Aku berjalan menuju kamar bayi. Sementara Khaila berlenggang masuk ke kamarnya tanpa merasa risih saat suara tangisan bayi terdengar ke luar."Ya Tuhan, kamu sendirian ternyata." Gegas aku menyodok bayi Khaila dari dalam tempat tidurnya. Aku menggendong sambil di ayun-ayun. Rupanya bayi ini kehausan.Sudah tersedia perlengkapan susu di kamar bayi termasuk air panasnya di sana. Entah ini sengaja atau tidak, yang pasti bayi ini tetap harus dijaga.Malam ini aku tidur di kamar bayi berduaan. Mengesampingkan sejenak keresahan di dalam dada. Aku menyayangi anak Khaila seperti anakku sendiri. Mengusap kepalanya, mengecup keningnya, sampai bayi itu kembali tidur usai meneguk satu botol air susu yang telah kubuat."Nak, malam ini Tante akan tidur di sini. Kita memang sudah lama tak tidur bersama. Tante kangen sama kamu." Aku berbicara sendiri sambil mengusap-usap bayi cantik dan mungil ini.Entah kenapa dengan Khaila, dia sama sekali tak mau mengurus bayinya. Padahal anak adalah anugerah yang
Apakah hasilnya akan tetap sama? Jadi, Mas Yusuf benar-benar pernah berhubungan badan dengan, Jenifer. Sungguh kondisi yang sangat membingungkan. Aku mengusap kasar wajah ini dengan sebelah tangan. Lesu, tak ada tenaga sama sekali. Mengakhiri pernikahan bahkan bukanlah jalan yang baik saat keadaan suami sedang tak baik-baik saja. Aku bahkan tak tahu apakah Mas Yusuf melakukan itu atas dasar cinta atau bukan."Mba Mia, harus kuat. Setidaknya sampai Mas Yusuf benar-benar mengingat kesalahannya." Bu Anjani memelukku erat layaknya saudara kandung. Dia mengusap punggungku.Kali ini aku berhasil membendung air mata. Kutelan kepahitan ini walau sulit. "Saya akan kuat, Bu Anjani. Saya akan berjuang untuk, Mas Yusuf."Bu Anjani menyeringai senang. Dia melonggarkan pelukannya. Ada senyuman lega saat mendengar jawabanku."Saya juga yakin kalau Mba Mia akan kuat." Bu Anjani menyemangati lagi.Setelah itu aku tak lagi membahas masalah itu dengan Mas Yusuf. Aku memutuskan akan bersabar menunggu sa
Hari berganti? Harapanku nyatanya pupus. Acara pernikahan antara Mas Yusuf dengan Jenifer sepertinya memang akan tetap berjalan. Itu terbukti dari persiapan yang terlihat di rumah besar ini. Ini adalah dua hari menjelang pernikahan. Khaila adalah orang yang paling terlihat sibuk. Adik Mas Yusuf itu juga sibuk mengajari Mas Yusuf caranya melapalkan kalimat akad nikah.Bagaimana dengan aku? Jangan ditanya. Kaki ini bahkan terasa berat untuk melangkah. Sementara dada bergetar sangat lesu."Saya akan tetap menjadi satu-satunya suami kamu. Walau pun saya belum merasakan seberapa besar perasaan cinta saya pada kamu, tapi saya yakin saat saya mempersunting kamu, berarti saya memang mencintai kamu." Itu hanyalah kalimat yang Mas Yusuf ucapkan. Mungkin untuk menangkan perasaanku. Tapi tetap saja aku tak akan bisa merasa tenang.Bunga-bunga yang indah dengan berbagai warna menghiasi ruangan rumah, wanginya semerbak menyebarkan aroma khas di sekeliling ruangan. Aku terduduk di sudut ruangan pali
Mungkin sekitar lima belas menit lagi akad pernikahan akan segera dimulai. Nampak tamu undangan yang sedari tadi aku tunggu, yakni Siska. Dia datang bersama suaminya. Duduk di dekatku, menguatkanku."Bagaimana, apa acara sudah bisa dimulai?" Penghulu yang sudah lebih dulu duduk di depan Mas Yusuf nampak bertanya."Silahkan segera dimulai, Pak." Jenifer langsung menjawab dengan semangat."Iya, Pak. Mulai saja." Yang lain menimpali. Sepertinya dari keluarga Jenifer.Aku menarik napas begitu dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan. Sudah tersedia beberapa lembar kertas di atas meja, bukan buku nikah karena mereka hanya menikah siri.Para saksi sudah duduk pada tempatnya masing-masing.Penghulu memulai acara dengan berdoa terlebih dahulu. Melihat wajah-wajah keluarga Jenifer, semuanya tampak bangga dan bahagia. Tak ada satu pun yang prihatin dengan nasibku yang nota bene sebagai istri Mas Yusuf.Seorang pria dewasa yang rambutnya mulai berwarna putih sudah berjabat tangan dengan Mas Y
Aku melihat Jenifer dengan semangatnya mengambil pemberian tiket dari papanya. Dia nampak semringah. Awal saja kalau melanggar, aku tak akan memaafkanPria dan wanita paruh baya itu berpamitan kemudian keluar dari rumah Mas Yusuf dengan wajah lega. Sementara aku memilih bersembunyi saja dibalik dinding. Aku tak mau kalau sampai orang tua Jenifer melihatku."Mas." Suara manja itu memanggil suamiku. Dia bergelayut manja padahal sesekali ditepis suamiku.Kumendekat dengan langkah yang cepat."Surat perjanjian itu ada di tangan saya, Jenifer," tegurkku. Jenifer tampak langsung melepaskan genggaman tangannya pada suamiku. Dia merapihkan rambut yang tak acak-acakan."Ya elah, cuma pegangan tangan doang," celotehnya sambil melihat ke kiri dan ke kanan tanpa membalas pandanganku."Sama saja. Karena Mas Yusuf tak akan suka kalau kamu bermanja-manja dengannya," tegasku manyindir. Jenifer memutar bola kata kesal."Iya kan, Mas?" tanyaku pada Mas Yusuf untuk menegaskan. Tak lupa sambil menatap s
Mas Yusuf memperhatikan makanan yang memang sudah tersaji di depannya."Memangnya ini masakan kamu?" tanya Mas Yusuf seraya menarik kursi lalu meluruhkan pantatnya di sana."Mm.. bukan sih. Tapi kan sudah aku siapkan husus untuk kamu," jawab Jenifer dengan manjanya."Kamu sedang apa, Mia?" Mas Yusuf menoleh ke arahku di pantry."Sedang memanaskan makanan, Mas. Hari ini sudah banyak makanan dari catering tadi." Aku menjawab tanpa menoleh."Sudahlah, Mas. Makan saja yang sudah tersedia." Tampaknya Jenifer berusaha mengalihkan perhatian Mas Yusuf."Aku suapin ya." Suara manja Jenifer menggema suasana."Tidak mau," tolak Mas Yusuf saat Jenifer menyodorkan satu sendok makanan ke hadapan Mas Yusuf."Kenapa, Mas?" Suara Jenifer langsung menurun lesu."Saya tidak suka makanan dingin," tegas Mas Yusuf menolak. Meski pun hilang ingatan, seleranya masih tak berubah.Aku yang sudah memanaskan makanan segera menghidangkannya ke hadapan Mas Yusuf."Ini masih panas, Mas. Wanginya juga enak," ucapku.
Serentak Khaila dan Mas Yusuf dan langsung menolong Jenifer. Memindahakan tubuhnya ke atas sofa yang ada di kamar itu."Kok bisa ada minyak?" Khaila bertanya usai memastikan cairan kuning yang berserakan di lantai.Aku masih berdiri di ambang pintu. Hanya melihat Khaila dan Mas Yusuf yang nampak sibuk menolong Jenifer."Aku juga tidak tahu, Khai. Saat Mia menyuruhku ke kamar ini, aku masuk tanpa teliti hingga akhirnya menginjak tumpahan minyak goreng yang entah dari mana datangnya." Jenifer dengan nada suara merengek sambil menjelaskan."Mana mungkin. Ruangan masak bukankah ada di bawah, masa ada minyak goreng di sini," timpal Mas Yusuf yang menyanggah pernyataan Jenifer.Wanita tak tahu malu itu tampak langsung memeluk Mas Yusuf dari samping bergelayut manja. Entah sengaja atau tidak, apakah dia tak sadar kalau aku sedang berdiri di ambang pintu."Entahlah, Sayang. Aku juga tidak tahu," rengeknya membuatku menghela napas kesal."Apa mungkin ini hanyalah ulah, Mba Mia?" tuduh Khaila y
Jenifer memilih hengkang saja dari ruang makan. Dia merasa muak melihat pemandangan Mia dan Yusuf. "Mba Jenifer kenapa?" Khaila bertanya saat berpapasan dengannya di anak tangga pertama. Jenifer berniat akan segera naik ke lantai dua ke kamar yang disiapkan keluarga Yusuf untuknya.Wanita itu menahan emosi, itu terlihat dari raut wajahnya. "Aku muak dengan Mia yang so berkuasa, so cari perhatian," Jawabnya berdesis.Kemudian Khaila membisikan sesuatu kepadanya. Mereka saling berbicara sambil berbisik sehingga tak ada siapa pun yang bisa mendengar perbincangan mereka berdua di anak tangga pertama.Usai saling berbisik, Jenifer langsung naik ke kamarnya pun dengan Khaila yang berbalik arah kembali ke kamarnya.'Aku harus melakukan sesuatu,' batinnya mulai berencana.Dia mengambil gunting yang ada di dalam tas selempangnya. Bersamaan dengan itu, lsitrik padam sejenak. Jenifer langsung naik ke atas kursi dia menggunting dengan cekatan kabel yang melekat pada kamera cctv. Setelah itu dia
Siang ini 40 hari sudah setelah kelahiran Yusra dan Yumna. Kediaman Yusuf nampak dipenuhi bunga serba putih. Semua dekorasi serba putih. Ini bukan sedang berpesta, melainkam sedang ada acara aqiqah si kembar Yusra dan Yumna.Dua bayi kembar yang lucu yang memakai pakaian muslim ala-ala bayi, sudah dibawa pengasuhnya masing-masing ke tengah-tengah pengajian. Sebagai rasa syukur yang luar biasa pada Tuhan, Yusuf dan Mia menggelar acara pengajian sekaligus aqiqahan untuk bayi kembarnya. Bukan hanya itu, Yusuf dan Mia juga mengadakan santunan anak yatim yang diundang dari salah satu panti asuhan yatim piatu di kota Jakarta. Yusuf berharap, anak-anak yang kurang beruntung itu bisa merasakan kebahagiaan yang kini tengah dia rasakan.Kediaman Zubair dipenuhi banyak jamaah pengajian dan anak yatim piatu yang hadir. Mereka membacakaan dzikir dan puji-pujian. Menggunting rambut si kembar Yusra dan Yumna secara bergantian.Seperti ada cahaya yang terpancar pada bayi kembar Yusra dan Yumna kali i
Benar saja dengan apa yang sudah ditebak sebelumnya. Kediaman Zubair nampak ramai oleh suara tangisan bayi yang silih berganti. Sudah menjadi kebiasaan bayi yang pusarnya belum copot memang agak rewel. Akan tetapi Mia nampak piawai menghandle. Mungkin karena bukan yang pertama kalinya, jadi Mia sudah paham.Bayi kembar yang mungil nampak anteng apabila dalam gendongan Mia. Mungkin karena bayi kembar itu merasakan kenyamanan saat berada di dekat orang tuanya."Kenapa kalian tidak bisa menghandle? Bukankah kalian sudah pengalaman sebagai baby sitter! Dimana keahlian kalian?!" Suara Yusuf terdengar mengeras di kamar anaknya. Dia bicara pada dua pengasuh anaknya."Sstt! Mas, jangan begitu dong." Mia meluruskan jari telunjuknya di depan bibir.Rupanya Yusuf tengah memarahi dua baby sitter anaknya yang tampak tak bisa menghandle tugas. Dua anak kembar Mia dan Yusuf hanya bisa anteng dan tak menangis saat berada dalam dekapan mamanya."Habisnya mereka salah, Sayang. Kamu kan belum benar-bena
Banyak sekali yang harus dipelajari Mia setelah operasi. Mulai dari belajar tidur miring kiri miring kanan, belajar bangun sendiri kemudian sampai berjalan.Yusuf mendukung Mia yang belajar dengan antusias. Saat ini bahkan Mia sudah berada di ruangan rawat inap. Banyak sekali perjuangan yang telah dia lakukan untuk anak kembarnya.Mia juga mulai memberikan asi pertamanya untuk kedua anak kembar, meski pun belum ada asi putih yang keluar. Anak kembar itu juga akan dibantu susu formula karena asi Mia belum keluar dan mungkin tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dua anak kembar."Sayang, anak kita cantik dan tampan ya. Mirip sekali dengan wajah mamanya. Mamanya cantik sih, jadi anaknya juga cantik dan tampan," kata Yusuf tanpa bisa berhenti menatap wajah anak kembarnya. Rasa syukur pada Tuhan pun ia ungkapkan berkali-kali atas rasa bahagia yang sangat luar biasa."Papanya juga tampan, Mas. Makanya saya jatuh cinta," balas Mia pada suaminya. Dia kini sudah bisa berbicara."Masa sih?" Y
Saat ini Mia masih berada di ruang rawat inap. Operasi akan dilakukan besok siang pukul sepuluh pagi. Mia tengah beristirahat membaringkan tubuhnya di atas bed pasien."Sayang, perutnya masih sakit?" Yusuf mengusap kening istrinya. Ia duduk di kursi yang ada di dekat ranjang. Dalam benaknya berkecamuk rasa. Khawatir cemas bercampur jadi satu. Apalagi saat melihat wajah Mia yang terlihat layu."Tak terlalu sakit, Mas. Semoga besok pagi operasinya lancar ya." Suara Mia terdengar lemas. Yusuf mengecup kembali kening Mia. "Sayang, tentu saja saya do'akan semoga operasinya lancar. Kamu dan bayi kita selamat. Kamu harus semangat dan kuat, karena ini adalah impian kita berdua," ia menyemangati."Iya, Mas. Saya akan berjuang. Saya akan semangat," balas Mia.Sejujurnya Yusuf tidak tega melihat Mia yang tiba-tiba meringgis kesakitan. Namun, jadwal caesar memang sudah ditentukan dan surat perjanjian sudah ditanda tangani. Ia tak tega melihat istrinya kesakitan. Andai tak malu dengan diri sendir
Yusuf dan Mia telah sampai di depan rumah sakit. Mereka langsung duduk di kursi tunggu karena nomor antrian telah diambilkan oleh anak buahnya.Yusuf mengusap perut Mia. Walau di depan banyak orang, Yusuf tak mau perduli. Rasa sayangnya pada Mia menutup matanya dari orang-orang yang ada di sekelilingnya."Nyonya Mia Lestari!"Saat namanya dipanggil, Mia dan Yusuf langsung berdiri. Dia segera masuk ke ruang Dokter kandungan.Setelah ditanya-tanya sebentar, Dokter langsung menyuruh Mia berbaring di atas bed pasien. Perut buncitnya dioleskan cairan dan alat USG langsung ditempelkan pada perut Mia.Bola mata Yusuf seketika berkaca-kaca melihat calon anaknya pada layar monitor."Selamat ya, Pak. Tuhan memberikan bayi kembar. Sepertinya jenis kelaminnya sepasang ni," kata Dokter sambil terus menempelkan alat USG di perut Mia. Sementara layar monitir menampilkan hasilnya."Apa! Kembar, Dok?" Yusuf terbelalak. Pun dengan Mia yang terkejut."Serius, Dok?" Timpal Mia. Mulutnya sedikit terbuka k
Pagi hari di cappadocia.Sinar matahari telah masuk menerobos jendela kamar. Keduanya masih asik dalam mimpi indah usai bergelut dalam permainan panas semalam.Mata Mia menyipit saat mulai membuka kelopak matanya. Ia sadar dari mimpi indah semalaman tadi. Ia terkejut saat sadar telah bangun keiangan."Ya ampun! Kesiangan!" Mia bangkit dari tempat tidur. Dia bahkan masih memakai lingerie berwarna silver sisa semalam. Ia menuju kamar mandi dan akan segera membersihkan tubuhnya.Perut mulusnya mulai terlihat membuncit. Mia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang terlihat basah. Sepertinya harus segera dikeringkan. Melihat ke atas ranjang, Yusuf tampak masih terlelap dalam tidurnya. Cuaca dingin membuat suami Mia tampak nyaman di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya yang hanya memakai bokser saja."Sayang, jam berapa?" Suara serak pria yang masih terbaring di atas ranjang, tampak membuka sedikit kelopak matanya. Terlihat kelelahan."Sudah siang, Mas. Cepetan mandi. Katanya mau ng
Satu bulan kemudian."Mas, koper punya saya mana?" Mia mencari koper miliknya. Mereka kini dalam perjalanan menuju bandara. Perut Mia kali ini sudah terlihat menonjol ke depan. Semakin nampak kalau dia tengah hamil.Sejak satu minggu yang lalu semua telah dipersiapkan. Mulai dari tiket, paspor dan perlengkapan yang lainnya. Yusuf juga telah konsultasi ke Dokter kandungan Mia. Beruntung janin yang ada dalam perut Mia dalam keadaan sehat dan bisa diajak jalan-jalan ke luar negri."Sepertinya sudah dimasukan Ijah ke dalam bagasi," jawab Yusuf menerka saja. Padahal dia tak terlalu yakin. Ia mengusap kening mengiyakan saja dari pada salah. Maklum semenjak hamil, Mia jadi sering baperan dan Yusuf paham akan hal itu."Baguslah, Mas. Soalnya saya tak melihatnya tadi. Mungkin karena Ijah telah merapihkannya." Mia bergelayut manja di dada bidang milik suaminya. Sementara supir yang mengemudikan mobil tetap fokus ke jalan raya.Bersamaan dengan itu ponsel Mia nampak berdering ada panggilan masuk
Hampir satu jam Yusuf mengantri di cafe martabak itu. Dia memijat pelipis karena baru kali ini dia rasakan rasanya menunggu sungguh membosankan."Mas, apa masih lama?" Akhirnya memberanikan diri bertanya karena sudah merasa kesal."Sebentar lagi kok, Pak. Hanya tinggal satu orang lagi," jawab pelayan cafe dengan ramahnya."Oke baik." Yusuf memutuskan untuk menunggu lagi. Semua itu semata-mata demi sang istri tercinta yang tengah mengandung buah hatinya.Dengan tambahan waktu lima belas menit akhirnya dua dus martabak pesanan Mia telah selesai dibuat dan kini sudah berada dalam genggaman. Yusuf segera kembali ke rumah. Dia sudah tidak sabar ingin melihat senyuman istrinya malam ini. Apalagi imbalannya yang akan menengok dede bayi dalam kandungan, tentu saja semakin membuat dia semangat.Perjalanan malam ini sangat cepat karena suasana jalanan yang sepi Yusuf tiba di rumah lebih cepat. Ia segera masuk ke kamar menenteng dus martabak pesanan istrinya."Sayang, ini pesanan kamu." Yusuf me
Sampai satu hari berganti, keadaan Mia masih saja tetap sama. Tubuhnya lemas ia tak berdaya. Mual muntah. Setiap kali ada makanan yang masuk maka kembali ia muntahkan.Yusuf yang siaga, segera membawa istrinya ke Dokter. Ia tak akan membiarkan Mia kesakitan.Yusuf kini tengah memunggu di depan ruang pemeriksaan. Salah satu perawat memanggilnya atas perintah Dokter. Dia segera menghadap dan duduk di kursi yang berseberangan dengan Dokter."Selamat, Pak!" Dokter wanita berlesung pipit itu menyodorkan tangannya ke hadapan Yusuf. Yusuf mengernyitkan dahi saat Dokter yang telah memeriksa istrinya itu malah mengajak berjabat tangan."Selamat untuk apa, Dok?" Yusuf kemudian bertanya karena tak paham."Selamat karena Bu Mia positif hamil. Sebentar lagi Pak Yusuf akan jadi seorang Ayah," jelas wanita berjas putih itu.Tentu saja Yusuf menyeringai senang mendengar berita yang baru saja di dengarnya."Apa!" Yusuf langsung beranjak menghampiri Mia yang duduk di atas ranjang rumah sakit usai dipe