, gue sibuk."Mendengar itu seketika Kemal mendongak menatap Ines yang sedang senyam senyum. "Sibuk apa.""Balesin chat dari Dexter," jawab Ines santai. Kemal mengerutkan kening. "Gue mau coba LDR sama dia. Ya, nggak jelas statusnya sih, tapi kayaknya dia naksir gue, deh, Mal.""Ck. Jangan gampang luluh. Inget nggak cerita sebelum-sebelumnya?" sindir Kemal yang menutup map lalu menyiapkan tablet juga ponselnya, ia bersiap beranjak pergi."Mal, dia beda, deh. Gue mau coba. Lo aja deketin Tatiana, masa gue nggak. Nggak adil, lah." Ines bersedekap."Terserah lo. Kalau ada apa-apa tanggung sendiri akibatnya. N
Met baca_______"Aku masih nggak percaya secepat ini kamu mau untuk kita coba lebih dekat, Mal." Tatiana menunduk malu, bahkan menyembuyikan wajahnya yang memerah dengan beberapa kali menatap keluar saat keduanya berada di dalam mobil saat perjalanan pulang. Kemal mengantar Tatiana pulang, hal itu spontan ia lakukan karena sudah terlanjur bicara jika ia mau memulai menjalin hubungan dengan Tatiana di depan Ines dan Dexter."Maaf kalau kesannya mendadak juga, buru-buru." Kalimat Kemal direspon gelengan kepala Tatiana."Nggak, kok, nggak mendadak." Tatiana memejamkan mata, ia terlihat terlalu bahagia. "Maksudku, jadi ... gini, lho ... kamu tau aku—"Kemal menghentikan mobil saat lampu merah di perempatan pintu masuk menuju komplek elite rumah Tatiana. Kepalanya menoleh ke Tatiana. Ia tersenyum tipis. "Besok pagi ke kantor jam berapa?""Aku?" tunjuk Tatiana."Iya, lah," kekeh Kemal. Tatiana mengulum senyum."Jam tujuh. Kenapa?" Begitu lemah lembut suara Tatiana, beda dengan Ines yang ka
Met baca 🍃__________Pintu kamar keduanya terbuka lebar, sama-sama masih muka bantal dengan rambut acak-acakkan."Morning," sapa parau Ines seraya berjalan ke arah dapur, tak lupa menguap lebar mulutnya karena masih ngantuk."Pagi," balas Kemal lantas membuka laci meja dapur untuk mengambil stok kopi bubuk yang akan ia masukkan ke mesin pembuat kopi otomatis, mahal, dan canggih. Iya, lah, CEO ... masa barang-barangnya jelek."Geser," celoteh Ines saat Kemal menghalanginya hendak membuka kabinet bagian atas untuk meraih piring ceper. Ines melesak begitu saja, berdiri di depan Kemal yang seketika melotot.Tanda bahaya berbunyi! Kemal memejamkan mata karena itunya tersentuh tak sengaja dengan bokong Ines yang masih memakai baju tidur bercelana panjang."Mal! Bisa dikondisikan, kan!" omel Ines lalu buru-buru berjalan ke arah kompor listrik. Kemal tak membalas, ia hanya diam mengatur dirinya sendiri."Lo mau roti atau nasi? Gue masakin nasi goreng." Ines masih kesal karena tadi, Kemal me
Met baca 🍃____________"Pulang?" ajak Ines setelah membuka pintu ruangan Kemal. Sejam lalu dua keponakan dan kakak iparnya sudah pulang lebih dulu. Kemal melirik jam di atas meja kerjanya, sudah tepat pukul tujuh malam. Ia beranjak, memasukan ponsel, tablet, laptop ke dalam tas kerjanya."Mbak Keira kirim makanan sore tadi, dititip di sekuriti lobi. Masak rawon, tapi kita beli telur asin sama gue mau bikin tempe goreng tepung buat pelengkapnya. Mampir ke supermarket sebentar, ya."Kemal mengangguk. Ia memastikan tak ada barang yang tertinggal, lalu berjalan keluar ruangannya bersama Ines."Kapan potong rambut lo?"Mendengar itu Ines menoleh, "kenapa? Ngebet banget mau lihat penampilan gue fresh?" candanya. Kemal hanya diam, tak membalas satu katapun."Mal, Tatiana cantik,kok. Kenapa sih, lo kayak nggak seneng di deketin dia?" Keduanya sudah di dalam lift."Cantik bukan hal utama.""Halah. Cowok di mana-mana pasti menomor satukan penampilan. Logika cowok kan gitu. Itu natural.""Cant