Bab 25Dia dan Kloningannya Meskipun Mas Saleh bilang kalau aku tidak perlu jualan online lagi, aku tetap mengerjakannya dengan sepenuh hati. Hutangku pada Mbak Desi tinggal sedikit lagi. Secepat mungkin akan kulunasi jika sudah cukup uangnya.“Dek, aku berangkat dulu, ya.” Mas Saleh beranjak dari meja makan setelah menyelesaikan sarapannya. Aku menghampirinya, kemudian mencium tangan suamiku itu. “Kamu pulang malam lagi, Mas?”“Eum … nggak tahu. Nanti aku kabari kamu aja.”Kuanggukkan kepala sebagai respons. “Mas,” panggilku sebelum dia benar-benar keluar dari halaman rumah. “Aku nggak keberatan hidup pas-pasan kayak dulu, kok. Aku menerima dengan ikhlas dan ridho dengan apa yang Mas berikan padaku.” Mas Saleh tidak langsung menjawab. Dia sepertinya tahu ke mana arah ucapanku tadi. Karena tidak kunjung mendapat jawaban, aku kembali berbicara, “Aku benar-benar lebih merasanya nyaman dengan kehidupan kita yang dulu, Mas. Kamu yang nggak pulang malam, banyak waktu juga buat main sama
Bab 26Penghinaan dari Kakak IparMbak Desi beberapa hari ini sudah tidak menerorku lagi. Berkat perhiasan yang dia ambil dariku, teror 'kapan bayar hutang?' itu tidak mengusik hari-hariku. Namun, bukan berarti tidak ada lagi ancaman. Kakak iparku itu mungkin diam-diam sedang menaikkan bunga hutangku lagi, dan tentu saja akan membuatku sulit untuk membayarnya. Kali ini aku tidak akan membiarkannya begitu saja. Alhamdulillah, berkat izin Allah, pelanggan kemarin benar-benar memborong daganganku sampai stok yang ada di rumah habis. Tentu saja untungnya juga lumayan dan bisa menambal kekurangan hutangku. Hari ini, setelah makan siang, aku berkunjung ke rumah Mas Mamat."Assalamualaikum." Kuketuk pintu dengan perasaan was-was. Setelah dua kali mengucapkan salam, akhirnya pintu terbuka dan memperlihatkan Mbak Desi yang raut wajahnya langsung masam ketika melihatku."Mau apa kamu?" Dia menyahut tanpa menjawab salamku."Anu, Mbak, aku ke sini buat bayar hutang." Meski ditatap tajam, aku m
Bab 27Mata TetanggaSepulang dari rumah Mas Mamat, tubuhku lemas kehilangan tenaga. Kevin yang berada di sampingku juga memperhatikanku dengan lamat-lamat. Mungkin tahu bagaimana perasaanku saat ini.Aku harus cari cara biar bisa secepat mungkin dapat tambahan 2 juta lagi untuk bisa melunasi hutang dan bunga. Sejenak aku berpikir untuk mengatakan pada Mas Saleh kalau perhiasanku dicuri maling. Mungkin itu akan lebih mudah, tetapi sama artinya aku tidak menghargai pemberian suamiku sendiri. Ya Allah, aku sangat dilema sekarang. Dari mana aku mendapat uang 2 juta dalam waktu sesingkat ini? Tidak bisa. Daripada berandai-andai saja tanpa usaha, lebih baik aku memasang iklan lagi ke sosial media aku yang baru seperti akun Facebook yang sebelumnya tidak pernah kugunakan, Instagram dan aku juga berselancar ke Twitter. Tidak tahu apakah pasar di sana itu memungkinkan, tetapi apa masalahnya aku untuk mencoba?Aku notifikasi penerimaan atas permintaan pertemanan pada salah satu temannya Mas
Bab 28Gunjingan TetanggaSetelah mendengar cerita dari Mbak Anita, aku jadi semakin curiga dengan suamiku, lebih lebih lagi pada sosok Tante Feby yang menjadi kecurigaanku selama ini. Hubungan seperti apa yang terjadi antara kedua orang itu? Mas Saleh tidak pernah terlibat dengan seorang wanita pun selama berhubungan denganku. Dia selalu menjaga perasaanku sebagai istri dan ibu dari anaknya. Tentu saja aku tidak langsung percaya atas apa yang aku lihat dan aku dengar. Meskipun kegelisahan tidak bisa aku kupungkuri.Setelah melayani beberapa pelanggan, Kevin bangun dan merengek untuk pergi beli jajan di warung depan. Karena belum ada pelanggan lagi yang masuk dan meng-order barang, aku bisa meninggalkan pekerjaanku untuk sementara waktu.Keuntungan pekerjaan sebagai pedagang online memang sangat fleksibel waktunya, tinggal pintar-pintarnya aku mengatur waktu agar pekerjaan dan anak tidak keteteran. Kami singgah di warung kelontong milik Bu Sarah, wanita paruh baya yang sudah memilik
Bab 29Curahan Hati yang CurigaAku hampir tidak mengajak Mas Saleh berbicara sepanjang malam. Suasana hatiku masih buruk benar-benar hancur gara-gara rangkaian kejadian tak mengenakkan pagi ini. Dia terus mengajakku berbicara, tetapi seringkali aku abaikan begitu saja dan pura-pura fokus mengurus orderan. Padahal, pesanan hari ini sudah tutup. "Kamu ini kenapa, sih, Dek? Kamu cuekin Mas terus dari tadi. Apa Mas ngelakuin kesalahan?"Masih pura-pura sibuk dengan ponsel, aku mengabaikannya."Nggak baik, loh, Dek kalau mengabaikan suami kayak gitu." Kami masih ada di ruang tamu. Padahal, tadi Mas Saleh sudah masuk ke kamar, dan kupikir dia sudah tidur. Aku berniat untuk mengorek kembali akun Facebook-nya. Apa saja akan aku gali sampai tuntas dan bisa mendapatkan kebenaran. Lelah rasanya harus main curiga-curigaan terus. Kepalaku hampir pecah gara-gara foto doa dan Feby di Facebook. Terlebih, Mbak Desi yang terus-menerus membuat ulah dan seakan tak ingin melihatku hidup tenang. Seben
Bab 30Drama Kebohongan di Pagi Hari Setelah memastikan Mas Saleh sudah tidur, aku kembali berkutat dengan ponselku. Sekali lagi aku mengirim temannya FB-nya Mas Saleh pesan. Saat itu dia juga sedang aktif. Satu dua kali, dia mengabaikan pesanku. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk menerornya dengan runtutan pesan. Aku tentu tidak akan menyerah begitu saja. Setelah puluhan pesanku terkirim, dan mungkin saja dia merasa terganggu, dia mulai memberiku balasan.[Jadi bersedia pesan tidak?]Aku benar-benar tidak mengerti apa yang dia maksud dengan ‘pesan’ atau ‘sewa’. Aku lihat timeline-nya, dan di sana dia tidak memasang iklan sama sekali. Lalu, aku mau pesan apa? Ada-ada saja orang ini.Aku tidak meladeni pertanyaannya yang tadi dan menanyakan hal lain. [Apa kamu kenal sama Elina Syantikk?][Kamu teman FB-nya?][Iya.][Maaf, saya tidak bisa memberitahu identitas klien kami, kecuali kalau kamu berminat untuk jadi klien kami.][Memangnya kamu jualan apa?] Setelah itu, akunnya sudah t
Suamiku Simpanan Tante-tante Bab 31PenyamaranMas Saleh akhirnya berangkat tanpa sarapan. Sedikit aku merasa lega karena dia percaya dengan apa yang kuceritakan tentang perhiasan itu. Paling tidak ini yang sedikit mengurangi rasa kekhawatiranku.Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah seperti membangunkan Kevin dan mengurus dia sampai menyuapinya, mengurus beberapa pesanan yang datang tadi malam, saat aku melakukan investigasi ala emak-emak yang sedang curiga dengan suaminya. Aku biarkan Kevin bermain di halaman bersama anak tetangga. Sementara aku mengawasinya dari teras, sambil mulai mengiklankan daganganku.Aku berharap keuntungan penjualanku hari ini bisa sedikit demi sedikit menambal kekurangan hutang yang harus aku bayarkan kepada Mbak Desi. Butuh waktu lama sebenarnya, aku takutkan adalah bunga itu yang akan terus mengembang udah sampai selamanya aku tidak akan bisa membayar hutang. Mungkin itu yang diinginkan oleh kakak iparku. Entah saat aku dalam keadaan susah maupun senan
Bab 32Suamiku Simpanan Tante-tante Kamus Kotor Si TanteSegera Aku mau bawa Kevin masuk ke dalam rumah, dia masih terus menangis saat aku sedang mencari kotak obat. Namun, sayangnya obat merah dan plester sudah habis. "Aduh, Sayang. Maaf ... sabar, ya. Kita beli di apotek depan, yuk." Aku berusaha untuk tetap tenang dan tidak menunjukkan kekhawatiranku yang berlebihan kepada Kevin. Aku membersihkan lukanya terlebih dahulu menggunakan tisu, beruntung lukanya tidak terlalu dalam dan lebar. Hanya saja darahnya sulit untuk berhenti mengalir. Apa aku harus membawanya ke klinik saja sekalian? Takut kalau ada luka dalam. Sebelumnya aku melihat Keisha yang memegang batu di tangannya. Mungkin menggunakan batu yang ukurannya cukup dalam genggaman tangan anak kecil itu dia melukai Kevin. "Tunggu sebentar, Nak. Ibu mau ambil tas dulu." Setelahnya aku menggendong dia dan naik ojek untuk menuju ke klinik terdekat. Bersyukur karena klinik Kasih Bunda tidak terlalu ramai jadi Kevin langsung di