“APA!!!??” sentak Arum.
Wanita cantik itu hanya diam menatap Danu yang sudah berhasil memeluknya. Untuk beberapa saat mereka terdiam saling pandang dengan posisi yang sangat dekat. Bahkan Arum bisa dengan mudah menghirup aroma maskulin parfum Danu seraya mendengar detak jantungnya yang lebih cepat dari biasanya.
Danu tersenyum. Mata elangnya menatap sendu ke wanita cantik di depannya ini. Perlahan tangannya turun merengkuh pinggul Arum seraya merapatkan pelukannya. Ini adalah hal yang tidak pernah dia lakukan saat menikah dengan Arum lima tahun yang lalu. Tanpa disadari ada banyak rasa yang sedang bersemayam di hatinya membuat jantung Danu berdebar tak karuan.
“Lepasin, Mas!!” Arum meronta dan mendorong tubuh Danu agar melepaskannya.
Ini adalah situasi yang ia inginkan saat menikah dulu, bukan sekarang. Danu menurut, melonggarkan tangannya dan membuat Arum bergerak bebas. Tanpa berkata apa pun, Arum langsung berlalu mendahului Danu
“Aku rasa itu bukan urusanmu,” cetus Arum.Danu langsung tercengang mendapat jawaban dari Arum. Wajahnya yang sudah sedari tadi menahan amarah semakin terlihat kesal. Danu berjalan mendekat ke arah Arum. Arum sudah bersiap dengan apa pun yang dilakukan Danu.Namun, tiba-tiba Danu tersenyum lembut, tangannya terulur langsung menyentuh perut Arum. Arum sontak terkejut dan menatap Danu dengan bingung.“Aku hanya mengkhawatirkan keadaannya. Bagaimanapun sudah ada bagian diriku yang bersemayam di sana.”Arum melotot dan buru-buru menepis tangan Danu sambil berangsur mundur teratur.“Kamu jangan aneh-aneh, Mas. Nanti kalau terdengar karyawan yang lain, mereka pasti berpikir yang tidak-tidak.”Danu mengulum senyum melipat tangan di depan dada sambil melihat Arum dengan tatapan nakalnya. Arum hanya diam memperhatikan. Dulu, saat menikah lima tahun yang lalu, Arum tidak pernah melihat tatapan seperti ini dari Danu.
“Eng … enggak. Dia gak memanggilku Anjani. Kamu pasti salah dengar,” ujar Arum.Danu terdiam sambil menatap penuh selidik ke arah Arum. Arum membisu, entah mengapa jantungnya tiba-tiba berdebar tak menentu dan tanpa diminta ia kesulitan untuk mengolah udara. Sementara Lisa sudah berdiri di depannya dan terkejut saat melihat Arum bersama Danu di sana.Arum mengerjapkan mata seakan memberi isyarat ke Lisa. Lisa tampak serba salah dan menjawab dengan isyarat yang sama juga.“Akh … maaf, ternyata Arum. Aku pikir yang datang tadi Nona Anjani.” Lisa buru-buru meralat panggilannya tadi.Arum hanya tersenyum meringis sambil menganggukkan kepala. Tatapan Danu kini beralih ke Lisa dan Lisa langsung tersenyum.“Selamat sore, Tuan.”“Sore. Jadi syuting program pencarian bakat itu hari ini?” Danu sudah mengalihkan topik pembicaraan.“Iya, betul sekali. Kali ini Nona Anjani sangat
“SIAL!! Kok malah direject, sih. Dia lupa dengan apa yang aku katakan tadi,” sungut Danu.Danu terlihat kesal saat tahu panggilannya ke Arum berulang kali ditolak. Padahal yang melakukan itu bukan Arum melainkan Lisa. Lisa kebingungan harus menjawab apa dan memilih menolak panggilan Danu kemudian mematikan ponsel Arum.Namun, pada akhirnya Danu yang sewot sendiri. Danu berjalan masuk ke lokasi syuting dan melihat ada Nadia sedang tersenyum ke arahnya. Nadia berpikir Danu sengaja datang ke sini untuk menemuinya.Danu berdecak kemudian memalingkan wajah dan kini memilih memperhatikan Arum yang berperan sebagai Anjani duduk selisih dua orang dari Nadia. Danu terdiam sesaat sambil mengawasi Anjani.“Kenapa mata Nona Anjani mirip dengan Arum?” gumam Danu.Ia masih melamun sendiri saat sebuah tepukan tiba-tiba singgah di bahu Danu. Danu menoleh dan melihat Bu Fatma sedang berdiri di sampingnya.“Bu Fatma. Maaf, saya t
“Tadi Tuan Danu menelepon Anda berulang kali, Nona,” ujar Lisa.Kini tinggal mereka berdua, Danu dan Bu Fatma sudah berlalu pergi. Arum hanya diam sambil menghela napas panjang.“Saya sengaja menolak kemudian mematikan ponselnya. Maafkan, saya. Saya benar-benar bingung, Nona.”Arum mengulum senyum sambil mengelus lembut bahu Lisa.“Iya, gak papa. Aku yang terima kasih karena sudah merepotkanmu.”Lisa tersenyum sambil menggelengkan kepala. “Tidak, Nona. Ini sudah tugas saya. Jangan sungkan untuk minta bantuan saya lagi.”Selang beberapa saat, Arum sudah kembali melakukan syuting. Kali ini Nadia yang duduk tidak jauh darinya terlihat kesal. Bahkan setiap Arum memberi komentar untuk finalis, Nadia langsung menentangnya. Seakan ada dua kubu di atas panggung. Arum tidak mempedulikannya. Dia berusaha obyektif dan melakukan tugasnya sebaik mungkin.Beberapa jam kemudian syuting berakhir. Mereka
“Eng … maksud saya. Saya tidak tahu dia sudah datang atau belum. Anda tahu sendiri kalau saya tadi masih menemani Nona Anjani,” jelas Lisa.Ia sebisa mungkin memberi alasan agar tidak membuat Danu curiga. Lisa juga tidak tahu jika Danu pernah mengantar Arum ke apartemennya. Itu sebabnya Lisa sedikit bingung.Danu menghela napas panjang sambil menatap Lisa dengan kecewa.“Baik kalau begitu saya permisi pulang dulu. Padahal saya berharap bisa menemuinya tadi, tapi ini sudah terlalu malam untuk bertamu. Saya permisi.”Danu berpamitan dan gegas berlalu pergi. Lisa hanya diam mematung sambil menganggukkan kepalanya. Selang beberapa saat Lisa sudah berada di kabin apartemennya tampak sedang melakukan panggilan ke Arum.Namun, begitu lama Lisa menunggu masih belum ada jawaban dari Arum.“Sepertinya Nona Anjani sudah beristirahat. Aku ceritakan tentang hal ini besok pagi saja.”Lisa menguap lebar sam
“Nona Anjani hendak menga--Hmmffppft … .” Suara Lisa terhenti karena Arum sudah menutup mulut asistennya dengan tangan.Arum melotot ke arah Lisa sambil menggelengkan kepala seakan sedang memberi isyarat untuk menghentikan ulah Lisa. Lisa hanya mengerjapkan mata sambil menganggukkan kepala. Kemudian perlahan Lisa menunjukkan ponselnya ke arah Arum.Arum langsung terbelalak kaget saat melihat tidak ada panggilan yang sedang berlangsung di ponsel Lisa. Asistennya tadi sengaja mengerjai Arum dan sepertinya Arum sudah terpancing.“LISA!!! Kamu usil sekali. Pagi-pagi sudah menipuku!!!” omel Arum.Lisa tertawa kesenangan. Tadi ponselnya memang berbunyi karena alarm dan Lisa sengaja memasang nada alarm sama dengan nada dering panggilannya.“Maaf, Nona. Saya hanya tidak ingin melihat Anda tegang terus beberapa hari ini.”Arum akhirnya ikut tersenyum setelah mendengar penjelasan Lisa. Gara-gara banyaknya ker
“Sudah, jangan meracau!! Kamu tidak ingin kita datang terlambat, kan?” ucap Arum.Danu menghela napas panjang sambil menatap tajam ke arah Arum. Arum buru-buru melengos dan mengalihkan pandangannya dari Danu. Danu hanya diam dan memaklumi sikap Arum. Ia sudah membuka pintu mobil dan menyilakan Arum masuk.Sepanjang perjalanan mereka saling diam, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hanya saja berulang kali Danu mencuri pandang ke arah Arum. Sama seperti yang dilakukannya tadi.“Apa Nona Anjani sudah memberi tahu apa yang harus kamu lakukan?” Danu membuka pembicaraan.“Iya. Beliau sudah memberitahu,” jawab Arum datar. Ia menjawab tanpa menoleh ke arah Danu.Danu hanya diam sambil manggut-manggut. Kemudian melirik ke arah Arum lagi.“Kalau boleh tahu sejak kapan kamu bisa berpenampilan seperti ini? Apa Nona Anjani yang mengajarimu juga?”Arum berdecak, sebuah senyum masam tergambar jelas
“WAH!!! Ternyata tepat dugaan saya. Kalian berdua sepasang kekasih rupanya,” sahut Bu Retno.Danu tersenyum cengengesan sedangkan Arum hanya diam sambil melirik sinis ke arah Danu. Sepertinya Danu tahu reaksi Arum. Ia buru-buru membuka suara kembali.“Belum, Bu. Namun, doakan segera ke arah sana.” Danu berkata sambil membalas tatapan Arum.Arum hanya diam dan pura-pura fokus dengan makanannya. Mereka kembali sibuk membicarakan bisnis lagi. Baru sekitar pukul setengah sepuluh, Arum dan Danu keluar dari restoran tersebut. Mereka berjalan beriringan menuju parkiran.“Antar aku ke kantor lagi saja, Mas. Ada yang harus aku ambil,” pinta Arum.Danu hanya manggut-manggut sambil membukakan pintu mobil untuknya. Selang beberapa saat, mereka sudah tiba di kantor Arum. Arum bergegas membuka seat belt hendak turun. Namun, sesaat sebelum turun ia menoleh ke Danu.“Kamu bisa langsung pulang, Mas. Gak perlu menungg