Seperti biasa, Baskara sudah berada di ruangannya sejak pukul tujuh pagi. Dia sudah selesai mengecek jadwal yang dikirimkan oleh Anya, asisten pribadinya, juga menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tersisa kemarin. Sekarang dia sedang memeriksa surel dan memastikan tidak ada surel penting yang terlewat olehnya. Dia sudah hampir selesai ketika notifikasi dari salah satu penyedia layanan cloud yang digunakan olehnya muncul di sudut layar. Bukan notifikasi penting. Hanya pengingat memori yang terjadi tanggal ini di tahun-tahun yang sudah berlalu. Biasanya dia akan mengabaikan tetapi pagi ini entah mengapa dia memilik untuk mengkliknya. Tidak perlu menunggu lama layar iMac yang digunakannya dipenuhi sebuah foto. Foto Baskara bersama Gala dan... Aruna. Foto itu diambil beberapa minggu sebelum Baskara putus dengan Aruna. Bukan foto yang istimewa. Aruna yang memang suka fotografi itu selalu membawa kamera. Gadis itu seakan terobsesi untuk mengabadikan setiap momen dalam hidupnya. Mereka
"Lo jadinya kapan pindahan?" Gala bertanya sambil meminta tambahan kuah kacang untuk sate ayam yang sedang dinikmatinya. Makan bersama Gala berarti menjajal berbagai makanan gerobakan atau warung tenda. Padahal dulu ketika Baskara mengajaknya makan bakso abang-abang di dekat tempat tinggalnya, Gala berujung diare selama seminggu. Tapi sekarang tidak ada yang dapat menghalangi Gala menikmati jajanan kaki lima selain, tentu saja, ibunya. "Minggu depan. Gue belum selesai packing," Baskara yang sudah sejak tadi menghabiskan makan siangnya sekarang sedang menikmati es jeruk pesanannya. "Mau aku bantu, Bos?" Anya yang ikut makan siang bersama mereka bergabung dalam percakapan setelah lelah mengecek berbagai media sosial yang dimilikinya. Gadis itu tipe yang selalu harus update dan membagi kesehariannya. Followernya juga terbilang cukup banyak. "Nggak perlu," Baskara menjawab cepat. Dia tidak pernah suka barang-barangnya dipegang oleh orang lain. Selain itu dia juga masih sering tidak ny
Sepanjang hari Baskara sangat sibuk. Dia hanya sempat bersantai ketika makan siang bersama Gala. Setelah itu dia harus menghadiri meeting mingguan bersama tim inti Steam Perfection dilanjut dengan memeriksa dokumen kontrak dan berbagai pekerjaan lain yang tidak bisa ditunda. Dia tidak mengeluh, sebaliknya dia sangat bersyukur karena itu berarti pikirannya tetap sibuk sepanjang hari. tidak ada ruang untuk memikirkan Aruna. Tepat pukul tujuh malam dia mematikan iMac kemudian bersantai sambil menunggu pesanan makan malamnya diantarkan. Entah kapan terakhir kali dia makan malam di kontrakan. Hampir setiap hari dia baru pulang setelah makan malam di kantor. Termasuk ketika dia akhir pekan. Jika tidak menyambangi kantor maka dia akan sengaja menjadwalkan meeting dengan klien atau bertemu dengan teman-teman kuliah dan merencanakan proyek bersama. "Bosan," Baskara bergumam sebelum menguap lebar. Tidak tahu harus melakukan apa akhirnya Baskara mengambil ponsel yang ada di atas meja. Dia men
"Bos, makan malamnya," Anya masuk dengan membawa baki berisi lele penyet pesanan Baskara yang sudah tertata cantik di piring. Lengkap dengan sambal di pisin dan es teh tawar sebagai pelengkap. Ini merupakan hidangan makan malam kesukaan Baskara. "Langsung aja taruh di meja," Baskara menjawab sambil mematikan layar ponsel hingga Anya tidak dapat mengintip apa yang sedang dilihatnya. Dengan cekatan gadis itu memindahkan isi baki ke atas meja yang ada di ruangan atasannya. Bulan lalu mereka pindah ke kantor yang ukurannya lebih luas dan ruangan Baskara akhirnya layak disebut sebagai ruangan CEO. Tidak sebelumnya yang lebih mirip seperti ruangan penyimpanan dokumen. "Ada lagi, Bos? Kalau nggak ada aku balik duluan, ya?" Baskara melirik jam di atas meja sebelum mengangguk, "Pakai taksi online aja. Udah malam. Bahaya kalau kamu naik angkutan umum." "Tenang, Bos. Buat anak ibukota ini masih sore," Anya tertawa kecil, "Jadwal untuk besok udah aku email." "Terima kasih," Baskara mengangg
Sudah menjadi kebiasaan Baskara untuk menonton berita saat sedang makan. Jika waktunya tidak tepat dengan jam tayang berita atau tidak ada breaking news maka pria itu akan memilih untuk membaca berita di media daring. Tentu saja dia tidak sembarang memilih media daring hingga terjebak dalam berita yang sudah di-framing atau hoaks. Baskara tidak terlalu memperhatikan berita yang ditayangkan karena hanya merupakan pengulangan dari berita yang tadi pagi didengarnya. Dia asyik dengan makan malamnya. Selain karena penyet lele merupakan makanan kesukaannya juga karena dia sudah lama tidak menyantapnya. Tepat ketika Baskara sudah menghabiskan seekor lele dan bersiap untuk menikmati lele kedua, telinganya menangkap nama yang cukup familiar disebutkan dalam tayangan berita. Segera dia langsung membersihkan tangan dengan tisu basah yang tersedia di atas meja dan membesarkan volume TV yang ada di ruang kerjanya. "Kasus dugaan korupsi dana bansos senilai 10 triliun memasuki babak baru. Kasu
"Itu di sini," Baskara mengarahkan para kurir dan pekerja dari jasa pindahan yang digunakannya.Tidak banyak barang yang dibawa oleh Baskara dari kontrakan sederhananya. Unit apartemen yang dibelinya sudah terisi sesuai janji yang diberikan oleh manajemen. Style dan desainnya juga sesuai dengan permintaan Baskara, monokrom dengan perpaduan warna hitam dan kelabu. Ruang duduk yang merangkap sebagai ruang tamu sekaligus ruang bersantai terlihat elegan dengan sofa kulit berwarna hitam dilengkapi nakas dan meja kayu berwarna cokelat gelap. Single seater berwarna putih menjadi penyeimbang agar ruangan tidak terkesan terlalu gelap. Televisi berukuran besar dengan teknologi terbaru memenuhi satu dinding. Ruang makan juga didominasi warna kelabu sementara pantry terlihat lebih terang dengan kabinat berwarna broken white walau island yang berada di tengah pantry merupakan marmer berwarna gelap. Ketika pertama kali mengecek pantry, Baskara merasa sayang dengan semua peralatan canggih yang ada
"BASKARA! WOY!" Teriakan Gala membuat Baskara refleks mematikan layar iMac-nya. Niat untuk memastikan komputernya sudah dapat berfungsi dan tersambung dengan baik ke wifi berujung dengan dia tenggelam dalam media sosial milik Aruna. Dia memang sudah pernah melihat semua foto yang diunggah oleh gadis itu tetapi itu tidak menahan dirinya untuk kembali tenggelam. Melihat foto-foto yang diunggah oleh Aruna membuat Baskara serasa ikut dalam perjalanan kehidupan gadis itu. Sebelum teriakan Gala mengejutkannya, pria itu sedang melihat foto saat Aruna diwisuda. Gadis itu terlihat anggun dengan gaun berpotongan sederhana tetapi membalut tubuhnya dengan sempurna. Meski terlihat sederhana, Baskara yakin kalau gaun itu pastilah keluaran rumah mode dengan harga yang fantastis, jauh dari kata murah. "Gila, ya! Lo nyeret gue ke sini buat bantu lo pindahan tapi lo malah asyik nge-stalking mantan! Luar biasa, Baskara!" Sial! Ternyata Baskara kurang cepat mematikan layar iMac hingga Gala sempat me
Seperti kemarin dan hari-hari sebelumnya, Baskara memilih untuk menghabsikan istirahat siangnya di halaman belakang ditemani bekal sederhana buatan Salimah. Sebenarnya siswa Insan Harapan mendapatkan makan siang yang disediakan di kafetaria. Makanan yang dihidang sudah dihitung agar sesuai dengan kebutuhan gizi dan kalori usia remaja. Tetapi berkunjung ke kafetaria berarti harus berhadapan dengan Andre dan genknya. Sesuatu yang ingin dihindari olehnya. Jangan salah paham, jika dia ingin melawan tentu dia yang akan keluar sebagai pemenangnya. Tetapi itu tidak sepadan dengan kemungkinan dia dikeluarkan dari sekolah. Setiap hari pria itu mendoktrin diri kalau dia harus bertahan sebaik mungkin untuk masa depannya. Baskara hanya ingin segera lulus kemudian mendapatkan beasiswa untuk kuliah dan membahagiakan sang ibu. Itu saja. Perundungan yang diterimanya hanya hal kecil jika dibandingkan keuntungan yang didapat dengan bersekolah di sini. "Here you are!" Suara Aruna terdengar bersamaan d
Berbeda dengan tadi pagi ketika mengawali hari, semakin sore Anya semakin uring-uringan. Bagaimana tidak sepanjang hari dia berulang kali mendapati atasannya melihat ponsel sambil senyum-senyum sendiri. Menyebalkan. Anya yakin kalau mantan pacar sang atasan yang menjadi penyebabnya. Hari sudah menjelang pukul tiga tetapi pekerjaannya masih menggunung. Hari ini entah mengapa dia tidak dapat fokus. Yang dilakukannya hanya mencari tahu tentang Aruna. Awalnya dia cukup yakin dapat bersaing dengan gadis itu. Aruna hanya menang nama keluarg saja. Memang gadis itu lebih cantik dan menawan dibanding dirinya tetapi dia tahu kalau Baskara tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Sayangnya, semakin dia mencari tahu tentang Aruna, semakin dia merasa kecil. Aruna memang terlahir dengan begitu banyak priviledge dan dia memanfaatkannya dengan baik. Sejak remaja dia sudah sering mendapatkan penghargaan di bidang fotografi, menyelesaikan sekolah dan kuliah tidak hanya tepat waktu tapi juga dengan ha
Anya memulai pagi hari Rabu ini seperti biasa. Dari indekosnya dia menumpangi angkutan umum selama lima belas menit, cukup beruntung karena pagi ini dia tidak harus berdesak-desakan. Itu saja sudah berhasil membuat suasana hatinya riang. Dia yakin hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan. Begitu turun di halte seberang gedung tempat kantor Steam Perfection berada dia menyempatkan diri untuk membeli dua porsi bubur ayam. Satu porsi untuknya, dengan esktra sambal, dan satu porsi lagi yang tidak mengunakan daun seledri akan diberikan kepada atasannya, Baskara. Beberapa kali dalam sebulan, biasanya ketika suasana hatinya sedang riang, dia membelikan sarapan untuk pria yang diam-diam ditaksirnya itu. Baskara bukan seorang pemilih dalam hal makanan dan itu memudahkan Anya jika ingin memberikan kejutan seperti pagi ini. Gadis itu yakin, perhatian-perhatian kecil seperti ini akan meluluhkan hati sang atasan. Walau sejak kehadiran Aruna dia tidak seyakin dulu. Kesal mengingat gadis yang
Aruna memastikan ikat pinggang yang dikenakannya masuk ke lubang chino berearna khaki yang dikenakannya. Hari ini akan menjadi hari yang panjang di kantor hingga dia memutuskan mengenakan kaus garis-garis horizontal yang dipadu dengan blazer berpotongan pas badan warna navy agar tidak terlihat terlalu santai. Terlalu fokus merapikan penampilan hingga butuh waktu cukup lama sebelum otaknya menyadari bahwa ada seseorang yang sedang membunyikan bel apartemennya. Dia melirik jam sambil berjalan keluar dari kamar. Bahkan pukul enam saja baru lewat beberapa menit. Rasanya terlalu pagi untuk bertamu. Siapa? Gadis itu membuka pintu yang terhubung dengan foyer dan mengintip siapa yang berkunjung. Terburu, dia lupa untuk melihat di interkom siapa yang datang. Seluruh kebingungannya menguap dan berganti dengan senyum lebar ketika melihat Baskara berdiri di foyer sambil memegang dua tumbler yang mengepul dan sebuah kantong paper bag berwarna cokelat dengan logo salah satu gerai kopi yang terse
"Tanaman?" Aruna berhenti mengunyah sebelum tertawa kecil dan melanjutkan makannya, "Pasti Kak Askara ngerasa aneh karena dulu aku kayak sebel banget sama tanaman, kan?"Baskara mengangguk mendengar ucapan gadis itu. "Kapan, ya..." tatapannya terlihat menerawang seakan dia sedang berusaha mengingat, "Waktu kuliah kayaknya. Aku sempat yang stress banget gitu karena kuliah. Memang jurusan yangvaku pengin tapi nggak tahu kok makin lama kayak makin berat. Capek gitu.""Aku sampai ngerasa susah banget buat bangun. Ngerasa nggak punya alasan aja gitu," Aruna kembali menambahkan gyudon ke piringnya, "Terus aku ke psikolog gitu. Nah, buat terapi awal disaranin buat aku punya sesuatu yang bergantung ke aku. Biar itu jadi alasan aku buat bangun dan mulai aktivitas." Baskara sama sekali sudah melupakan makanan yang ada di piringnya. Pria itu fokus mendengarkan cerita Aruna. "Awalnya aku mikir buat pelihara kucing atau anjing. Tapi terus kepikiran kalau aku nggak becus terus mereka mati gimana
"Maaf aku nggak bawa apa-apa," Baskara yang hanya mengenakan kaos dan jeans tersenyum canggung menatap Aruna yang berdiri di ambang pintu. "Siapa yang bilang barus bawa sesuatu?" Aruna tersenyum geli. "Kata Mamak," Baskara beranjak masuk setelah Aruna sedikit menggeser posisi berdiri dan mempersilakan pria itu untuk masuk. Unit apartemen Aruna serupa dengan miliknya. Tetapi suasananya begitu berbeda. Tidak aneh mengingat dekorasi unit apartemen mereka sangat jauh berbeda. Ruang tengah Aruna didominasi furnitur kayu dan rotan dengan bantalan berwarna cream. Di depan sofa terdapat meja kaya dengan desain sederhana tetapi Baskara tahu harganya jauh dari kata murah. Beberapa bantal tertata di sofa dengan sarung berwarna cerah. TV LCD berukuran besar diletakan di atas kabinet dari kayu berpadu anyaman rotan. Tidak ada kabel yang terlihat. Disamping TV hanya ada vas kaca berisi anggrek bulan. Dinding kosong di antara kabinet dan pintu gesee menuju beranda penuh dengan foto hasil jepret
Aruna tersenyum lebar saat pintu lift tertutup. Sejak tadi dia berusaha menahan senyuman. Tidak ingin concierge menyalahartikan atau menimbulkan rumor tentangnya. Dia mengangkat tas bekal yang diberikan oleh concierge. Senyumnya semakin lebar. 'Titipan dari Pak Baskara'Rasa penasaran membuat gadis itu langsung membuka dan mengintip. Terlalu lama rasanya jika harus menunggu hingga dia tiba di unit apartemennya. "Kotak bekal?" Aruna menatap bingung. Dia sudah menduga kalau isi tas bekal itu adalah makanan. Tidak mungkin Baskara repot-repot menggunakan tas bekal dengan lapisan thermal jika isinya bukan makanan. Dugaannya Baskara memesan sesuatu dari restoran. "Isinya apa, ya?" Sungguh gadis itu ingin langsung membuka dua kotak bekal yang tersusun rapi dalam tas itu. Seandainya saja bawaannya malam ini tidak banyak, pasti dia tidak akan berpikir panjang seperti sekarang. Aruna menatap panel lantai. Tidak sabar melihat perpindahan lampu yang menyala. Saat pintu lift terbuka, gadis i
Salimah pernah bercerita bagaimana memasak merupakan serangkaian ritual penuh sihir dan keajaiban. Walau sudah dewasa, Baskara masih mempercayainya. Bagaimana tidak, hanya dengan masakan seseorang dapat tersenyum bahagia atau sebaliknya, mendadak merasa sembilu. Tentu itu karena sihir dan keajaiban. Ketika ide untuk membuatkan makan malam sebagai bentuk permintaan maaf kepada Aruna muncul di benak, pria itu langsung melakukannya. Semoga keajaiban dan sihir masakannya akan membuat Aruna memaafkannya. Baskara menumis irisan bawang putih dan bawang bombay. Sambil menunggu layu, pria itu membalurkan bawang putih, lada dan jahe ke arah daging iris lalu mengaduknya hingga rata sebelum menyimpan di kulkas selama beberapa saat. Ketika aroma khas bawang putih dan bawang bombay tercium dengan gesit dia memasukan irisan wortel lalu menambahkan sedikit air. Baskara lalu memgambil sisa sayur yang belum sempat dicuci dan membersihkannya satu persatu. Setelah itu kembang kol dan jagung muda menyu
"Lo udah mau cabut?" Sejak pukul enam sore Gala sudah berada di apartemen Baskara. Sahabatnya itu memaksa Baskara untuk pulang cepat karena katanya ada sesuatu yang ingin diceritakannya dan itu hal penting. Jangan tanya kenapa Baskara memenuhi permintaan Gala yang cukup absurs karena biasanya dia baru meninggalkan kantor setelah pukul enam sore. "Iya. Kenapa?" Gala mengenakan jaket jeans-nya. Sedikit bersungut karena dia bisa melupakan leather jacket favoritnya di apartemen Daniya. Walau dia sangat ingin untuk mengunjungi gadis itu tetapi dia menahan diri untuk tidak melakukan itu. Gala tidak cukup yakin kalau Daniya mengingatnya karena gadis itu cukup mabuk ketika mereka berkenalan. "Lo nyuruh gue pulang cepat buat dengar curhatan lo doang?" Gala mengangguk sambil terkekeh, "Sesekali gantian, Bas. Jangan cuma gue yang capek denger tentang Aruna." "Sialan," Baskara melempar kulist kacang yang baru dikupas. "Ngomong-ngomong Aruna, udah semingguan lo nggak ngocehin tentang dia. Ka
Daniya terbangun karena dering bel apartemen yang terus berbunyi. Masih setengah memejamkan mata, gadis itu keluar dari selimut tebal kemudian mencari ponsel untuk mengetahui ini sudah pukul berapa. Pukul enam. Masih terlalu pagi. Siapa? Dia beringsut turun dari tempat tidur dan tersuruk mencari sandal sebelum keluar dari kamar. Matanya masih terasa berat. Kepalanya sangat sakit. Pengar karena alkohol yang dinikmatinya sepanjang malam. "Sial," dia memijat pelipis sambil melihat interkom. Ada sosok kembarannya di depan pintu apartemen."Ngapain lo? Ayam juga kalah pagi sama lo," dia membuka pintu apartemennya. "Pagi, Daniya. Lo nggak bakalan ngomel karena gue bawakn croissant favorit lo. Gue bela-belain ngantre demi lo." "Croissant doang nggak cukup," Daniya menerima paperbag yang diulurkan kembarannya, "Lo ngapain ke sini?" "Bangunin lo. Semalam lo bilang ada meeting penting pagi ini. Tadi malam lo minum banyak. Gue takut lo telat bangun." "Perhatian banget," gadis itu ke pantry