"Betah, Bu, di sini semua baik sama aku. Apa Ibu mau tinggal di sini saja? Sama aku."Arita tertegun begitu mendapatkan tawaran yang diberikan oleh anak angkatnya itu. Anak angkat yang dulu selalu ia hina, caci maki, bahkan begitu ia benci. Akan tetapi, anak angkat yang dulu ia perlakukan dengan begitu kejamnya kini memperlakukan Arita dengan begitu baiknya. "Kamu mau ajak ibu tinggal di sini, Vin?" tanya Arita mengulangi, sebab ia ingin memastikan jika kedua gendang telinganya itu tak salah dengar. "Iya, Bu. Kevin janji akan memenuhi semua kebutuhan Ibu. Ibu nggak perlu capek-capek kerja, buka toko lagi," ucap Kevin sembari tersenyum penuh ketulusan. Arita menghela napas dalam-dalam. "Maaf, Vin. Ibu tinggal di rumah ibu sendiri. Ibu dan David akan menginap di sini sampai acara pernikahan kamu digelar. Setelah itu, ibu dan David akan kembali," ucap Arita. Sungguh, di dalam lubuk hatinya paling dalam, ia juga mau jika harus t
Mendapati panggilan yang terputus secara tiba-tiba dan suara dentuman yang terdengar memekakkan gendang telinganya itu seketika membuat rasa khawatirnya semakin membuncah. Kevin pun lantas turun dari ranjang lalu melangkah dengan cepat, menyambar jaketnya yang menggantung lalu berjalan dengan langkah panjang-panjang keluar dari rumah. Kevin langsung menyalakan mesin mobil dan memacu kendaraannya hingga akhirnya melesat membelah jalan raya. Tak sulit bagi Kevin menemui Amanda, mengingat dulu mereka pernah dekat dan beberapa kali Kevin mengantarkan Amanda pulang bekerja. Tak jarang juga menjemput atau pun mengantarkan pulang saat mereka berkencan. Sungguh, rasa khawatir yang dirasakan oleh Kevin tak lebih hanya karena rasa kemanusiaan, bukan karena rasa sayang atau pun rasa cinta. Ya, nama Amanda yang dulu sempat bertahta di hati Kevin, kini benar-benar lenyap. Tak menyisakan jejak sedikit pun.Di sepanjang perjalanan, Kevin terus berusaha menghubungi nomor ponsel Amanda, akan teta
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 168Tentu hal itu agar Kevin percaya dan tergugah hingga akhirnya Kevin langsung mendatangi kos Amanda hingga akhirnya rencana David berhasil dengan sempurna.Amanda dengan cepat menghubungan ponsel miliknya dengan printer yang ada di kamar kosnya. Yah, Amanda memang memiliki printer di dalam kamarnya untuk mendukung pekerjaannya itu jika ia harus menyelesaikan laporan di akhir bulan. Senyum sumringah Amanda terbitkan di kedua sudut bibirnya. Amanda sudah berpikiran kalau rencananya akan berhasil. Kevin dan Sintia akan berpisah kar3na drama yang Amanda buat. Dengan begitu Amanda akan leluasa mendekati Kevin kembali yang sedang patah hati dan tentunya dari situ Amanda akan memberikan perhatian lebih pada Kevin dan Kevin tentunya akan simpati dengan Amanda sehingga membuat Kevin kembali menyukai Amanda. "Hah, Kevin Sayang. Kamu benar-benar sudah membuatku tergila-gila padamu. Entah apa yang ada pada dirimu sehingga aku sangat ingin memilikimu. Sabar y
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 169"Dasar anak pelacur gak tau diri! Lihat saja nanti habis ini kamu akan menangis darah karena ditinggalkan oleh Sintia dan sengan begitu aku akan tertawa bahagia melihat keterpurukanmu." Seringaian licik terbit samar di kedua sudut bibir David. Setelah menyelesaikan makan paginya yang sudah terasa hambar itu Kevin bergegas untuk mengambil tas miliknya yang masih ia letakkan di kamar. Setelahnya ia berpamitan dengan Arita sedangkan David kembali ke kamarnya untuk melanjutkan mimpi indahnya tentang Sintia. "Bu, aku pamit dulu ya berangkat kerja." Kevin mencium takzim tangan Arita yang sedang sibuk di dapur membereskan peralatan masak yang belum sempat sia cuci tadi. "Iya hati-hati di jalan ya, Nak, oh iya kamu mau dimasakin apa malam ini?" "Bu, gak usah dipaksain kalau capek. Ibu kan baru sampai kemarin lagian Ibu itu tamu penting alias keluarga penting buatku. Jadi aku gak mau Ibu kecapekan karena harus masak dan beberes rumah." Kevin memang bel
Sintya melangkah dengan kesal menuju meja kerjanya. Di sepanjang perjalanan, ia berkali-kali mendengkus kesal sembari merutuki tingkah Amanda yang semakin menjadi. "Cantik sih, tapi kok gitu amat ngejar lelaki. Apa nggak ada harga dirinya sebagai seorang perempuan?" batin Sintya yang masih teringat dengan jelas tingkah dan ulah Amanda yang terus saja berusaha mendapatkan Kevin. Begitu sampai di meja kerjanya, Sintya lantas menghenyakkan tubuhnya di kursinya dengan posisi punggung yang bersandar. Lagi, Amanda menghela napas dalam-dalam lalu ia keluarkan melalui bibirnya yang berbalut lipstik berwarna soft. Tak bisa dipungkiri, meskipun Sintya bersikap seolah-olah tak percaya dengan apa yang ditunjukkan oleh Amanda, foto yang menunjukkan saat Kevin memeluk Amanda pun terus berkelebatan di pelupuk matanya. Hal itu tentu saja membuat pikiran Sintya terus menerka-nerka. Benarkah? Atau hanya sekedar foto editan yang dicetak hanya untuk menghanc
"Kenapa?" tanya Sintya dengan kedua alis yang terangkat saat ponsel milik Kevin diulurkan ke Sintya. "Itu bukti biar kamu percaya sama aku." Sintya lantas menerima ponsel itu, setelahnya, jemari lentik miliknya menekan menu putar pada sebuah rekaman. Seketika terdengarlah suara-suara percakapan Amanda dan Kevin kemarin malam itu. Terdengar dengan jelas di telinga Sintya saat Amanda terus merengek minta tolong agar Kevin secepatnya pergi ke sana. "Aku tahu pasti ada yang direncanakan oleh Amanda, mengingat selama ini dia terus saja berusaha merecoki hubungan kita," jelas Kevin saat rekaman suara itu masih berputar. Ya, Kevin memang menyempatkan diri untuk merekam pembicaraan via telepon itu dengan alasan yang tadi ia katakan pada Sintya. "Ternyata benar kan dugaanku? Amanda ternyata telah menyiapkan sedemikian rupa untuk melanjutkan segala rencananya. Untung saja aku sempat curiga dan merekamnya, dan sekarang rekaman itu bisa dijadikan bukti agar bi
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 172Di sepanjang perjalanan, Kevin terus saja merutuki kebodohan yang dilakukan oleh perempuan yang dulu sempat dekat dengannya itu."Sialan! Amanda benar-benar mempermainkanku. Dan dengan bodohnya aku sempat tertipu daya oleh dirinya. Aku berjanji setelah ini tak akan lagi aku percaya dengan segala ucapanmu yang pasti saja itu adalah bualan. Beruntungnya aku memiliki wanita seperti Sintia yang tidak mengedepankan emosi. Hampir saja hubunganku dengan Sintia kandas karena ulah Amanda. Syukurnya saat Amanda menghubungiku, aku cepat tanggap dan langsung merekam perbincangan kita," gumam Kevin sembari menghela napasnya. Kevin melirik arloji yang menempel di pergelangan tangannya. Jarum jam menunjukkan pukul empat sore. Itu artinya Kevin masih memiliki waktu untuk kembali ke kantornya. Meskipun ia tadi sudah minta izin untuk pulang lebih cepat, Kevin tetap ingin kembali untuk meluruskan dan mengultimatum Amanda. Tentu
SUARA DESAHAN DI KAMAR IPARKUBAB 173"Yasudah, aku menunggumu." Kevin mengakhiri acara gombal-menggombalnya dengan Sintia dan dia bersiap untuk menunvgu kekasih hatinya turun dari lantai tiga. Kevin lekas turun dari mobilnya dan berjalan menuju lobi kantor. Kevin melihat ada Sintia sudah berdiri di sana. Tanpa mengulur banyak waktu, Kevin segera menghampiri Sintia dengan seulas senyum. "Hei cantik, lagi nungguin siapa nih? Boleh dong kita kenalan?" tanya Kevin dengan gaya kocaknya yang menggoda Sintia. Tentu saja hal itu membuat Sintia tergelak. Beruntung di sana beberapa karyawan sudah pulang terlebih dahulu jadi tidak ada yang melihat pasangan itu saling lempar senyum. "Apaan sih garing banget deh.""Tapi kamu suka kan?" Kevin menaik turunkan alisnya ke arah Sintia. Sintia hanya bisa menggelengkan kepalanya saja karena tingkah konyol Kevin. "Langsung mau pulang?" Sintia mengangguk. Kevin dan Sintia berniat untuk bergegas beranjak dari sana. Namun, saat kedua langkah pasangan it
Beberapa bulan kemudianSuara tangisan bayi itu menggema memenuhi ruangan kamar bersalin. Raya meraup udara dalam-dalam, napasnya tersengal-sengal setelah melakukan proses melahirkan secara normal. Ravi yang saat ini berada di samping Raya, menangis tersedu-sedu kala sang istri berhasil melahirkan keturunannya. Bahkan, kali ini Ravi sedang merengkuh kepala sang istri. Air mata mengalir dengan begitu derasnya di kedua manik mata sepasang suami istri itu. "Selamat ya, Bu Raya dan Pak Ravi, bayinya berjenis kelamin laki-laki." Ravi melepaskan rengkuhan pada sang istri, sejenak mereka saling berpandangan. Terpancar suatu kebahagiaan dengan jelas pada wajah Raya dan juga Ravi. "Terima kasih, Sayang ...." Ravi mengelus pucuk kepala sang istri. Tenang Raya yang sepenuhnya belum pulih itu hanya merespon Ravi dengan anggukan kepala. Seorang dokter yang menggendong bayi mungil itu mendekat ke arah keduanya. "Lihatlah, bayinya sangat tampan." Sang dokter menunjukkan wajah bayi mungil itu.
Bab 307Nora tersentak saat menyadari ada seseorang yang menangkap tubuhnya. Ia berusaha meronta-ronta, dan meminta untuk dilepaskan. "Lepas! Lepas, nggak!" Nora berteriak keras tatkala menyadari kalau tubuhnya ditarik oleh seseorang.Mata wanita itu membola saat membalikkan wajahnya untuk melihat siapa yang melakukannya itu. Ia terbelalak, dan seketika rasa panik menggelayuti hatinya. Dia melihat ada delapan orang pria yang sudah mengerubunginya. Bau alkohol yang sangat menyengat langsung terhidu di hidungnya. Ya, orang-orang itu sedang mabuk rupanya. Dan, saat ini Nora adalah mangsa empuk dan lezat bagi mereka.Nora tak bisa membayangkan kalau malam ini dia akan menjadi pemuas nafsu bagi para lelaki mabuk itu. Ia tak pernah membayangkan akan digangbang masal oleh mereka."Pergi! Pergi kalian dari sini!" Nora berteriak setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya. Namun, teriakannya itu sama sekali tak berpengaruh pada mereka. Mereka hanya tertawa saja menanggapi teriakan Nora ya
Bab 306Bryan melangkahkan kaki memasuki beranda rumahnya. Lelaki itu meletakkan kunci mobilnya pada meja hias yang terletak di bawah televisi kemudian melepaskan jaket kulitnya yang berwarna hitam.Kepalanya melihat ke arah lorong yang berjejer pintu-pintu kamar. “Nora,” panggilnya karena ingin segera melihat wajah wanita itu, lelaki itu merasa bosan seharian di luar dan dirinya ingin mendapat pelayanan dari Nora malam ini.Tak ada sahutan saat Bryan memanggil nama wanita itu. “Nora?” panggil Bryan lagi sambil berjalan menuju kamar wanita itu. “Nora? Kenapa dia tidak menjawab?” herannya mengetuk pintu kamar.Tok tok tok …Bryan mengetuk pintu itu sekali lagi dan memanggil-manggil nama wanita pemuas nafsunya itu. Karena lelaki itu tak kunjung mendapatkan sahutan, Bryan pun akhirnya membuka pintu kamar itu dengan paksa.Ketika pintu dibuka, Bryan mendapati ruangan kamar yang kosong tak ada orang. Barang-barang Nora tampak berceceran dan satu hal yang membuat kening Bryan mengkerut. “Pa
"Tetapi sebelum itu, mungkin aku harus membersihkan diri dulu," gumam Nora saat menyadari tubuhnya sudah terasa begitu lengket. Tak ingin semakin membuang waktu, wanita itu pun segera mengambil handuknya yang masih tergantung di balik pintu kamar untuk kemudian melenggang memasuki kamar mandi.Sejenak Nora mengeluarkan senandungnya. Lalu, netra wanita itu tampak berkaca menanti kebebasan yang mungkin sebentar lagi akan dia rasakan."Seharusnya aku melakukan ini sejak lama. Aku benar-benar menyesal karena telah menghabiskan waktu dengan hal penuh dosa ini. Ya Tuhan, masih berkenan kah Engkau memberikan maaf padaku?" gumam Nora yang kini tengah berdiri tepat di bawah guyuran air showernya. Nora benar-benar tak sabar untuk memulai hidup baru yang akan dia isi dengan banyak hal-hal positif.Selesai melakukan ritual mandinya, Nora pun segera bergegas menuju ranjang tidur kemudian pakaian bersihnya untuk kemudian dia kenakan. Nora menatap ke arah kamarnya sesaat. Ruang berukuran sedang ini
Nora tidak sadrakan diri karena apa yang di lakukan Bryan kepadanya. Karena di tidak tahan dengan perlakuan Bryan yang membabi buta kepada Nora, membuat wanita itu berontak, akibatnya kepalanya terbentung kepala ranjang.Bryan langsung meninggalkan Nora begitu saja dan menyuruh anak buahnya untuk memanggilkan tenaga medis untuk menangani Nora. Sedangkan Bryan sendiri pergi entah kemana. Setelah puas melampiaskan hasratnya kepada Nora, lelaki itu merasa fresh dan siap menjalankan aktivitasnya.Sebenarnya Bryan juga sedikit heran dengan dirinya sendiri, entah sejak kapan dia sangat menikmati rasa sakit Nora, apalagi ketika gadis itu berteriak-teriak meminta berhenti dan menyudari permainan mereka, Bryan malah merasa terpacu dan tidak ingin berhenti. Dia merasakan kenikmatan yang luar biasa.Keesokan harinya Nora siuman dalam keadaan tidak bisa berjalan, dia juga merasa tenaganya habis terkuras serasa habis berlari ratusan kilometer.“Aku di mana? Apa yang terjadi padaku?” batin Nora sem
Malam ini, Nora tampil cantik dengan pakaian ketat dan belahan dada rendah. Dia menggunakan lipstik merah merona yang melapisi bibirnya, kalung cantik yang berkilauan, dan sepatu hak tinggi kulit hitam yang membuat kakinya terlihat berjenjang luar biasa.Rambutnya yang gelap dan tebal jatuh hingga ke tengah punggungnya. Sebatang rokok tergantung bebas dari antara bibirnya, sementara dia berjalan dengan sedikit berlenggak-lenggok. Ketika Nora melangkah memenuhi panggilan Brian, pinggulnya bergoyang sangat menawan.Sang Germo itu memandangnya seolah Nora berjalan dalam gerakan lambat. Nora memanglah sangat cantik dan tidak ada yang akan tahu tentang fakta bahwa dia adalah seorang wanita penghibur yang sebenarnya, jika mereka tidak melihatnya di tempat prostitusi.Seorang pelanggan dengan ekspresi wajah terlalu sumringah datang."Selamat malam, Pak?" sapa Brian tak kalah cerianya.Tentu saja dia menyambut dengan ramah sosok pria yang sudah pasti akan menyumbangkan pundi-pundi yang cukup
Bab 302“Please, berhenti, Bryan.” Nora ngos-ngosan dan kesulitan mengambil napas karena sejak tadi Bryan meneruskan ritme goyangan pinggulnya hingga keperkasaan lelaki itu menusuk masuk ke dalam milik sang wanita.“Diamlah! Nikmati saja!” desah Bryan yang kian mempercepat temponya. Lelaki yang posisinya berada di atas itu menopang tubuhnya dengan kedua lengan kekar yang ada di kedua sisi bahu Nora. Bryan menatap wajah Nora dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.“T-tapi, ini sudah ronde … ah entahlah, entah ronde keberapa dalam hari ini!” jerit Nora meremas bantal yang mengalasi kepalanya. Dia memicingkan mata menahan rasa perih yang mulai menjalar pada bagian miliknya. Barangkali miliknya akan lecet setelah pergerumulan ini.“Sudah aku bilang! Aku masih belum puas dan ingin terus kau puaskan,” tukas Bryan dengan nada baritonnya. Suaranya yang berat membuat Nora terpaksa menyerah dan membiarkan tubuhnya terus terlentang dengan Bryan yang mendominasinya.Sudah sejak tiga jam lalu
Bab 301“Iya, cuih!” Mira melepeh makanan yang dibuat Amanda setelah sang ibu memaki masakan wanita itu. Dia mengambil tisu dan mengelap sisa makanan di mulutnya.Mira juga mendorong piringnya agar menjauhi pandanganya hingga membuat perasaan Amanda sangat tersakiti dibuatnya.“Maaf, Kak, Mama.” Amanda menunduk masih dengan mengenakan celemek dapur yang melilit pingganya. Dia terduduk di bangku meja makan dan tak mampu mengangkat wajahnya sama sekali.Sang ibu juga jadi tidak selera makan. Sejujurnya dia kesal bukan perkara masakan yang dibuat Amanda, namun omongan tetangga yang tadi dia dengar ketika arisan di rumah salah satu keluarga kaya.“Ibu benar-benar tidak tau lagi bagaimana harus menghadapi kamu, Amanda,” ujar sang Ibu menghela napasnya dengan kasar. Dia memukul-mukul dadanya yang terasa seksak. “Kamu bisanya bikin ibu menderita saja!”Air mata Amanda kembali berlinang. Terserah bila kakak-kakaknya terdengar begitu membencinya, tapi kini ibunya juga ikut kecewa padanya dan m
Amanda memasang wajah sedihnya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana lagi sekarang. Tak punya tempat tinggal dan harta. Sama sekali tak pernah terbesit di pikiran jika pada akhirnya nasib yang dia alami akan sesial ini.Amanda menatap kedua saudaranya secara bergantian. Hal itu justru membuat Rudi dan Mira merasa semakin muak. "Ada apa lagi? Mau bicara apa lagi? Masih mau mengelak dan mengatakan kalau semua ini adalah milikmu? Iya!" sentak Mira seolah tak ingin memberikan kesempatan bagi Amanda untuk bicara.Dulu dia sangat menyukai adiknya ini, bagaimana pun Amanda adalah mesin uang yang mudah dimanfaatkan. Amanda selalu siap sedia kala saudaranya membutuhkan pinjaman. Bahkan Amanda tak segan memberikan uang secara cuma-cuma untuk sanak saudaranya yang kekurangan.Namun nyatanya semua kebaikan Amanda itu tak membuat kedua kakaknya merasa harus berbalas budi dan bersikap baik pada Amanda yang sekarang sepertinya telah jatuh miskin. Justru mereka merasa muak dan tak sudi berbaur de