Matanya mengerjap beberapa kali karena merasa silau. Setelah terbiasa, dia langsung membuka mata dan menatap bingung ke arah gorden jendela yang tidak tertutup rapat. Sambil menguap lebar tangannya meraba mencari ponsel. Begitu menemukan, pria itu langsung menyalakan. "GILA!" Baskara langsung melompat dari tempat tidur ketika melihat layar ponselnya. Pukul tujuh pagi. Biasanya dia sudah di kantor dan menikmati secangkir kopi di ruangannya sambil memeriksa jadwal yang dikirim oleh asisten pribadinya. Dengan masih tidak percaya kalau dia bisa kesiangan, Baskara setengah berlalu menuju kamar mandi untuk mandi dan bersiap. Lima menit kemudian dia keluar dari kamar mandi dengan mengenakan kaos dalam celana pendek. Celana pendek segera berganti dengan chino berwarna cokelat tua. Dia membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk memutuskan kemeja apa yang akan dikenakannya. Pilihannya jatuh pada kemeja tartan berwarna biru dongker. Dengan cepat dia mengancing kemeja kemudian memasukkan ke da
Anya sedang sibuk dengan setumpuk pekerjaan yang harus segera diselesaikannya. Siapa bilang menjadi asisten pribadi itu pekerjaan yang gampang? Setiap kali ada yang meremehkan dirinya ketika mengetahui profesinya Anya selalu berusaha sekuat tenaga untuk menahan diri dari keinginan mencabik-cabik orang tersebut. Dia tidak terlahir dengan wajah cantik. Tidak juga dengan otak encer. Kelebihannya hanya satu, kegigihan. Sejak kecil dia sudah gigih untuk mencapai tujuannya. Salah satu bukti keberhasilannya adalah Anya berhasil menyelesaikan pendidikan SMAnya tanpa dukungan biaya dari orang tuanya. Kegigihannya juga yang membuatnya berhasil menjadi asisten pribadi seorang Baskara Ishan Prajana yang masuk dalam daftar Forbes 30 under 30. Mengetahui dirinya tidak terlahir rupawan, Anya membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk belajar bagaimana membuat dirinya menarik. Dia mencoba berbagai gaya pakaian, riasan dan mengatur jumlah kalori yang masuk ke tubuhnya. Setelah dia berhasil menyulap diri
Baskara kembali ke ruang kerja setelah menyelesaikan makan siang. Terlalu bingung ingin memesan apa di ojek daring membuat pria itu memutuskan untuk berjalan ke belakang gedung Steam Perfection. Ada banyak warung dan pejual kaki lima yang menyesaki lorong-lorong kecil di balik gedung perkantoran mewah ibukota. Walau founder perusahaan rintisan yang sudah berkembang pesat, Baskara tidak merasa malu jika harus makan di sana. Seperti biasa, dia langsung menyalakan iMac dan memeriksa daftar pekerjaannya untuk hari ini. Baskara sudah menyelesaikan hampir seluruh pekerjaan yang mendesak. Sebelum ini dia tidak pernah menyadari kekuatan sebuah pesan. Sepotong pesan dari Aruna berhasil membuat suasana hatinya baik sepanjang hari. Tidak hanya itu, dia juga merasa kalau pikirannya jauh lebih jernih. Pekerjaan yang biasa menghabiskan waktu berjam-jam berhasil diselesaikannya dalam dua jam saja. Ketika memeriksa email dan masih belum menemukan email dari Aruna, pria itu segera mengambil ponsel d
"Lagi ngapain lo?" Gala semringah masuk ke ruang kerja sahabatnya. Seperti biasa dia tidak memrasa harus mengetuk atau menunggu Anya untuk mempersilakannya masuk. Dia bebas keluar masuk kantor Baskara. Hanya jika Baskara sedang meeting atau bertemu klien Anya akan menahan atau memberikan kode."Tumben banget kamu main HP," pria itu meletakkan paperbag di meja kerja Baskara, "Biasa fokus kerja. Kehabisan kerjaan lo?" Baskara terkekeh, "Ini juga lagi kerja.""Chatting-an gitu kerja?" Dari tempatnya berdiri Gala dapat sekilas melihat layar ponsel pria itu sebelum dia mematikan layar ponsel dan menyimpannya di meja kerja. "Iya. Lagi bahas detail kontrak," Baskara menunjuk paperbag, "Ini apa?" "Biasa lo bahas kayak gituan via email," Gala duduk di salah satu sofa yang tersedia di ruang kerja sahabatnya, "Ayam goreng kesukaan lo.""Becanda!" Senyum lebar bercampur tatapan tidak percaya segera muncul di wajah Baskara, "Kapan lo terbang ke Singapura?" "Tadi pagi. Ada meeting," Gala tergel
Aruna Dayana Widjaja: Kak, udah sampai? Sambil melangkah masuk ke lift apartemen yang terhubung langsung dengan unitnya, Baskara memeriksa ponsel. Lagi, senyumnya langsung terulas ketika menemukan pesan yang dikirimkan oleh mantan pacarnya saat SMA itu. Sebelum bersepeda pulang pria itu memang membalas pesan gadis itu dengan mengatakan kalau dia sedang dalam perjalanan pulang. Baskara Ishan Prajana: Lagi di liftBaskara Ishan Prajana: Kamu? Tidak perlu menunggu lama Baskara sudah menemukan pesan balasan dari gadis itu masuk ke ponselnya. Aruna Dayana Widjaja: Masih di kantorAruna Dayana Widjaja: Kak Askara ngasih revisi last minute bangetAda rasa bersalah yang muncul begitu membaca pesan tersebut. Baskara memang mengirimkan revisi terakhir terkait kerja sama mereka di akhir jam kerja. Ini semua karena Gala datang dengan seporsi besar Yardbird kesukaannya. Membuat dia tidak mungkin menolak paksaan sahabatnya untuk bercerita. Baskara Ishan Prajana: Sorry. Seharusnya kamu lanjut b
Entah sudah berapa kali mereka berbalas pesan ketika pesan terbaru Aruna masuk dan mengejutkan Baskara yang sedang sibuk mengerjakan pemograman untuk aplikasi yang dibuatnya sebagai pengisi waktu luang. Aruna Dayana Widjaja: Lagi apa?Aruna Dayana Widjaja: Bisa teleponan?Baskara mengedipkan mata beberapa kali sebelum kembali membaca pesan terakhir yang dikirimkan oleh gadis itu. Masih tetap sama. Dia tidak salah membaca atau berhalusinasi. Ya, itu pesan yang dikirimkan oleh Aruna untuknya. Baskara Ishan Prajana: Nggak lagi ngapa-ngapainTidak lama setelah pesan itu terkirim ponsel Baskara berdering. Tentu saja dari gadis itu.Baskara tidak langsung mengangkatnya. Pria itu berdeham beberapa kali dan walau dia tahu ini hanya panggilan telepon tetapi pria itu merapikan rambut dan penampilannya. Entah untuk apa. "Halo," walau sudah berdeham berulang tetap saja suaranya terdengar sedikit bergetar ketika menerima panggilan dari Aruna. "Hai, Kak," suara Aruna terdengar riang dan penuh s
Sambil menguap Aruna keluar dari shower box dan langsung membungkus tubuhnya dengan bathrobe yang tebal dan hangat. Gadis itu kembali membiarkan dirinya menguap. Lebar hingga matanya berair. Dia jelas masih mengantuk. Semalam dia tidak tahu pukul berapa jatuh tertidur. Entah bagaimana dia jatuh tidur ketika sedang mengobrol dengan Baskara. "Memalukan," gadis itu berucap lirih sambil menampar pipinya. Bukan kesal melainkan ingin mengusir kantuk. Jadwal pertamanya pagi ini adalah bertemu dengan Narendra dan tim legal. Itu dapat dipastikan akan menjadi meeting yang panjang dan melelahkan. Segera dia tenggelam dalam rutinitas panjang perawatan wajah dan memulas riasan tipis untuk menyegarkan penampilan juga menutupi kantung hitam di bawah mata. Sudah waktunya dia untuk mengunjungi klinik perawatan wajah langganannya. "Sial," gadis itu berdecak kesal ketika ingat kalau pagi ini hairstylist langganannya izin karena ada keperluan, "Seharusnya tadi nggak usah keramas." Walau terlahir
Menit-menit yang dihabiskan dalam mercy melesat cepat. Rasanya baru beberapa menit lalu dia memejamkan mata dan ketika membuka mata mobil sudah berhenti tepat di depan lobby gedung Widjaja Group. Gadis itu mengerang pelan dan memaksa diri untuk keluar dari mobil. Aruna berjalan dengan penuh percaya diri sambil memeriksa ponselnya. Biasanya dia melakukan ini sambil hairstylist menata rambutnya atau dalam perjalanan. Tetapi hari ini berbeda. Hairstylist tidak masuk dan sepanjang perjalanan dia memilih untuk tidur. Walau fokus dengan berbagai email dan pesan yang harus dibalas, gadis itu tetap melempar senyum disertai anggukan untuk setiap orang yang menyapanya. Menjadi bagian dari keluarga Widjaja membuat seluruh pegawai merasa wajib untuk sekadar bertegur sapa padahal belum tentu mereka saling kenal. Ada ratusan bahkan ribuan orang yang bekerja di gedung ini, tidak mungkin dia mengenali mereka semua. Lagi pula dia bukan Narendra, jabatannya tidak sepenting sang sepupu. "Mbaak, c