SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 99"Daripada aku harus balikan sama perempuan itu lebih baik aku menjomblo seumur hidup!" jawab Ravi dengan raut wajah terlihat kesal. Akhirnya para pengunjung mall yang tadinya berkerumun pun satu persatu membubarkan dirinya masing-masing. ***TokTokTok"Ya masuk!" ucap Kevin saat pintu ruanganya terdengar diketuk. Terdebgar suara heels sepatu beradu drngan keramik lantai kantor itu. Kevin menatap ke arah siapa yang berjalan mendekat ke arahnya. Sekilas matanya terpukau dengan kecantikan wanita berhijab yang kini ada di hadaoannha. "Pak Kevin maaf ini saya mau serahkan laporan," ucap si wanita yang tak lain dan tidak bukan bernama Sintia itu pada Kevin. Kevin tersentak sedikit karena tadi sempat melamun. Yah, melamun karena terkesiap melihat kecantikan wanita solehah itu. Wanita yang selalu menundukkan pandangannya saat bertemu dengan lawan jenisnya. Wanita yang selalu membuat Kevin terkagum. Mungkin kalian heran bukan pada Kevin karena sebelu
"Huh dasar perempuan sinting! Dia kira aku sudi apa memperebutkan pria itu sama dirinya? Dasar gila!" sungut Sintia sembari berjalan keluar dari toilet karyawan.Sintia yang sebelumnya ingin pergi ke kantin pun seketika mengurungkan niatnya. Rasa lapar yang tadi sempat terasa, kini telah lenyap dengan seketika. Sintya menghembuskan napas berat, berusaha kembali menormalkan suasana hatinya. Ia pun melangkah keluar dan saat ia melangkah, Sintia pun melewati beberapa karyawan yang saat ini ada di sana. Kemungkinan besar beberapa orang tadi melihat sedikit pertengkaran yang terjadi. Sintia pun bersikap seperti biasanya. Menyapa dengan anggukan dan seulas senyum.Di sepanjang perjalanan, perempuan itu tak habis pikir dengan sikap Amanda yang asal tembak saja. Bahkan, dia siap bertengkar hanya untuk merebutkan seorang lelaki. Berbanding terbalik dengan diri Sintia. Bertengkar dan berselisih dengan sesama perempuan hanya untuk memperebutkan sosok lelaki, itu adalah suatu hal yang sangat
Saat baru saja ia ingin masuk ke dalam ruangannya, tiba-tiba ada seseorang yang ikut merangsek masuk ke dalam ruangan kerja milik Kevin."Seperti ini kah cara seseorang masuk ke ruangan atasannya?" Kevin menatap tajam ke arah Amanda yang juga menatap Kevin tepat di kedua manik matanya. "Kenapa Pak Kevin tega?""Tega? Apa maksudnya?"Kevin pun mengalihkan pandangannya, ia pun berjalan menuju ke arah kursi singgasana miliknya. "Kenapa Bapak dulu memberikanku harapan tapi pada akhirnya Bapak malah mau menikahi perempuan lain? Terlebih perempuan itu juga kerja di sini," protes Amanda tanpa sedikit pun merasa takut. "Kapan saya memberikan harapan? Jangankan harapan, bertukar pesan pun kita sudah tak pernah loh." Ucapan telak itu mampu membuat Amanda bungkam.****Jarum jam terus berputar, hingga tak terasa jarum menunjukkan pukul 04.00 sore yang artinya para pekerja di perusahaan yang Kevin tempati sudah waktunya untuk pulang. Pun juga dengan yang dilakukan oleh Kevin. Saat ini lelaki
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 102Kevin pun menelan saliva dengan begitu susah payah. Bagaimana bisa ia melewati syarat yang begitu berat itu? Jangankan hapal surah Ar-Rahman, sekedar membaca alqur'an pun tak pernah ia lakukan. Hanya sholat lima waktu yang Kevin kerjakan, itu pun yang ia baca hanya surah pendek yang terdiri dari beberapa ayat saja."S-surat Ar-rahman, Bah?" tanya Kevin lagi memastikan dengan raut wajah takut-takut. "Yah, kenapa? Kok sepertinya kamu terkrjut?" tanya sang Abah lagi. Kevin mebggaruk-garuk kepalanya yng tidak gatal. "Emm, anu, Bah, sebenarnya saya tidak bisa baca Al-qur'an." Mata Abah Yusuf seketika membelalak. "Jadi maksud kamu, kamu tidak pernah sholat?" "Tidak, tidak, Bah, bukan begiru maksud saya. Saya sholat bahkan setiap lima wakti saya sholat. Tak ada yang saya tinggalkan.""Lantas, bagaimana kau sholat jika al-qur'an saja kamu tidak bisa membacanya?" "Anu, Bah, saya hanya bisa membaca surat an-nas sama al-ikhlas dan al-falaq saja," uca
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 103Akhirnya Nora pun pasrah dengan apa yang David lakukan terhadapnya karena Nora takut jika David semakin curiga terhadapnya dan ia belum siap untuk semua itu. Nora masih belum bisa mendapatkan hati Dirga seluruhnya karena hingga detik ini Dirga masih belum juga menceraikan sang istri. ***"Terima kasih ya, Sayang, akhirnya kamu mau juga aku mintai hakku," ucap David sembari mencium pucuk kepala Nora setelah ia dan Nora menuntaskan hasrat yang telah terpendam beberapa hari belakangan ini. Nora tidak membalas ucapan David, ia hanya tersenyum kecil menanggapi perkataan David. Setelahnya Nora terlelap lantaran ia benar-benar merasa sangat lelah. Yah, tanpa David ketahui jika hampir setiap hari Nora dan juga Dirga bertemu di sebuah hotel yang biasa mereka pakai di setiap siang saat David sedang menjajakan jualannya. Oleh sebab itu Nora merasa tubuhnya sangat lelah sebab dirinya juga tengah mengandung. Nora rela menggadaikan tubuh hanya demi sebuah
Novita mengepalkan erat tangannya karena ucapan Ravi benar-benar telah menjatuhkan harga dirinya sebagai manusia.Rasa gemuruh di dalam dadanya semakin membuncah dan siap diledakkan. "Rav! Aku ke sini hanya ingin bertemu dengan anakku! Kenapa kamu malah menghalangiku?!" pekik Novita yang semakin terlihat murka. Ravi pun memperlihatkan senyum sinisnya. "Sudahlah, sampai kapan pun tak akan kubuka pintu gerbang ini. Pulanglah," ucap Ravi dengan nada suara yang melemah. Brok!Brok!Brok!"Buka gerbangnya, Rav! Ayah macam apa kamu ini yang tega memisahkan ibu dan juga anaknya," teriak Novita dengan suara yang begitu menggelegar. "Buka!" Novita semakin kencang berteriak, hingga membuat otot-otot yang ada di sekitar leher itu menyembul. Ravi yang semakin merasa muak pun langsung langkah pergi begitu saja.Meninggalkan Novita yang terus berteriak agar ia sudi untuk membukakan pintu gerbang. Novita pun terus menggebrak pintu gerbang itu hingga akhirnya ia pun merasa nyeri pada telapak t
"Halo, selamat siang juga. Pak, bisa datang ke rumah saya? Ada orang gila yang berusaha masuk ke dalam rumah saya, membuat anak saya ketakutan." Ravi pun menyebutkan nomor rumah miliknya."Baik, Pak. Saya segera ke sana," ucap sang security. "Oh ya, Pak. Nanti kalau di lain waktu orang itu ingin masuk ke dalam komplek ini, langsung larang saja ya, Pak. Kalau perlu, nanti saya kasih fotonya lalu bapak tempelkan di kantor pos. Jadi Bapak tidak lupa dengan wajah orang gila tersebut jika sewaktu-waktu datang kembali," ucap Ravi. "Baik, Pak," sahut sang security sembari menganggukkan kepalanya meskipun lawan bicara tak mengetahui gerakan kepalanya. Ravi pun bergegas menutup telepon. Pun juga yang dilakukan oleh sang security ia meletakkan kembali gagang telepon tersebut lalu secepatnya ia bangkit dan berjalan menuju ke luar pos. Karena jarak yang tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu kira-kira 5 menit saja sang security lebih memilih untuk berjalan kaki menuju ke alamat yang tadi
Malam mulai menyapa. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Hampir seluruh penduduk yang tinggal di pinggiran kota itu pun sudah tertidur nyenyak di bawa selimut yang melindungi dari hawa dingin yang terasa hingga menusuk sampai ke tulang. Jika siapa pun sudah terlelap, berbeda dengan Arita. Perempuan yang masa tuanya merasakan kesepian yang luar biasa itu mulai menutup toko sumber penghasilannya saat ini. Perempuan yang saat ini sedang mengenakan jaket tebal itu pun mengambil lembaran rupiah hasil penjualan tokonya hari ini. Senyum Arita terkembang saat penghasilannya meningkat setiap harinya. Arita pun mulai mengeluarkannya lalu menghitung serta merapikannya satu per satu. Lagi-lagi Arita merasa puas dengan hasil kerja kerasnya. Keuntungan yang ia dapatkan lebih dari cukup walau hanya untuk sekedar mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Kini Arita sudah berada di dalam kamar. Ia pun lantas membuka pintu lemari lalu mengeluarkan dompet usang yang ia simpang di bawah