"Gila si Arman, dia ternyata sedang berkencan dengan seorang wanita!" Bara meradang ketika melihat foto Arman bersama seorang wanita tersebar ke ponselnya. Bara sendiri tak tahu siapa pelaku yang menyebarkan foto itu.
"Tak bisa dibiarkan! Amanda pasti akan merasa tersakiti jika mengetahui foto ini. Aku harus menghapus semua foto ini agar Amanda tidak tahu jika suaminya berselingkuh." Bara segera menghapus foto - foto yang tersebar ke ponselnya namun tiba - tiba seseorang menabraknya membuat ponsel terpental tepat di kaki Amanda dengan gambar yang terlihat jelas.
Brak
Suara ponsel terjatuh mengenai sebuah meja hingga menimbulkan suara, ponsel kemudian terjatuh tepat di kaki Amanda.
"Foto apa ini?" Amanda mengambilnya dan melihat dengan jelas. Bara menelan ludah, takut jika Amanda akan menangis dan sakit hati.
"Man, itu bukan foto siapapun!" Bara berusaha merebut ponselnya namun Amanda menyingkirkan tangan Bara. Amanda menelusuri semua foto kebersamaan lelaki yang masih menjadi suami sahnya.
Kedua bola mata Amanda memanas ketika melihat satu persatu foto yang tersebar di ponsel Bara. Bara ingin mendekati Amanda untuk menenangkannya namun hatinya terasa beku. Beku ketika melihat Amanda telah meloloskan air matanya begitu saja.
"Kenapa kau menyembunyikan ini, Bara?" Bara sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Dirinya baru saja mendapat foto itu dari nomor yang tak dikenal.
"Manda, maafkan aku. Aku sendiri tak tahu jika foto itu disebar ke ponselku. Lihatlah! bahkan itu nomor baru," Bara mencoba berbicara jujur pada sahabatnya sekaligus cinta pertamanya. Meski hati hancur melihat Amanda bersama dengan Arman, suami sahnya.
"Man, kamu tidak apa - apa, kan?" Bara memegang kedua pundak Amanda yang mulai bergetar. Ingin rasanya Bara memeluk dan mendekapnya agar Amanda tenang, namun Bara sadar batasan seorang lelaki yang bukan mahromnya.
"Aku tak apa, Bar! mungkin ini yang menjadi alasan Mas Arman tidak menafkahiku secara layak, sehingga aku harus mencari uang sendiri demi memenuhi kebutuhan hidup," Amanda mengusap air mata yang terlanjur menganak sungai dan berusaha menguatkan hatinya.
"Tak layak?" Bara terkejut mendengar ucapan Amanda.
"Iya, Ibu mertua meminta jatah bulanan hampir 65 persen dari penghasilan Mas Arman. Sedangkan aku hanya diberikan satu juta perbulan dengan alasan aku sudah bekerja."
"Gila, si Arman!" Bara merasa sangat marah ketika wanita yang yang dicintainya dalam diam diperlakukan tidak adil dengan suaminya."Tenanglah! biarkan aku yang menghadapi ini semua, kau temanku dan sahabatku tetap doakan yang terbaik buatku ya." Amanda berlalu meninggalkan Bara yang diam terpaku untuk memasuki ruang kerjanya.
"Sudah saatnya aku harus melawan mereka." Amanda mulai membuka pikirannya agar tidak terus menerus diperlakukan seperti ini.
"Tunggu saja permainanku, Mas!" senyum licik terukir di bibir Amanda.
*
"Sayang, kenapa foto itu disebar, kalau Amanda tahu bagaimana?" Arman merasa tidak enak jika foto kebersamaan dirinya dengan Vera disebarkan.
"Jadi kamu tidak ingin menjalani hubungan kita secara serius? aku hamil anak kamu loh, Mas!" Vera merajuk, mengambil kesempatan agar Arman merasa kasihan dan perhatian padanya.
"Tapi aku masih menjadi suami Amanda, Vera?" Arman dilema dengan dua pilihan yang di dapatinya. Di sisi lain, dirinya masih mencintai Amanda karena dia istri penurut sedangkan di sisi lain, Vera tengah mengandung anaknya.
"Jadi kamu mau meninggalkan anak kita? baiklah, silahkan kamu kembali bersama Amanda. Aku akan gugurkan anak ini!" Vera mengancam Arman dengan menggugurkan kandungan agar Arman mau bertekuk lutut padanya.
Arman terperanjat mendengar ancaman Vera. Mempunyai seorang anak adalah keinginannya sampai sekarang. Menikah selama tiga tahun belum mendapatkan keturunan sehingga membuatnya berpaling dari Amanda karena godaan Vera, seseorang yang bekerja sebagai sekretaris bosnya.
"Ja, jangan nekat Vera, jangan gugurkan kandunganmu!" Arman ketakutan ketika Vera mengancamnya.
"Sudahi pernikahan kalian dan nikahi aku!" Vera bersedekap dengan angkuhnya di depan Arman.
"Baiklah! aku akan secepatnya menceraikan Amanda." Bagai kerbau dicocok hidungnya, Arman patuh dengan ancaman yang diberikan Vera."Baiklah, aku pergi ke apartemen dulu untuk istirahat. Oh ya, aku ingin kamu mengucapkan kata talak di depanku, Arman," Arman semakin terkesiap ketika Vera meminta hal yang mustahil untuk dikabulkan.
"Tapi, Ver."
"Iya, atau aku gugurkan!"
"Baiklah! akan aku kabari jika aku akan mentalaknya. Aku pergi dulu karena sudah sore." Arman pergi meninggalkan Vera di sebuah cafe tempat mereka bertemu. Arman pergi dengan mobilnya sedangkan Vera tetap berada di kursi yang sama seperti menunggu seseorang."Hai, sayang!" lelaki paruh baya yang lebih mirip figur seorang ayah mendatangi Vera dan mencium pipi Vera.
"Hai, urusan Arman sudah beres. Anak kita sudah ada yang mau mengakui dengan menjebak Arman." senyum licik tersungging di bibir Vera.
"Kau memang wanitaku yang top, oh ya aku ingi menengok anak kita boleh? kita ke apartemenmu ya." lelaki yang menjadi bos Vera bernama Heru mengajak Vera untuk melakukan hubungan terlarang di apartemen Vera.
Apartemen yang tempo hari dia berikan sebagai hadiah jika mau menjadi pemuas nafsu sekaligus menjadi wanita simpanannya. Istri Heru sering keluar untuk mengembangkan bisnisnya sehingga Heru merasa kurang puas jika bersama istrinya Santi.
"Permainan kamu memang mengasikkan, sayang." Heru membisikkan kata di telinga Vera setelah bergulat bersama di ranjang.
"Permainanmu membuat aku tak berdaya sayang, tidak seperti Arman yang letoy. Hahahah." Vera tertawa mengingat betapa bodohnya Arman ketika bersamanya. Lelaki sok kaya namun mudah dibodohi olehnya.
"Sayang, aku pengen mobil keluaran terbaru." Vera membisikkan permintaan setelah adegan panas mereka. Bagi Heru membeli sebuah mobil bukan perkasa sulit. Perusahaan berkembang pesat membuatnya ingin memiliki apa yang dia inginkan termasuk wanita pemuas nafsunya.
"Tenang sayang, aku akan mengirimkan gambarnya padamu dan kau bisa pilih mobil yang kau inginkan."
Cup
"Terimakasih, sayang!" Vera dan Heru kembali bergulat bersama di ranjang.
*"Bagaimana caranya agar aku bisa mentalak Amanda?" Arman mencari cara agar bisa menuruti keinginan Vera.
"Arman, kamu sedang memikirkan apa?" Bu Ratna menghampiri anak lelakinya yang duduk termenung di teras.
"Bu, apakah ibu ingin memiliki cucu?" Bu Ratna tak mengerti dengan ucapan Arman.
"Ingin dong, siapa sih yang tidak ingin punya cucu, memang ada apa Arman?"
"Jika cucu itu dari wanita lain, apakah Ibu merestuinya?""Tak masalah, istrimu saja belum bisa memberikan keturunan. Jika Ibu jadi kamu maka ibu akan menceraikannya." ucapan Bu Ratna berhasil mempengaruhi pikiran Arman yang sejak tadi gelisah memikirkan perceraiannya dengan Amanda."Baiklah, Bu. Arman ke kamar dulu untuk istirahat," Bu Ratna hanya diam melihat sikap anak lelakinya yang tak pernah seperti ini.
'Apakah dia mempunyai wanita lain dan hamil?' batin Bu Ratna bertanya - tanya mengenai sikap Arman barusan.
[Ibuku setuju dengan perceraianku, besok sore kita pulang bersama, aku akan kenalkan pada ibu aku dan kamu bisa melihatku mentalak Amanda] pesan yang disampaikan pada Vera.
[Terimakasih, sayang] balasan dari Vera.
"Serius amat dengan hapenya." celetuk Heru yang melihat Vera membalas pesan Arman.
"Lihatlah, sayang! Arman akan menceraikan istrinya. Benar - benar pria yang bodoh." Vera dan Heru menertawakan kebodohan Arman.
"Dia pernah cerita kalau dia mandul, tetapi setelah aku merayunya bahkan menipunya, dia seperti sangat percaya padaku." Vera tertawa puas dengan tipuan yang diberikan pada Arman.
Bahkan dirinya tidak benar - benar melalukan hubungan intim bersama Arman. Vera sengaja memberi minuman berisi obat tidur ketika Arman mulai terangsang olehnya.
"Kau berhasil mencari mangsa yang tepat, sayangku." Heru mencubit pipi mulusnya Vera.
Sore hari sepulang kerja, Vera dan Arman sengaja bertemu untuk pulang bersama ke rumah Arman untuk bertemu dengan bu Ratna.Tok tok tokSuara ketukan pintu dari depan. Saat Amanda membuka pintu, kedua mata Amanda terbelalak saat melihat suaminya bersama sekretaris pribadi bosnya bergandengan manja."Mas, apa yang kamu lakukan dengan Vera seperti ini?" tanya Amanda yang hatinya mulai memanas ketika melihat kemesraan suaminya bersama wanita lain."Kenapa, kamu tidak suka? Lagian aku sama Mas Arman udah punya hubungan sejak lama kok dan Mas Arman mau menikahiku." Vera bergelayut di lengan Arman. Terlihat wajah tak bersalah dari Arman."Amanda, hari ini dan detik ini aku talak kamu dengan talak tiga. Saat ini juga, silahkan keluar dari rumah ini!" ucapan Arman membuat pertahanan Amanda runtuh. Seketika itu air mata tak bisa dibendung lagi."Salahku apa Mas? Kenapa kamu malah berhubungan
"Mand, hatiku sakit melihatmu hancur tapi aku juga sedikit bahagia. Karena aku sendiri berharap bisa memilikimu seutuhnya. Ingin kujadikan dirimu ratu hatiku, kaulah cinta pertamaku dan sampai saat ini hatiku tak mampu berpaling. Maaf, dulu aku belum berani mengungkapkan cintaku karena aku sadar bahwa saat itu aku masih pengangguran. Rela melepaskan cintaku untuk Arman." Bara memandang pintu ruang kerja Amanda."Menatap terus tanpa berkata buat apa, Bro!" Rendy salah satu teman Bara mengejutkan Bara dalam lamunannya."Sudah, yuk! balik ke tempat kerja masing - masing." Bara menyembunyikan perasaan hatinya dari Rendy."Jangan mengalihkan terus, kebetulan nih! dia sebentar lagi janda, rebut lagi hati cinta pertamamu, Bro. Masa kamu rela melihatnya disakiti Arman terus." ucapan Rendy berhasil membuat Bara kembali termenung."Terimakasih sarannya, segera ke ruang kerjamu. Sebentar lagi kamu harus wawancara calon karyawan yang sudah berdatangan di bawah.
Sepulang dari restoran, Bara mengantar Amanda sampai depan rumah Arman. Terlihat mobil Arman sudah berada di halaman rumah."Ada sepatu wanita." Amanda melihat sepasang sepatu berada di halaman rumah Arman."Assalamu alaikum." salam dari Amanda ketika akan memasuki rumah. Terlihat sepi saat Amanda memasuki rumah."Kemana mereka semua?" gumam Amanda ketika mendapati rumah terasa sepi. Amanda segera masuk ke kamarnya untuk beristirahat."Ternyata lebih cantik aku dari pada pelakor itu." Amanda menatap wajahnya di cermin. "Mas, apa yang sudah diberikan Vera padamu sehingga kamu seperti itu?" hati Amanda kembali teriris ketika kembali teringat foto kebersamaan suaminya bersama dengan Vera.Selesai bercermin, Amanda segera mandi dan mengerjakan kewajibannya sebagai hamba. Tak lupa doa yang terus dia panjatkan untuk keluarganya yang jauh darinya. Selesai melakukan aktivitas rutinnya, Amanda merebahkan tubuhnya di ranjang seraya mulai menelusuri dun
Malam ini Amanda mengemas semua barang - barang pribadinya ke dalam beberapa box dan koper. Rencana besok akan dijemput Bara dan pindah ke rumah milik Amanda sendiri.[Man, maaf besok dibantu Rani ya! aku besok ada meeting penting] pesan dari Bara.[Siap] balasan dari Amanda. Amanda tahu jika pekerjaan Bara cukup banyak dari pada dirinya.Tok tok tokSeseorang mengetuk pintu kamar Amanda ketika Amanda sudah selesai mengemas semua barang pribadinya."Ada apa, Mas?" Amanda terkejut melihat Arman sudah berada di depannya. Wajah Arman terlihat letih dan kusut."Bisa bicara sebentar? sebagai tanda perpisahan kita," Amanda sebenarnya tak ingin menanggapi permintaan Arman namun Amanda berusaha menghargai lelaki yang akan resmi menjadi mantan suami."Duduklah!" Amanda duduk tepat di depan Arman. Mereka sedang duduk santai di ruang keluarga."Man,""Iya,""Maafkan aku sudah membuatmu sakit hati karena ulahku." Arman member
Amanda dan Rani sesang berbincang - bincang di depan toko buku tiba - tiba dikejutkan kedatangan seorang wanita yang kurang bahan"Heh kampungan!" Vera datang tiba - tiba menghardik Amanda yang mengobrol dengan Rani."Oh kamu, ada perlu apa?" Amanda menanggapinya dengan santai. Rani yang geram segera ditahan oleh Amanda."Jangan coba - coba merayu Arman! kamu tuh sudah dicerai, jadi jangan ganggu Arman. Gara - gara kamu, Arman cuek padaku!" Rani tersenyum geli mendengar tingkah Vera yang ada di depannya.Alih - alih menyadari kesalahannya, Vera merasa seakan dirinya benar. Rani dan Amanda merekam kejadian saat Vera datang dan mengamuk pada Amanda."Aku tidak merayu Arman, bukannya itu sebaliknya? kamu yang merayu Arman dan merebutnya dariku. Kalau aku sih santai, silahkan saja ambil bekasku!" Amanda kembali duduk dan bersedekap melihat Vera seperti menahan malu karena di saksikan banyak orang yang lalu lalang di sekitarnya.
Keesokan harinya ketika akan berangkat kerja, Amanda dikejutkan dengan kedatangan Bara yang tiba - tiba."Bara." Amanda menghampiri Bara yang bersandar di pintu mobilnya tersenyum ke arah Amanda."Ayo kita berangkat." Bara membukakan pintu moblinya untuk Amanda. Bara melajukan mobilnya menuju ke tempat kerja mereka."Bar, jangan terlalu merepotkan dirimu sendiri untuk menjemputku berangkat kerja." Amanda merasa tak enak hati jika harus dijemput Bara. Bara hanya tersenyum tanpa menoleh ke arah Amanda."Tidak ada yang direpotkan, kamu sahabatku jadi memang seharusnya seperti ini kan? oh ya bagaimana perceraianmu?""Oh ya, aku hampir lupa. Seharusnya aku segera menyuruh Mas Arman untuk mengurus perceraiannya." Amanda lupa jika perceraiannya belum diurus oleh Arman dan dirinya.Amanda bisa saja mengurusnya sendiri, namun dia ingin jika Arman yang mengurusnya sebagai penggugat perceraian."Kenapa tidak kamu urus sendiri?"
Sore hari sepulang bekerja, Ibunya Bara meminta Bara untuk mengantarkan belanja di pasar. Meski keluarga Bara termasuk keliarga berada namun tidak membuatnya gengsi dengan belanja di supermarket."Bukannya itu Bara." gumam Arman ketika berada di sebuah kedai kopi tepat depan pasar."Sudah ku kira, kamu itu anak mama dan gay." Arman terkekeh melihat Bara menemani Ibunya belanja.Bara diminta Ibunya menunggu di parkiran saja dan Barapun mengikuti perintah Ibunya."Hai laki - laki Gay." Arman sengaja membuat Bara semakin memanas. Akan menjadi kesempatan baginya jika Bara emosi dan memukulnya. Karena pasti akan banyak yang merekam kejadian yang mereka lakukan. Bara kembali sibuk memainkan ponsel tanpa memperdulikan Arman di depannya."Kamu budeg ya." Arman merasa geram karena tidak dihiraukan oleh Bara."Hai semuanya, pria ini ternyata Gay!" suara Arman semakin lantang untuk mempermalukan Bara di depan umum."Plak!"Satu tamp
Seperti biasa, pagi adalah aktivitas Amanda untuk kembali ke rutinitas seperti biasa. Hampir setiap hari juga Bara selalu menjemputnya untuk berangkat bekerja bersama - sama."Bu Amanda, ada titipan untuk Ibu." seorang resepsionis memberikan sebuah amplop coklat kepada Amanda."Apa itu, Man?" Bara ingin tahu dengan isi surat itu."Aku juga belum tahu, akan aku buka sekarang." Amanda membuka amplop itu di depan Bara. Senyum mengembang di binir Amanda ketika sebhah surat gugatan cerai dari Arman sudah dikabulkan. Kini dia tinggal mengikuti alur jalannya sidang."Surat cerai?" Bara mengernyitkan alisnya."Ini yang kutunggu sebenarnya, Bar." Amanda kembali memasukkan surat itu ke dalam amplopnya semula.Ada perasaan nyeri namun bercampur aduk dengan perasaan senang. Bagaimana tidak, pernikahan yang ia jalin bersama Arman sudah memasuki angka ke 3 tahun. Jika Arman tidak terlalu dekat dengan sekretarisnya, mungkin pernikahan akan selamat.
Tiga hari usai mendapatkan tiket pemberian Faris, Bara mengajak Amanda pergi berlibur ke Disneyland selama sepekan. Melihat kebahagiaan Amanda apalagi tawa Amanda membuat Bara tak hentinya merasa bersyukur. Bara selalu menjaga senyum Amanda tetap terjaga tanpa pernah ingin menyakitinya sedikitpun. "Sayang, jujur aku bahagia sekali." Bara memeluk Amanda dari belakang ketika Amanda berdiri dekat jendela kaca kamar hotel mereka. Bara menghirup aroma wangi parfum tubuh Amanda."Aku juga Sayang, aku sangat bahagia bersamamu. Kebahagiaanku sudah lengkap hanya saja.."Kita akan berusaha dan berdoa agar segera dikaruniai buah hati lagi, Sayang." Amanda menggenggam tangan Bara yang melingkar di perutnya.Tiga bulan setelah berlibur dari Disneyland, Amanda mendapatkan hadiah tepat dihari ulang tahun Bara. Hadiah berupa garis dua yang tertera di tespacknya, Amanda diam - diam melakukan USG untuk memastikan jika dirinya tengah hamil tanpa memberitahukan kepada Bara. Bara begitu terharu dan sanga
Tiga minggu usai pulang dari rumah sakit, Bara tak hentinya menghibur Amanda supaya tidak terlarut dalam kesedihan. Dalam hati Bara memang berkeinginan untuk memilihi buah hati hanya dari rahim Amanda namun bagaimana lagi, pemilik alam bekehendak lain. Bagaimanapun ini adalah ujian dalam rumah tangganya."Sayang, jangan melamun dong." Amanda menerawang kaca di balkon. Bara memeluknya dari belakang sembari menikmati harumnya tubuh Amanda yang terawat. Amanda merasakan pelukan suami tercintanya sembari ikut menggenggam tangan Bara yang melingkar di pinggangnya."Aku tidak melamun, Sayang. Hanya rasa syukur memiliki suami terbaik sepertimu." Amanda berbalik menatap wajah Bara, perlahan kedua tangannya menangkup ke pipi Bara. Bara seketika membawa Amanda dalam dekapannya."Tak ada yang bisa menggantikanmu, Amandaku sayang." "Kita jalan - jalan yuk!" Bara mengajak Amanda untuk jalan - jalan sekedar refresing sejenak dari musibah yang telah menimpa keluarga kecilnya. Amanda dan Bara segera
Karena sudah tidak ada lagi hubungan dengan Rina, Tedi pagi ini berencana menemui Naya dan keluarganya untuk melamar Naya. Tedi melajukan mobilnya ke kediaman Naya dan keluarganya. Kedatangan Tedi disambut hangag oleh kedua orang tua Naya termasuk Naya dan Sony. Naya begitu canggung bahkan untuk menatap Tedi rasanya tidak mampu."Maaf sebelumnya, Om dan Tante. Niat Tedi kemari karena Tedi memiliki rasa cinta teramat besar pada Naya sehingga Tedi memberanikan diri untuk meminta restu kepada Om dan Tante." ucapan mulai sedikit tidak nyambung karena Tedi begitu grogi bahkan keringat dingin sebesar biji jagung mengalir deras. Takut jika niat baiknya melamar Naya ditolak oleh keluarga Naya. Frans dan Riana hanya tersenyum melihat kepolosan seseorang ketika mau melamar Naya. Sony yang ikut mendengarkan bahkan menahan tawa dan sesekali menggoda Naya."Iya, saya tahu jika kamu menyukai anak saya. Tapi saya rasa kurang tepat jika kamu menyukai Naya hanya dengan rasa cinta. Jika nanti kamu mene
Pagi ini Amanda tidak seperti biasanya. Amanda setiap hari akan bangun sebelum subuh untuk menyiapkan semuanya dibantu dengan Bu Maya, Ibu mertua yang selalu terbuka padanya. Namun kali ini Amanda tidur lagi usai shalat subuh. Bara menghampirinya memastikan jika Amanda baik - baik saja."Sayang, sudah siang loh. Ayo bangun." Bara menggoyang - goyangkan tubuh Amanda dengan pelan karena takut membuat Amanda sakit atau tidak nyaman."Badanku capek semua, Sayang." Sahut Amanda yang masih berada dalam selimut. Bara meletakkan punggung telapak tangannya di dahi Amanda."Alhamdulillah tidak demam, ya sudah istirahat saja, Sayang." Bara meninggalkan Amanda dan menuju ke dapur membuatkan sarapan untuk Amanda."Amanda mana? kok gak turun." Bu Maya melihat Bara turun sendiri."Amanda sedang tidak enak badan, Ma.""Biasa ibu hamil ya begitu, Mama dulu lebih parah dari Amanda saat hamil kamu." Bara menyimak penjelasan Bu Maya saat hamil dulu. Bara akhirnya mengerti tentang apa saja yang akan terja
Bu Fatimah mengamati dari kejauhan pada lelaki yang bersama dengan Rina. Lelaki itu bahkan terlihat mesra sama seperti Rina yang bergelayut manja. Usai dari Cafe, Rina dan Dodit menuju ke sebuah hotel yang berada di sebelah Cafe tempat nongkrongnya mereka berdua. Bu Fatimah segera mengikuti mereka berdua secara diam - diam supaya tidak kehilangan jejak.Rina dan Dodit masuk ke dalam sebuah kamar. Bu Fatimah menuju ke resepsionis dan meminta nomor kamar Rina dan Dodit sekarang, akan tetapi pihak hotel tetap merahasiakan privasi pengunjung hotel. Bu Fatimah mengatakan jika pihak wanita adalah calon tunangan anaknya sehingga pihak hotel akhirnya memberikan nomor kamar yang Rina dan Dodit.Bu Fatimah segera naik ke lantai dua tepat nomor kamar yang disewa Rina dan Dodit.tok tok tokBu Fatimah mengetuk pintu dan betapa terkejutnya ketika Rina membuka pintunya dan masih memakai lingerie merah. "Ri - Rina?""Ta - Tante?" Rina terkejut sekali melihat Bu Fatimah memergokinya sedang bersama
Meskipun mendapatkan banyak dukungan dari keluarganya namun Naya tetap merasa tidak percaya diri. Masa lalu yang begitu kelam tak lebih dari pelacur murahan yang dipakai orang banyak. Naya tak bisa tidur memikirkan ekspresi Tedi nanti seandainya Naya sudah mengungkapkan isi hatinya."Bantu hamba, Ya Allah." ucapan tersebut yang selalu dia lantunkan, berharap dari kekuasaan Allah yang menentukan akan nasibnya.Ting[Bang Tedi besok mau bicara sebentar dengan Naya. Bolehkan?] sebuah pesan dari Tedi[Iya boleh, Bang] balas Naya dengan harap - harap cemas.[Istirahat besok kita makan di warung biasanya] Tedi mengacak bicara Naya di warung Bh Faridah.[Baik, Bang Tedi jangan pernah kecewa ketika mengetahui apa Naya sampaikan besok] Tedi terkejut dengan pernyataan Naya, itu artinya ada sesuatu yang disembunyikan Naya dan akan diungkapkan besok. Semalaman mereka berdua tidak ada yang bisa tidur karena memikirkan pertemuan besok. Perasaan mulai maju mundur ketika dirinya harus mengungkapkan s
Meskipun Naya hidup bersama kedua orang tuanya yang cukup kaya, namun Naya tak serta merta memanfaatkan semua harta Ibunya. Naya tetap bekerja di tempatnya yang lama karena sudah merasa nyaman. Riana bahkan meminta sopir untuk mengantar jemput Naya ketika bekerja.Tedi selalu saja terbayang wajah Naya yang selalu tersenyum. Tedi ingin sekali bertemu dengan Naya dan menyatakan cintanya, tak peduli siapapun yang akan mencekal hubungannya dengan Naya.Seperti biasa, di waktu istirahat Tedi akan menunggu Naya di warung tempat Naya membeli minum. Tedi kali ini membawa kue brownis untuk Naya berharap Naya mau menerima pemberian sederhananya.Tak butuh waktu lama, Naya muncul dan menuju ke warung tempat Tedi berada. Perasaan Tedi mulai tak beraturan saat Naya mulai berjalan mendekati warung. Pemilik warung yang sudah lama mengenal Tedi sebagai pelanggan setia warungnya. "Suka dengannya?" celetuk Bu Farida ketika melihat tatapan Tedi mengarah pada Naya."Banget, Emak." sahut Tedi tanpa melih
Bu Ratna kembali merasakan sakit di kakinya, nanah kembali keluar dari luka bekas luka palsu. Baunya begitu amis dan anyir sehingga Bu Ratna segera ke kamar mandi membersihkannya meski harus mengesot untuk sampai ke kamar mandi. Berkali - kali Bu Ratna membersihkan lukanya dengan air, nanah itu selalu keluar kembali. Satu jam Bu membersihkan lukanya, Bu Ratna segera ke ruang tamu untuk mengoleskan salep anti septik ke dalam lukanya. Berharap jika lukanya segera sembuh seperti sedia kala.Bu Ratna merasa pengap jika pintunya ditutup dan segera membukanya supaya lebih segar dan sejuk. Namun beberapa tetangga kontrakannya merasa terganggu dengan aroma yanh ditimbulkan oleh luka Bu Ratna. Beberapa orang yang lewat bahkan sampai menutup hidungnya karena tidak kuat."Bu, tolong dong lukanya itu dibawa kerumah sakit supaya tidak bau seperti ini." Mak Rika termasuk salah satu penghuni kontrakan menegur Bu Ratna, namun bukannya menyahuti dengan baik, Bu Ratna malah bersikap sok jagoan meski ti
Pagi ini Riana beserta suami dan anak mereka pergi mengunjungi Naya di kosnya. Rencananya Bu Ratna akan mengajak Naya sekedar menikmati kebersamaan di taman."Assalamu alaikum." Riana mengucap salam di depan pintu kamar Naya. Ceklek"Waalaikum salam." Naya membuka pintu dalam posisi masih menggunakan mukenah karena habis melaksanakan shalat dhuha dan mengaji sebentar."MasyaAllah Naya." Riana menangkupkan kedua tangannya ke pipi Naya. Kecantikannya begitu natural dan manis."Ibu, ayo masuk dulu." Naya mempersilahkan masuk Riana dalam kamarnya. Riana masuk ke kamar sembari melihat - lihat kamar kos sederhana milik Naya. Hanya terdapat dipan beserta kasur berukuran single, lemari dan meja. Terdapat juga sebuah kipas dinding sebagai penghilang rasa panas. Karena kos Naya khusus untuk wanita maka Frans dan Sony menunggu di mobil."Nay, ikut Ibu, yuk!""Kemana?""Jalan - jalan, Papa kamu ada di bawah dengan Adikmu, Sony. Dia ingin sekali bertemu denganmimu, pengen tahu dengan Kakak peremp