Bab 32Suamiku Simpanan Tante-tante Kamus Kotor Si TanteSegera Aku mau bawa Kevin masuk ke dalam rumah, dia masih terus menangis saat aku sedang mencari kotak obat. Namun, sayangnya obat merah dan plester sudah habis. "Aduh, Sayang. Maaf ... sabar, ya. Kita beli di apotek depan, yuk." Aku berusaha untuk tetap tenang dan tidak menunjukkan kekhawatiranku yang berlebihan kepada Kevin. Aku membersihkan lukanya terlebih dahulu menggunakan tisu, beruntung lukanya tidak terlalu dalam dan lebar. Hanya saja darahnya sulit untuk berhenti mengalir. Apa aku harus membawanya ke klinik saja sekalian? Takut kalau ada luka dalam. Sebelumnya aku melihat Keisha yang memegang batu di tangannya. Mungkin menggunakan batu yang ukurannya cukup dalam genggaman tangan anak kecil itu dia melukai Kevin. "Tunggu sebentar, Nak. Ibu mau ambil tas dulu." Setelahnya aku menggendong dia dan naik ojek untuk menuju ke klinik terdekat. Bersyukur karena klinik Kasih Bunda tidak terlalu ramai jadi Kevin langsung di
Bab 33Sekilas Tentang Tante FebyAku tidak banyak mengobrol dengan Tante Feby. Entah apa yang dia beli di apotek, aku juga tidak merasa penasaran sama sekali. Saat aku mendapat giliran untuk mengambil obat, dia banyak bicara dengan Kevin. Setelah selesai, aku langsung berpamitan. Rasanya tidak ingin terus berlama-lama ada di tempat yang sama dengan Tante Feby. Aku butuh banyak orang bukti untuk memastikan hubungan apa yang terjalin antara Mas Saleh dengannya. Besar kemungkinan kalau Mas Saleh memang berselingkuh, tetapi kenapa? Apa yang membuat dia jadi tega bermain di belakangku? Mas Saleh bukan tipikal orang yang bisa berselingkuh. Aku yakin kalau dia masih sangat mencintaiku, aku berani menjamin hal itu. Hanya saja, jika aku tanyakan alasannya kepada Mas Saleh, dia pasti akan mengelak habis-habisan dan memiliki banyak alasan untuk terus menghindar. Karena itulah, aku harus mencari tahunya sendiri."Salam buat suamimu, ya. Tetap jaga kesehatan biar kalau main itu tetap bisa memu
Bab 34Perhatian dari Tante“Ini Kevin kenapa, Dek?” tanya Mas Saleh saat baru pulang dan disambut oleh anaknya. “Tadi habis berantem sama Keisha, Mas,” kataku berterus terang.Mas Saleh langsung berjongkok di depan Kevin, kemudian mengelus kepalanya dengan sayang. “Ya Allah, Nak. Kamu nggak apa-apa? Sakit, ya?” Mata Kevin mulai berkaca-kaca, wajahnya seperti orang merajuk bercampur dengan menahan tangis. Yang keluar justru isak kecil, kepala dia mengangguk. Anak itu tidak banyak bicara. “Aduh, Sayang ….” Mas Saleh segera membawa Kevin ke dalam pelukannya, menepuk-nepuk punggung kecil putra kami.Sementara aku tersenyum melihat mereka. Kevin selalu manja, tetapi dalam kriteria wajar, saat bersama bapaknya. Mas Saleh juga begitu, ayah yang bijak dan penyayang. Dia bahkan tidak berbicara selain memberi semangat seperti, “Nggak apa-apa, Nak. Meski sakit, nanti juga sembuh, kok. Kalau mau nangis, nggak apa juga. Tetap berteman sama Keisha, ya … jangan musuhan. Nggak baik kalau sama tem
Bab 35Anak Kena GatahnyaSegala cara sudah aku lakukan sebaik mungkin untuk membuat Mas Saleh menyerah dengan pekerjaan sampingannya. Akan tetapi, dia selalu mengelak dengan berbagai alasan juga. Aku semakin dibuat cemas dan gelisah di setiap saat. Akun yang aku gunakan untuk menggoda suamiku dan Tante Faby itu menunjukkan bahwa mereka memang dua orang yang memiliki sisi gelap yang hampir sama.Bagaimana bisa Mas Saleh bersikap buka-bukaan dengan wanita lain yang baru dia kenal lewat akun sosial media? Sama saja dengan Tante Feby. Wanita itu jauh lebih tidak bisa terkontrol lagi."Kevin, kamu kalau main hati-hati, ya, Nak." Aku sudah selesai memberi dia makan dan memakaikan dia sandal karena dia ingin bermain dengan anak tetangga. Namanya anak kecil pasti mudah untuk bergabung lagi dengan temannya meski sempat adu jotos. Memiliki pemikiran yang sangat sederhana dan mudah lupa atas apa yang terjadi kemarin. Berharap kali ini Kevin bisa bermain dengan tenang tanpa harus diusik oleh i
Bab 36Desahan di Seberang TeleponAku menunggu Mas Saleh pulang. Hari ini dia tumben sekali tidak menghubungiku akan pulang malam atau tidak. Sejujurnya, aku juga akan menagih penjelasan sekaligus mengadu terkait gosip yang sudah menyebar di komplek ini. Setelah kedatangan ibunya Keisha, Kevin jadi murung. Dia sudah ditolak juga oleh teman-temannya yang lain. Katanya, ibu mereka melarang Kevin untuk bermain dengan anaknya. Bukankah ini sangat tidak adil?Karena jengkel, aku menghampiri salah satu orang tua temannya Kevin. Rumah itu tidak jauh dari rumahnya Keisha. Di sana aku bertanya baik-baik, meski rasanya ingin balas memaki sebagaimana yang mereka lakukan pada kami. Tidak ada yang berjalan dengan baik. Tidak hanya satu atau dua tetangga yang berpikiran seperti ibunya Keisha. Kevin pulang dengan perasaan kecewa kerena tidak mendapatkan teman yang bisa diajak main. Saat sampai di rumah, dia menangis. Ibu mana yang tidak akan merasa sakit hati saat anaknya di perlakukan seperti in
Bab 37Air Mata Tengah MalamMas Saleh pulang larut malam hari ini. Setikar pukul 11 malam, dia baru menampakkan batang hidungnya di depan pintu. “Assalamu’alaikum, Dek,” salamnya dengan senyum hangat kala aku membukakan pintu untuknya.“Wa’alaikumsalam,” jawabku seraya memintanya untuk masuk. “Kamu nggak nungguin aku sampai belum tidur di jam segini, ‘kan?” tanyanya saat kami menuju ke kamar.“Aku mana bisa tidur kalau kamu belum pulang?”“Ya ampun, Dek. Udah aku bilangin sejak jauh-jauh hari kalau kamu nggak perlu sampai terjaga.” Dia menghentikan langkahku dan meminta untuk duduk di sofa ruang tamu terlebih dahulu. Aku pikir dia sudah lelah, jadi aku juga mau bersiap tidur saja. “Mas, kamu nggak lelah? Kalau mau mandi, aku bisa siapkan air hangat biar tidurmu juga nyenyak.” Kami sudah berada duduk di sofa panjang. Dia menyenderkan kepala di pundakku. “Aku udah mandi, kok, tadi.”Seketika aku menarik diri darinya dan menatap Mas Saleh dengan tatapan curiga. “Mandi? Kamu mandi d
Bab 38 Balik MengancamAku terus mendesak Mas Saleh, tetapi dia mengelak dengan berdalih kalau yang dikhawatirkan olehku tidaklah benar. Semua yang dituduhkan oleh para tetangga hanya fitnah belaka. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi agar Mas Saleh bisa jujur padaku."Kamu harus percaya sama aku dek! Semua yang dikatakan tetangga itu nggak benar!""Kalau gitu jelaskan siapa orang yang selalu pulang sama kamu sampai tengah malam? Apa tadi juga kamu pulangnya bareng sama perempuan itu?" Aku tahu kalau ribut di tengah malam seperti ini tidaklah baik titik tetangga juga bisa mendengar keributan kami. Akan tetapi rasanya aku tidak bisa menahan lagi gejolak amarah dengan diriku. "Tetangga bisa saja salah lihat. Aku memang terkadang pulang bersama penghuni komplek ini yang bekerja di komplek sebelah. Dia itu kalau pulang memang selalu malam banget, Dek. Kerjanya lembur terus kadang juga shift malam. Kurang lebih sama kayak aku. Namanya Mbak Dian. Dia itu penghuni baru rumah yang ada di
Bab 39Tawaran Kerjaan BaruMakan siang di rumah Mas Mamat berjalan dengan baik. Mbak Desi juga tidak banyak bicara kerena mungkin dia mulai merasa terancam tentang apa yang aku bicarakan tadi. Sebenarnya, aku tidak bermaksud untuk benar-benar mengancamnya, tetapi karena keadaan cukup mendukung, aku bisa apa? hehehe.“Saleh gimana pekerjaannya, Ga? Apa lancar aja?” tanya Mas Mamat saat kami selesai makan.“Alhamdulillah lancar, Mas.” Kami sedang ada di teras. Aku memangku Kevin yang asyik main dengan mobil-mobilannya.“Aku dengar dia punya kerjaan sampingan.” “Eh?”“Kerjaan sampingan Saleh apa, Dek?” Mas Mamat mengeluarkan puntung rokok, tetapi sepertinya dia baru ingat ada Kevin di depannya, jadi dia kembali memasukkan benda bertembako itu ke tempatnya. “Desi bilang kalau suami kamu cukup sukses di perkerjaan sampingannya juga.”Ternyata Mbak Desi tidak seperti apa yang aku pikir. Dia tidak akan membiarkan aku hidup dalam ketenangan.“Oh, eum … Alhamdulillah, Mas. Mas Saleh memang