Home / CEO / Suamiku Tukang Tahu / Bab 6 : Curiga

Share

Bab 6 : Curiga

Author: Diyah Islami
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Mas kenal dengan tetangga sebelah?“ tembakku langsung saat aku dan Mas Haris sudah selesai shalat maghrib dan sekarang sedang menyantap nasi.

“Yang mana?“

“Yang baru pindah.“

“Loh, Mas mana tahu, kan baru pindah. Lihat orangnya juga belum.“

“Terus kenapa tadi dia tahu kalau aku istri Mas ya?“

“Asal tebak mungkin.“

“Gak mungkin.“

“Tahu dari tetangga yang lain.“

Ah benar saja, tak terpikir olehku. Mungkin saja gadis itu tahu dari Bu Gia. Tapi, kenapa saat kutanya kembali gadis itu terlihat takut? Dan lagi, sekarang Mas Haris tak berani menatap ke arahku saat berbicara. Hal yang ia lakukan setiap kali ia berbohong.

Berbagai pikiran berkecamuk di kepalaku. Tentang hal jelek Mas Haris dan gadis yang tinggal di sebelah. Jangan-jangan ….

“Dik!“

Aku tersentak, menoleh ke arah Mas Haris yang tengah melambaikan tangan di depan wajahku.

“Kenapa, Mas?“

“Dari tadi dipanggilin gak nyahut, mikirin apa?“

“Bukan apa-apa, Mas bilang apa tadi?“

“Besok, gimana kalau kita buka di luar?“

“Besok? Bol— eh tapi temanku ngajak buka bersama alumni sekolah, Mas, bagaimana?“

“Alumni? SMA?“

“Iya.“

“Berarti ada Dewi juga?“

Aku mengangguk, tahu isi hatinya.

“Kalau Mas gak izinin aku gak bakalan pergi kok.“

“Oh gak apa-apa, pergi saja. Besok kita baru buka puasa di luar.“

“Beneran gak apa-apa?“ 

“Iya, yang penting kamu hati-hati saja. Mau Mas antar besok? Buka bersamanya di mana?“

“Hotel Melati, temanku jemput ke sini, kok.“

“Ya sudah kalau begitu.“

***

Fitri datang tepat waktu dengan mobilnya. Tepat setelah aku memakai sepatu dia sudah ada di depan rumah.

“Udah lama gak ketemu Mir, kalau gak ada acara gini gak ada alasanku buat ke rumahmu. Maklumlah aku kerja dan sibuk urus anak,” ucapnya sembari memelukku.

“Aku tahu, Fit, seharusnya malah aku yang sesekali berkunjung ke rumahmu. Tapi kamu tahu sendiri keadaanku.“

“Ya, kita sama-sama maklum. Oh iya suamimu mana?“

“Sore begini masih belum pulang jualan.“

“Jualan tahu, kan?“

“Iya.“

“Yaudah ayo, nanti telat.“

Aku bergegas masuk ke dalam mobil Fitri, sementara ia duduk di balik kemudi. Baru beberapa meter berjalan, Fitri berhenti sembari membuka jendela mobilnya.

“Kenapa Fit?“

“Ada yang manggil-manggil dari tadi di belakang.“

Aku sontak menoleh, lalu terkejut saat melihat si gadis yang tinggal di sebelah rumah berlari menghampiri Fitri.

“Mbak boleh numpang gak?“

“Eh?“ Aku kaget mendengar penuturannya. Seenak jidatnya numpang di mobil orang.

“Kamu siapa? Kita gak kenal loh. Mau ke mana emangnya?“ tanya Fitri.

“Aku Ghea Mbak, mau numpang ke hotel Melati, aku gak punya kendaraan. Aku kenal sama Mbak Amira kok, kami tetangga dekat.“

“Benar Mir?“

Seperti ditodong pisau, aku menatap Fitri dan gadis yang mengaku bernama Ghea itu dengan bingung. Kami baru bertemu sekali dari mana dianggap dekat.

“Iya, dia tetanggaku kok Fit.“ Mau tidak mau aku mengatakannya. Kasihan juga dia kalau dipikir-pikir.

“Ya sudah naik, untung sama tujuannya.“

Gadis itu naik ke mobil Fitri. Aku melihatnya dari balik spion. Tak seberantakan saat aku bertemu dengannya kemarin sore. Gadis bernama Ghea itu tampak rapi dengan setelan rok, kemeja dan hijab segi empatnya.

“Mbak Amira jumput-jumput yang kemarin enak sekali.“ 

“Terima kasih.“

“Besok-besok kalau masak menu berbuka kasih saya lagi ya Mbak, lumayan hemat saya gak perlu beli.“

Aku tertegun, kulirik Fitri yang juga tengah melirik ke arahku.

Lah ngelunjak dia.

***

Kami sampai di hotel Melati. Ghea sudah turun dan pergi entah ke mana. Banyak basa-basi yang tidak perlu dia lakukan padaku tadi sampai Fitri saja keheranan dengan tingkahnya.

Kami masuk ke dalam aula yang digunakan sebagai tempat reuni. Ada banyak teman-teman alumni di sana. Satu dua orang menyapaku dengan ramah.

“Eh eh, calon pelakor datang juga ke sini. Pantesan kok bau tahu dari tadi, ternyata di sini biangnya.“

Aku menatap ke asal suara, tahu siapa pelakunya. Sudah pasti Dewi. Semua orang kini memperhatikan kami karena suara Dewi yang cukup nyaring.

“Wi udah, kita di sini mau silaturahmi, jangan cari ribut dong.“

“Fit, aku gak bicara sama kamu. Tapi sama teman kamu ini yang suaminya cuma jualan tahu dan dengan gak tahu dirinya mau rebut suami orang.“

Bisik-bisik mulai terdengar. Aku memejam berusaha menaham amarah yang timbul. Fitri di sebelahku mencoba maju namun aku menahan tangannya.

“Ya iyalah jadi pelakor. Uang bulanannya dari suami tukang tahu gak cukup. Nyesel kamu, kan, Mir. Makanya nyari suami itu kayak aku yang memang kaya raya, punya duit banyak, punya usaha di mana-mana. Sekarang malah mau kerjasama, sama salah satu perusahaan besar. Lihat diri kamu, aku jadi kasihan. Datang ke sini gak pakai perhiasan apa-apa. Paling cuma … cincin pernikahan yang gak seberapa itu.“

“Wi, cukup ya! Kamu—“

Bruk.

“Arrghh….“ Dewi menjerit nyaring saat seorang waiters menabraknya dan menumpahkan minuman di bajunya.

“Maaf, Bu, maaf saya gak sengaja.“

Alisku bertaut, aku seperti mengenali suara ini. Beranjak maju dua langkah, kulihat Ghea yang berdiri dengan pakaian hitam putih itu. Gadis itu bekerja di sini?

“Kamu gimana sih? Jalan yang bener dong, lihat baju saya jadi basah. Ini itu harganya mahal tahu, gaji kamu juga gak bakalan bisa beli baju ini.“

“Iya Bu, maaf saya cuma orang kecil gak bakalan mampu beli ginian. Beli baju cukup bahan aja saya gak sanggup Bu. Apalagi baju yang kelebihan bahan sampai menjuntai ke bawah gini hingga buat saya kesandung, Bu.“

“Kamu ngatain saya?“

“Lah enggak Bu, saya lagi muji. Ibu orang kaya-kaya banget karena bisa beli baju ini.“

“Hhh …. pokoknya saya gak mau tahu, kamu harus ganti rugi, satu juta rupiah!“

“Apa?“ Ghea tiba-tiba pingsan tepat di depan Dewi. Membuat wanita itu kesal luar biasa. Aku hanya bisa terpaku melihat kejadian yang begitu cepat itu.

“Apa-apaan sih kamu, bangun gak? Bangun!“ Dewi menyentuh tubuh Ghea dengan kakinya. Aku melihat hal yang salah, cepat kudorong pelan tubuhnya agar ia mundur dari tubuh gadis itu.

“Apa kamu? Jangan ikut campur.“

“Meski dia salah, kamu gak layak memperlakukan dia kayak binatang, Wi, dia manusia.“

“Aah! Gak usah ceramah. Ini anak mesti tanggung jawab.“

“Dalam keadaan pingsan kayak gini?“

Dewi terlihat sangat marah. Aku memperhatikan wajahnya yang merah padam. Tanpa kata ia meninggalkan ruangan dengan langkah menghentak.

Aku segera menghampiri Ghea. Membantu mengangkatnya bersama rekan-rekannya yang lain. 

Lalu, sekilas saat kulihat samar-samar ia tersenyum. Matanya mengintip sembari mengacungkan jempol ke arahku. 

Loh pura-pura?

Related chapters

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 7 : Cincin 500 Juta

    Acara reuni tetap berlanjut dan aku tak melihat Dewi di manapun. Entah mungkin ia sedang berganti baju atau bagaimana aku tak terlalu memperdulikannya. “Lama lagi ya waktu berbuka?“ Pertanyaan Fitri membuatku menoleh dari layar ponsel. Mas Haris mengirim pesan dan menanyakan keberadaanku. Kasihan juga dia pasti sedang berbuka sendirian di rumah. Aku jadi menyesal ikut bukber di sini. “Lima belas menit lagi, Fit, sabar ya!“ ucapku menepuk bahunya. Ia hanya menghela nafas sembari mematikan ponsel. “Hai Mira, Fitri, apa kabar?“ Seorang wanita cantik menghampiri meja kami. Viola, salah satu teman yang merupakan istri dari pengusaha berlian. Dulu, dia begitu akrab dengan kami. Berbeda dengan Dewi, Viola yang lebih kaya saja gayanya tidak sesombong wanita itu. “Baik Viola, kamu bagaimana?“ jawabku dengan senyuman. Ia menyibakkan gamisnya dan menampilkan perutnya yang buncit. “Alhamdulillah lagi hamil anak kembar.“ “Wah selamat, Vi,” ucap Fitri sembari memeluk Viola, aku mengikuti

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 8 : David Sudah Gila

    “Kalau begitu, Mas akan mengatakan, sebenarnya ….“ Aku menunggu dengan tidak sabar dan jantung berdebar. Setiap perkataan yang ke luar dari mulut Mas Haris entah kenapa malah terasa lambat. “Sebenarnya ….“ “Ya.“ “Mas ….“ “Hm?“ “Tadi minum kopi tiga gelas di warkop Mbah Ruslam saat buka puasa karena kamu gak ada di rumah, Dik.“ Aku terpaku dengan mulut terbuka, walau perkataan Mas Haris sedikit membuatku kaget karena dia memang kularang minum kopi banyak dikarenakan asam lambungnya, namun bukan hal ini yang ingin kudengar. “Mas?“ ucapku tak mampu lagi mengatakan apa pun. Aku hanya bangkit dari tempat duduk sembari memegangi cincin yang tertaut di jemari. “Dik kamu gak marah, kan?“ tanya Mas Haris menahan tanganku hingga membuatku berbalik. Aku menjawab pertanyaannya dengan gelengan. “Enggak Mas, aku cuma capek saja.“ Mungkin … apa yang dikatakan Viola tak benar adanya. Mas Haris cuma tukang tahu, laki-laki yang menjadi suamiku itu tak mungkin punya uang sebanyak lima ratus

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 9 : Siapa Sebenarnya Ghea?

    Mataku mengerjap kala mendengar suara seseorang sedang berbicara. Pusing yang melanda kepala membuat sedikit sulit untuk membuka mata sementara bias cahaya di atas sana sedikit membuat silau mata. Samar-samar saat aku menoleh ke samping, kulihat Ghea sedang berdiri tak jauh dariku dengan posisi membelakangi. Ia sedang melakukan panggilan dengan seseorang. “Baik Pak, saya memastikan Bu Mira aman bersama saya.“ Sayup-sayup kudengar suaranya terlintas dalam benak. Pak? Siapa yang tengah gadis itu telpon bahkan dengan membawa-bawa namaku. “Ghea, itu kamu?“ tanyaku memastikan dengan suara lirih. Perlahan Ghea berbalik, dapat kulihat wajahnya tampak panik saat menoleh ke arahku. Dengan cepat ia menutup panggilan dan berjalan cepat menghampiriku. “Bu Mir— maksud saya Mbak Mira sudah sadar?“ tanyanya sembari memperhatikanku dengan lekat, lalu tampak bernafas lega setelahnya. “Saya di mana?“ tanyaku sembari memegangi belakang kepala yang sedikit nyeri, rasa pusing masih samar-samar kurasa

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 10 : Panggilan Di Ponsel Ghea

    Aku terpaku setelah ke luar dari taksi. Pintu rumahku tengah diperbaiki oleh seseorang dan ada Bu Gia di sebelahnya. Kualihkan pandangan pada Ghea yang juga baru keluar dari taksi. Dia hanya tersenyum saat tahu arti dari tatapanku“Kamu bayar orang buat perbaikin pintu rumah Mbak, Ghe?“ tanyaku lagi-lagi terkejut atas tindakannya. “Iya, gak apa-apa, kan, Mbak? Aku juga yang minta Bu Gia buat nengokin rumah Mbak sekalian mengokin yang kerja perbaikin pintu. Soalnya pintunya rusak dan gak bisa dikunci.““Ya, gak apa-apa, sih, tapi kamu harusnya bilang Mbak dulu kalau mau ngelakuin apa-apa. Persis yang kayak kamu lakuin tadi di rumah sakit. Bukannya Mbak gak menghargai niat baikmu tapi kalau kamu membantu sampai segininya Mbak jadi ngerasa gak enak dan bingung gimana mau gantinya.““Kan, aku udah bilang Mbak gak perlu ganti uang aku.““Tetap gak bisa gitu dong!“ Aku menatapnya sembari menghela nafas. Merinci setiap pengeluaran pada hari ini tiba-tiba saja membuat pikiranku sedikit kacau

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 11 : Amarah Dewi

    Aku masih terpaku menatap layar ponsel Ghea yang terus berdering. Berbagai pikiran mulai berkecamuk dalam kepala.Haris? Nama yang sama dengan suamiku, tapi ... mungkinkah?"Eh, Mbak, ponsel Ghea bunyi, ya?"Ghea datang tiba-tiba, menyambar ponselnya secepat kilat tanpa kuketahui kapan dia mulai masuk ke dalam rumah."Sebentar, ya, Mbak, aku angkat telpon dulu!"Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Entahlah, aku merespon cepat tindakannya yang aneh. Mulai dari nama di ponselnya yang sama dengan Mas Haris, suamiku dan juga Ghea yang mengangkat telpon sampai ke luar dari ruang dapur, menjauh dariku.Bukankah, ini sedikit ... mencurigakan.Aku jadi penasaran dengan orang yang menelpon Ghea sekarang. Perlukah aku mengikutinya dan mendengarkan pembicaraan mereka? Tapi itu sungguh tidak sopan. Menguping pembicaraan orang lain bukanlah tindakan yang benar.Lalu, haruskah aku bertanya?"Maaf ya, Mbak, itu tadi bos Ghea nelpon mendadak nanyain urusan kerjaan." Ghea muncul kembali ke dapur d

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 12 : Berita di Televisi

    "Kamu gak boleh gitu Ghe!" ucapku setelah kami masuk ke dalam rumah dan kini telah duduk di meja makan sembari menunggu adzan maghrib."Lah, dianya kurang ajar Mbak, orang kayak gitu gak bisa dilembekin. Mbak harus ngelawan kalo gak bakalan ngelunjak. Masa gitu bejat kelakuan suaminya dia gak sadar-sadar juga, masih mau nyalahin orang lain lagi."Aku menghela nafas. "Tapi kamu bisa ajak Dewi buat ngomong baik-baik, soalnya dia lebih tua dari kamu.""Baik-baik?" Ghea melotot ke arahku, nada suaranya naik satu oktaf. Entahlah, bukankah seharusnya aku yang lebih emosi."Coba aja tadi aku lakuin kayak tadi, ngomong baik-baik, bisa-bisa Mbak bakalan digampar sama itu tante-tante rempong. Benar, kan? Jangan menyangkal Mbak, bahkan aku yang nahan tangannya tadi.""Ya ...." Aku memutar mata, mengalihkan pandangan ke arah lain karena Ghea terus menatapku. "Iya-iya, Mbak tahu kamu lakuin hal itu supaya Mbak gak kenapa-kenapa. Makasih kalau gitu.""Nah gitu dong!" ucap Ghea dengan sumringah. "Po

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 13 : Bapak Pingsan

    "Loh, Mbak, itu bukannya laki-laki bejat yang datang ke rumah Mbak ya? Suaminya di tante rempong?"Aku hanya bisa mengangguk sebagai jawaban. Keningku berkerut sembari berpikir keras. Seolah ...."Gila! Karma cepat sekali bekerja. Aku jadi ingin lihat si tante rempong nangis-nangis gara-gara suaminya di tangkap. Mbak lihat, kan? Yang dzalim selalu dapat adzab."Nah!Adzab? Itu kata yang sedari tadi kupikirkan namun tak kunjung menemukannya sampai Ghea mengatakannya. Entah kenapa, menurutku ini sangat kebetulan sekali. "Padahal baru kemarin dia mau jahatin, Mbak. Lihat kan! Orang jahat itu memang bakalan dipersulit hidupnya," ujar Ghea dengan wajah menahan geram. Aku yang berada di sebelahnya hanya memperhatikan.Aku lega sebenarnya mendengar berita ini melihat sikap Dewi dan David tak begitu baik padaku dan Mas Haris. Walaupun itu agak terasa janggal. Senang di atas penderitaan orang lain membuatku tampak seperti orang yang sangat jahat mengabaikan perilaku David dan Dewi selama ini.

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 14 : Kak Ita?

    "Mas!" panggilku saat Mas Haris tak kunjung merespon penjelasanku. Bukankah seharusnya ia terkejut mendengar berita ini, sesuatu yang belum pernah ia dengar."Kenapa?" tanya Mas Haris dengan datar. Aku menatapnya tak mengerti."Mas tidak merespon apapun seolah ini hal yang biasa. Aku ... jadi heran saja.""Ah, Mas hanya merasa ini sepadan. Bukankah ini hukuman karena David mengganggumu bahkan juga hampir melecehkanmu. Mas rasa tidak ada yang salah dia pantas mendapatkannya walau Mas gak menduga Bapak akan terkena imbasnya."Dahiku berkerut, ada yang terasa janggal di sini."Mas tahu, kalau aku diganggu oleh David? Bukankah aku belum cerita sama Mas soal kejadian itu?" tanyaku cepat. Masalah kemarin, saat David datang ke rumah aku belum menceritakannya pada Mas Haris. Tapi bagaimana suamiku bisa tahu?" Kutatap Mas Haris lekat, matanya yang beberapa saat lalu menatap tepat ke manik mataku kini mulai tak fokus. Hampir tiga tahun kami menjalani pernikahan. Dalam tiga tahun itu juga aku t

Latest chapter

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 85 : Pergi

    POV Haris"Mas," panggil Kanya membuatku menoleh. Tanpa sadar sedari tadi selama duduk di kursi, aku hanya melamun tanpa terganggu dengan lalu lalang orang yang lewat dan pesta dengan banyak orang ramai ini.Lagipula, tak ada satupun yang aku kenal di pesta ini. Semua yang menyalamiku hanya memberikan ucapan selamat sebagai basa-basi. Tak ada yang dikenal dekat kecuali satu orang yang sedari tadi membuatku kepikiran. Seseorang itulah yang membuat pikiranku sedikit kacau dan banyak melamun sejak tadi.Pak Fadlan, lelaki paruh baya dan kata-katanya sangat membuatku kepikiran. Rasanya tak mungkin orang biasa bisa seberani itu mengutarakan hal yang menurutku sedikit tidak sopan."Semuanya hanyalah tipu muslihat, Haris. Saya tak bisa berbuat banyak. Wanita itu telah melakukan banyak hal untuk merenggut hampir seluruh hidupmu. Yang bisa kulakukan hanya berdoa semoga ingatanmu cepat pulih karena yang kau lakukan saat ini adalah sebuah kesalahan besar."Wanita mana yang Pak Fadlan maksud? Seme

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 84 : Siapa Lelaki Paruh Baya Itu?

    POV HarisAwalnya kupikir memang ada yang disembunyikan oleh Kanya. Namun, saat melihat isi dalam gudang di halaman belakang pagi ini dengan rasa penasaran yang begitu menggebu, akhirnya aku tahu kalau Kanya memang tak menyembunyikan apapun.Tak ada apa-apa di sana. Hanya barang rongsokan berdebu yang disusun acak. Kecurigaanku sama sekali tak terbukti. Mungkin Kanya dan Mbak Wati hanya sedang berbicara serius tentang suatu hal hingga harus pergi ke halaman belakang, di mana tak ada orang.Aku menghela nafas, perasaan bersalah itu kembali menyelimuti. Entah benarkah ini, aku selalu berprasangka buruk pada Kanya."Tak ada jejak apapun yang membuktikan prasangkaku," ucapku menelisik sekali lagi isi ruangan yang berdebu tersebut. Lantas berbalik dan pergi keluar dari gudang belakang.Sesampainya di kamar, aku menemukan beberapa pesan dan panggilan tak terjawab dari Kanya. Tanpa pikir panjang aku segera menelponnya kembali."Ada apa?""Kamu gak lupa hari ini acara kita, kan, Mas?" tanya Ka

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 83 : Gagal

    POV Mira"Dia mengubah gedung yang ia sewa untuk pernikahan demi mengecoh kita."Aku bergeming. "Kalau begitu pernikahannya ...?"Aku menggeleng, berusaha mengenyahkan pikiran buruk dari kepala. Aku tak ingin memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin akan terjadi. Tidak sebelum aku membuktikannya."Jalu, apa Kanya tahu kalau kau berusaha merusak acaranya? Apa dia sempat melihatmu? Atau bahkan mata-matanya pernah memergokimu?""Saya pikir itu tidak mungkin, Bu Mira. Karena saya sudah sangat berhati-hati melakukannya. Termasuk membayar orang-orang yang saya percayai."Aku mengusap wajah dengan kasar, membenarkan letak hijab yang sudah tak karuan bentuknya."Jadi, kau melakukannya dengan bantuan orang lain juga?""Kita tak bisa melakukannya sendiri, Mbak. Untuk masuk ke dalam gedung, kami harus punya akses yang dipegang oleh orang-orang Kanya," ujar Ghea mewakili Jalu berbicara."Kalau begitu, secara tidak langsung kalian telah melakukan persekongkolan dengan orang-orang Kanya?""Y

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 82 : Hari Pernikahan

    POV MiraAku menggeleng tak habis pikir, namun juga tak menyalahkan. Mbak Wati berhasil menukar foto dalam gudang itu dengan foto Kanya bersama Mas Haris.Aku tahu, Mbak Wati melakukan hal itu karena terpaksa, dia juga menuruti Kanya karena takut dengan ancaman wanita itu.Untung saja aku sempat memeriksanya. Meski itu harus membuatku tidur hanya beberapa jam saja dan berusaha bangun sepagi ini. Saat langin masih gelap dan adzan subuh belum berkumandang.Aku tahu Kanya pasti merencanakan sesuatu dengan foto ini. Salah satu kemungkinan yang ada dalam pikiranku. Dia tak ingin Mas Haris secara tak sengaja menemukan foto ini dan ingatannya kembali."Wanita itu sangat licik," gumamku dengan tangan terkepal. Meski berusaha keras untuk tak memasukkan hal-hal negatif yang bisa memengaruhi pikiran dan nantinya akan berpengaruh ke janinku. Aku tetap tak bisa mencegahnya.Tingkah Kanya benar-benar sudah di luar batas. Dia dengan keegoisannya berusaha untuk meraih apa yang dia inginkan walau deng

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 81 : Foto-Foto Pernikahan

    POV Haris"Tuan ... sedang apa?" Aku terpekik kaget, saat melihat Ira tiba-tiba muncul di hadapanku. Segera aku menariknya untuk ikut bersembunyi di balik meja karena pekikanku tadi, mungkin sedikit terdengar oleh Kanya dan Mbak Wati."Kenapa kita bersembunyi, Tuan?" tanya Ira sesaat setelah kami terdiam cukup lama dalam keadaan saling bertatapan. Aku bergeming, tidak mungkin kujelaskan aku sedang menguntit Kanya. Bisa-bisa Ira menaruh curiga padaku. "B--bukan apa-apa sebenarnya. Tadi ada tikus, jadi saya sedikit terkejut.""Benarkah? Di mana? Baru kali ini saya mendengar ada tikus di rumah ini," ucap Ira sembari celingukan."Kamu, kan, baru kerja dua hari. Tidak tahu kalau di rumah ini sering banyak tikusnya."Ira menatapku dengan dua alis saling bertaut. Sepertinya masih cukup bingung. Entahlah, aku tak mengerti apa yang ada di pikirannya saat ini."Sebaiknya kamu kembali ke kamar untuk beristirahat. Kasihan bayi yang ada dalam kandunganmu kalau kau terlalu banyak bergerak ke san

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 80 : Tingkah Aneh Kanya

    POV Haris"Ira pulanglah, aku yang akan menemani Mas Haris di rumah sakit," ujar Kanya usai beberapa dokter dan perawat yang tadi datang memeriksa keluar dari ruangan."Aku akan pulang," ujarku cepat. "Lagipula kondisiku tak terlalu parah sampai harus dirawat di rumah sakit.""T--tapi Mas, ini juga untuk memastikan kalau kondisi kamu dalam keadaan baik-baik saja. Besok juga sudah hari pernikahan kita, kamu harus dalam keadaan sehat.""Kanya, apa kau lihat kondisiku memburuk?" ucapku penuh penekanan. Wanita berambut lurus itu menggeleng."Kalau begitu aku tetap pulang. Berada di rumah sakit ini juga tak memastikan kalau aku bisa beristirahat dengan baik.""Baiklah kalau begitu aku antar, ya," pinta Kanya sembari hendak memeluk lenganku.Aku menepisnya, tak kupedulikan gerutuan Kanya yang mengganggu telinga. Kulirik Ira yang sedikit terkejut."Ayo Ira, kau juga harus pulang bersama kami."****"Mas berubah!" Aku menoleh, menghela nafas saat menatap Kanya dengan bibir mencebik tengah me

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 79 : Kamu Siapa Sebenarnya Ira?

    POV HarisRasanya lega, kelegaan yang datang dari hati tanpa terpaksa. Usai kutunaikan kewajibanku sebagai umat muslim, seolah angin sejuk itu datang. Mengguyur dan menyiram rohani hingga ke kalbu."Tak pernah sedamai ini sejak aku bangun usai kecelakaan itu," ucapku sembari menatap sajadah yang masih terbentang. "Aku seolah kehilangan diriku sendiri di tengah hiruk pikuknya masalah."Aku bangkit, merapikan sajadah dan kopiah yang tersimpan di sudut lemari. Tertumpuk oleh banyaknya pakaian dan barang-barangku yang tak terpakai, seperti sudah sangat lama aku meninggalkannya.Aku menatap nanar pada cermin di hadapan. Pada diriku yang tampak tak kukenali. Pandanganku beralih pada dinding di samping.Bekas pigura yang hendak kucari tahu, namun terhenti karena Mbak Wati seperti mencegahku melakukannya. Jujur aku begitu penasaran.Mbak Wati, orang yang kupercaya itu sepertinya menyembunyikan sesuatu dariku. Bekas pigura yang kutanyakan padanya itu pasti adalah sesuatu yang ia rahasiakan. Ka

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 78 : Kebiasaan

    POV HarisAku tak tahu entah apa yang terjadi dengan diriku saat ini. Pertama kali wanita ini datang ke rumah setelah Mbak Wati meminta untuk menambah asisten rumah tangga baru, aku seperti merasakan sesuatu hal yang aneh padanya.Tatapannya, mata itu, meski aku tak mengingatnya sama sekali tapi aku sangat yakin. Ira, adalah sesorang yang kukenal atau dia yang mengenaliku. Karena tatapan itu ... penuh dengan kerinduan.Dan seharusnya, tatapan itu tidak ditujukan padaku orang yang baru dia kenali. Aku yakin ada sesuatu tentang Ira. Awalnya begitu, sampai dia mengatakan hal yang membantahkan pikiranku. Apalagi perkataan Kanya yang membuat perasaanku semakin bimbang.Aku membuka lengan yang menutup mata. Menatap langit-langit kamar. Perasaan asing itu mulai kembali lagi. Ingatan yang bahkan tak kuketahui sekalipun. "Rasanya hampa, seperti ada yang hilang dariku," bisikku sembari menghembuskan nafas perlahan. Pikiranku kacau, tapi aku sama sekali tak bisa tidur. Aku bangkit dari atas r

  • Suamiku Tukang Tahu   Bab 77: Telur Orak Arik

    "Gimana Mbak? Kalau Mbak setuju dengan rencana kami, Jalu akan segera melakukannya. Dia ada di gedung tepat di mana pesta pernikahan Pak Haris dan Kanya akan dilangsungkan."Aku tersenyum, bahkan tanpa lama berpikir atau mempertimbangkan perkataan Ghea, aku segera mengangguk untuk menyetujui perkataannya.Sedikit ekstrim, tapi rasanya hal itu pantas dilakukan karena memang pernikahan Mas Haris dan Kanya tak boleh dilaksanakan. Pernikahan mereka atas dasar kebohongan. Dan aku sebagai istri sahnya tak akan pernah menyetujui hal tersebut, sampai kapanpun!"Lakukan Ghea, katakan pada Jalu untuk melakukan apapun. Semua hal yang bisa membatalkan pernikahan suamiku dengan wanita tak waras itu. Aku mengizinkannya," tukasku seraya menggebu-gebu.Ada emosi yang terasa dalam setiap ucapanku. Yah, tak dipungkiri aku masih merasa marah atas semua hal yang terjadi saat ini. Dan ini semua terjadi setelah Kanya masuk dalam hidup kami."Mbak tenang saja, Jalu berada di pihak Mbak. Dia juga sangat seti

DMCA.com Protection Status