Pov ini diambil saat Kevin baru pulang dari menjenguk Nora. Jadi, saat pov Kevin, Nora dan David belum keluar dari penjara. Pov Kevin**Aku keluar dari kantor polisi dengan perasaan yang ... entah. Aku tak tahu, haruskah aku bahagia atas perceraian ini? Entahlah ....Meskipun tak ada rasa cinta untuk Nora, akan tetapi yang namanya perpisahan selalu menyesakkan di dalam dada. Berkali-kali aku menghela napas dalam-dalam dan kukeluarkan secara perlahan sebelum aku mulai menyalakan mesin mobil. Sejenak aku menyandarkan tubuhku di sandaran kursi sembari memejamkan kedua netraku. Setelah rasa sesak sudah sedikit berkurang, aku pun mulai memutar anak kunci, hingga sepersekian detik kemudian suara mesin mulai terdengar. Lantas, aku pun langsung melajukan kendaraan roda empat ini keluar dari halaman kantor polisi.Kali ini tempat yang akan kutuju adalah kediaman ibu. Entah kenapa, ibu yang beberapa hari ini tak bisa kuhubungi sedikit mengganggu pikiranku. Tak butuh waktu lama untuk samp
Pov Author. Hari terus berganti dengan hari. David mendapatkan kabar jika hari ini adalah sidang kedua dari kasus perceraiannya. "Kamu sudah siap, Sayang?" tanya Nora pada David yang saat ini sedang mengenakan jaket ke tubuhnya. "Sudah.""Pokok nanti kamu harus mendapatkan harta gono-gini dari Mbak Raya, Mas!" ketus Nora. "Iya, Sayang. Kamu tenang saja. Mas akan mendapatkan sesuatu yang memang menjadi milikku," ucap David dengan percaya dirinya. Nora pun tersenyum. Bayangan saat ia akan kembali hidup dengan dipenuhi oleh gelimangan harta terlintas di dalam benaknya. Rasanya ia sudah muak hidup seperti ini walau baru hitungan hari. Nora sudah merindukan kegiatannya di masa lalu. Bertemu dan menghabiskan waktu dengan teman-temannya di cafe, berbelanja dan perawatan di salon termahal. "Yuk kita berangkat," ajak David sembari merangkul Nora. Nora dan David pun lantas keluar dari kamar yang hanya ditutupi oleh tirai. Lantas mereka pun langsung menghampiri sang ibu yang sedang melaya
"Gimana mau ajukan banding? Kita nggak ada uang. Gimana bayar sewa pengacara? Kalau kita nggak sewa pengacara, ya sama saja hasilnya. Zonk!" ucap David. "Yaudah, suruh ibumu jual rumah itu, nanti kita gunakan uang itu buat bayar pengacara. Sementara kan kita bisa kontrak dulu sambil menunggu kamu dapat harta gono-gini." "Tapi aku gak yakin Ibu bakalan mau, secara hanya tinggal itu yang Ibu miliki. Iya kalau kita dapat harta gono-gininya, kalau enggak gimana?" "Duh, percaya deh Mas sama aku. Pasti kamu akan dapat. Nih ya, ibarat kamu buang uang lima sampai sepuluh juta buat bayar pengacara, nah nanti kamu dapatnya lebih besar dari itu. Hitung saja hasil dari cafe sama butik si Raya berapa. Dikali selama setahun kalian menikah. Sudah berapa uangnya? Gede, Mas, untung besar kamu," ucap Nora menggebu-gebu dengan pandangan mata yang berbinar. David yang awalnya ragu jadi mulai percaya pada Nora. Pikiran David masa iya sih Nora itu mau bohongin dia? Kan gak mungkin. Toh Nora juga yang a
"Ayolah, Bu, aku berani jamin kalau ini akan berhasil. Aku menikah dengan Raya kan setahun. Dari cafe dan butiknya kan menghasilkan nah itu juga ada hak aku dong secara kita sudah suami istri kala itu." "Ck, di mana otak kamu itu David! Kalau Ibu yang bicara begitu mungkin wajar karena Ibu tidak sekolah. Tapi kamu? Kamu sarjana masa hal begitu saja tidak mengerti? Siapa yang mengajarimu begitu? Pasti si Norak itu kan?" "Norak? Norak siapa?" "Ya Nora istri baru kamulah, siapa lagi!" "Ck, ya kan benar apa yang dia bilang kalau aku juga berhak pendapatan Raya selama aku menikah dengannya kemarin." "Jadi benar si Norak itu yang kasih ide konyol ini ke kamu? Astaga David harusnya kamu itu mikir. Jangan asal iya-iya aja apa yang Nora minta dan katakan. Kalian harus terima kenyataan kalau sekarang kita kembali miskin. Dengar David kita sekarang kembali MISKIN, dan itu semua gara-gara ulah kalian," ucap Arita menekan kata miskin pada David. "Yang ada bukannya Raya yang diminta untuk mem
Jarum jam terus berputar, hingga tanpa sadar matahari sudah menunjukkan sinarnya. Kedua insan yang saat ini masih terbaring di ranjang dengan posisi sambil berpelukan itu menggeliat saat sinar matahari menerobos masuk melalui celah-celah jendela. "Mas, bangun," ucap Nora sembari menggoyang-goyangkan tubuh sang suami yang kedua netra itu kembali menutup dengan sempurna. "Mas, ayo bangun!" sentak Nora. David yang merasa terganggu tidurnya itu pun lantas mengangkat kedua tangannya guna merengganggangkan otot-otot di tubuhnya itu. "Apa sih," ucap David dengan nada suara serak."Sudah siang, Mas. Kita kan rencananya mau ambil sertifikat Ibu. Cepetan, Mas!" ucap Nora. "Memangnya Ibu di mana? Kamu lihat dulu deh." Nora pun menghembuskan napas berat, bergegas ia pun keluar dari kamar. Menyusuri rumah yang tak seberapa luas itu. Tujuan utama Nora adalah dapur. Saat sudah sampai di sana, Nora tak melihat sang Ibu mertua. Lantas ia pun bergegas menuju ke arah kamar sang ibu. Perlahan Nora
"Baru juga beberapa hari Nora menikah denganmu, dia sudah berhasil membuatmu nekat seperti ini. Entah seperti apa jadinya kamu kalau hidup dengan perempuan yang tak jelas asal-usulnya itu selama bertahun-tahun.""Cukup, Bu! Cukup! Jangan hina aku lagi!" ucap Nora dengan bibir bergetar. Rasanya, perempuan itu sudah benar-benar merasa lelah diperlakukan seperti itu oleh Sang mertua. "Kenapa? Kamu tidak terima? Bukankah itu memang suatu fakta?!" "Bu! Sudah dong, Bu!" ucap David. "Kenapa? Semenjak adanya Nora, semua menjadi hancur, David! Dan sekarang kamu mencuri pasti juga hasutan dari Nora, bukan?!"Hening. Tak ada jawaban yang keluar dari mulut mereka. Arita pun mencebikkan bibir. Setelahnya Arita pun mengangkat tangannya, telunjuk itu mengarah tepat di wajah sang menantu."Sekarang jika kamu masih menginginkan perempuan ini, pergilah dari rumah ini! Ibu tak mau melihat perempuan ini ada di rumah ini!" ucap Arita dengan dada naik turun dikarenakan emosi yang benar-benar tak bisa
Pov Raya**Dering ponsel dan getarannya membuyarkan konsentrasiku yang sedang membaca laporan keuangan yang baru saja kuterima dari orang kepercayaanku di cafe ini. Ya, saat ini aku sedang mengunjungi cafe milikku. Aku pun lantas mengalihkan pandanganku ke arah layar ponsel yang menyala itu. Lantas, aku pun meraih benda pipih tersebut. Terpampang dengan jelas nama Ravi sebagai pemanggilnya. Sedikit berkerut keningku saat mendapati lelaki itu menghubungiku. Sebab, semenjak sidang perceraian telah usai, kami tak pernah saling bertukar pesan. Bahkan, saat sidang perceraian itu belum tuntas, kami pun saling berhubungan jika memang ada sesuatu yang penting saja. Seputar kasus perceraianku. Akhirnya aku pun mengusap layar datar itu ke atas, setelahnya aku pun menempalkan benda pipih itu tepat di telinga kananku. "Bunda! Cahaya kangen ...."Seketika kujauhkan ponsel dari telingaku, menatap layar ponsel yang masih terhubung dengan panggilan. Aku memastikan jika aku tadi tak salah liha
Halo ... selamat siang. Bagaimana kabar kalian? Semoga baik-baik saja dan selalu dalam lindungan Tuhan, ya. amiin.... Di sini, Author ingin mengucapkan terima kasih banyak untuk kalian yang sudah mampir di cerita "Suara Desahan Di Kamar Iparku" Bagi kalian yang sedang cari bacaan, yuk mampir di cerbung yang lain. Langsung ketik saja di kolom pencarian lalu masukkan ke dalam daftar pustaka kalian ya. 1. Penyesalan Seorang Suami (Tamat 90 bab) 2. Neraka Untuk Adik Madu (Tamat 80 bab) 3. Pembalasan untuk Pengkhianatan Suami dan Mertua (Tamat 43 bab) 4. Kugadai Harta Suami yang Berselingkuh (On Going) Bagi kalian yang berkenan untuk mampir, Author ucapkan terima kasih banyak. Semoga selalu dalam limpahan kesehatan dan rejeki. Cukup sekian, selamat siang dan semoga hari kalian menyenangkan ....