Share

5 Penyelidikan

Penulis: Miss_Pupu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku tersentak mendengar ucapan Rani. Kali ini bicaranya sudah melampaui batas. Aku menggelengkan kepala. Merasa tak percaya.

"Kamu berani melawan Mamah, Rani! Kamu tidak sadar, semua yang Mamah lakukan hanya demi kebaikan kamu!" tegasku kepada Rani.

"Tidak! Yang ada dalam pikiran Mamah hanya mementingkan urusan pribadi saja. Uang jajanku bahkan diatur. Kehidupanku pun seperti di dalam pernjara. Banyak peraturan. Lebih baik aku pergi. Aku cape dengan, Mamah!" Rani tampak menarik menggendong tasnya. Ia akan segera pergi. Namun langkahnya segera aku tahan dengan menarik pergelangan tangannya.

Kali ini, Mas Fery hanya diam dan menjadi penonton. Padahal biasanya, dia selalu melerai saat terjadi pertengkaran diantara kami. Dia seperti mendukung kepergian anakku kali ini.

"Tunggu, Rani!" tahanku. Sebagai seorang Ibu, tentu aku tak akan membiarkan Rani pergi tanpa tujuan.

"Lepas!" Rani menghempaskan genggaman tanganku.

"Aku tidak mau lagi tinggal bersama, Mamah. Jangan cari aku karena aku sudah dewasa. Aku berhak memilih tinggal bersama siapa pun!" Rani segera melanjutkan langkahnya dengan cepat meninggalkan rumah.

"Rani, tunggu!"

Suara panggilanku bahkan tak dihiraukan lagi olehnya. Isi dadaku terasa sakit. Air mata bahkan menetes begitu saja di pipi tanpa bisa ku bendung.

"Sudahlah, Mia. Biarkan Rani memilih jalannya sendiri. Itu karena kamu sendiri yang terlalu keraa dalam mendidik anak." Mas Fery membuka suara. Ia segera masuk ke kamar tanpa perduli dengan isak tangis dan kesedihan yang aku rasakan.

Aku segera mengusap pipi yang basah ini dengan tangan kosong. Berusaha menenangkan diri dengan mengatur napas. Namun saat membalikan badan, aku melihat Mas Fery telah rapi dengan tas selempang dan kunci mobil pada jemari tangannya.

"Kamu mau kemana lagi, Mas?" tanyaku dengan selidik. Tak bisakah dia menemaniku dalam keadaan sedih seperti ini.

"Aku ada urusan," jawab Mas Fery cuek. Ia langsung berjalan ke luar menuju kendaraan roda empatnya.

Aku segera mengejar Mas Fery.

"Mas, kamu baru saja tiba di rumah. Sekarang malah mau pergi lagi. Tidak bisakah kamu di rumah sebentar saja?"

Mas Fery tak perduli dengan pertanyaanku. Dia tetap dengan langkahnya. Masuk ke sedan hitamnya dan langsung menyalakan mesin mobilnya.

"Urusanku masih banyak. Kepalaku pusing mendengar ocehan kamu di rumah ini." Mas Fery berkata dengan acuh tak acuh kemudian melajukan kendaraan roda empatnya menjauhi pekarangan rumah.

Aku menggelengkan kepala merasa hari ini bagaikan mimpi. Rani pergi entah kemana, pun dengan Mas Fery yang akhir-akhir ini terlihat acuh padaku. Ada apa dengan keluargaku ini.

Aku menatap langit yang hari ini tampak mendung. Sepertinya akan turun hujan. Pun dengan suasana hati yang terasa kelam.

Aku merogoh saku daster mengambil ponsel pintar yang ada di dalamnya. Aku akan menelephone sahabatku untuk meminta saran.

"Hallo, Mia!" Sahabatku menyapa dengan ramah di ujung sambungan telephone.

"Siska, aku ingin bertemu. Aku sedang ada masalah," ungkapku dengan suara lesu.

"Kamu kenapa, Mia?" Siska terdengar khawatir.

"Kita harus bertemu sekarang. Aku akan kirim lokasi pada kamu ya," pintaku tanpa basa-basi.

"Oke!" Siska mengiyakan. Kemudian sambungan telephone itu berakhir.

Siska memang sahabat dekatku sedari muda dulu. Aku selalu mencurahkan isi hariku padanya. Kini, saat Mas Fery tampak tak perduli lagi denganku, hanya Siska yang bisa aku mintai pertolongan.

Aku segera bersiap-siap. Aku akan bertemu dengan Siska guna mencari jalan keluar atas masalah ini. Namun saat tengah berganti pakaian, sepasang bola mataku melirik pada koper Mas Fery yang belum sempat aku rapihkan. Entah kenapa perasaanku berkata lain tentang isi koper suamiku. Aku merasa penasaran kemudian aku mendekati koper dan membukanya untuk memeriksa isinya.

Awalnya tak ada yang aneh, hanya beberapa pakaian kotor saja. Namun di sela bagian terkecil di dalam koper itu ada benda pipih berwarna merah dengan gambar wanita cantik sebagai logo product. Aku terheran. Kemudian mengambilnya.

Bola mataku dibuat terbelalak saat membawa kalau produt itu adalah sebuah alat kontrasepsi yang biasa digunakan oleh pria dewasa untuk berhubungan intim.

"Kondom!"

Isi dadanya bergemuruh lesu. Sungguh suamiku tak pernah menggunakan alat itu saat berhubungan denganku. Aku bahkan sudah dua bulan tak diberikan nafkah batin oleh Mas Fery.

Aku menggelengkan kepala merasa tak percaya. Kalau memang kondom ini milik Mas Fery, lalu dengan wanita mana dia menggunakannya?

Dengan kondisi tangan yang bergetar, aku membuka dus kecil berbentuk pipih itu. Isinya hanya sisa satu lagi. Degup jantung benar-benar dibuat kencang lagi dengan benda menjijikan ini.

Aku mengusap kasar wajahku. Ingin rasanya marah, tapi aku tak memiliki kekuatan. Kemudian aku segera keluar dari rumah guna bertemu dengan Siska siang ini.

***

Aku duduk kursi kayu berwarna cokelat di sebuah coffe shop yang hanya menempuh jarak dua puluh menit dari rumah. Aku menunggu kedatangan Siska dengan perasaan resah dan isi dada yang menggebu-gebu.

"Hai, Mia! Sorry terlambat." Siska segera menarik kursi di depanku laku duduk di sana. Sepertinya dia sudah bisa menebak dengan wajah frustasi yang aku pasang saat ini.

"Ada masalah apa lagi, Mia? Suami kamu selingkuh?" Siska menerka secara langsung. Dia memang tahu dengan masa laluku.

"Aku tidak tahu, Sis. Aku tak punya bukti," jawabku sudah putus asa.

"Masalah utamanya apa?" Siska memastikan lagi.

Tanpa ragu, aku kemudian menceritakan masalahku dengan Rani, anakku. Aku juga menceritakan penemuan kondom yang mengejutkan di dalam koper suamiku tadi pagi. Sungguh ceritaku ini membuat Siska terkejut.

Siska tampak menggelengkan kepala kemudian diam seraya berpikir.

"Kita harus menyelidiki suami kamu, Mia. Aku curiga dia memiliki wanita simpanan lain," celetuk Siska dengan yakin.

"Tapi bagaimana dengan, Rani. Aku khawatir dia luntang-lantung di jalanan. Dia tak memiliki uang karena uang jajannya aku jarah lima puluh ribu saja sehari," resahku.

"Kamu tenang saja. Rani masih memiliki Papah kandung. Minta bantuan papahnya saja untuk mencarinya," saran Siska. Aku mengangguk pasrah. Walau sudah bisa dipastikan Papah kandung Rani akan menyalahiku.

Banyak sekali rencana-rencana yang aku bahas bersama Siska siang ini. Aku tidak mau terjadi lagi penghianatan dalam rumah tangah ini. Setelah selesai, Siska akan mengantarkanku pulang dengan kendaraan roda empatnya.

Di tengah perjalanan aku menemukan mobil milik Mas Fery masuk ke sebuah hotel. Dengan penasaran aku meminta Siska membuntuti.

"Untuk apa Mas Fery ke hotel ini?" Aku bertanya-tanya dengan perasaan yang resah

"Kita akan lihat, siapa yang keluar dari mobil suami kamu," balas Siska. Kami berdua masih berada di dalam mobil saat sedan Mas Fery berhenti di parkiran utama di hotel itu.

Aku dan Siska benar-benar dibuat terkejut dengan pemandangan kali ini. Bahkan jantungku terasa mau lepas dari sarangnya.

Mas Fery membuka pintu mobilnya, lalu keluar seorang gadis yang sangat aku kenal. Dia adalah Rani. Aku dan Siska tak mungkin salah lihat. Mas Fery dan Rani berjalan seraya bergandengan tangan, lalu masuk menuju lobi hotel.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Umah Afifah
duuuh hati saya kaget thor ,, kalo punya anak gadis ,, mmh nya nikah lagi. banyak kjadian sperti ini.
goodnovel comment avatar
Rina Manuk
jahat ya ,si anak
goodnovel comment avatar
Indah Syi
nah tuuh kecolongan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   6 Dibuat Terkejut

    Dengan bola mata terbelalak aku dan Siska dibuat terkejut. Saat tubuh Mas Fery dan Rani semakin menghilang dan masuk ke dalam hotel, aku dan Siska bergegas keluar dari mobil. Kami berdua berjalan dengan cepat. Namun, terlambat. Kedua bola mata ini tak bisa lagi mendapati penampakan suami dan anakku."Sial! Cepat sekali langkah mereka!" kesalku. Aku berkacak pinggang dengan wajah menahan emosi. Aliran darahku kian terasa mendidih saja kala setiap sudut pandangan nyaris tak mampu lagi menemukan keberadaan Mas Fery dan Rani."Kita tanya resepsionis," saran Siska.Kemudian aku berjalan mengikuti langkah Siska menuju resepsionis. Kami berdua bertanya mengenai tamu atas nama Fery Haryadi atau pun Rani Adinda Putri.Namun, aku dan Siska tak mendapatkan informasi apa-apa. Peraturan di hotel yang kami datangi sangat menjaga privacy pengunjung. Kami berdua bahkan tak bisa mencari ke setiap sudut kamar yang ada di hotel itu karena petugas pasti akan melarangnya.Langkah ini dengan berat perlahan

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   7 Klarifikasi

    Mas Fery tampak membulatkan kedua bola matanya. Ia terkejut mendengar ucapanku. Aku tak bisa menunda-nunda lagi pertanyaan ini. Pertanyaan yang sedari kemarin menghujam pikiranku."Bicara apa kamu, Mia! Suami kamu ini baru saja pulang kerja. Tidak bisakah kamu menyodorkan pertanyaan yang enak didengar? Ini malah menuduhku yang tidak-tidak." Mas Fery mengelak lagi. Aku bisa melihat wajahnya yang sedikit gugup. Sebelah alisnya tampak naik. Aku yakin di dalam dadanya ada kecemasan."Aku tidak menuduh, Mas. Aku juga tidak mau berpikir yang buruk tentang kamu. Aku hanya ingin klarifikasi saja dari kamu." Aku segera mengambil ponsel pintarku yang berada di atas nakas. Kuusap layar ponsel lalu menekan galeri photo yang ada di dalamnya.Aku menyodorkan layar ponselku pada Mas Fery. Layar ponsel yang menunjukan gambar mobil Mas Fery yang dibidik Siska kemarin di depan hotel.Bola mata Mas Fery kian terbelalak. Pasti dia merasa terkejut karena tak akan bisa lagi mengelak dengan bukti gambar se

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   8 Melanjutkan Penyelidikan

    Keesokan harinya saat mentari mulai menyapa pagi, aku sudah sibuk membuat sarapan di dapur. Sementara dengan pekerjaan rumah sudah ada Mba Parni membantu.Ada rasa yang mengganjal di dalam dada karena Rani masih juga tak bisa dihubungi. Memang sedikit lega karena Mas Fery sudah menyewakannya hotel. Namun, suasana pagi jadi terasa berkurang setelah pertengkaranku dengan anak gadisku.Dia anakku satu-satunya, tapi entah kenapa kini telah berubah jadi pembangkang. Apa benar kata Mas Fery kalau aku terlalu keras dalam mendidiknya? Tapi, itu semua aku lakukan semata-mata untuk kebaikan Rani agar disiplin dan bertanggung jawab.Tak lama, Mas Fery keluar dari kamar dan duduk di kursi makan. Isi meja yang sudah siap dengan sajian sarapan dan Mas Fery menyantapnya tanpa basa-basi. Mungkin suamiku itu masih saja marah padaku."Kamu masih marah sama aku?" Aku bertanya pelan. Setidaknya, kalau Mas Fery sedang acuh maka aku yang perlu bicara duluan. Aku tak pernah ragu untuk meminta maaf jika sala

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   9 Bagaikan Disayat Sembilu

    "Bye! Nanti ketemu lagi ya."Suara Mas Fery terdengar mengakhiri percakapannya dengan seseorang, namun aku sama sekali tak mendengar suara lawan bicaranya.Siska kemudian melihat titik lokasi Mas Fery yang saat ini berada di sekolahan Rani, kemudian berlalu pergi."Mau kemana lagi, Mas Fery?" Aku bertanya-tanya sendiri dengan perasaan yang menggebu di dalam dada."Sudahlah, Mia. Kita selesaikan misi kita sekarang. Kita ikuti kemana mobil suamimu hari ini." Siska kembali fokus dengan setir mobilnya.Sementara aku, hanya bisa mengangguk pasrah. Apa mungkin aku telah mendapat penghianatan yang kedua kalinya dari seorang lelaki?Pasang manik ini kembali berkaca-kaca. Aku berusaha membendung semua kepedihan ini. Masih berharap semoga apa yang aku dengar tadi tak seperti yang aku bayangkan.Aku menyeka tetesan bulir bening yang berhasil jatuh. Tangan ini bahkan terasa bergetar saat menyentuh wajah. Mengapa aku merasa akan melewati masalah yang cukup besar. Ditambah lagi dengan Rani yang sam

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   10 Pura-Pura Tidak Tahu

    Sayangnya tak ada percakapan apa-apa lagi yang aku dengar dalam alat penyadap itu. Mobil Mas Fery hanya mengantarkan Rani ke depan Mall kemudian ia pergi lagi sendirian.Penyelidikan aku dan Siska hari ini memang tidak gagal, hanya saja aku masih penasaran dengan wanita idaman lain yang Mas Fery miliki saat ini. Aku masih belum punya bukti untuk menegur suamiku. Bukan tidak mungkin, Mas Fery akan kembali mengelak lalu marah saat aku menuduh tanpa bukti.Dengan segera, Siska mengantarkan aku pulang ke rumah karena khawatir Mas Fery akan pulang duluan. Aku tidak mau suamiku curiga saat aku bersama Siska.Namun, yang dikhawatirkan ternyata terjadi. Mas Fery tiba di rumah saat Siska baru saja hendak mengeluarkan mobilnya dari pekarangan rumah.Beruntung aku sudah menaruh tas selempang yang aku bawa ke dalam kamar sehingga Mas Fery tak melihat kalau aku pun baru saja tiba.Siska tampak melebarkan senyuman pada Mas Fery dan suamiku membalasnya. Tanpa menyapa Siska lekas pergi melajukan ken

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   11 Ada apa ini?

    Aku merasa ada yang tidak beres. Ingin rasanya menelephone Siska detik ini juga untuk bertanya perihal kedatangan Mas Fery ke rumahnya.Aku menghentikan layar gps, kemudian menekan kontak bernama Siska pada layar ponselku.Benda pipih itu telah menempel di telingaku. Nomor yang aku tuju masih mengeluarkan bunyi aktiv. Akan tetapi, panggilanku tidak dijawab oleh teman dekatku itu.Aku hanya khawatir kalau Mas Fery akan bertanya mengenai kedatangan Siska tadi sore di rumahku. Jangan sampai Siska mengatakan yang sebenarnya. Tapi aku yakin sahabat baikku itu mampu mengunci mulut.Lagi, aku mengecek gps dan hasilnya masih sama. Mobil Mas Fery masih saja tertahan di ruman Siska."Sedang apa sih Mas Fery di sana?" Aku bertanya-tanya sendirian dengan perasaan resah campur aduk. Ditambah lagi Siska tak mau menjawab sambungan telephone dariku.Tak mau berlama-lama dalam keresahan. Aku lebih baik mengumpulkan berkas-berkas penting seperti surat rumah dan perhiasan milikku yang ada di dalam lema

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   12 Bertengkar

    Rani terkejut lagi dan lagi. Hari ini mungkin anak gadisku itu tak mampu lagi membuat alasan. Ia tampak gugup dengan suara napas yang memburu di dadanya.Aku menatap anakku dengan nanar. Sementara dia malah menunduk dan tak mampu membalas tatapanku saat ini."Katakan, Rani! Pria mana yang berhasil merusak masa depanmu? Pria mana yang berani kamu masukan ke dalam kamarmu? Katakan!" Bibirku bahkan terasa bergetar saat mengeluarkan pertanyaan itu kepada Rani. Ai mata kesedihan yang berusaha aku bendung nyatanya menetes begitu saja namun segera aku usap dengan jemari."Mengapa kamu tega menghancurkan masa depan hanya demi nafsu sesaat, Rani! Kamu tega melukai perasaan Mamah yang sudah belasan tahun membesarkanmu," sambungku dengan lirih. Sementara Rani masih diam. Aku yakin sedang mencari alasan lagi untuk mengelak. "Mamah hanya ingin tahu, siapa pria itu, Rani?" tegasku dengan bertanya lagi. Aku tak memalingkan tatapanku ke arah mana pun, hanya kepada Rani penuh selidik."Aku tidak tahu

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   13 Kok Aneh Ya

    Aku kini sendirian terduduk lesu di sofa ruang tengah. Aku merasa tak berdaya. Mas Fery telah berubah. Apalagi aku tak punya alasan untuk bertahan setelah mengetahui penghianatan suamiku.Aku merenung sendirian. Memijat pelipis yang terasa berat. Ingin rasanya teriak namun tak memiliki daya.Kemudian aku berjalan keluar rumah untuk sekedar menenangkan diri. Aku duduk di kursi kayu yang ada di taman dekat rumah dengan wajah sendu.Tiba-tiba ponselku berdering. Saat aku merogoh saku celana dan melihat pada layar ponsel, sang penelephone ternyata Siska gegas aku menjawabnya."Hallo, Sis!" sapaku saat benda pipih itu telah menempel ditelinga."Mia, apa kabar denganmu? Mengapa suara kamu terdengar lesu?" Siska segera mencerca pertanyaan setelah mendengar suaraku."Aku bertengkar lagi dengan, Rani," jawabku lesu."Anakmu sudah pulang?" Siska bertanya lagi."Sudah. Aku rasanya lelah, Sis. Aku dihadapkan dengan dua masalah sekaligus. Masalah antara Rani dan Mas Fery. Kedua masalah itu masih b

Bab terbaru

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   334 Happy Ending

    Siang ini 40 hari sudah setelah kelahiran Yusra dan Yumna. Kediaman Yusuf nampak dipenuhi bunga serba putih. Semua dekorasi serba putih. Ini bukan sedang berpesta, melainkam sedang ada acara aqiqah si kembar Yusra dan Yumna.Dua bayi kembar yang lucu yang memakai pakaian muslim ala-ala bayi, sudah dibawa pengasuhnya masing-masing ke tengah-tengah pengajian. Sebagai rasa syukur yang luar biasa pada Tuhan, Yusuf dan Mia menggelar acara pengajian sekaligus aqiqahan untuk bayi kembarnya. Bukan hanya itu, Yusuf dan Mia juga mengadakan santunan anak yatim yang diundang dari salah satu panti asuhan yatim piatu di kota Jakarta. Yusuf berharap, anak-anak yang kurang beruntung itu bisa merasakan kebahagiaan yang kini tengah dia rasakan.Kediaman Zubair dipenuhi banyak jamaah pengajian dan anak yatim piatu yang hadir. Mereka membacakaan dzikir dan puji-pujian. Menggunting rambut si kembar Yusra dan Yumna secara bergantian.Seperti ada cahaya yang terpancar pada bayi kembar Yusra dan Yumna kali i

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   333 Hijrah

    Benar saja dengan apa yang sudah ditebak sebelumnya. Kediaman Zubair nampak ramai oleh suara tangisan bayi yang silih berganti. Sudah menjadi kebiasaan bayi yang pusarnya belum copot memang agak rewel. Akan tetapi Mia nampak piawai menghandle. Mungkin karena bukan yang pertama kalinya, jadi Mia sudah paham.Bayi kembar yang mungil nampak anteng apabila dalam gendongan Mia. Mungkin karena bayi kembar itu merasakan kenyamanan saat berada di dekat orang tuanya."Kenapa kalian tidak bisa menghandle? Bukankah kalian sudah pengalaman sebagai baby sitter! Dimana keahlian kalian?!" Suara Yusuf terdengar mengeras di kamar anaknya. Dia bicara pada dua pengasuh anaknya."Sstt! Mas, jangan begitu dong." Mia meluruskan jari telunjuknya di depan bibir.Rupanya Yusuf tengah memarahi dua baby sitter anaknya yang tampak tak bisa menghandle tugas. Dua anak kembar Mia dan Yusuf hanya bisa anteng dan tak menangis saat berada dalam dekapan mamanya."Habisnya mereka salah, Sayang. Kamu kan belum benar-bena

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   332 Bayi Kembar Datang

    Banyak sekali yang harus dipelajari Mia setelah operasi. Mulai dari belajar tidur miring kiri miring kanan, belajar bangun sendiri kemudian sampai berjalan.Yusuf mendukung Mia yang belajar dengan antusias. Saat ini bahkan Mia sudah berada di ruangan rawat inap. Banyak sekali perjuangan yang telah dia lakukan untuk anak kembarnya.Mia juga mulai memberikan asi pertamanya untuk kedua anak kembar, meski pun belum ada asi putih yang keluar. Anak kembar itu juga akan dibantu susu formula karena asi Mia belum keluar dan mungkin tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dua anak kembar."Sayang, anak kita cantik dan tampan ya. Mirip sekali dengan wajah mamanya. Mamanya cantik sih, jadi anaknya juga cantik dan tampan," kata Yusuf tanpa bisa berhenti menatap wajah anak kembarnya. Rasa syukur pada Tuhan pun ia ungkapkan berkali-kali atas rasa bahagia yang sangat luar biasa."Papanya juga tampan, Mas. Makanya saya jatuh cinta," balas Mia pada suaminya. Dia kini sudah bisa berbicara."Masa sih?" Y

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   331 Melahirkan

    Saat ini Mia masih berada di ruang rawat inap. Operasi akan dilakukan besok siang pukul sepuluh pagi. Mia tengah beristirahat membaringkan tubuhnya di atas bed pasien."Sayang, perutnya masih sakit?" Yusuf mengusap kening istrinya. Ia duduk di kursi yang ada di dekat ranjang. Dalam benaknya berkecamuk rasa. Khawatir cemas bercampur jadi satu. Apalagi saat melihat wajah Mia yang terlihat layu."Tak terlalu sakit, Mas. Semoga besok pagi operasinya lancar ya." Suara Mia terdengar lemas. Yusuf mengecup kembali kening Mia. "Sayang, tentu saja saya do'akan semoga operasinya lancar. Kamu dan bayi kita selamat. Kamu harus semangat dan kuat, karena ini adalah impian kita berdua," ia menyemangati."Iya, Mas. Saya akan berjuang. Saya akan semangat," balas Mia.Sejujurnya Yusuf tidak tega melihat Mia yang tiba-tiba meringgis kesakitan. Namun, jadwal caesar memang sudah ditentukan dan surat perjanjian sudah ditanda tangani. Ia tak tega melihat istrinya kesakitan. Andai tak malu dengan diri sendir

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   330 Tiba-tiba Sakit Perut

    Yusuf dan Mia telah sampai di depan rumah sakit. Mereka langsung duduk di kursi tunggu karena nomor antrian telah diambilkan oleh anak buahnya.Yusuf mengusap perut Mia. Walau di depan banyak orang, Yusuf tak mau perduli. Rasa sayangnya pada Mia menutup matanya dari orang-orang yang ada di sekelilingnya."Nyonya Mia Lestari!"Saat namanya dipanggil, Mia dan Yusuf langsung berdiri. Dia segera masuk ke ruang Dokter kandungan.Setelah ditanya-tanya sebentar, Dokter langsung menyuruh Mia berbaring di atas bed pasien. Perut buncitnya dioleskan cairan dan alat USG langsung ditempelkan pada perut Mia.Bola mata Yusuf seketika berkaca-kaca melihat calon anaknya pada layar monitor."Selamat ya, Pak. Tuhan memberikan bayi kembar. Sepertinya jenis kelaminnya sepasang ni," kata Dokter sambil terus menempelkan alat USG di perut Mia. Sementara layar monitir menampilkan hasilnya."Apa! Kembar, Dok?" Yusuf terbelalak. Pun dengan Mia yang terkejut."Serius, Dok?" Timpal Mia. Mulutnya sedikit terbuka k

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   329 Pulang

    Pagi hari di cappadocia.Sinar matahari telah masuk menerobos jendela kamar. Keduanya masih asik dalam mimpi indah usai bergelut dalam permainan panas semalam.Mata Mia menyipit saat mulai membuka kelopak matanya. Ia sadar dari mimpi indah semalaman tadi. Ia terkejut saat sadar telah bangun keiangan."Ya ampun! Kesiangan!" Mia bangkit dari tempat tidur. Dia bahkan masih memakai lingerie berwarna silver sisa semalam. Ia menuju kamar mandi dan akan segera membersihkan tubuhnya.Perut mulusnya mulai terlihat membuncit. Mia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang terlihat basah. Sepertinya harus segera dikeringkan. Melihat ke atas ranjang, Yusuf tampak masih terlelap dalam tidurnya. Cuaca dingin membuat suami Mia tampak nyaman di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya yang hanya memakai bokser saja."Sayang, jam berapa?" Suara serak pria yang masih terbaring di atas ranjang, tampak membuka sedikit kelopak matanya. Terlihat kelelahan."Sudah siang, Mas. Cepetan mandi. Katanya mau ng

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   328 Cappadocia

    Satu bulan kemudian."Mas, koper punya saya mana?" Mia mencari koper miliknya. Mereka kini dalam perjalanan menuju bandara. Perut Mia kali ini sudah terlihat menonjol ke depan. Semakin nampak kalau dia tengah hamil.Sejak satu minggu yang lalu semua telah dipersiapkan. Mulai dari tiket, paspor dan perlengkapan yang lainnya. Yusuf juga telah konsultasi ke Dokter kandungan Mia. Beruntung janin yang ada dalam perut Mia dalam keadaan sehat dan bisa diajak jalan-jalan ke luar negri."Sepertinya sudah dimasukan Ijah ke dalam bagasi," jawab Yusuf menerka saja. Padahal dia tak terlalu yakin. Ia mengusap kening mengiyakan saja dari pada salah. Maklum semenjak hamil, Mia jadi sering baperan dan Yusuf paham akan hal itu."Baguslah, Mas. Soalnya saya tak melihatnya tadi. Mungkin karena Ijah telah merapihkannya." Mia bergelayut manja di dada bidang milik suaminya. Sementara supir yang mengemudikan mobil tetap fokus ke jalan raya.Bersamaan dengan itu ponsel Mia nampak berdering ada panggilan masuk

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   327 Naik Daun

    Hampir satu jam Yusuf mengantri di cafe martabak itu. Dia memijat pelipis karena baru kali ini dia rasakan rasanya menunggu sungguh membosankan."Mas, apa masih lama?" Akhirnya memberanikan diri bertanya karena sudah merasa kesal."Sebentar lagi kok, Pak. Hanya tinggal satu orang lagi," jawab pelayan cafe dengan ramahnya."Oke baik." Yusuf memutuskan untuk menunggu lagi. Semua itu semata-mata demi sang istri tercinta yang tengah mengandung buah hatinya.Dengan tambahan waktu lima belas menit akhirnya dua dus martabak pesanan Mia telah selesai dibuat dan kini sudah berada dalam genggaman. Yusuf segera kembali ke rumah. Dia sudah tidak sabar ingin melihat senyuman istrinya malam ini. Apalagi imbalannya yang akan menengok dede bayi dalam kandungan, tentu saja semakin membuat dia semangat.Perjalanan malam ini sangat cepat karena suasana jalanan yang sepi Yusuf tiba di rumah lebih cepat. Ia segera masuk ke kamar menenteng dus martabak pesanan istrinya."Sayang, ini pesanan kamu." Yusuf me

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   326 Hamil

    Sampai satu hari berganti, keadaan Mia masih saja tetap sama. Tubuhnya lemas ia tak berdaya. Mual muntah. Setiap kali ada makanan yang masuk maka kembali ia muntahkan.Yusuf yang siaga, segera membawa istrinya ke Dokter. Ia tak akan membiarkan Mia kesakitan.Yusuf kini tengah memunggu di depan ruang pemeriksaan. Salah satu perawat memanggilnya atas perintah Dokter. Dia segera menghadap dan duduk di kursi yang berseberangan dengan Dokter."Selamat, Pak!" Dokter wanita berlesung pipit itu menyodorkan tangannya ke hadapan Yusuf. Yusuf mengernyitkan dahi saat Dokter yang telah memeriksa istrinya itu malah mengajak berjabat tangan."Selamat untuk apa, Dok?" Yusuf kemudian bertanya karena tak paham."Selamat karena Bu Mia positif hamil. Sebentar lagi Pak Yusuf akan jadi seorang Ayah," jelas wanita berjas putih itu.Tentu saja Yusuf menyeringai senang mendengar berita yang baru saja di dengarnya."Apa!" Yusuf langsung beranjak menghampiri Mia yang duduk di atas ranjang rumah sakit usai dipe

DMCA.com Protection Status