Bab 28Gunjingan TetanggaSetelah mendengar cerita dari Mbak Anita, aku jadi semakin curiga dengan suamiku, lebih lebih lagi pada sosok Tante Feby yang menjadi kecurigaanku selama ini. Hubungan seperti apa yang terjadi antara kedua orang itu? Mas Saleh tidak pernah terlibat dengan seorang wanita pun selama berhubungan denganku. Dia selalu menjaga perasaanku sebagai istri dan ibu dari anaknya. Tentu saja aku tidak langsung percaya atas apa yang aku lihat dan aku dengar. Meskipun kegelisahan tidak bisa aku kupungkuri.Setelah melayani beberapa pelanggan, Kevin bangun dan merengek untuk pergi beli jajan di warung depan. Karena belum ada pelanggan lagi yang masuk dan meng-order barang, aku bisa meninggalkan pekerjaanku untuk sementara waktu.Keuntungan pekerjaan sebagai pedagang online memang sangat fleksibel waktunya, tinggal pintar-pintarnya aku mengatur waktu agar pekerjaan dan anak tidak keteteran. Kami singgah di warung kelontong milik Bu Sarah, wanita paruh baya yang sudah memilik
Bab 29Curahan Hati yang CurigaAku hampir tidak mengajak Mas Saleh berbicara sepanjang malam. Suasana hatiku masih buruk benar-benar hancur gara-gara rangkaian kejadian tak mengenakkan pagi ini. Dia terus mengajakku berbicara, tetapi seringkali aku abaikan begitu saja dan pura-pura fokus mengurus orderan. Padahal, pesanan hari ini sudah tutup. "Kamu ini kenapa, sih, Dek? Kamu cuekin Mas terus dari tadi. Apa Mas ngelakuin kesalahan?"Masih pura-pura sibuk dengan ponsel, aku mengabaikannya."Nggak baik, loh, Dek kalau mengabaikan suami kayak gitu." Kami masih ada di ruang tamu. Padahal, tadi Mas Saleh sudah masuk ke kamar, dan kupikir dia sudah tidur. Aku berniat untuk mengorek kembali akun Facebook-nya. Apa saja akan aku gali sampai tuntas dan bisa mendapatkan kebenaran. Lelah rasanya harus main curiga-curigaan terus. Kepalaku hampir pecah gara-gara foto doa dan Feby di Facebook. Terlebih, Mbak Desi yang terus-menerus membuat ulah dan seakan tak ingin melihatku hidup tenang. Seben
Bab 30Drama Kebohongan di Pagi Hari Setelah memastikan Mas Saleh sudah tidur, aku kembali berkutat dengan ponselku. Sekali lagi aku mengirim temannya FB-nya Mas Saleh pesan. Saat itu dia juga sedang aktif. Satu dua kali, dia mengabaikan pesanku. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk menerornya dengan runtutan pesan. Aku tentu tidak akan menyerah begitu saja. Setelah puluhan pesanku terkirim, dan mungkin saja dia merasa terganggu, dia mulai memberiku balasan.[Jadi bersedia pesan tidak?]Aku benar-benar tidak mengerti apa yang dia maksud dengan ‘pesan’ atau ‘sewa’. Aku lihat timeline-nya, dan di sana dia tidak memasang iklan sama sekali. Lalu, aku mau pesan apa? Ada-ada saja orang ini.Aku tidak meladeni pertanyaannya yang tadi dan menanyakan hal lain. [Apa kamu kenal sama Elina Syantikk?][Kamu teman FB-nya?][Iya.][Maaf, saya tidak bisa memberitahu identitas klien kami, kecuali kalau kamu berminat untuk jadi klien kami.][Memangnya kamu jualan apa?] Setelah itu, akunnya sudah t
Suamiku Simpanan Tante-tante Bab 31PenyamaranMas Saleh akhirnya berangkat tanpa sarapan. Sedikit aku merasa lega karena dia percaya dengan apa yang kuceritakan tentang perhiasan itu. Paling tidak ini yang sedikit mengurangi rasa kekhawatiranku.Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah seperti membangunkan Kevin dan mengurus dia sampai menyuapinya, mengurus beberapa pesanan yang datang tadi malam, saat aku melakukan investigasi ala emak-emak yang sedang curiga dengan suaminya. Aku biarkan Kevin bermain di halaman bersama anak tetangga. Sementara aku mengawasinya dari teras, sambil mulai mengiklankan daganganku.Aku berharap keuntungan penjualanku hari ini bisa sedikit demi sedikit menambal kekurangan hutang yang harus aku bayarkan kepada Mbak Desi. Butuh waktu lama sebenarnya, aku takutkan adalah bunga itu yang akan terus mengembang udah sampai selamanya aku tidak akan bisa membayar hutang. Mungkin itu yang diinginkan oleh kakak iparku. Entah saat aku dalam keadaan susah maupun senan
Bab 32Suamiku Simpanan Tante-tante Kamus Kotor Si TanteSegera Aku mau bawa Kevin masuk ke dalam rumah, dia masih terus menangis saat aku sedang mencari kotak obat. Namun, sayangnya obat merah dan plester sudah habis. "Aduh, Sayang. Maaf ... sabar, ya. Kita beli di apotek depan, yuk." Aku berusaha untuk tetap tenang dan tidak menunjukkan kekhawatiranku yang berlebihan kepada Kevin. Aku membersihkan lukanya terlebih dahulu menggunakan tisu, beruntung lukanya tidak terlalu dalam dan lebar. Hanya saja darahnya sulit untuk berhenti mengalir. Apa aku harus membawanya ke klinik saja sekalian? Takut kalau ada luka dalam. Sebelumnya aku melihat Keisha yang memegang batu di tangannya. Mungkin menggunakan batu yang ukurannya cukup dalam genggaman tangan anak kecil itu dia melukai Kevin. "Tunggu sebentar, Nak. Ibu mau ambil tas dulu." Setelahnya aku menggendong dia dan naik ojek untuk menuju ke klinik terdekat. Bersyukur karena klinik Kasih Bunda tidak terlalu ramai jadi Kevin langsung di
Bab 33Sekilas Tentang Tante FebyAku tidak banyak mengobrol dengan Tante Feby. Entah apa yang dia beli di apotek, aku juga tidak merasa penasaran sama sekali. Saat aku mendapat giliran untuk mengambil obat, dia banyak bicara dengan Kevin. Setelah selesai, aku langsung berpamitan. Rasanya tidak ingin terus berlama-lama ada di tempat yang sama dengan Tante Feby. Aku butuh banyak orang bukti untuk memastikan hubungan apa yang terjalin antara Mas Saleh dengannya. Besar kemungkinan kalau Mas Saleh memang berselingkuh, tetapi kenapa? Apa yang membuat dia jadi tega bermain di belakangku? Mas Saleh bukan tipikal orang yang bisa berselingkuh. Aku yakin kalau dia masih sangat mencintaiku, aku berani menjamin hal itu. Hanya saja, jika aku tanyakan alasannya kepada Mas Saleh, dia pasti akan mengelak habis-habisan dan memiliki banyak alasan untuk terus menghindar. Karena itulah, aku harus mencari tahunya sendiri."Salam buat suamimu, ya. Tetap jaga kesehatan biar kalau main itu tetap bisa memu
Bab 34Perhatian dari Tante“Ini Kevin kenapa, Dek?” tanya Mas Saleh saat baru pulang dan disambut oleh anaknya. “Tadi habis berantem sama Keisha, Mas,” kataku berterus terang.Mas Saleh langsung berjongkok di depan Kevin, kemudian mengelus kepalanya dengan sayang. “Ya Allah, Nak. Kamu nggak apa-apa? Sakit, ya?” Mata Kevin mulai berkaca-kaca, wajahnya seperti orang merajuk bercampur dengan menahan tangis. Yang keluar justru isak kecil, kepala dia mengangguk. Anak itu tidak banyak bicara. “Aduh, Sayang ….” Mas Saleh segera membawa Kevin ke dalam pelukannya, menepuk-nepuk punggung kecil putra kami.Sementara aku tersenyum melihat mereka. Kevin selalu manja, tetapi dalam kriteria wajar, saat bersama bapaknya. Mas Saleh juga begitu, ayah yang bijak dan penyayang. Dia bahkan tidak berbicara selain memberi semangat seperti, “Nggak apa-apa, Nak. Meski sakit, nanti juga sembuh, kok. Kalau mau nangis, nggak apa juga. Tetap berteman sama Keisha, ya … jangan musuhan. Nggak baik kalau sama tem
Bab 35Anak Kena GatahnyaSegala cara sudah aku lakukan sebaik mungkin untuk membuat Mas Saleh menyerah dengan pekerjaan sampingannya. Akan tetapi, dia selalu mengelak dengan berbagai alasan juga. Aku semakin dibuat cemas dan gelisah di setiap saat. Akun yang aku gunakan untuk menggoda suamiku dan Tante Faby itu menunjukkan bahwa mereka memang dua orang yang memiliki sisi gelap yang hampir sama.Bagaimana bisa Mas Saleh bersikap buka-bukaan dengan wanita lain yang baru dia kenal lewat akun sosial media? Sama saja dengan Tante Feby. Wanita itu jauh lebih tidak bisa terkontrol lagi."Kevin, kamu kalau main hati-hati, ya, Nak." Aku sudah selesai memberi dia makan dan memakaikan dia sandal karena dia ingin bermain dengan anak tetangga. Namanya anak kecil pasti mudah untuk bergabung lagi dengan temannya meski sempat adu jotos. Memiliki pemikiran yang sangat sederhana dan mudah lupa atas apa yang terjadi kemarin. Berharap kali ini Kevin bisa bermain dengan tenang tanpa harus diusik oleh i
EndingBab 1182 tahun kemudian.Pasca perceraian Mega dan Saleh, tidak ada yang menempati rumah kontrakan mereka sebelumnya. Mega memilih untuk tinggal di perumahan sederhana yang berada dekat dengan toko edelweis. Wanita yang kini single parent tersebut terlihat sedang menyiapkan keperluan sekolah anaknya."Kevin, Nak. Ayo segera, nanti kamu terlambat kalau mau nonton TV terus," ujarnya sambil menata bekal yang dia masukkan ke dalam tas sang anak. "Ibu, besok ulang tahunku." Dibanding dengan memberitahu, Kevin terdengar lebih seperti anak yang sedang merengek. "Oh, ya?!" Mega terlihat terkejut. "Masa, sih? Bukannya minggu depan, ya?" Melihat reaksi ibunya, Kevin memberenggut kesal. Tampaknya anak itu kecewa karena dia pikir sang Ibu sudah mempersiapkan sesuatu untuk hari kelahirannya besok. Dia berjalan dengan bahu yang terkulai lemas menuju ibunya, mengulurkan tangan untuk mengambil tas. "Ya udah, deh," bisiknya.Mega diam-diam tersenyum geli. "Wah, Nak. Gimana, nih? Besok bang
Bab 117Mega tidak langsung menjawab pertanyaan dari Ari, teater diam beberapa saat. Di sisi lain Hilda meskipun merasa tidak enak dan ingin memarahi Ari yang ceritanya seperti itu, dia juga tidak bisa mengelak dengan rasa ingin tahu punya tentang perasaan Mega saat ini.Mega sendiri sudah cukup memikirkan hal ini sejak kemarin malam dia bertanya kepada dirinya sendiri tentang keputusan yang telah diambil dulu. Mungkinkah dirinya menyesal karena telah menerima oleh kembali dalam hidupnya? "Kalau terlalu berat buat dijawab, nggak perlu dijawab juga kok Mbak." Ari memberi pengertian karena hal yang dia tanyakan memang cukup sensitif."Akan terkesan bohong juga jika saya bilang baik-baik saja sekarang tapi Jika ditanya tentang penyesalan itu apa saya rasa nggak. Kalau dipikir-pikir memang menyakitkan karena telah dikhianati dua kali. Tapi di sisi lain aku merasa sudah melakukan hal yang tepat karena memberi kesempatan untuk seseorang bukan hal yang buruk." Mega tersenyum. "Aku merasa s
Bab 116Apakah Menyesal?Retno diantar pulang oleh Hilda dan Ari sedangkan Mega dan Saleh pulang ke rumahnya. Hal ini mengenai rumah tangga sepasang suami istri itu yang harus diselesaikan secara pribadi.Saat ini Retno Hilda berada di mobil Ari. Sambil menyetir lelaki itu bertanya, "Kapan kamu memanggil Mega? Kamu bilang nggak mau ngasih tahu dia lebih dulu."Hilda tampak murung, dia juga tidak menyangka bahwa dugaannya selama ini memang benar. "Aku cuma nggak mau Mbak Mega tahu dari orang lain, aku harus ngasih tahu dia karena dia yang paling berhak tahu tentang kelakuan suaminya." Dia melirik ke arah jok belakang di mana Retno berada. "Retno, aku minta maaf karena membiarkanmu menutup toko sendirian.""Ini bukan salah Mbak Hilda, kok. Lagian berkat mbak Hilda juga aku bisa selamat. Mas Ari saya benar-benar berterima kasih atas bantuannya yang tadi." Sekarang kondisi Retno jauh lebih membaik dia, tidak terlihat gemetaran seperti beberapa waktu yang lalu."Besok mungkin toko akan tut
Bab 115Tak Bisa BerkutikRetno bingung harus berkata apa. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa akan mendapatkan tawaran makan malam bersama dari Saleh. Dia masih pada dirimu waktu di depan pintu toko sebelum akhirnya tiba-tiba Saleh menarik tangannya. "Pak Saleh?! Apa yang Anda lakukan?" Dia mulai jadi takut sekarang dia melihat ke sekeliling mencoba untuk mencari pertolongan.Namun, entah mengapa mendadak suasana menjadi sepi dan orang-orang tidak peduli kepadanya. Retno mencoba untuk melepaskan diri dari genggaman Saleh tetapi lelaki itu justru semakin mengeratkan pegangannya."Pak Saleh, Apa yang anda lakukan?! Tolong lepaskan saya segera!" Ratna sedikit berteriak, tetapi dia justru mendatan4g berarti karena langkah lelaki itu demikian. Saleh menoleh dan menatap Retno dengan sorot mata tajam. "Ikut saja denganku atau kamu akan tahu akibatnya!""Tapi mau ke mana, Pak?! Saya harus segera pulang karena ibu pasti sedang menunggu saya."Retno masih berusaha untuk melepaskan diri s
Bab 114Saat ini saya sedang berada di toko titik dia melihat karyawannya yaitu Retno dan Hilda yang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Semenjak dirinya menjadi pemilik toko edelweis kegiatan yang Saleh lakukan tidak jauh-jauh dengan mengamati memperhatikan sedangkan hampir keseluruhan mengenai barang produk dan pengeluaran serta pendapatan masing-masing mendapat bagiannya.Saat itu juga, Saleh merasa benar-benar menjadi seorang usahawan yang sukses. Berbeda saat Mega yang menjadi pemilik toko itu, wanita tersebut tidak bisa membiarkan tubuhnya berada dalam keadaan santai. Bagi kedua karyawan di toko edelweis, sikap Saleh yang seperti itu sudah menjadi kebiasaan bagi mereka dan tidak perlu mempermasalahkannya karena memang karyawan yang harus bekerja."Retno," panggil saya ketika Si empunya nama sedang menata letak manekin yang digantung di tembok.Retno menjatuhkan pandangannya seraya menurunkan tongkat yang sedang dia pegang. "Ada apa Pak?""Bisa ikut saya ke ruang staf s
Bab 113Mega tidak mengajak Saleh bicara lagi setelah pertengkaran beberapa menit yang lalu. Saat ini dirinya masih berada di ruang tamu sedangkan Saleh sudah masuk ke dalam kamar. Setidaknya, Saleh tidak keluar lagi malam ini seperti malam-malam sebelumnya.Wanita itu sedang merenungkan, berpikir tentang apa yang kemungkinan terjadi pada suaminya itu sampai bisa marah besar dan memintanya agar pergi dari hadapan Mega merasa sakit hati, terluka dan tercabik-cabik namun dia juga berpikir bahwa mungkin saja terjadi sesuatu hal yang buruk saat Saleh berada di luar dan hal yang memungkinkan bagi lelaki tersebut melepaskan emosi ketika berhadapan dengan sang istri.Karena hal itulah Mega mencoba untuk mengerti dan memaafkan Saleh sekali lagi.Setelah cukup lama dia berada di ruang tamu sambil menunggu Anda harus suaminya tertidur terlebih dahulu, dia beranjak dari sana dan menuju ke kamar. Saat itu juga dia baru tersadar ada pakaian yang teronggok di lantai dan itu terlihat asing di matany
Bab 112"Kenapa kamu jadi bentak-bentak aku?! Emangnya apa yang salah, hah? Orang Kamu yang bilang sendiri waktu dulu, kok. Kamu butuh uang yang banyak karena nggak mau jadi bahan tertawaan dan ejekan teman, tenagga dan saudara sendiri!" Tidak mau kalah, Febi membalas dengan suara yang lebih nyaring. Hal itu tentu saja membuat orang-orang di sekitar mereka memperhatikan keduanya dengan tatapan heran sekaligus tatapan seolah mereka terganggu. Pelayan yang sedang menyajikan makanan di atas meja Mereka pun sampai melirik takut-takut baik kepada si wanita maupun pria."Tapi itu dulu, tante! Itu karena aku benar-benar putus asa! Aku nggak mau dipandang rendah sama orang lain! Tante mungkin nggak merasakan gimana penderitaanku saat itu karena tante emang nggak pernah kekurangan uang sama sekali!" Wajah Saleh memerah dengan bola mata yang melotot dan seolah hampir keluar hanya dengan satu kali hentakan saja. Dia tidak peduli dengan Bagaimana pandangan orang di sekitar melihatnya.. sudah ter
Bab 111“Ini, aku serius. Kalau aku jadi cowok, udah naksir berat sama Mbak Mega.” Hilda masih tetap bersikeras menjadikan mantan bosnya itu sebagai topik pembicaraan kali ini.“Kenapa mikirnya begitu?”“Yah, Mas ini nggak peka atau emang nggak peduli, sih?”“Apa bedanya?”Hilda terkikik. “Ya emang, sih. Apa yang bisa diharapkan sama Mas Ari? Hidupnya seakan terjebak dalam tempurung kelapa. Masa lalu masih aja menjadi alasan buat nggak melirik orang lain.” Dia mencibir, tidak peduli dengan eskpresi Ari yang hampi seperti ingin memakannya.“Nggak punya kaca atau emang udah lupa kalau kamu punya muka?” tukasnya tak mau kalah. “Orang yang punya masalah sama kenapa harus saling meledek, sih?” Jeda sesaat untuknya meminum es hingga tandas. “Kamu juga harus ingat kepada siapa kamu mengadu soal perceraianmu dan berapa lama kamu menggalau.”Hilda meringis. Mana mungkin dia lupa tentang masalah yang menjadi titik balik kehidupannya? Dia dan mantan suami yang berakhir dengan perpisahan. Masalah
Bab 110Retno masih menangis tersedu-sedu di rumahnya. Saat ini sudah ada Mega dan Hilda yang berkunjung. Setelah insiden Retno yang tertangkap melakukan pencurian di toko dia terus menyesali perbuatannya setiap kali berhadapan dengan mantan bos dan rekan kerjanya, dia tidak bisa menyembunyikan rasa bersalah. "Kami ke sini bukan untuk melihat kamu menangis, melainkan mau melihat ibumu." Hilda yang tidak tega melihat tangisan Retno akhirnya bersuara. Sementara Mega mengeluarkan tisu dari tasnya. Dia mengulurkan tisu itu untuk Retno. "Di sini juga ada kesalahan kami karena tidak terlalu memperhatikan kesulitan kamu. Mau bagaimanapun juga kamu tetap bagian dari rekan kami yang seharusnya mendapatkan perhatian yang layak." Dia menambahkan, mencoba untuk menenangkan gadis itu.Retno membersit hidungnya sebelum menjawab, "Tetap aja saya merasa bersalah karena sudah melakukan hal yang memaluka, Mbak.""Kalau kamu merasa bersalah dan malu, aku rasa itu udah cukup. Tandanya, kamu nggak meny