"Mas, aku hamil apa yang harus aku lakukan? Bagaimana jika, Mbak Mitha tahu kalau aku mengandung anakmu, Mas," ucap perempuan yang berada di dekapan pria bertubuh kekar itu.
"Gugurkan saja! Aku tidak mau, Mitha tahu tentang perselingkuhan kita, kau tahu betapa aku sangat mencintai kakakmu itu.""Mas, ini enggak adil buatku, ini anak kita, darah daging kita, Mas." Pekik wanita itu.Siska menahan gejolak emosi yang kian meledak kapan saja."Ini kesalahan, Siska tolong mengertilah posisi ku adalah suami dari kakakmu." Bram seraya melepaskan dekapannya."Akan aku siapkan beberapa uang, cukup diam dan gugurkan anak itu! Aku tidak mau berpisah dari Mitha.""Mas sungguh tega." Siska menangis histeris. "Selama ini, Mas hanya memanfaatkan aku, kau hanya menyalurkan hawa nafsumu ketika Mbak Mitha sedang nifas.""Kau pun tahu itu, bukannya dari awal kau yang menggodaku? Apa kau lupa di dunia ini hanya ada satu nama di hatiku yaitu Shelomitha.""Astaga, Mas sungguh tega."Bram melemparkan lembaran uang merah di depan Siska. Siska hanya bisa menangis. Ia tak tahu harus berbuat apa, ia juga tidak mungkin menggugurkan kandungannya karena dia sangat mencintai sang kakak ipar, dan ini bisa buat alat untuk menghancurkan hubungan dengan Shelomitha."Aku akan pergi.""Mas ... ini enggak adil."Bramantyo pergi meninggalkan Siska dengan luka yang mengangga.Bramantiyo melajukan mobil dengan kecepatan tinggi ia memukul setir mobilnya. Sungguh ia tak berniat menghianati sang istri dengan perselingkuhannya, mobil terparkir di halaman kantor. Bram menggeser kursinya mendekati meja, ada beberapa file yang harus dikerjakan hari ini, saat Ia sibuk dengan pekerjaannya. Ia meremas rambutnya dengan kasar.Tok ... tok ."Masuk.""Maaf, Pak satu jam lagi ada jadwal meeting dengan perwakilan PT Cahaya Gemilang dari luar kota," ucap sang asistennya."Baik, siapkan berkas-berkasnya.""Baik, Pak, permisi."Bramantyo mengangguk. "Ya silahkan."Meeting berjalan dengan baik, Bramantyo melajukan mobilnya menuju rumah idamanya, yang dibelikan untuk hadiah pernikahan untuk sang istri delapan tahun silam. Mobil terparkir di garasi depan rumah, Shelomitha dan anak-anak mereka menyambut dengan senyum hangat. Shelomitha mencium punggung tangan Bramantyo juga sang anak."Hore, Papa sudah pulang," ucapnya sambil memeluk Bramantyo"Sini, Papa gendong," ucap Bramantyo seraya menggendong tubuh mungil sang putri."Papa, hari ini Raka dapat nilai 100 di sekolah.""Wah, serius ointar dong anak, Papa."Sementara Bram bercanda dengan anak-anak, Mitha membantu Mbok Darmi menyiapkan makan malam. Ada soto daging lamongan kesukaan Bramantyo. Bramantyo mendekati Shelomitha lalu memeluknya dari belakang, Bramantyo mencium tengkuk punggungnya dari belakang, membuat Shelomitha bergidik geli."Mas, sudah nanti dilihat Raka sama Rania," tolak Mitha risih."Mas kangen Mitha, hari ini kamu cantik banget.""Mulai deh rayuan mautnya keluar, ayo kita makan dulu, Mas."Masakan tersedia di hidangan meja makan satu keluarga kecil berkumpul. Mereka menyantap makanan hingga habis. Shelomitha, membantu Mbok Darmi membersihkan sisa makanan, lalu mencuci piring. Selesai menidurkan kedua anaknya. Raka umur tujuh tahun dan sang adik Rania baru berumur tiga tahun.Selesai itu Shelomitha berjalan menuju kamar, ia melihat suami sedang asyik di depan leptop. Shelomitha masuk ke kamar mandi mengenakan piyama bermotif bunga-bunga. Selesai ia di depan cermin memakai crim wajah selesai mengikat rambutnya ke atas."Mas, masih lama kerjainnya?" tanya Mitha."Lumayan sih, Mitha, setengah jam lagi.""Mau aku bikinin kopi, Mas?""Boleh, sayang," tanpa menoleh pada istrinya.Shelomitha berjalan menuju dapur, ia membuatkan satu cangkir kopi pahit untuk suaminya. Secangkir kopi telah berada di meja dekat Bramantyo. Bramantyo terpana melihat Shelomitha yang begitu menggoda. Shelomitha berjalan mendekati balkon kamar memandangi bulan yang menggantung diatas sana."Sayang, ada yang beda sama kamu hari ini." Bram seraya merayu."Beda bagimana maksud, Mas?""Aku rasa makin hari kamu makin cantik saja ya.""Makan malam dengan pujian nih.""Serius, cantik."Shelomitha tersipu malu. "Pasti ada maunya."Shelomitha medekati pagar pembatas. Memandangi langit yang di penuhi bintang malam ini. Entah apa yang ia pikirkan, sampai pada akhirnya sepasang tangan kekar Melingkar di pinggangnya."Apa kamu ingin melakukannya di sini?""Mas, ich."Matanya membulat, bulu kuduknya pun sudah berdiri karena bisikan Bramantyo di telinganya. Shelomitha hendak melepaskan tangan Bramantyo namun lagi-lagi ia kalah cepat. Karena laki-laki yang ada di belakangnya sekarang, sudah menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Shelomitha."Malu, Mas apa enggak masuk ke dalam saja?""Diamlah, aku merindukanmu."Sentuhan itu begitu lembut, hingga membuat tubuh Shelomitha menjadi lemas tak berdaya. Ia memejamkan matanya saat perlahan rasa hanggat menjalar. Degub jantung nya tak beraturan saat tangan Bramantyo meraih tubuh Shelomitha membawa masuk ke dalam ranjang king size miliknya. Hingga permainan halal itu pun terjadi.-Terdengan sayup-sayup suara adzan Shelomitha berangsut menuju kamar mandi. Setelah mandi ia melihat pujaan hatinya masih dalam mimpinya. Shelomitha bergegas membantu Mbok Darmi menyiapkan masakan untuk sarapan. Beberapa jam kemudian, masakan telah tersedia di meja makan. Shelomitha membantu anak-anaknya menyiapkan seragam pakaian."Bunda, hari ini siapa yang mengantar sekolah, Raka?" tanya Raka."Raka, maunya sama siapa?""Sama, Papa saja deh, Bun."Shelomitha tersenyum ke arah Raka. "Baiklah sayang."Shelomitha berjalan menaiki tangga menuju kamar, ia melihat Bramantyo sudah rapi. Ia membantu memakaikan dasi. Shelomitha seraya merapikan kerah baju juga dasi, Bramantyo menatap lekat wajah istrinya yang begitu cantik lalu mencium pipinya.Cup"Wangi sekali sih istriku?"Shelomitha hanya tersenyum. "Jangan ngegombal deh, Mas.""Lo memang benar kan? Cantik kamu pagi ini.""Terus hari-hari lainnya jelek."Bramantyo tertawa geli melihat tingkah istrinya. "Mau dicium lagi?""Sudah ah, ayo sarapan dulu, sudah ditunggu sama anak-anak, Mas."Bramantyo tersenyum. "Iya baiklah."Bramantyo mengandeng tangan Shelomitha menuju meja makan, dan melepaskannya saat mereka akan di kursi.Mereka menikmati sarapan pagi bersama, dengan nasi goreng sosis dan telur mata sapi. Selesai Bramantyo izin berangkat kerja dan mengantar Raka sampai sekolah."Aku berangkat dulu, sayang.""Iya Mas. Hati-hati."Bramantyo mencium kening istrinya. "Iya, sayang."Selesai Shelomitha naik ke kamar atas, ia membersihkan kamar tidur, lalu merapikannya. Selesai ia memilih baju kotor untuk dicuci. Shelomitha menemukan kaos dalam suamiya ada bekas lipstik yang bukan warna miliknyaSeketika jantung Shelomitha berhenti berdetak.Apakah ini penghianatan suaminya?Ataukah Shelomitha yang hanya berhalusinasi? Shelomitha menepis rasa itu, toh tiap hari suaminya juga pulang, dan kasih sayang Bramantyo pada dia dan anak-anaknya begitu tulus. Ah semoga saja tidak."Non, hari ini masak apa?" tanya Simbok menyadarkan lamunan Shelomitha."Rania minta sayur sop, Mbok, sama ayam goreng, perkedel kentang.""Njih, Non, Mbok ke pasar dulu ya, mungkin, Non mau pesen apa lagi, biar Mbok belikan.""Kalau ada kunyit asem, Mbok. Kalau enggak ada ya sudah enggak usah.""Injih, Non. Mbok berangkat dulu ya," pelan Simbok berpamitan.Shelomitha mengangguk. "Hati-hati, Mbok!""Injih, Non."Mitha sedang bersama Rania di depan televisi, ia menemai putrinya bermain sesaat ponsel milik Shelomitha bergetar, ia meraih ponsel itu dan membuka pesan.[Dhuk][Iya, Ayah][Gimana kabarnya hampir satu bulan enggak ke rumah, Ayah. Ayah sampai rindu sama Raka juga Rania][Shelomitha masih sibuk, Ayah, hari minggu saja ya Mitha main ke rumah?][Iya, Ayah tunggu, Nak?][Ayah baik-baik saja kan, Mitha kangen sama Ayah.][Ayah baik, sayang]Shelomitha menatap foto sang Ayah yang berada di propil ponsel, rindu yang begitu dalam. Membuat Shelomitha meneteskan air mata kerinduan. Jantung Shelomitha tak berhenti berdetak membayangkan jika suaminya benar-benar selingkuh darinya, kenyataannya bahwa Bramantyo tidak pernah sekalipun menyakitinya, ia pun tidak pernah berkata kasar pada dirinya. Bagaimana mungkin bisa ia berselingkuh?Bayangan-bayangan itu membuat hati Shelomita menjadi tak menentu. Ia bahkan lupa waktunya untuk ia menjemput sang buah hati. Shelomitha dan Rania menaiki motor matic berlalu menuju sekolah, Raka belum juga pulang, mereka menunggu di bangku depan sekolah."Bunda ...!" Panggil Raka seraya berlari menghampiri sang Bunda."Iya, sayang, pulang dulu atau mau mampir ke mana?" tanya Shelomitha lembut."Emmm, boleh enggak, Bun? Kita makan baso, aku lapar?"Shelomitha tersenyum."Tentu boleh ayo, Rania juga mau?""Mau dong, Bunda," ucap Rania senang."Asyik makasih, Bunda, Bunda yang terhebat pokoknya." Raka tersenyum."Sama-sama, sayang."Motor melaju membelah jalan raya, hingga motor sudah terparkir di kedai warung baso langganan Raka. Mereka masuk dan tiga mangkuk baso sudah ada di hadapan mereka. Dengan telaten Shelomitha menyuapi sikecil Rania, sedangkan Raka menikmati makan sendiri.-Arya adik ipar Shelomitha sedang bersama temannya juga ada di sana. Fiko senang bisa bertemu dengan keponakannya, karena lama ia tak bertemu dengan keponakannya karena kesibukannya si lor kota."Om kok lama sih ndak pernah main ke rumahnya, Rania?" tanya Rania.Arya tersenyum. "Iya besuk deh, Om main." Arya menjawab seraya mengacak rambut Rania."Janji ya, Om, awas lo kalau enggak main, Rania marah!" Ancam Rania pada Arya."Iya ... iya sayang janji.""Asyik.""Ya sudah, Mbak pulang dulu ya, Arya. Sudah siang ini.""Njih, Mbak Mitha monggo."Senja mulai menguning pertanda hari akan berganti malam, makan malam telah disiapkan, semua sudah tersaji di meja makan. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam namun Arya juga belum juga pulang."Ma, Papa lama banget sih. Raka sudah lapar nih."Shelomitha yang tak enak akhirnya menyuruh anak-anak makan. Karena memang tak seperti biasanya Arya pulang terlambat juga, kali ini ponselnya juga tidak aktif. Rasa cemas menghantui Dewi semoga suaminya pulang dengan keadaan baik-baik saja. Atau mungkin suaminya singgah di rumah wanita lain? EntahlahTak terasa bulir bening membasahi pipi mulus Shelomitha.Next....Shelomitha terjaga dari tidurnya, kepalanya begitu berat, perlahan ia membuka mata melihat suaminya telah tidur di sampingnya. Semalam hampir jam satu malam Shelomitha baru bisa memejamkan mata. Saat itu pun suaminya belum juga pulang. Ia menatap sekilas wajah Bramantyo yang tertidur memeluk dirinya. Perlahan Shelomitha mengangkat tangan lalu menaruhnya ke atas guling. Shelomitha beringsut menuju kamar mandi. Selesai ia ke dapur membantu Simbok memotong sayuran, wortel juga kentang juga gubis. Menaruhnya di wadah yang bersih. Kali ini Bibi akan membuat sop request dari anak-anak. Simbok memasukkan sayuran ke dalam panci yang sudah mendidih, lalu memasukkan sayuran. Sedangkan Shelomitha menggoreng ayam juga bakwan jagung. Selesai Shelomitha mematikan kompor, lalu seperti biasa berjalan menuju kamar Raka dan Rania membantunya mengenakan seragam. Selesai Shelomitha naik ke kamar atas menemui suaminya yang masih tertidur. "Mas, bangun ini sudah siang lo."Bramantyo menggeliat, mengucek
Mbok Darmi beserta Raka ke rumah sakit. Mbok Darmi begitu cemas karena sejak kecil ia belum pernah melihat, Shelomitha seperti ini. Ia takut kalau terjadi apa-apa dengannya. Sang Ibu menitipkan ke pada dirinya, Simbok lalu masuk ke ruangan dimana Shelomitha di rawat. Simbok melihat keadaan Shelomitha yang masih down. Pandangannya kosong hanya air mata yang mengalir di pelupuk kedua netranya."Non, Mitha ...."DiamHening "Non, Mitha ...." Mbok Darmi memegang tangannya. Shelomitha mengusap air mata, lalu menoleh ke arah Mbok Darmi. "Iya, Mbok.""Non, apapun masalahnya ingatlah ada, Allah juga, Den Raka juga Non Rania yang masih membutuhkan, Non. Mbok enggak harus tahu masalahnya tapi tolong, Non. Sabar, Iklas masih ada Gusti Allah yang ada membantu kita." Nasehatnya. "Mbok, aku butuh pelukan, Mbok Darmi.""Sini ...!" Simbok Darmi memeluk Shelomitha yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri.Arya dan Dewi juga Raka hanya memperhatikan, Arya semakin yakin ada sesuatu antara kakakny
Shelomitha dibantu Dewi memasuki kamar baru, tepat di samping kamar mereka dulu. Shelomitha duduk di sisi ranjang berusaha merebahkan tubuhnya. Putri membantu menumpuk bantal biar agak tinggi, ia lalu membaringkan tubuh Shelomitha degan pelan. Shelomitha memandangi langit-langit yang bercat putih di atas, sesaat ia berusaha memejamkan mata, namun rasanya mata ia enggan terpejam. "Istirahatlah, Tha. Kau butuh menenangakan diri." Dewi seraya menarik selimut menutupi tubuh Shelomitha. Shelomitha mengangguk pelan. "Iya kau benar. Terima kasih buat semuanya, Dew."Dewi tersenyum lembut. "Apa sih yang enggak buat kamu." Dewi membetulkan selimut karena masih terlihat kaki Dewi. Shelomitha menoleh ke arah jendela terlihat pepohonan meliuk-liuk. Alunan suara itu masih terdengar indah tatkala angin meniupnya dengan kencang dari balik jendela. Ada buih gelombang rindu menyeruak dalam kabut tipis, air mata tak terasa menggenang lagi di pelupuk mata Shelomitha. "Dew ...."Dewi menarik napas be
Rembulan bersinar di waktu malam, bulan mengantung separuh diatas sana hanya terdengar suara bising pabrik dan suara lalu lalang kendaraan. Mitha duduk dibalkon atas, ia memandang bintang, berharap jika menjadi sinar untuk kedua buah hatinya. Shelomitha meneguk teh hangat buatan Simbok, berharap jika sakitnya akan sedikit menghilang. Penghinaan Bramantyo masih sangat membekas di hati.Serendah itukah cinta dan ketulusan Shelomitha di matanya? Ah, betapa bodohnya Shelomitha yang percaya begitu saja dengan omong kosong cinta! Ya empat tahun dia bermain skandal dengan adiknya. Shelomitha menangkupkan jaket di badan, angin berhembus begitu kencang hingga membuat Shelomitha menggigil kedinginan. Shelomitha beranjak bangkit berjalan menutup pintu balkon lalu masuk ke kamar, ia berbaring di atas ranjang king size, rasa ngantuk menyerang mungkin karena pengaruh obat yang ia minum. Sementara Bramantyo masih di kantor ia sibuk dengan tugasnya, selesai mengerjakan file ia beranjak pulang. Bram
Bu Wulan melihat Shelomitha bersedih, Ia tak sengaja melihat Shelomitha mengusap air mata. Yang sebenarnya Arya sudah menceritakan perselingkuhannya Bramantyo dengan Siska. Bu Wulan merasa sangat sedih melihat luka yang disembunyikan oleh menantunya. Apa kurangnya Shelomitha hingga Bramantyo putranya menyakiti wanita sebaik Shelomitha. "Arya, sebenarnya ada apa dengan, Mitha?" tanya Bu Wulan pada Arya saat itu. "Memangnya kenapa, Ma?" Arya seolah pura-pura tak tahu, seraya menatap ke arah ponsel miliknya."Jangan bohong sama, Mama. Mama kenal, Mitha sudah lama, jadi tahu kalau Mitha itu lagi ada masalah serius." "Sebenarnya, Mas Bram selingkuh, Ma." Pelan Arya menjelaskan takut jika mamanya shok. "A ... apa!" "Ma ... bangun, Ma. Mama ... bangun Ma." Pekik Arya meraih tubuh Mamanya. Simbok, juga Arya memberikan minyak kayu putih pada hidung, leher, tengkuk, juga perut Bu Wulan, Simbok memijit-mijit tangan Bu Wulan. Hingga menit berikutnya wanita paruh baya itu siuman. "Arya, tol
Mungkin inilah cobaan untuk Shelomitha, Allah mungkin sedang rindu akan air matanya. Air mata yang entah kapan terakir kali menetes, karwna selama ini ia selalu bahagia. Berbeda saat ini hatinya penuh dengan air mata di mana rumah tangga Shelomitha sedang diuji, haruskah ia bertahan apakah justru harus melepaskannya? Mobil terparkir di halaman sekolah Raka, Shelomitha mengantar anaknya sampai depan kelas. Ia lalu bergabung dengan ibu-ibu wali murid, ada, Bu Sari juga Bu Ani yang setia mengantar anaknya, yang lainnya sibuk kerja mencari tambahan nafkah untuk sang suami."Jeng, Mitha, pangkling aku kirain siapa tambah cantik saja," sapa Bu Sari"Iya Bu, do'ain ya? biar istikomah terus bisa seperti ini," jawab Shelomitha pada Bu Sari"Iya, Jeng Mitha, tenang saja pasti kita dukung terus kok!""Makasih ya, Bu."Shelomitha masih bersama ibu-ibu mengobrol, lumayan kali ini Shelomitha bisa sedikit menghilangkan penat di dalam dada. Shelomitha pamit duluan untuk pulang, ia pulang sambil memb
Keluarga kecil yang rukun dan harmonis, bisa hancur karena, perdebatan perdebatan kecil yang tidaklah penting. Tapi ini lain Bramantyo telah menghamili perempuan itu, sebenarnya Bramantyo adalah pria yang romantis dan penyayang, bersamanya Shelomitha lupa bagaimana caranya menangis. Delapan tahun menikah, baru kali ini Bramantyo menyakiti hati Shelomitha, kenapa? Ini soal yang ada diperut wanita itu bayi yang tak berdosa bagaimanapun bayi yang dikandung harus mendapatkan perhtian dari Ayah biologisnya. Dengan cepat Shelomitha menghapus air matanya yang sedari tadi hujan di wajahnya. Mobil terparkir di depan rumah mama Wulan, mereka masuk dan wanita paruh baya itu menyambutnya dengan sangat senang. Mamanya bahagia andai mereka tak berpisah.Tapi kenyataannya lain sebentar lagi mereka akan berpisah. Itu yang membuat hati wanita paruh baya itu bersedih. "Pagi, Mama." Shelomitha membawakan oleh-oleh buah dan juga kue kering."Pagi sayang, gimana hari ini sehat," jawab Mama Wulan, sete
Arya berkemas di dalam kamar, ia mencari bajunya buat tanding namun tak juga ia temukan, perasaan Arya sudah menaruhnya di dalam tas. Ia turun dari kamar atas menemui sang Mama"Mama tahu seragam Atya yang baru kemarin, ndak? Baju buat lomba kemarin Ma?" "Gimana sih sebentar lagi berangkat lo, inget enggak di taruh dimana?" "Kemarun sih di dalam tas, Ma.""Kan habis pertandingan waktu itu kita nginep di rumah Bramantyo. Inget ga? Mungkin ketinggalan disana.""Oh iya, kalau enggak salah ada di sana. Terus bagaimana, Ma." "Makanya sekarang cepat cari, mumpung masih lama. Tiga jam lagi berangkatnya," "Iya deh, Ma, Arya berangkat kesana.""Iya hati-hati jangan ngebut, Arya!""Siap, Mama."Arya meninggalkan rumah dan melajukan motor kesayangan menuju rumah kakaknya. Matahari mulai tenggelam pertanda petang telah tiba. Bramantyo dan Shelomitha mampir ke mall untuk membeli permainan Raka dan Rania, lalu bergegas pulang. Mobil melaju menuju kediaman rumah Bramantiyo, mobil terparkir dig
a few full moons laterKeluarga besar Arya dan Bramantyo, begitu antusias ingin berkunjung di Gunung Tangkupan Perahu tempat wisata terkenal di Jawa Barat, tempat wisata Legenda Sangkuriang. Arya lagi ada tugas di Bandung sekalian semua ikut liburan karena sekalian, weekend bersama keluarga tercinta. "Fino sakit, aku gak jadi ikut ya, Arya.''"Iya, baiklah next time kita ngumpul lagi. Semoga cepat sembuh, Fino. Mas.''''Aamiin.""Titip Sultan dan Mama saja ya.''"Hu um, beres, Mas."Semua sudah siap berangkat ada Sultan, Raka, Rania, Yusuf dan Senja anak bungsu Shelomitha dan Arya. Satu keluarga besar berkumpul mempersiapkan liburannya.Mobil disewa dan meluncur menuju lokasi tempat wisata, udara yang sejuk dan asri tentunya, serta banyak pohon tinggi menjulang. Membuat mereka takjub dengan pemandangannya, mereka langsung bergegas berjalan menuju area dimana rasa penasaran mereka akan cerita legenda Sangkuriang. Seorang anak yang mencintai Ibu kandungnya.Perjalanan hampir enam jam.
Shelomitha duduk menyusui baby Yusuf di kamarnya sambil menunggu video call-nya pada suaminya Arya di terima. Karena ada sesuatu yang harus Shelomitha bicarakan. "Assalamu'alaikum, sayang," ucapan salam terdengar bersamaan dengan munculnya wajah tampan Arya yang tersenyum seperti biasa."Wa'alaikumsalam. Mas, sudah sampai kantor?""Ya, sudah sejak tadi. Kenapa sayang?""Ada file ketinggalan ini di rumah, penting ngak ini, Mas?'Hening. Shelomitha hanya menatap wajah suaminya yang ada di layar ponselnya. Orang yang selalu bisa membuatnya tenang. Sementara Arya masih sedikit sibuk menatap layar laptopnya. "Tidak, sayang, itu buat meeting besok." "Oh, begitu."Shelomitha senang menatap wajah suaminya itu, entah baru saja berpisah ia sudah sangat rindu. "Ada lagi sayang yang mau dibicarakan.""Tidak, hanya rindu.''Arya tersenyum di balik layar ponsel milik Shelomitha. "Sama dong."Shelomitha masih diam. Ia sibuk menyusui Yusuf sesaat ia menangis. "Ok. Yusuf nangis. Sudah dulu ya, M
Shelomitha menangis ia terharu ternyata cinta bisa membuatnya kuat, kuat untuk menjalani proses yang ia takuti berjalan lancar. Besoknya masih setia Arya menunggu istrinya. "Dokter kapan boleh pulang?" tanya Arya pada sang dokter."Hari ini boleh pulang, Ibu Mitha juga sudah sehat, bayinya juga sehat jangan lupa asinya ya Ibu diberikan." "Iya, dokter." Shelomitha dituntun Arya menuju mobil, sedangkan anak kecilnya digendong Mama Wulan. Mobil melaju menuju rumah Mereka, selang tiga puluh menit mobil sudah terparkir di halaman rumah. Arya menuntun sang istri di kamar baru untuk si kecil dan Shelomitha."Mas, ini bagus banget kamarnya, Makasih ya?" tanya Mitha pada suaminya."Sama-sama sayang, aku gak tega kalau di kamar atas, takut nanti kamu jatuh." Arya mendisain kamar begitu bagus, tempat tidur besar dan box untuk sikecil. Dan ranjang besar untuknya dan istrinya, dengan motif biru. Arya berjalan masuk kamar melihat Shelomitha sedang belajar menyusui sikecil, Arya mengecup kenin
"Apa yang terjadi, Mas?""Aku tahu siapa yang memukuliku saat itu.""Hah, siapa?""Apa, Dokter Amar teman kita juga."Shelomitha mengangguk. "Hu um.""Wajahnya aku kenal banget, di dalam mimpi wajah Amar yang kulihat sayang." Jelas Arya menginggat mimpinya."Apa, jadi yang membuat, Mas Arya kecelakaan karena ulah Ammar?" tanya Shelomitha pada suaminya."Sebenarnya aku digebukin, terus aku lari naik motor aku tak sadar ada sebuah truk menghantam motorku.""Astaghfirullah. Ya Allah bener-bener jahat banget dia," lirih Shelomitha mendengus kesal."Ya sudah sayang, itu kan sudah lama, yang penting sekarang kamu sudah bener-bener menjadi istriku, kan." Shelomitha gak habis pikir Amar teryata begitu licik, ingin menyakiti Arya dulu, sudahlah biar Allah yang membalaskan kejahatannya. Kejadiannya juga sudah begitu lama, namun dengan mendengar cerita suaminya perut Shelomitha mendadak sakit.-Namun Shelomitha tahan hingga pagi pun tiba, selesai salat subuh ia berdoa. Ya Alloh yaa Robbana di
Mereka bangun dan menjalankan kewajibanya dimusholla rumahnya. Arya mengajari anak-anaknya mengaji juga Sultan yang masih menginap duirumah sang paman, ia ingin belajar mengaji bersama adik-adiknya. Dan juga memberikan penjelasan, "Apapun masalahnya jangan pernah tinggalkan salat, kunci dari kita hidup didunia ini adalah satu yaitu shalat. Maka, apapun masalah yang kita hadapi, hamparkanlah sajadah dan sholatlah, bertumpulah pada kekuatan Allah.""Sudah mengerti apa yang ayah sampaikan, mugkin ada yang perlu ditanyakan?" tanya Arya pada anak-anaknya juga Sultan."Kalau kita sakit, apa tetap harus salat ayah?" tanya Raka pada Ayahnya."Iya, Nak, bisa dengan tayamum, bisa juga duduk ataupun tertidur," jawab Arya lembut.Sementara Shelomitha menyiapkan makanan, kandungan Shelomitha sudah mulai membesar, ia harus banyak makan sayur-sayuran biar proses melahirkan nanti ia bisa kuat. Sarapan pagi sudah tersedia, ada bakwan jagung kesukaan Rania ayam geprek.Mereka menikmati makanan dengan
Malam semakin larut hanya terdengar suara ombak dan angin kencang. Shelomitha sudah tidur dalam mimpinya sementara Arya gelisah memikirkan mimpinya yang baru saja ia alami. Gadis yang bernama Dara itu semakin mendekat seperti tidak asing wajahnya diingatan Arya. Arya berjalan menuju balkon dan duduk di kursi, ia menatap angin juga suara ombak yang menentramkan jiwanya. Ia terus menginggat siapa Dara sebenarnya, sementara ingatannya belum begitu jelas menangkap siapa wanita dalam mimpinya itu Ia menatap langit yang semakin gelap, dengan bintang yang tak berani menujukkan sinarnya, ia takut jika perasaannya melukai hati Shelomitha istrinya. Jika Mitha tahu siapa Dara yang berada dalam mimpinya. Ia takut ditinggalkan. Shelomitha terbangun melihat sang suami tidak ada ditempatnya, ia lalu menghampiri suaminya yang duduk sendiri dikursi depan kamarnya, apa yang terjadi dengannya ya? Tidak seperti biasanya. Shelomitha lalu mendekati suaminya."Mas kenapa, mimpi buruk kah?" tanya Shelomitha
Senja mulai meninggalkan tugasnya,berganti dengan petang. Arya sudah kembali pulang ke rumah bersama anak-anaknya. Arya mencari istrinya lalu memeluknya dari belakang."Ayo sayang temani aku ke undangan, Amanda?" "Hmm, sayang biarkan aku di rumah saja, aku malas," jawab Shelomitha malas. "Baiklah, kalau gitu aku juga gak hadir deh." "Lo kok tiduran, bukannya undanganya jam tujuh sayang?" tanya Shelomitha bingung."Ya buat apa aku datang kalau istriku tidak ikut, ya sudahlah tidur saja," jawab Arya pada istrinya."Hmm ya sudah baiklah, aku ikut," ucap Shelomitha ragu yang sejujurnya ia malas ketemu Amar."Beneran sayang." ''Hu um, tapi gaka malu ajakin, Mitha, hmm Mitha kan!" ucap Shelomitha yang dipotong oleh suaminya."Aku tidak malu sayang, aku menyukaimu titik, sudah ganti pakaianmu, aku tunggu dibawah ya." Fiko pergi dan mencium pipi istrinya.Shelomitha menatap ke arah cermin, ia sungguh takut, bagaimana jika Arya diejek sama temanya, gelisah Shelomitha memikirkan. Ia lalu m
Beberapa bukan berlalu, Bramantyo sudah sampai di Surabaya, keadaanya yang semakin pulih namun, ia masih menggunakan kursi roda kakinya masih belum bisa untuk berjalan. Sementara Syerli selalu setia menemani sang suami, meskipun kadang Bramantyo bersikap kasar, namun tak ia hiraukan, Syerli lebih memilih mengalah dari pada harus mementingkan egonya.Ia tahu jika suaminya akan berubah menyayanginya seperti dulu lagi, sejak ketemu Shelomitha adik semesternya di kampus. Bramantyo sudah mulai melupakannya, semoga saja Bramantyo berubah seperti dulu, disitulah Syerli mslasih bertahan akan tetap setia mendampinginya. "Li, tolong ambilkan air putih," suruh Bramantyo pada istrinya yang lagi membereskan baju miliknya."Baiklah, sebentar ya," jawab Lili sambil melangkah pergi ke dapur, tumben agak lembut nyuruhnya. Bramantyo melihat lalu lalang kendaraan dari jendela rumahnya, ia menatap kakinya sampai kapan itu berakhir, ia jadi lumpuh karena kesalahannya mabuk bersama Siska. Ia menarik napa
Shelomitha membantu di dapur, menyiapkan sarapan pagi, telur balado dan mie goreng sudah siap dimeja makan, mereka berkumpul sarapan tanpa Arya juga Sultan, mereka hanya diam menikmati sarapan pagi. Sementara Shelomitha hanya menatap makanan tanpa disentuh, namun ia ingat pesan suaminya harus makan yang banyak. "Bunda, Ayah lama sekali sih belum juga pulang Raka dan Rania sudah rindu," seru Raka juga Rania cemberut, mereka sudah merindukan Ayahnya."Sabarlah sayang, kalau semua sudah beres, Ayah pasti akan pulang, ayo semangat sekolahnya, jangan pada cemberut nanti cantik dan gantengnya hilang lo." Mitha menenagkan kedua anaknya."Hmm, Bunda." "Nah begitu kan anak pinter, ayo berangkat nanti telat." Suruh Shelomitha kepada anak-anaknya yang masih cemberut.Mereka diantar Mang Kardi ke sekolah, sedangkan Shelomitha sibuk mengecek file yang dikirim rekannya kerjanya Ana, sementara Aeya dan Sultan masuk ke dalam rumah. Rumah terlihat sepi, Arya menyuruh Sultan untuk istirahat dikamarny