SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKBAB 91"Dih, lagian kapan aku kasih harapan sama situ? Situnya aja yang gak nyadari diri! Warisan gak seberapa dan anak banyak aja pake ngarep. Yang ada pusing nantinya rebutan warisan! Dah ah aku mau pergi! Engep liat muka situ gak ada cahaya kebahagiaan soalnya!" ketus Nora dan setelahnya ia pergi meninggalkan sekumpulan pemuda pemalas itu dengan gelak tawa mereka yang masih terdengar di telinga Nora. "Hahaha dasar si tonggos. Merayu cewek dapat kagak ditolak mah iya. Hahahahaha," ucap salah seorang teman pria tadi. Sontak saja semuanya kembali tergelak mendengar ucapan temannya itu. Namun, pria yang menggoda Nora tadi justru memanyunkan bibirnya yang membuatnya semakin terlihat monyong dan tonggos. Hahahaha. "Sialan! Awas ya lu pada! Gue gak mau lagi traktir lu minum kopi sama rokok!" sentak si pria itu dengan mata melotot dan air liurnya sedikit muncrat dari bibirnya membuat teman-temannya berusaha menghindari muncratan liurnya itu. "Ah gitu aja nga
"Hemmm, menarik juga Dirga ini. Sudah tampan, baik, royal, dan pastinya kaya. Boleh dong aku mengharapkannya," batin Nora sembari kedua sudut bibir itu ia tarik ke atas."Boleh aku duduk bersamamu?" "Oh, tentu boleh. Silahkan, silahkan," ucap Nora mempersilahkan sosok lelaki yang baru ia kenal beberapa detik yang lalu. "Terima kasih, cantik ...." Ucapan Dirga tentu saja membuat lawan jenis yang ada di depannya itu mengulum senyum. Dirga pun mendaratkan tubuhnya tepat di depan Nora. Hanya ada meja yang berukuran sedang lah yang menjadi jarak di antara mereka. Sejenak terjadi keheningan di antara mereka. Hingga akhirnya Dirga kembali mengeluarkan kalimat yang mampu memecah keheningan tersebut. "Kenapa makanannya dianggurin? Kamu nggak suka? Aku pesankan lagi ya?"Tangan Dira terangkat, sebagai tanda jika ia memanggil sang pelayan. Akan tetapi, ucapan Nora membuatnya mengurungkan niat saat ingin memanggil sang pelayan dengan bibirnya. "Nggak usah! Nggak usah! Ini aja. Aku suka kok,"
"Jujur ... aku tuh heran pada perempuan-perempuan yang memiliki gelar seorang istri yang sama sekali tak bisa merawat diri. Apalagi memiliki suami sepertimu. Padahal nih, di luar sana banyaaaakk sekali perempuan yang mampu memanjakan mata suaminya. Apa mereka tak ingin terlihat cantik dan paripurna di hadapan sang suami agar tidak bermain wanita di belakangnya?" Dirga yang mendengar kata demi kata hingga terangkai menjadi suatu kalimat itu pun hanya menganggukkan kepalanya. Membenarkan apa yang dikatakan oleh Nora. Entah yang dikatakannya tadi memang benar faktanya atau tidak, hanya Dirga lah yang mengetahuinya. "Ya, kamu benar. Aku setuju dengan pendapat kamu. Andai istriku memiliki cara berpikir seperti kamu, mungkin aku sangat bahagia dan merasa beruntung sekali. Jika istriku terlihat begitu membosankan dan tak menarik, salahkah jika aku mencari kesenangan di luar sana?" ucap Dirga memasang wajah sesedih mungkin. Andai saat ini Dirga berucap dengan orang normal, tentu ucapannya
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 94Seperti malam ini misalnya, David dan Nora tidur dengan saling memunggungi. Bedanya, David dengan dengkuran halus yang keluar dari mulutnya, sedangkan Nora masih terjaga dengan ponsel yang ada di tangannya.***Nora mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia menggeliat saat merasakan tubuh bagian sensitifnya terasa geli. "Eumh." Nora melenguh saat sentuhan itu semakin kentara. Matanya pun membuka sempurna meski sejatinya ia masih terasa sangat mengantuk. Nora mengangkat sedikit kepalanya dan melihat apakah gerangan yang membuatnya merasakan geli. Ternyata itu adalah ulah dari David. Nora menghembuskan sedikit napas lantaran merasa tidurnya terganggu akibat ulah David. Padahal ia merasa baru saja memejamkan matanya. Sejatinya Nora pun menginginkannya secara Nora juga wanita dewasa dan pernah merasakan nikmatnya surga dunia. Namun, dia sudah terlanjur ada janji dengan Dirga untuk ketemuan di sebuah hotel di kota mereka. Untuk apa lagi? Tentu saja untuk
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 95"Hah, Mas Dirga Sayang, i'm coming. Aku sudah enggak sabar kamu ajak refreshing. Secara sudah lama aku enggak shopping. Ah, nanti aku mau minta Mas Dirga belanjain aku tas, sepatu, baju juga make up. Hihihi beginilah nikmatnya jadi orang cantik di mana-mana pastj menjadi primadona," ucap Nora dengan kedua sudut bibirnya yang tidak berhenti tersenyum. ***Nora sudah siap dengan dandanannya yang paripurna. Baju dengan belahan dada rendah, bahu terekspos. Serta rok yang hanya sebatas paha saja sehingga membuat pahanya yang putih mulus terekspose secara jelas. Hanya bedanya kini ia tidak lagi berani memakai baju model crop sebab perutnya yang kian hari kian membuncit meski masih belum terlalu kentara tapi menurut Nora itu pun sudah terlihat gendut. Tak lupa ia mempoles wajahnya dengan make up tipis dan lipstik pink nude sehingga membuat kesan bibirnya lebih fresh. "Sempurna, hemmm memanglah kalau dasarnya mah sudah cantik mau diapain juga pasti teta
Dengan degup jantung yang serasa tak beraturan, Raya menunggu kedatangan Ravi. Ya, lelaki itu akan menemui kedua orang tua Raya untuk mengutarakan niat baiknya, yaitu meminang Raya untuk dijadikan seorang istri.Raya yang sedang menunggu kedatangan Ravi punlangsung bangkit dari sofa saat mendengar suara bel yang terpasang di samping daun pintu itu berbunyi. Raya begitu yakin jika seseorang itu adalah orang yang telah ditunggu-tunggu kedatangannya.Bergegas Raya melangkah menuju ke arah pintu. Diraihnya gagang pintu lalu Raya membuka pintu tersebut hanya sebatas bahu, dan benar saja Ravi sudah berada di hadapannya saat ini. Tak ketinggalan ada gadis kecil yang menemani Ravi. Memang begitulah permintaan Raya, jika Ravi ingin menemui kedua orang tuanya, ia harus turut serta membawa Cahaya untuk mendampinginya. Gadis kecil itu terlihat begitu cantik, tubuh mungilnya berbalut gaun berwarna pink Soft dengan rambut lurus sebatas bahu yang dikuncir dua.Raya pun membuka pintu lebih leb
Guntur pun berdehem hingga membuat situasi malam ini terasa begitu mencekam. "Om mengerti soal niat baik kamu. Dan Om lihat pun sepertinya Raya juga bisa menerima kamu," ucap Guntur yang mampu membuat jantung Raya semakin berdegup lebih kencang. "Kedekatan kalian sepertinya juga belum terlalu lama. Ya ... meskipun Om tahu jika kalian sudah saling kenal sejak masih sekolah dulu. Tapi, bukankah itu terlalu cepat untuk melangkah ke jenjang pernikahan?" ucap Guntur yang seketika membuat perasaan Raya merasa tak enak. Sedangkan Ravi menganggukkan kepalanya, pertanda ia mengerti apa yang dikatakan oleh Guntur. Ravi tahu, bagaimana jalan pemikiran sosok lelaki yang menyandang gelar seorang ayah dari perempuan yang ia cintai. Sejatinya, Ravi juga seorang Ayah, ia pun juga menginginkan hal yang terbaik untuk sang anak. "Om harap kamu mengerti bagaimana maksud dari ucapan Om ini. Om tidak menolak niat baik kamu, tapi juga belum bisa menerimanya. Belum, ya. Bukan menolak. Alangkah baiknya
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 98Desas-desus mulai terdengar, bahkan semua pasang mata menatap Raya dengan begitu sinis. Tak sedikit orang langsung melontarkan kata hinaan untuk Raya yang sebenarnya hanyalah korban fitnah murahan."Enam bulan! Enam bulan dia menjadi duri dalam rumah tanggaku hingga akhirnya aku dan mantan suamiku ini bercerai! Lihat kan kalian bagaimana wajahnya yang sok polos dan lugu ini? Benar-benar tidak tahu malu! Dasar jalang!" Raya hanya memutar bola mata malas. Sesungguhnya dia benar-benar malas meladeni perempuan mulut berbisa seperti Novita. Raya mengalihkan pandangannya pada Ravi seolah-olah ia meminta Ravi bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuat oleh mantan istri sialannya itu. Ravi yang mengerti akan arti tatapan sang pujaan hati pun lantas merangsek maju semakin mendekati di mana Novita berdiri yang bergandengan tangan dengan seorang pria yang tak lain adalah kekasih dari Novita. Padahal Novita dan pria itu susah menjalin hubungan cukup la