Aku dan Kekasih Suamiku (7)
**
Terdengar suara sendok dan piring beradu saat aku dan Mas Chandra tengah menikmati makan malam. Tak sepatah katapun terucap dari bibir kami masing-masing karena hatiku pun sedang tidak ingin bersikap baik padanya.
"Kamu udah jadian sama Lusi, Mas?" tanyaku sontak membuat Mas Chandra terperanjat.
Dia meletakkan sendoknya, lalu meneguk air putih yang telah kusediakan sebelumnya. Bagaimana bisa, aku harus bersikap sabar dan lembut sedang di luar sana suamiku tengah membagi cinta dengan wanita lain?
"A-apa maksudmu, Hanan. Jangan ngada-ada, deh."
Aku memutar bola mata malas, lalu ikut menjauhkan piring yang telah habis isinya. Selama kebersamaanku dengannya, tak sekali pun Mas Chandra bersikap demikian. Dia adalah tipe lelaki yang setia dan jujur, tapi entah kenapa sekarang bisa berubah sedrastis ini.
Apa semua ini karena pesona Lusi? Tapi apa yang dia lihat dari sosok Lusi? Bahkan hartaku pun juga tak kalah
Aku dan Kekasih Suamiku (8)**Apa Mas Chandra pikir aku ini bod*h, menyamarkan nama Lusi menjadi Jamal? Mungkin dia juga tak mengira bahwa aku bisa bertindak sejauh ini. Terserah, aku hanya ingin dia paham bahwa aku benar tidak main-main dengan perkataanku."Tapi kalau mau ketemu Pak Akbar harus buat janji dulu, Bu," tandas resepsionis itu menolak.Aku mendengus kesal, "bilang sama dia, ini penting. Tentang anaknya, Lusi."Resepsionis itu tetap menolak mempertemukanku dengan bos yang disebutnya Pak Akbar itu. Hingga akhirnya perdebatan kami berhenti ketika ada seseorang yang membentak dari belakang."Ada apa ini?"Kami berdua sontak melihat ke arah sumber suara. Seorang pria berjas hitam, usianya setengah baya, seperti ayahku. Dia terlihat berwibawa, tapi sedikit garang."Em ... maaf, Pak. Nona ini memaksa untuk bertemu dengan anda," ucap resepsionis yang baru saja berdebat denganku.Aku memicingkan mata, 'oh, jadi ini,
Aku dan Kekasih Suamiku (9)**Lusi terheran, melihat sikapku yang justru tertawa saat melihatnya menabrak mobilku. Mungkin dia mengira, bahwa aku akan marah dengan ulahnya. Namun, salah ... Aku tak akan melakukan hal serendah itu."Hahaha ... Silahkan tabrak saja, harga mobil ini tidak seberapa. Bahkan aku bisa membeli yang lebih mahal dari ini," ucapku setengah meledek.Raut wajahnya berubah seketika, dia benar-benar telah salah sasaran. Mungkin dia bisa saja ingin merebut suamiku, tapi sepertinya dia benar-benar tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa."Lalu, kenapa jika aku mempermalukanmu di kantor ayahmu? Bukankah semua itu benar adanya?"Lusi mendengus kesal, lalu maju selangkah dan hendak menjambak rambutku."Ets ... Yang elegan sedikit dong, Nona."Untung saja, aku bisa menghindar cepat darinya, jika tidak mungkin rambutku sudah habis di tarik olehnya. Selain tidak punya hati, ternyata Lusi juga tidak punya eti
Aku dan Kekasih Suamiku (10)**Kali ini, Mas Chandra benar-benar telah membuktikan perkataannya sebelumnya, bahwa dia telah berjanji akan meninggalkan Lusi. Ya, beberapa saat setelah kedatangan Lusi dengan sebuah koper besar, Mas Chandra mengusirnya kasar.Tak tanggung-tanggung, Mas Chandra melempar koper besar milik perempuan yang mengaku sebagai kekasihnya itu ke halaman rumah kami. Tubuhku sedikit tersentak saat dengan kasarnya Mas Chandra mendorong tubuh kurus Lusi.Aku tersenyum puas, saat Mas Chandra kembali masuk ke dalam kamar sedang Lusi menatapku dengan penuh amarah. Puas, ya ... Semoga saja dia benar-benar menepati janjinya."Aku bersumpah, meski apapun yang terjadi semua milikmu akan kembali kepadaku!"Kulihat sosok Lusi berjalan keluar pekarangan dengan gontai, sepertinya mobilnya pun terparkir di luar pekarangan rumah karena tak kudapati di sekitaran halamanku yang luas ini. Biar saja, aku sungguh tidak perduli dengannya lagi.
Aku dan Kekasih Suamiku (11)**Dengan segala kebimbangan, aku kembali melangkah ke kantor. Ini semua terasa sangat menyesakkan dada, ternyata tak hanya Lusi yang menginginkan hubunganku dengan Mas Chandra hancur, melainkan ibu Lusi pun juga.Sebenarnya, apa yang terjadi diantara kami sehingga mereka terlihat sangat dendam padaku. Mungkin kah ini ada hubungannya dengan masalaluku? Tapi apa? Sedikitpun aku tidak mengenal mereka sama sekali.DdrrtttPonselku bergetar, gegas kuambil dan melihat siapa yang telah mengirimkan pesan padaku.Mas Chandra[Jangan lupa makan siang, Cantik]Ah, dia kembali merayuku. Pasti semua itu dia lakukan supaya aku tidak marah lagi padanya.Meskipun saat ini kami telah berdamai, tapi kepercayaanku belum kembali 100% padanya karena bisa jadi ini semua hanya akal-akalannya seperti yang sebelumnya. Biarlah, aku menjalani ini semua sampai aku benar-benar memastikan kalau Mas Chandra memang t
Aku dan Kekasih Suamiku (12)**"Kamu Leo? Tinggalkan Lusi, dia tidak pantas untukmu!" ucap Tuan Aris mengejutkan, membuat pria bertato itu seketika menatap wajahnya.Aku hanya terdiam, melihat pergerakan yang akan dilakukan oleh Leo. Sepertinya, dia juga bukan orang sembarangan, seluruh lengannya penuh tato, anting terpasang indah di telinga kirinya. Khas seperti pria berandal di luar sana."Kamu siapa? Berani-beraninya berkata seperti itu," tandas Leo dengan wajah garang.Memang sedikit terdengar kurang kerjaan, tapi aku rasa ini lah satu-satunya cara agar aku bisa menerobos masuk lebih jauh ke dalam kehidupan Lusi. Dengan begitu pula, aku bisa tahu apa motifnya ingin merusak hidupku, serta ingin mengganggu rumah tanggaku."Aku Aris, pria yang bersedia membahagiakan Lusi. Tidak sepertimu!"Mereka berdua terlihat percekcokan, hingga akhirnya satu diantara mereka terluka karena sebuah botol yang Leo lemparkan ke atas kepala Tuan Aris.
Aku dan Kekasih Suamiku (13)**"Bu, Tuan Aris ingin membuat janji. Apakah anda bisa?" ucap Siska saat aku tengah mengerjakan laporan bulanan."Apa saja jadwalku hari ini?""Tidak ada, Bu. Hanya meeting dengan staf intern membahas laporan bulanan," tuturnya lagi dengan membuka catatan kecil di tangannya.Sepertinya Tuan Aris ingin membicarakan mengenai Lusi dan juga masalahku, karena jika mengenai pekerjaan pasti dia yang akan memintaku untuk ke kantornya. Tidak ada salahnya aku menyetujui ajakannya, siapa tau aku bisa mendapatkan jawaban atas masalah yang tengah kuhadapi."Baik, buat janji saat makan siang saja. Jam 12 di Kafe Baruto, ya."Siska mengangguk, lalu kembali keluar ruangan. Sedangkan aku melanjutkan laporan bulanan sebelum meeting dengan para stafku dilaksanakan.Kini, Mas Chandra benar-benar tidak bisa berkutik setelah tahu bahwa aku lah yang mengendalikan perusahaan ini. Sikapnya tidak pernah semena-mena la
Aku dan Kekasih Suamiku (14)**"Hanan, gimana penawaranku kemarin? Bukankah lebih baik aku yang urus perusahaan induk, biar kamu bisa fokus di rumah dan melanjutkan program hamil kita?" ucap Mas Chandra ketika aku baru saja membuka laptop hendak menyalin laporan bulanan.Dia duduk di hadapanku, memegang beberapa berkas yang sepertinya juga laporan bulanan perusahaan yang dia pegang. Wajahnya berseri, dia begitu yakin bahwa aku akan menyerahkan perusahaan induk padanya."Nan, kamu kan cewek. Masa urus perusahaan, sih. Lagipula, aku kan udah lama berkecimpung dalan dunia bisnis. Kalau kamu ngomong sama Papa, pasti bakal dikasih ke aku," tuturnya lagi percaya diri.Aku tersenyum kecut, mana mungkin aku memilih duduk di rumah, mengurus segala sesuatunya, melanjutkan program hamil sedang di luar sana dia tengah memanfaatkan kebaikan yang kuberikan. Apa dia pikir aku sebodoh itu?Kutekan kursor 'copy' lalu menatap suami yang sudah beberapa hari b
Aku dan Kekasih Suamiku (15)**Pak Akbar berjalan meninggalkanku dengan raut wajah aneh, dia seperti tengah memikirkan sesuatu. Padahal sebelumnya, ketika aku mengajaknya berbincang mengenai Lusi dia tak terlihat selesu itu."Ok-oki? Oki Wijaya?" ucapnya saat aku baru saja menyelesaikan sambungan teleponku dengan papa.Aku mengangguk, dengan meraih kunci mobil yang masih tergeletak di atas meja. Apa dia mengenalnya? Jika tidak, kenapa dia bisa sekaget itu?"Kenapa, Pak? Anda kenal?"Dia mengerjapkan matanya yang sedari tadi menatapku dalam. "Oh, mungkin hanya namanya saja yang sama. Dulu aku juga punya teman bernama Oki Wijaya, tapi sudah lama tak berjumpa," tuturnya dengan lantas mengusap kasar wajahnya.Aku hanya mengangkat kedua bahuku, lalu mengajaknya pergi dari restoran sebelum ada orang lain yang mengenalinya. Lagipula setelah ini aku masih harus ke rumah papa untuk bertemu dengan mama, katanya lewat sambungan telepon tadi mam