“Eng … untuk itu saya rasa ---“ Nadia tampak gugup dan kebingungan menjawab.
“Atau bagaimana kalau saya hubungi beliau. Saya kenal akrab dengan reporternya. Saya bisa minta tolong agar meliput acara Anda. Bagaimana?” Arum malah menawarkan diri kali ini sebelum Nadia menyelesaikan kalimatnya.
Entah kenapa dia kesal sekali dengan Nadia dan apa yang dia lakukan kali ini sengaja untuk membuat Nadia kebingungan. Arum terlihat sudah menekan beberapa nomor di ponselnya, tapi tiba-tiba Nadia berseru.
“JANGAN!!!”
Arum sontak menghentikan aksinya dan menoleh ke arah Nadia dengan tatapan bertanya. Nadia terlihat kikuk sambil sesekali menundukkan kepala.
“Maksud saya … saya takut Mas Danu tidak suka. Ini … ini momen sakral bagi kami. Bagi saya dan Mas Danu, jadi kami ingin sedikit privasi.”
Arum tersenyum miring, tapi tentu saja senyumannya tidak terlihat. Namun, tatapan curiga Arum su
“Iya, tepat sekali. Tuan Danu sudah pindah,” ujar salah satu sekuriti tersebutNadia terdiam, menghela napas sambil menarik tangannya dari cekalan dua pria bertubuh besar itu. Dua sekuriti itu membebaskan Nadia.“Mari kami antar ke bawah, Nona!!” ajak sekuriti tersebut.Nadia terpaksa menurut. Ia mengangguk lesu sambil berjalan mengekor langkah dua sekuriti tersebut. Dia tidak tahu jika Danu sudah pindah dari sana. Memang sebelumnya, Danu meminta pihak pengelola apartemen mengganti kunci dan kode pintunya. Lalu sore harinya, Danu memutuskan pindah saja. Dia tidak mau mengambil resiko berhadapan dengan kegilaan Nadia.“Bu, hubungi Budi!!! Di mana bosnya tinggal sekarang? Tidak mungkin juga Mas Danu tinggal di rumah keluarganya.” ucap Nadia.Dia sudah masuk ke dalam mobil dan langsung meminta ke Bu Vita untuk menghubungi Budi. Bu Vita hanya mengangguk sambil melakukan panggilan. Namun, cukup lama menunggu Budi tida
“Tuan memanggil saya?” tanya Budi pagi itu.Danu mengangguk sambil menatap Budi dengan tajam.“Apa sudah kamu ambil pesananku di Nona Anjani?” ucap Danu kemudian.Budi mengangguk. “Sudah, Tuan. Ini!!”Budi menyodorkan sebuah paper bag kecil berisi cincin pesanan Danu. Danu terdiam, membuka paper bag itu dan melihat isinya. Sebuah kotak terbuat dari kain bludru berwarna merah dikeluarkan Danu dari sana. Ia membuka isinya dan langsung tersenyum saat melihat ada sepasang cincin yang tersimpan rapi di dalamnya.Perlahan Danu ambil salah satu dan mengamatinya kemudian tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Bagus sekali. Sama persis dengan gambar yang dikirim Nona Anjani padaku.”Budi ikut tersenyum mendengarnya. Ia tidak tahu bagaimana bentuk gambar cincin aslinya, tapi dia ikut senang saat semuanya berjalan dengan baik.“Saya sudah menyiapkan apa yang Anda inginkan, Tuan.&rdquo
“Syukurlah, Tuan. Saya senang mendengarnya,” sahut Budi.Danu tersenyum sambil menepuk bahu Budi berulang. Tak berapa lama mereka sudah terlihat sibuk bekerja lagi. Danu memang sudah membulatkan tekad akan melamar Arum kembali akhir pekan ini tak peduli apa pun reaksinya nanti.Akhir pekan tiba. Harusnya sabtu siang ini, Danu mempersiapkan dirinya untuk acara nanti malam. Namun, dia sangat terkejut dengan kedatangan Tuan Prada ke apartemennya.“Papa!! Kenapa tiba-tiba datang?” tanya Danu.Tuan Prada tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Aku masih papamu, Danu. Memangnya aku tidak boleh berkunjung ke tempat putranya.”Danu menghela napas panjang sambil menggelengkan kepala.“Bukan begitu, Pa. Hanya saja tumben banget Papa mau ke sini.”Tuan Prada menghela napas lagi sambil melipat tangan di depan dada.“Kamu juga pindah apartemen tidak bilang-bilang. Untung saja Papa
“Apa semua sudah selesai?” tanya Arum.Lisa mendekat berdiri di depan Arum sambil mengangguk.“Sudah, Nona. Sudah beres semua. Mari kita pulang!!”Arum tampak lesu, menganggukkan kepala dan siap meninggalkan lokasi perhelatan. Namun, sesaat Lisa melirik ke arah Arum.“Apa Anda ingin menelepon Tuan Danu, Nona?”Arum menghentikan langkah dan menoleh ke arah Lisa. “Menelepon untuk apa?”Lisa mengulum senyum. “Ya … siapa tahu Tuan Danu mau memundurkan ajakannya besok pagi saja. Bukankah besok juga masih akhir pekan?”Arum tidak menjawab hanya menghela napas panjang sambil berjalan lebih dulu meninggalkan Lisa. Lisa hanya diam sambil menatap Arum dengan kuluman senyum. Ia tahu apa yang dipikirkan bosnya saat ini. Pasti Arum juga ingin bertemu dan menerima ajakan Danu, hanya saja ego mereka lebih tinggi dari segalanya.Sementara itu Danu hanya berdiri diam di dekat pi
“Apa maksudmu, Mas?” akhirnya Arum bersuara setelah terdiam beberapa saat.Danu tersenyum menyeringai menatap Arum. Mereka masih berdiri di depan pintu dengan jarak cukup dekat.“Berhenti bohongi aku, Arum!! Aku tahu siapa kamu.”Arum membisu, matanya kembali membola menatap tajam ke arah Danu.“Atau aku harus memanggilmu, Nona Anjani Maheswari saja?”Arum menghela napas sambil memejamkan mata. Ia buru-buru menghindar dari tatapan Danu. Dadanya berdebar semakin cepat dan Arum sedikit gugup begitu mendengar ucapan Danu.“Jadi kamu mau meneruskan obrolan kita di depan pintu? Atau mengundangku masuk?”Arum berdecak, mendongak hingga matanya beradu dengan netra Danu. Kemudian perlahan Arum membuka pintu kabin apartemennya lebih lebar dan menyilakan Danu masuk.Mereka sudah duduk di ruang tamu dengan sedikit jarak kali ini. Arum hanya diam sambil memperhatikan Danu. Hal yang sama juga
“Mas … kamu ---” Arum tidak meneruskan kalimatnya hanya diam menatap Danu.Sementara Danu, tanpa menunggu jawaban dari Arum. Ia langsung memasangkan cincin di jari manis Arum. Tentu saja Arum tersentak kaget.“Aku belum menerimanya, kenapa kamu malah memasangkan cincinnya?” protes Arum.“Aku anggap jawabanmu tadi iya. Jadi aku pasangkan saja.”Danu sudah kembali duduk bersebelahan dengan Arum di sofa dan tersenyum sambil menatap Arum. Arum terlihat kesal.“Kamu memang gak berubah. Kamu penuh muslihat, tukang paksa dan ---”“Apa lagi? Kenapa gak diteruskan?” sahut Danu.Arum membisu, menundukkan kepala sambil menatap cincin yang sudah melingkar di jari manisnya. Itu adalah cincin hasil desainnya. Saat mendesain kemarin, Arum sangat suka apalagi Danu meminta yang sederhana tapi elegan.“Bukannya kamu memang memilih rujuk denganku untuk menyelamatkan statusmu
BRAK!!!Sebuah pintu apartemen terbuka lebar kemudian tampak Nadia masuk ke dalamnya. Seorang pria dengan rambut keriting dan tampang awut-awutan keluar dari dalam sambil mengucek mata.“Nadia!! Ngapain kamu ke sini?” ucap pria tersebut.Nadia tidak menjawab langsung duduk di sofa menghempaskan tubuhnya.“Aku mau memberimu pekerjaan. Sini!!” Nadia berkata sambil menepuk sofa di sampingnya.Pria berambut keriting itu terdiam sesaat sambil menatap Nadia dengan bingung. Namun, dia sudah berjalan mendekat dan duduk bersebelahan dengan Nadia.“Kerjaan apa?”Nadia menghela napas panjang sambil mengeluarkan ponselnya. Kemudian ia tampak menunjukkan sebuah foto.“Ikuti dia!! Cari tahu dengan siapa saja dia pergi dan ke mana!!” pinta Nadia.Pria berambut keriting itu melihat foto di ponsel Nadia dan terdiam sesaat.“Kamu ingin aku membuntuti Tuan Danu?”Nad
“Tu—tunggu!!” ujar Arum.Ia sudah mendorong tubuh Danu menjauh. Semalam saja Arum tidak bisa tidur gara-gara ulah Danu padanya dan kini pria tampan ini akan membuatnya melayang lagi. Danu mengulum senyum mengurai pelukannya dan memberi jarak.“Maaf … kamu pasti tidak suka keadaan ini.”Danu mengeser tubuhnya menjauh hingga memberi jarak dengan Arum. Sementara Arum hanya diam sambil menundukkan kepala. Dia sendiri tidak tahu, kenapa hanya dengan Danu, dia bisa bereaksi sedekat ini.Danu mengulum senyum melirik ke arah Arum. Kemudian tiba-tiba bangkit dari duduknya. Arum terkejut, mendongak menatap Danu.“Aku mandi dulu, biar bersih dan terbebas dari kuman. Setelah itu, aku ke sini lagi, ya?”Belum sempat Arum menjawab, Danu sudah berjalan menuju pintu dan berlalu pergi begitu saja.“Dasar orang aneh. Aku kan sama sekali gak bermaksud mengusirnya. Hanya saja ---”Arum t
“Kamu baik-baik saja, Sayang?” tanya Danu. Arum tersenyum sambil menganggukkan kepala. Sudah hampir tujuh bulan berselang sejak kejadian itu. Semua pelaku kejahatan satu persatu mendapat balasan atas ulahnya. Hubungan Arum dan Tuan Arya kini pun semakin dekat. Bahkan sering kali Arum dan Danu menginap di rumah Tuan Arya seperti hari ini. “Iya, Mas. Aku baik-baik saja, hanya sekarang aku semakin engap,” jawab Arum. Ia berkata sambil mengelus perutnya yang membesar. Danu mengulum senyum sambil menatap penuh cinta ke Arum. Saat ini usia kandungan Arum sudah memasuki sembilan bulan dan tinggal menunggu hari persalinan. Danu mendekat duduk di tepi kasur dan membantu Arum untuk bangkit. Alih-alih bangun dari tempat tidur, Arum malah memeluk Danu dengan erat sembari mendekatkan wajahnya tak berjarak. “Kok malah meluk, lagi pengen?” Danu bersuara sambil mengerlingkan mata. Arum tersenyum, menjentik hidung Danu dengan gemas. “Enggak, cuman seneng aja liat kamu. Ganteng banget.” Danu son
“Berhubungan denganku? Berhubungan dalam hal apa?” tanya Tuan Arya. Tuan Simon mengulum senyum dan reaksinya membuat Tuan Arya semakin penasaran. “Asal kamu tahu, salah satu anak panti itu mempunyai hubungan darah denganmu.” Mata Tuan Arya membola, tidak hanya Tuan Arya saja yang terkejut kali ini. Danu, Arum dan Tuan Prada juga ikut kaget. “Maksud Anda … berhubungan darah itu apa? Anak atau kerabat, begitu?” Danu menimpali. Tuan Simon mengangguk. “Iya, tepat sekali. Anakmu tidak mati, Arya. Dia hidup dan tinggal di panti itu.” Tuan Arya terperanjat dan menatap Tuan Simon tampak kedip. Tuan Prada yang mendengar ikut terkejut. “Mana mungkin? Roweina meninggal di tempat dalam kecelakaan itu. Tidak mungkin dia melahirkan,” elak Tuan Arya. Tuan Simon menarik napas panjang dan menggelengkan kepala. “Tidak. Saat kecelakaan, dia tidak langsung meninggal di tempat. Roweina sempat melahirkan dan ada seseorang yang menolongnya lalu meletakkan bayi tersebut ke panti. Sayangnya saat oran
“Pelaku kejahatan? Kejahatan apa?” tanya Tuan Simon.Dia sangat penasaran dengan ucapan Danu. Danu tersenyum kemudian menjelaskan apa saja yang dilakukan Nyonya Lani terhadap keluarganya.“Astaga!! Jika Anda punya bukti lengkap, bisa kita seret ke meja hijau, Tuan.”Danu tersenyum sambil mengangguk. “Punya. Saya punya buktinya. Itu sebabnya saya penasaran dan ingin tahu siapa dalang di balik ulah Mama Lani selama ini.”Tuan Simon tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian pria paruh baya itu mengalihkan perhatiannya kepada beberapa anggota polisi yang membawa Pak Sudibyo. Pria berkepala plontos itu tampak marah dan menyeringai ke arah Tuan Simon.“Kamu tidak akan bisa menangkapku, Simon!! Sebentar lagi juga aku akan lepas!” seru Pak Sudibyo.Tuan Simon tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Mungkin dulu kamu bisa berkata seperti itu, tapi tidak sekarang. Bawa dia, Pak!!&rdquo
“Tuan, saya sudah mendapat info tentang siapa yang melindungi Nyonya Lani selama ini,” ujar Beni pagi itu.Danu yang belum berangkat kerja terkejut saat mendengar ucapan anak buahnya. Ia hanya diam sambil menatap Beni dengan penuh tanya. Memang selama ini Beni sering berada di rumah Danu. Danu yang meminta Beni menjaga Arum selama ia tidak ada di rumah.“Siapa orangnya?” Tiba-tiba Tuan Prada menyeruak dari dalam rumah.Usai keluar dari rumah sakit, Danu memang meminta ayahnya tinggal bersama di rumahnya. Selain itu, Tuan Prada juga ingin menjaga Arum. Ia tidak mau terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan menimpa Arum lagi.“Pa, kenapa Papa ke sini?”Selama ini Danu memang menyembunyikan penyelidikannya terhadap Nyonya Lani. Ia ingin memastikan semuanya dulu baru menjelaskan ke Tuan Prada. Namun, sepertinya Tuan Prada sudah tahu ulah Nyonya Lani.“Aku sudah tahu apa yang dilakukan Lani, Danu. Bibi yang
“Masih hidup? Anak Roweina masih hidup?” tanya Tuan Simon.Pria bermata sipit itu terkejut saat mendengar penjelasan Tuan Burhan. Tuan Burhan tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Bagaimana bisa? Kecelakaan itu ---”“Kecelakaan itu direkayasa, Simon. Mereka sudah menyabotase mobil Roweina hingga mengalami kecelakaan. Namun, sayangnya Roweina masih hidup saat itu bahkan gara-gara mengalami kecelakaan dia melahirkan di tempat.”Tuan Simon terbelalak kaget mendengarnya. Dia tidak pernah dengar tentang hal ini sebelumnya. Apa jangan-jangan ada yang menyembunyikan bukti tentang Roweina yang baru saja melahirkan saat itu.“Seseorang membantunya dan mengambil bayinya lalu dititipkan di panti itu. Sayangnya orang-orang yang menyabotase mobil Roweina tahu.”“Tunggu dulu!! Bukannya mobil Roweina terbakar dan dia ikut hangus di dalamnya. Bagaimana mungkin ---”Tuan Burhan berdecak sam
“Kamu sudah bangun?” tanya Danu.Pria tampan itu tampak sudah berpakaian rapi dan menghampiri Arum yang sedang terbaring di atas kasur. Semalam mereka datang sangat larut bahkan Arum sudah tertidur di dalam mobil sehingga Danu harus menggendongnya masuk ke dalam rumah.Arum menguap sambil menutup mulutnya kemudian memperhatikan Danu dengan seksama.“Kamu mau ke mana, Mas?”Danu tersenyum. Duduk di tepi kasur sambil menatap Arum dengan sendu.“Aku mau menyelesaikan yang tadi malam. Aku harus membuat laporan ke polisi tentang penculikanmu.”Arum terdiam, menunduk sambil menggelengkan kepala. Danu melihat bahu Arum naik turun mengolah udara.“Aku tidak menduga, Mas. Jika Dokter Sandy menyimpan dendam padaku. Aku tidak tahu selama ini.”Danu tersenyum sambil mengelus lengan Arum dengan lembut.“Kamu pasti tidak akan percaya jika kuberitahu siapa pelaku pembunuhan Anjani,
“PAPA!!! Apa yang Papa katakan?” sergah Dokter Sandy.Tuan Simon dan beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu ikut tercengang usai mendengar ucapan Tuan Burhan. Mereka semua terdiam dan menatap Tuan Burhan. Sementara Tuan Burhan kini tampak melihat ke arah Dokter Sandy.“Iya, benar. Bukankah kamu juga tahu jika Papa yang membunuh Anjani. Papa yang merudapaksa dia kemudian tanpa sengaja membunuhnya.”Lagi-lagi semua yang hadir di sana terkesima mendengar pengakuan Tuan Burhan. Sedangkan Dokter Sandy membisu, mengatupkan rapat bibirnya dengan mata berkaca menatap Tuan Burhan.Pria berkacamata itu tidak dapat berkata apa-apa hanya menggelengkan kepala saja. Tuan Simon yang berada dalam ruangan itu perlahan mendekat dan berdiri di samping Tuan Burhan.“Benar yang kamu katakan, Burhan?” tanya Tuan Simon.Tuan Burhan mendongak, mata kelabunya menatap sendu Tuan Simon. Lalu dengan perlahan kepalanya menganggu
“Sial!! Berengsek!!” umpat Dokter Sandy.Ia langsung menyimpan alat suntiknya sambil berjalan tergesa menuju pintu. Arum hanya diam memperhatikannya. Namun, tinggal beberapa langkah menuju pintu Dokter Sandy menghentikan langkahnya dan menoleh ke Arum.Sebuah senyum seringai yang menyeramkan tampil di wajah pria itu. Arum sampai bergidik ketakutan melihatnya.“Aku akan pergi sebentar. Kamu bisa menikmati waktumu, Arum. Namun, setelahnya aku akan mengeksekusimu.”Sebuah tawa menyeramkan sontak bergema mengakhiri kalimat Dokter Sandy. Arum hanya membisu, memeluk lengannya sambil menatap ketakutan pria aneh itu. Pintu sudah kembali tertutup mengiringi kepergian Dokter Sandy.Arum menghela napas panjang sambil mengurut dadanya. Ia tidak tahu berada di mana saat ini, yang pasti Arum berharap Danu segera menemukannya.Selang beberapa saat mobil Dokter Sandy sudah berhenti di depan sebuah rumah tua. Ia melihat banyak mobil terparkir di depan rumahnya. Tidak hanya itu, Dokter Sandy juga melih
“Tuan, saya tidak bisa menemukan Nyonya,” ujar Beni di dalam panggilannya.Danu hanya terdiam dengan telinga yang tegak mendengarkan.“CCTV di kafe tersebut rusak sejak dua hari yang lalu dan saat kejadian tadi tidak terlihat apa yang sedang terjadi,” imbuh Beni.Masih tidak ada jawaban dari Danu hanya giginya yang saling beradu menimbulkan bunyi gemelatuk.“Tuan … .” Suara Beni terdengar menginterupsi lamunan Danu.Terdengar helaan napas panjang dari bibir Danu. Ia tidak tahu harus mencari di mana istrinya. Ponsel Arum bahkan tidak terlacak sama sekali. Bisa jadi Dokter Sandy sudah melepas nomornya dan membuang entah di mana.“Iya, Ben. Aku mendengarnya.” Akhirnya Danu bersuara setelah terdiam beberapa saat.“Saya masih mencoba tanya ke beberapa pelayan. Salah satu dari mereka ada yang melihat mobil box pengiriman datang dan berhenti di bagian belakang kafe dekat toilet. Bi