Diam-diam Airish tersenyum. Ayahnya, walaupun sudah tidak bisa dikatakan muda lagi, tapi cinta untuk Kiran tak pernah ikut menua. Demian mencintai Kiran setulus hatinya. Dan Airish harap, Juna juga bisa mencintainya setulus itu. Sampai nanti. Sampai maut memisahkan."Rish, kamu merhatiin cowok-cowok yang kumpul di meja sebelah kita nggak, sih?" Lea bicara dengan nada berbisik. "Kayaknya dari tadi kita diliatin sama mereka, deh."Airish mengernyitkan alis, kemudian melirik ke arah meja yang Lea maksud. Di mana, tepat di sebelah kanan mereka, ada sekumpulan laki-laki yang—bukannya menghabiskan makanan—malah sibuk main UNO!"Jangan diliatin juga! Nanti mereka tau kalo kita lagi ghibahin mereka, Ceu!" Lea memukul lengan Airish."Kamu ... make up kamu ketebelan, kali? Makanya dia merhatiin ke sini mulu," ucap Airish menebak-nebak.Lea segera mengambil cermin di dalam tasnya. Aduh ... repot banget, deh! "Diperhatiin brondong kita, Ceu," ujarnya seraya memandang cermin.Airish berdecak. "Itu
Juna mengerutkan dahi saat membaca pesan yang dikirim oleh Airish, membuat sekelumit rasa khawatir muncul di dadanya tiba-tiba. Dia segera menelepon Airish di sela break syuting."Halo, Sayang?" Terdengar suara Airish menyapa di seberang sana. Membuat rasa kantuk Juna seketika hilang."Udah beli kadonya, Honey?""Udah. Ini juga aku sama Lea udah di jalan, kok. Kenapa?""Langsung pulang ke rumah atau ke tempat Mbak Nana?""Mau ke tempat Mbak Nana, sih. Mumpung Lea libur.""Ke rumah Mbak Nana sama aku aja nanti, Honey. Jangan sama Lea.""Kenapa? Kan, biar sekalian.""Apa kata Mbak Nana nanti kalau kamu nggak pergi sama aku? Di sana juga banyak saudara Papa, kan? Aku nggak mau sampe dikira suami yang nggak bertanggung jawab.""Sayang, kamu 'kan masih syuting. Nggak pa-pa, kok, mereka juga bakal ngertiin.""No, Honey. Please, hear me!""Hm ... ya udah kalau gitu. Aku nunggu kamu pulang syuting aja.""Nah, gitu dong!" Juna tersenyum simpul meskipun Airish tidak bisa melihatnya secara langs
Sepulang syuting, Juna langsung pulang ke rumah karena sudah ada janji untuk menemani Airish menjenguk sepupunya yang sudah lahiran sekitar seminggu yang lalu.Sebelum mengantar Airish, Juna mandi dulu karena badannya mulai terasa lengket dan gerah.Dan sekarang Juna sudah selesai mandi. Dia mengenakan celana jeans panjang, kaos hoodie abu-abu lengan pendek, serta jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.Sementara itu, Airish yang memang sudah siap-siap lebih dulu sebelum Juna pulang syuting, kini hanya memainkan ponselnya sambil duduk di tepi kasur."Sayang, masa ada akun shipper kamu sama Alessya di Instagram! Kurang kerjaan banget, deh, yang bikin akun ginian," ujar Airish pada saat menemukan akun pendukung Juna dan Alessya, membuat hatinya terasa panas."Namanya juga netizen," kata Juna seraya menyisir rambutnya yang baru saja dioles dengan pomade. "Biasa itu. Udah nggak heran lagi."Airish mendengkus, melihat-lihat postingan dari akun yang diberi nama ALEnaO
Penjelasan Juna membuat orang-orang di kamar ini bersorak bangga dan mengakhirinya dengan sebuah senyuman."Juna romantis banget, sih. Beruntung, deh, kamu punya suami kayak dia. Meskipun usianya lebih muda, tapi pola pikirnya sangat dewasa." Meli, ibu Erfan baru saja menyenggol sikut Airish yang duduk di sebelahnya. "Udah ganteng, keren, aktor terkenal, nggak banyak nuntut ini-itu, romantis pula. Dan yang paling penting ... banyak duitnya," guraunya sambil tertawa.Airish hanya tertawa pelan mendengar ucapan Tante Meli, adik kandung dari Tante Hana. Walaupun begitu, sebenarnya hati Airish sedang meringis. Dia tahu seberapa besar Juna menginginkan kehadiran seorang bayi di tengah-tengah rumah tangga mereka. Tapi, apa boleh buat?"Kalo Mbak Airish sama Mas Juna punya anak, pasti anaknya tuh bakalan cakep. Perpaduan pas antara Mas Juna yang senyumnya manis, dan Mbak Airish yang muka orientalnya sebelas-dua belas sama artis Korea. Nggak kebayang, deh," ucap Erfan antusias. "Cepetan bikin
Sesampainya di rumah, Juna melihat Airish masuk lebih dulu ke dalam rumah setelah turun dari mobil, bahkan tanpa bicara apa pun padanya. Kalau sudah seperti itu, Juna tahu betul kalau Airish sedang berada di titik tertinggi dari suasana hatinya yang buruk.Airish pasti tidak ingin mengobrol dengan Juna. Tidak untuk saat ini. Airish hanya butuh waktu seorang diri untuk menikmati suasana hatinya yang sedang buruk itu. Biasanya selalu seperti itu, Juna tahu.Juna membuka pintu kamar, menangkap sosok Airish yang tengah menelungkupkan badan di atas kasur. Lalu laki-laki ini masuk ke dalam dan tak lupa menutup pintu."Aku nggak bakalan ciuman sama Alessya, sekalipun cuma akting," ujar Juna. Mungkin kalimat itulah yang paling ingin Airish dengar saat ini. Sebuah kalimat untuk membuat hatinya lebih tenang. "Kamu nggak usah sedih lagi. Aku nggak bakalan ngambil adegan itu."Airish masih bergeming. Belum melakukan apa pun. Sampai akhirnya, dia mendengar derap kaki melangkah, menyadari bahwa Jun
Melihat situasi yang sudah aman, Airish kembali bicara dengan lawan bicaranya di telepon."Eh! Denger ya, jangan pernah hubungi nomor aku lagi! Aku tuh udah punya suami. Kalau sampe suami aku tau ada orang gila yang dapetin nomor aku dengan cara curang, pasti kamu bakalan abis! Kamu bisa aja dituntut. Ngerti?!" tandas Airish dengan suara pelan, tapi menekan."Kamu udah punya suami?" Suara Ray terdengar seperti orang yang terkejut."Iya, makanya jangan ganggu aku lagi! Dan yang harus kamu tau, aku nggak tertarik sama laki-laki mana pun selain suami aku. Titik!" Setelah mengatakan itu, Juna segera memutus sambungan secara sepihak.Dia memandang ponselnya selama beberapa saat, memastikan apakah Ray masih berusaha menghubungi atau tidak. Namun, setelah satu menit berlalu dan tak ada tanda-tanda kalau Ray masih berniat mengganggunya, Airish sangat bersyukur dan segera meletakkan ponsel di atas nakas untuk di-charge.Airish menghela napas lega. Akhirnya pria tidak waras itu cukup tahu diri
Juna pulang ke rumah bersama pikiran yang kacau. Entah harus menjelaskan apa pada Airish mengenai komitmen yang terpaksa dilanggar olehnya. Atau sebaiknya dia tidak usah menjelaskan apa-apa?Tapi, biar bagaimanapun, cepat atau lambat Airish pasti tahu. Bagaimana jika Airish malah mendengarnya dari mulut orang lain atau bahkan dari acara gosip di TV?Hey! Bukankah zaman sekarang orang bisa mendapatkan informasi dengan mudah dan lebih cepat hanya dengan rebahan sambil memainkan ponsel saja?Ya, wanita itu harus tahu dari mulut Juna langsung, apa pun yang terjadi! Jangan sampai ada sumber lain yang menyampaikannya lebih dulu daripada Juna! Bisa-bisa masalahnya akan semakin rumit."Honey?"Juna bergegas masuk ke dalam rumah setelah melepas sepatu dan membuka pintu utama, mencari Airish dan menemukannya berada di ruang makan. Namun, pada saat dia berniat memberi penjelasan, kata-kata yang telah disusunnya justru menguap di ujung lidah saat melihat Airish sedang menghidangkan makanan bersam
Flashback~Juna duduk di kursi tinggi dekat meja bar sambil meneguk wiski yang telah dipesannya. Hampir satu jam dia berada di kelab malam, menghabiskan waktu untuk bersenang-senang di tempat ini.Tadi Juna juga sempat berjoget di lantai dansa sambil ditemani beberapa wanita cantik dan seksi yang berusaha menarik perhatiannya. Meliuk-liukkan tubuh seirama dengan musik yang mengalun. Wajah tampannya yang didukung dengan bentuk tubuh ideal bak seorang model, membuat kaum Hawa berlomba-lomba agar terlihat memesona di mata Juna."Aku mau satu botol wiski lagi," ujar Juna kepada bartender di depannya."Maaf, Tuan. Anda sudah terlalu mabuk," ucap bartender laki-laki di hadapan Juna. Dia masih tidak percaya bahwa orang yang sudah menghabiskan sebotol wiski di hadapannya ini ternyata adalah Arjuna Basupati, seorang aktor yang sering muncul di layar kaca.Padahal setahunya, Juna adalah publik figur yang terkenal memiliki rumah tangga yang harmonis dan jauh dari gosip miring. Juna juga tidak p
Hari ini Airish mendatangi rumah Alan untuk meminta tanda tangan pria itu di surat cerai. Ia tidak hanya sendirian, melainkan diantar oleh Juna. Meskipun Airish mengatakan dia bisa pergi sendiri dan menyelesaikan masalahnya dengan Alan secara empat mata, tetapi Juna bersikukuh ingin ikut.“Memangnya kamu tahu apa yang akan Alan lakukan kalau enggak ada aku? Gimana kalau nanti dia berani meluk-meluk atau nyium kamu kayak waktu itu? Kalau ada aku, nanti aku bisa ngehajar muka dia sampe bonyok. Biar kapok!” ucap Juna ketika Airish bicara bahwa dirinya tidak perlu diantar.Dan di sinilah mereka sekarang. Berdiri di depan pintu rumah Alan sambil menekan tombol bel beberapa kali. Menunggu sang empunya rumah membukakan pintu untuk mereka.CKLEK!Pintu terbuka. Menampilkan sosok Alan yang memandang sinis kedatangan Airish bersama Juna. Alan terlihat tidak suka dengan kehadiran Juna di samping Airish—yang selama ini selalu ia panggil dengan nama Reina.“Aku mau minta tanda tangan kamu. Kita re
“Sebenarnya ada apa, sih, Jun? Tumben banget kamu ngajakin kita kumpul kayak gini?” tanya Demian dengan ekspresi penasaran.Juna tersenyum simpul membalas pertanyaan ayah mertuanya tersebut. Ia menyapukan bola mata ke sekeliling, melihat bagaimana orang-orang itu tampak tidak sabar mendengar jawaban dari mulutnya.Selain Demian dan Juna di ruang makan, di sini juga sudah ada Elena, Diana, Kiran dan tentunya Shandy. Juna sengaja mengumpulkan mereka untuk memberi kejutan bahwa Airish sudah kembali, dan artis pendatang baru bernama Reina itu aslinya memang benar-benar Airish.“Aku punya satu kejutan buat kita semua,” ucap Juna dengan ekspresi misterius.“Kejutan apa, sih, Bang? Alay banget, deh. Langsung aja ke intinya napa,” cibir Aisyah, adik perempuan Juna yang telah beranjak dewasa.Juna menyuruh orang-orang itu menutup mata dan jangan mengintip. Meskipun penasraan, tapi mereka berusaha sabar. Mengikuti permintaan Juna untuk menutup mata menggunakan kedua telapak tangan.“Tunggu samp
Sebagai orang yang sudah sama-sama dewasa, Juna dan Airish memutuskan untuk membahas masalah mereka baik-baik dan dengan kepala dingin. Tidak lupa mengajak Kinan juga, karena perempuan itu juga terseret dalam masalah ini.Mereka telah berkumpul di ruang tengah. Juna, Airish dan Kinan. Sementara Shandy masuk ke kamarnya—tidak diperbolehkan oleh Juna untuk ikut campur permasalahan orang dewasa.“Karena Airish sudah terlanjur tahu, maka aku akan menyelesaikan semuanya sekarang.” Juna angkat bicara. Memandang dua wanita di sofa yang berseberangan dengannya.“Sebenarnya aku sama Kinan memang sudah lamaran, Rish,” ungkap pria itu apa adanya. “Itu jauh sebelum aku menemukan kamu kembali.”Airish mengerling, menahan sesak di dada karena kenyataan itu terlalu pahit baginya.“Tapi aku juga bilang sama Kinan, kalau aku enggak bisa meninggalkan kamu. Aku enggak bisa memilih satu di antara kalian.” Lagi, mulut Juna terbuka untuk mengatakan, “Memang aku sangat serakah dan egois, aku tahu. Tapi inil
Alan baru saja sampai di gerbang sekolah. Melihat beberapa orang yang berkerumun di depan sana, membuatnya bingung dan mengernyitkan alis. Kebanyakan dari mereka saling membawa kamera, tetapi ada juga yang membawa recorder. Ada yang memegang mic juga.Lalu seorang satpam yang sejak tadi menghalangi orang-orang itu agar tidak masuk ke gerbang sekolah, kini menatap ke arah mobil Alan dengan pandangan meminta bantuan. Alan membuka pintu mobil, keluar dari dalamnya lalu menghampiri karamaian.“Itu Pak Alan!” seru salah seorang wartawan.Lantas saja orang-orang itu berlari mendekati Alan. Mereka bercepat-cepat menyodorkan mic di depan wajah Alan. Sorotan kamera langsung mengarah padanya, bahkan ada beberapa yang mengabadikan fotonya. Mereka semua melontarkan kalimat tanya secara bersamaan, bertubi-tubi. Sangat ribut dan berisik. Alan bahkan sampai bingung harus menjawab yang mana dulu.“Pak Alan, apakah benar Anda akan segera bercerai dengan Reina?”“Kapan kalian resmi bercerai?”“Apa yang
Tapi laki-laki itu malah kembali memeluk Airish. “Aku tahu. Bukankah nggak ada salahnya kalau aku meluk kamu sebelum kita benar-benar resmi cerai?” tanyanya, yang membuat Airish memilih untuk menutup mulut. Apa yang Alan katakan memang benar. Mereka masih sah suami istri.“Shandy Basupati itu murid kamu, kan?” Airish membahas topik lain. Ia hanya malas saja jika teus-terusan membahas tentang hubungannya dengan Alan.Alan mengangguk, dan Airish bisa merasakan, karena sekarang Alan sudah meletakkan dagu di bahunya.”Dia anakmu?” tanya Alan. Meskipun sudah tahu bahwa jawabannya memang benar, namun Alan hanya ingin memastikannya saja.Lalu Airish tersenyum samar. “Iya,” sahutnya tanpa menyangkal. “Malam ini kamu tidur di kamar sebelah, ya? Aku enggak mau tidur berdua sama kamu,” tambahnya. Rasanya sangat risih jika harus tidur di samping pria yang bukan Juna.Alan menghela napas. “Baiklah.” Lebih baik ia mengalah daripada harus melihat Airish pergi.***Senyuman di bibirnya tertoreh setel
“Lalu siapa wanita yang akan kamu pilih di antara mereka?”Juna masih belum lepas memandang gitar di pangkuannya. Sesekali memetik senar dengan asal. “Dua-duanya,” sahutnya, membalas ucapan Kiki.Jawaban Juna membuat Kiki berdecih sinis. Tangannya terulur mengambil poci di atas meja, lalu menuang air putih ke dalam gelss. “Gimana bisa kamu milih dua-duanya? Lebih baik pilih salah satu dari mereka. Jangan sampai kamu nyakitin dua-duanya.” Itu hanya saran saja dari Kiki. Tapi semuanya kembali ke diri Juna sendiri.Juna mendengkus, menurunkan gitar dari pangkuan dan meletakkannya di samping meja. “Aku nggak tahu harus milih yang mana.” Kali ini ia menatap Kiki. Bingung.“Sebenarnya siapa yang kamu sayang?” tanya pria yang bekerja di kedainya tersebut, setelah meneguk setengah gelas air putih.Untuk membalas pertanyaan itu, Juna sama sekali tidak ragu untuk mengatakan, “Aku sayang sama Kinan.” Ia merasa sangat yakin atas jawabannya.“Kalau begitu, silakan ceraikan Airish. Kasihan dia kala
Alan mulai merenggangkan pelukan. Hingga akhirnya, ia benar-benar membebaskan Airish dari pelukan yang menjeratnya dengan cukup erat. Ia melangkah mundur, terlihat menjauhi kamar tersebut.Sambil mengusap air mata menggunakan punggung tangan, Alan berkata kepada Airish. “Kalau begitu, silahkan pergi! Aku nggak akan melarang kamu untuk meninggalkanku. Jika memang ini akhir dari semua yang telah kita lewati bersama, maka biarkan aku mengakhiri hidupku juga. Kamu boleh meninggalkan aku, dan aku akan meninggalkan duniaku. Karena bagiku … dunia ini sudah berakhir saat kamu memutuskan untuk nggak lagi berada di sisiku.”“Alan, apa yang mau kamu lakukan?” Airish mulai panik. Perasaannya tidak tenang ketika mendengar ucapan terakhir Alan.Alan menghentikan langkah di dekat balkon kamar. Kepalanya menunduk. Membiarkan air mata terus mengalir, lalu ia mulai menaiki balkon. Mungkin yang ada di pikirannya saat ini adalah; semuanya akan selesai setelah ia mati.“Jangan pedulikan aku lagi. Sekarang
Airish bermain-main dengan Shandy setelah mengganti pakaian yang basah kuyup akibat terguyur hujan tadi—saat ia berjalan menuju rumah ini tanpa payung ataupun mantel.Mereka menciptakan beberapa obrolan menarik untuk dibahas. Mulai dari kegiatan Shandy sehari-hari, hal apa yang disukai dan dibenci Shandy, makanan favorit Shandy, dan tak terkecuali cerita Shandy selama bersekolah.Dari cara penyampaian Shandy, Airish bisa menyimpulkan kalau buah hatinya itu memang merupakan anak yang sangat pintar.Bola mata Airish merangkak ke arah tembok tatkala Shandy memintanya untuk melihat sebuah kertas yang menempel di tembok. Anak itu berkata bahwa ia telah membuatkan puisi untuk ayahnya—yang tak lain adalah Juna. Dan ia juga mengatakan bahwa Juna menangis setelah membaca puisi buatannya.Airish merasa tidak asing lagi saat membaca puisi yang berjudul ‘Untukmu Ayah’ tersebut. Lalu sepenggal ingatan melintas di otaknya, membawanya pergi menghampiri percakapan singkat antara dirinya dengan Alan.
Airish membuka lebar kedua matanya. Sudah tidak lagi membungkam telinga. Napasnya tersengal. Ia merasa kalau pipinya dibasahi oleh cairan yang keluar dari pelupuk mata. Sambil menahan isakan, Airish memeluk lututnya dengan sekelumit perasaan yang bercampur aduk.“Juna .…” Lirihan itu terlontar dari bibir Airish. Memaksanya untuk merasakan kesesakan yang lebih dalam.Kenangan yang pernah hilang dan terlupakan kini sudah terkumpul kembali di dalam memori. Membuatnya mengingat sekumpulan masa lalu termanis selama mengenal Juna.Betapa bodohnya dia karena sudah melupakan keping-keping kenangan itu bertahun-tahun lamanya. Membuatnya terpenjara dalam sebuah kedustaan dari laki-laki yang mengaku sebagai orang terdekat di hidupnya.“Alan … kamu benar-benar jahat!” Airish memperlihatkan ekspresi benci saat membayangkan wajah Alan—sosok pria yang selama ini telah membohonginya dan menutupi kebenaran darinya.***Ketiga orang ini terlihat sedang bahagia dengan gelak tawa yang keluar dari mulutny