Share

Kejanggalan

[Kenapa cuma dibaca aja? Ada niat bayar nggak? Jangan pikir itu uang nenek moyangnya ya! Ayo cepat bayar, saat ini si Saleh kan sudah kerja! Jangan cuma mau enaknya saja!]

[Maaf, Mbak. Bukannya tidak ada niat untuk membayar, tapi ini saya masih mengumpulkan uang. Insyaallah bulan depan ya, Mbak.] Balasku.

[Halah alasan saja kamu itu! Selalu kataku masih nabung-nabung saja terus, lalu sampai kapan aku harus nunggu tabunganmu itu cukup? Sampe lebaran monyet?] Balas Mbak Desi lagi.

[Astaghfirullah, Mbak. Saya ini memang benar-benar masih mengumpulkan uang. Atau Mbak Desi mau saya transfer yang seadanya saja dulu? Kalau iya, malam.ini juga saya transfer seadanya.] Balasku cepat.

Aku sebenarnya susah sering berysnya pada Mbak Desi, apa dia mau ku bayar dulu seadanya uang itu? Tapi nyatanya kakak iparku itu tak pernah mau. Dia ingin semua hutangku itu langsung dibayar lunas beserta dengan bunganya.

[Enak saja! Kamu dulu hutang padaku itu kontan loh ya, nggak nyicil! Enak saja sekarang mau bayarnya nyicil! Emang kredit panci? Pokoknya besok kamu sudah harus mengembalikan uang ku itu lengkap berserta bunganya!] Balas Mbak Desi dengan cepat.

[Maaf, Mbak. Saya belum punya uang sebanyak itu, apa lagi jika harus mengembalikannya besok. Mohon maaf belum ada, Mbak. Saya tidak bohong. Ini tabungan masih terkumpul uang sekitar dua jutaan, itu dulu ya, Mbak.] Balasku memelas.

[Dua juta? Nggak salah tuh? Nggak ada separuhnya! Gajinya si Saleh itu dikemanakan? Bukanya kamu juga jualan pakaian online? Lalu mana uangnya? Ingat lohhutang itu dibawa mati! Jika besok kamu tiba-tiba mati, maka kamu tak akan pernah masuk surga karena masih memiliki hutang padaku!]

Mbak Desi terus saja membuatku makin pusing, rasanya setiap hari kakak iparku itu akan terus menagih seperti ini.

[Demi Allah kalau besok belum ada, Mbak. Saya transfer dulu yang dua juta ya, Mbak. Sisanya saya menimbulkan depan berserta dengan bunganya. Gaji Mas Saleh hanya cukup untuk bayar cicilan motor dan belanja bulanan saja, Mbak] Balasku.

[Makanya kalau masih punya utang itu jangan sok-sokan pakai kredit motor segala! Naik sepeda atau naik angkutan kan bisa! Ya sudah bayar bulan depan saja gak apa-apa utangmu itu. Tapi sebagai kompensasinya, kamu harus genapin uang itu jadi enam juta!]

Kembali ku ucapkan istighfar dalam hati ketika membaca balasan pesan dari Mbak Desi itu.

Kami memang memiliki hutang sebesar lima juta pada Mbak Desi dan juga Mas Mamat. Saat itu kami meminjam uang untuk pendidikan satpam Mas Saleh, karena tempat kerjanya yaitu di cuci motor, telah gulung tikar.

Flash back On

"Mas, aku dan Mas Saleh ada sedikit keperluan, Mas. Kami mau meminta tolong pada Mas Mamat," ucapku enam bulan yang lalu melalui sambungan telepon.

Karena kakakku itu memang sedang mendapatkan proyek di luar pulau, jadi aku pun hanya bisa meneleponnya.

"Iya, Ga. Memangnya kalian ada perlu apa? Langsung ngomong saja, kenapa sih kok kayaknya takut-takut begitu," tanggap Mas Mamat ramah seperti biasanya.

"Sebenarnya kami tak enak, Mas. Tapi ya mau bagaimana lagi, tak ada orang lain selain Mas Mamat. Karena hanya Mas saja yang aku punya. Kami ingin mwmi jam uang, Mas. Untuk biaya pendidikan satpam Mas Saleh," ucapku lirih dan takut-takut.

"Loh Saleh mau jadi satpam? Nah itu bagus sekali, dari pada terus menjadi buruh tukang cuci motor saja. Lebih ada masa depannya. Lalu sekarang kamu itu butuh uang berapa?" Mas Mamat kembali berucap dengan lembutnya.

Kata-kata Mas Mamat itu benar-benar membuat kami lega. Ya ... meski saat itu aku lah yang menelpon, tapi Mas Saleh menemaniku di samping sambil menimang Kevin.

"Alhamdulillah kalau Mamat mau meminjami. Kami butuh uang lima juta, Mas. Jika uangnya sudah ada, maka besok Mas Saleh akan segera mendaftar, Mas," jawabku dengan girang.

"Oke, habis ini akan langsung ku transfer setelah ini."

"Terima kasih banyak ya, Mas. Semoga saja nanti kami akan segera bisa mengembalikannya, Mas," jawabku sangat senang.

"Sama-sama, Ga. Ini sudah menjadi tanggung jawab seorang kakak pada adiknya. Doaku semoga saja nanti Saleh akan lebih nyaman dengan pekerjaan barunya itu ya. Aku tak memberi kalian pinjaman, tapi aku hanya memberi saja. Jadi tak usah dikembalikan ya."

Sungguh rasanya hati ini sangat bahagia sekali, karena Mas Mamat memberikan yang itu secara percuma. Sebuah rejeki yang sangat berarti untuk kami saat itu.

"Masyaallah , terima kasih banyak ya, Mas. Maaf kami ini selalu merepotkan Mas Mamat," ucapku girang sekali.

"Melihat kamu bahagia, rasanya aku pun ikut bahagia, Ga. Memangnya kapan kamu merepotkan aku? Nggak pernah kok. Ya sudah biar uangnya ku transfer sekarang."

Tak sampai lima menit notifikasi dari bank telah masuk ke ponselku. Jumlah uang yang pas dengan yang tadi kami bicarakan dengan Mas Mamat.

"Alhamdulilah, Mas. Uangnya sudah masuk, lekas sekarang kamu daftar saja," ucapku girang.

"Iya alhamdulillah, Dek. Mas Mamat menang sangat baik sekali pada kita. Setelah mandi aku akan langsung betangkat," jawab Mas Saleh sambil tersenyum.

Tiba-tiba ponsel yang sedang kupegang berbunyi, dan tentu saja langsung kulihat. Ternyata ini panggilan dari Mbak Desi, istri dari Mas Mamat.

"Assalamu alaikum, Mbak," ucapku memulai percakapan melalui sambungan telepon ini.

"Mas Mamat batu saja mengirimi kamu uang lima juta rupiah ya?"

Tanpa membalas salam dariku, Mbak Desi langsung berucap dengan ketusnya seperti biasa.

"Iya, Mbak," jawabku singkat.

"Kamu janji mengembalikan uang itu kapan?" tanya Mbak Desi lagi masih dengan nada yang tinggi.

"Begini, Mbak. Tadi memang adanya saya meminjam, tapi kemudian Mas Mamat bilang tak usah dikembalikan," jawabku lirih.

"Enak aja! Emangnya kami ini pohon uang ya? Hutang ya hutang, cepat kembalikan!" Mbak Desi ternyata makin meradang saja.

Kutarik nafas dalam-dalam kemudian kembali mengucap istighfar dalam hati. Sebetulnya aku dan juga Mas Saleh sudah menyangka jika hal ini akan terjadi. Karena itu, sebelumnya kami sama sekali tak pernah meminta bantuan pada Mas Mamat. Tapi kali ini kurasa tak ada lagi yang bisa memberi kami pinjaman sebanyak itu, selain kakakku yang seorang kontraktor itu.

"Tapi, Mbak---"

"Nggak pakai tapi-tapian! Yang pasti bulan depan uang itu harus kembali utuh! Jika tidak maka akan berbunga! Dan, ingat satu hal lagi, kalau kamu mengembalikan harus masuk ke rekeningku!"

Flash back Off

Tiba-tiba lirih kudengar suara nada dering ponsel, namun aku sangat hafal sekali jika itu bukan ponselku. Saat kucari ke sumber suara, ternyata bunyoitu berasal dari tas kecil milik Mas Saleh yang ada di gantungan.

Lekas ku ambil ponsel itu, siapa tahu ada suatu hal yang penting yang memang harus segera diketahui oleh Mas Mamat.

Tapi aku menjadi terdiam, saat menyaksikan nama dan juga foto profil penelepon itu. 'Si Cantik', dengan foto profil wanita paruh baya yang sangat seksi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status