Mungkin inilah cobaan untuk Shelomitha, Allah mungkin sedang rindu akan air matanya. Air mata yang entah kapan terakir kali menetes, karwna selama ini ia selalu bahagia. Berbeda saat ini hatinya penuh dengan air mata di mana rumah tangga Shelomitha sedang diuji, haruskah ia bertahan apakah justru harus melepaskannya?
Mobil terparkir di halaman sekolah Raka, Shelomitha mengantar anaknya sampai depan kelas. Ia lalu bergabung dengan ibu-ibu wali murid, ada, Bu Sari juga Bu Ani yang setia mengantar anaknya, yang lainnya sibuk kerja mencari tambahan nafkah untuk sang suami."Jeng, Mitha, pangkling aku kirain siapa tambah cantik saja," sapa Bu Sari"Iya Bu, do'ain ya? biar istikomah terus bisa seperti ini," jawab Shelomitha pada Bu Sari"Iya, Jeng Mitha, tenang saja pasti kita dukung terus kok!""Makasih ya, Bu."Shelomitha masih bersama ibu-ibu mengobrol, lumayan kali ini Shelomitha bisa sedikit menghilangkan penat di dalam dada. Shelomitha pamit duluan untuk pulang, ia pulang sambil membawa belanjaan dapur. Arya juga Mama Wulan masih ada di sini, Shelomitha mendekat Mama Wulan mencium punggung tangannya."Sudah pulang sayang?" tanya Mama Wulan."Iya, sudah, Mama. Tadi mampir dulu belanja ke pasar juga.""Mitha, yakin kamu gak papa sayang?" tanya sang Mama.Shelomitha menatap ke arah sanga Mama mertua. "Mitha, baik, Ma.""Bagaimana pendapatmu tentang kehamilan, Siska? Apa yang selanjutnya akan kamu lakukan?"GlekShelomitha mendadak beku, dan mencoba untuk tetap tenang. "Mitha belum tahu Mama, tapi bagaimanapun, Mas Bram yang menanam benih itu? Kasihan bayinya jika lahir tanpa, Ayah.""Jadi?""Biarkan aku yang mengalah, Ma," perkataan Shelomitha membuat Mama Wulan ikut sedih."Sayang, apa kamu yakin?""Mitha enggak tau, Mama. Haruskah kakak adik menikahi pria yang sama, Ma?""Tidak bisakah di pertahankan pernikahan kalian sayang? Mama juga enggak tahu harus bagaimana, tapi yang jelas Mama enggak mau kehilangan kamu, kamu harus ada di samping Mama." Jelas sang Mama."Pantaskah, Mitha menumpang sama ibu mertua? Sementara suaminya menikah lagi, Ma." Shelomitha mencoba menahan air matanya jatuh.Mama Wulan menarik napas panjang. "Mama enggak peduli omongan orang, kamu harus tinggal sama, Mama.""Mitha punya, Ayah. Ma, Mitha akan tinggal sama Ayah."Mama Wulan memekuk erat tubuh menantunya, sungguh ini sangat menyakitkan untuk Mama Wulan. Arya hanya bisa diam memandang kakak iparnya yang terluka. Bramantyo mendengar percakapan merekaApa pernikahan ini benar-benar akan hancur, Bramantyo menjatuhkan tubuhnya di balik pintu depan ia mendengarkan semuanya, tidak adakah kata maaf untuknya?Hari sudah mulai sore Shelomitha membantu Mbok Darmi masak, wanita oaruh baya itu memperhatikan Shelomitha, Simbok harus bicara selesai masak. Makanan sudah siap di atas meja, Mbok Darmi meminta Shelomitha, untuk ke gazebo belakang."Ada apa, Mbok?" tanya Shelomitha sambil menatap Mbok Darmi penuh tanda tanya, pasti ada sesuatu sampai minta bertemu."Sebenernya sama, Ayahmu. Mbok ga boleh cerita, Non, tapi Mbok harus cerita!""Ada apa mbok?" Shelomitha semakin penasaran sebenarnya apa yang akan disampaikan Mbok Darmi."Sebenernya, Non Siska itu bukanlah Adik kandung, Non Mitha," jelas Mbok Darmi serius."Hah ... jangan bercanda, Mbok enggak lucu?" Shelomitha terkejut dan makin penasaran."Non,apa pernah, Mbok berbohong, Siska itu anak dari, Pak Doni, yang tak lain adalah orang yang menggelapkan dana perusahaan, Ayah Non dulu.""Masa sih, Mbok?""Iya Non, Mbok enggak bohong kalau tak percaya silahkan tanya sama, Tuan Ferdi."Mbok Darmi menceritakan, dulu Ayahnya Siska kerja di tempatnya Ayahnya Shelomitha sebagai orang kepercayaanya Sang Ayah, Tapi Ayahnya Siska menggelapkan dana perusahaan. Akhirnya ketahuan, ketika mau ditangkap Ayahnya Siska melarikan diri menaiki mobil lalu terjadilah kecelakaan. Kedua orang tua Siska meninggal di dalam mobil hanya Siskalah yang selamat. Karena kasihan Ayah Shelomitha yang mengadopsi Siska sebagai anaknya."Mungkin saja, Non Siska sudah tahu tentang jati dirinnya, Non, Makanya dendam sama, Non Mitha.""Serius Mbok, pantesan sekarang, Siska sama Mitha bisa jahat banget.""Simbok kemarin sudah menduganya sifatnya, Non Siska persis kayak Ayahnya, atau mungkin pamannya, Non Siska dulu jahat banget kalau, Mbok enggak lupa namanya Jarwo.""Terus apa yang harus Mitha lakukan Mbok?""Jawabannya ada di hati, Non Mitha, katena hanya Non yang tahu.""Untuk sementara apa aku ikut, Ayah? Biar sedikit tenag hatiku, Mbok.""Terserah, Non bagaimana baiknya,"Senja mulai menguning pertanda sore hari telah tiba. Menemani Raka belajar dan juga Rania bermain membuat hati Shelomitha sedikit damai. Bramantyo pulang mendekati istrinya. Bramantyo terlihat sedikit takut mendekatinya, tapi ia berusaha semoga masih ada sedikit harapan. Shelomitha terlihat gugup tapi ia harus membicarakan masalah ini."Tha, bisa kita bicara."Hening"Shelomitha!""Bicara saja!""Maafin, aku, Tha!""Ya, sudah di maafkan.""Terus?""Besuk, aku minta izin ke rumah Ayah? Masalah hubungan kita, sebaiknya kita pisah, Mas."Bramantyo meremas rambutnya dengan kasar. "Tha.... ""Sebenernya aku masih mikirin anak-anak kita, Mas. Mereka pasti jiwanya akan terguncang, jika kita berpisah, aku sempat akan mempertahankan kekuarga kecil kita. Tapi, wanita itu hamil anakmu jadi maafkan aku, mungkin memang aku yang harus pergi, Mas."Shelomitha mencoba mengatur napasnya yang naik turun."Tidakkah kau memberi kesempatan aku sekali saja, Tha?""Terus bagaimana dengan kandungannya Siska, di dalam perut itu ada anakmu, Mas? Apa kamu akan memberikan aku seorang madu?""Bukan begitu Tha.""Terus apa?""Kita bisa selesaikan baik-baik Tha.""Bahkan dimimpipun aku enggak pernah ingin jadi istri pertama ataupun kedua.""Percayalah, aku dijebak.""Mas tahu kan pintu rumah, jika tidak dibukakan, sama yang punya rumah tamu itu tidak akan bisa masuk, begitupun kamu, Mas. Sebesar apapun Siska menggodamu kalau kamu tidak membukakan pintu ,Dia tidak akan masuk ke dalam rumah.""Shelomitha.""Sebelum, Mas menikahi wanita itu surat cerainya aku tunggu."Bramantyo prustasi, ia tak sanggup lagi menahan sesak di dadanya. Ia memanglah bersalah, perkataan Shelomitha benar ia lah pria yang bo**h, hanya di manfaatkan oleh Siska, hingga harus kelilangan mutiara yang berkilauan.Shelomitha berjalan pergi seraya menahan sesak menahan agar kali ini tak mengeluarkan air mata. Akhirnya sampai disini perjalanan kisah pernikahannya. keluarga kecilnya akan hancur, namun inilah inilah keputusan yang terbaik.Mama Wulan cemas is mondar-mandir memikirkan menantu yang akan pergi ke rumah, Ayahnya. Bagaimana caranya agar Shelomitha mau pulang ke rumah Mama Wulan. Arya memperhatikan Mamanya aneh dari tadi kayak orang bingung hanya mondar-mandir tanpa bicara tapi mukutnya komat kamit memikirkan sesuatu."Mama kenapa sih jalan bolak-balik lagi dari tadi?""Mama lagi pusing nih, gimana caranya agar kakakmu itu mau pulang ke rumah kita Arya? Bisa gila Mama kalau ditinggal kakakmu itu.""Ma ... mama mikirnya jangan kejauhan nanti sakit saja, Arya yang repot kan.""Makanya bantuin, Mama mikir? Malah diledekin." Gerutu sang Mama."Mama pura-pura sakit saja?" usul Arya."Aduh jangan gila, Arya, nanti, Mama sakit beneran gimana."Arya terlihat bingung. "Suruh kerja saja di kantor, Mama saja.""Tuh kan anak, Mama memang cerdas," Mama Wulan mencubit pipi Arya."Siapa dulu dong Arya. Ma, kayaknya keluarga kita dalam masalah besar deh. Mama lupa musuh kita serigala, hati-hati Ma nanti hartanya diambil semua sama istri barunya, Mas Bram.""Kamu bener, Arya kita harus lebih cerdik dari Siska. Mama sudah rencanakan ada pengacara Pak Rudi yang bantuin Mama. Begitu Shelomitha keluar dari rumah itu, rumah itu mau, Mama bikin disita oleh salah satu Bank."Makaud, Mama?""Ya Arya, kita harus lebih cerdik dari, Siska."Mereka sudah merencanakan sesuatu, semoga ini bisa menyelamatkan keluarganya dan menantu kesayangan.-Shelomitha memakai pashmina senada dengan rok memakai baju warna hitam, Shelomitha terlihat begitu anggun dan elegan, hari minggu rencana mau mengajak anak-anak kerumah Eyang Wulan sekalian pamit. Shelomitha menuruni tangga, ia berjalan ke arah anak-anak bermain."Jadi ikut, Bunda enggak?""Ikut dong, Bun.""Ayo, siap-siap.""Iya, Bunda."Shelomitha pamit sama Simbok untuk pergi ke rumah Mama Wulan. Bramantyo yang melihat istrinya dari sofa dekat televisi begitu terpesona. Ia membanting koran yang ia baca, betapa bo**hnya ia telah menyia-yiakan wanita yang baik juga sangat istimewa.Shelomitha berjalan hampir dekat suaminya, Bramantyo langsung berdiri dan memintanya untuk mengantar sekali saja, anak-anaknya pun ingin Papanya ikut bersama mereka."Papa boleh? Kok semua rapi mau kemana?" tanya Bramantyo pada Ranua."Bunda, boleh ya Papa ikut." Rania memohon.Shelomitha mengagguk.."Iya boleh.""Makasih, Tha."Shelomitha hanya diamHeningHanya ada suara langkah kaki menuju mobil. Shelomitha mengela napas panjang, betapa sejujurnya ia merindukan suasana seperti ini, dimobil hanya ada canda kedua putra putrinya. Shelomitha dan Bramantyo hanya diam seribu bahasa. Shelomitha hanya bisa diam setidaknya ini mungkin satu mobil dengan suaminya untuk yang terakhir kali.Keputusan memilih pergi mungkin ini yang terbaik, semoga kedepannya Shelomitha dan anak-anak akan baik-baik saja. Sesekali Bramantyo mencuri pandang ke arah Shelomitha yang ada di sampingnya. Bramantyo begitu bahagia setidaknya bisa melihat wajah istrinya, meskipun pandangan Shelomitha lurus kedepan. Bramantyo yang bersalah ia harus menanggung resikonya meskipun sakit yang ia rasakan.Keluarga kecil yang rukun dan harmonis, bisa hancur karena, perdebatan perdebatan kecil yang tidaklah penting. Tapi ini lain Bramantyo telah menghamili perempuan itu, sebenarnya Bramantyo adalah pria yang romantis dan penyayang, bersamanya Shelomitha lupa bagaimana caranya menangis. Delapan tahun menikah, baru kali ini Bramantyo menyakiti hati Shelomitha, kenapa? Ini soal yang ada diperut wanita itu bayi yang tak berdosa bagaimanapun bayi yang dikandung harus mendapatkan perhtian dari Ayah biologisnya. Dengan cepat Shelomitha menghapus air matanya yang sedari tadi hujan di wajahnya. Mobil terparkir di depan rumah mama Wulan, mereka masuk dan wanita paruh baya itu menyambutnya dengan sangat senang. Mamanya bahagia andai mereka tak berpisah.Tapi kenyataannya lain sebentar lagi mereka akan berpisah. Itu yang membuat hati wanita paruh baya itu bersedih. "Pagi, Mama." Shelomitha membawakan oleh-oleh buah dan juga kue kering."Pagi sayang, gimana hari ini sehat," jawab Mama Wulan, sete
Arya berkemas di dalam kamar, ia mencari bajunya buat tanding namun tak juga ia temukan, perasaan Arya sudah menaruhnya di dalam tas. Ia turun dari kamar atas menemui sang Mama"Mama tahu seragam Atya yang baru kemarin, ndak? Baju buat lomba kemarin Ma?" "Gimana sih sebentar lagi berangkat lo, inget enggak di taruh dimana?" "Kemarun sih di dalam tas, Ma.""Kan habis pertandingan waktu itu kita nginep di rumah Bramantyo. Inget ga? Mungkin ketinggalan disana.""Oh iya, kalau enggak salah ada di sana. Terus bagaimana, Ma." "Makanya sekarang cepat cari, mumpung masih lama. Tiga jam lagi berangkatnya," "Iya deh, Ma, Arya berangkat kesana.""Iya hati-hati jangan ngebut, Arya!""Siap, Mama."Arya meninggalkan rumah dan melajukan motor kesayangan menuju rumah kakaknya. Matahari mulai tenggelam pertanda petang telah tiba. Bramantyo dan Shelomitha mampir ke mall untuk membeli permainan Raka dan Rania, lalu bergegas pulang. Mobil melaju menuju kediaman rumah Bramantiyo, mobil terparkir dig
Pemandangan yang asri udara yang sejuk membuat Raka dan Rania melihat pemandangan yang begitu indah. Dari balik kaca mobil terlihat senyum merekah dari kedua anaknya. Shelomitha dan anaknya tak sabar berjumpa dengan sang kakek yang telah lama tak mereka jumpai.Mobil terparkir di alamat yang Shelomitha pegang, tiga bulan lalu saat terakhir kali bertemu sang Ayah pindah ke kota Nganjuk. Rasa bahagia ketika alamat sang Ayah sudah ia ketemukan, halaman yang luas penuh bunga-bunga jarak antara rumah penduduk masih beberapa meter, 200 meter dari rumah Ayahnya. Terlihat akses jalan rel kereta api.Rumah yang nyaman dan indah dengan perabot bercorak kayu jati asli membuat mata tak bosan memandang. "Assalamu'alaekum.""Wa'alaikumsalam.""Ayah!" Dengan takzim Shelomitha mencium punggung sang ayah dan memeluknya. Raka dan Rania menghampiri sang kakek lalu memeluknya, suasana haru pertemuan antara kakek dan cucunya, juga Shelomitha. Pak Ferdi mempersilahkan masuk semua yang datang. Sementara M
Pagi yang indah terdengar suara riuh burung-burung berkicau, Shelomitha dan anak-anaknya berjalan di persawahan juga melihat pemandangan yang hijau dan juga sejuk. selesai jalan-jalan mereka berlalu pulang dan Kakaknya sudah berada pulang dari kota Madiun. Ia memeluk Mitha. Kakaknya sangatlah rindu dengan adik semata wayangnya."Ko tambah cantik saja sih, Adik Mas?""Mulai menggoda." Shelomithamencubit pipi Pramono."Gimana kabar kamu? Mas sampai rindu sudah lama kita tak bertemu.""Alhamdulillah baik, Mas, tapi tidak dengan pernikahan Mitha sudah diambang kehancuran.""Kok bisa gimana sih, coba jelaskan?""Mas Bram selingkuh dengan Siska Mas?""Apa ... dasar bener-bener Siska tak ada habisnya buat hancurin keluarga kita.""Sudahlah, Mas, semua sudah terjadi. Mas bram bilang katanya Dia dijebak Siska awalnya Mitha mau memaafkannya karena demi anak-anak tapi Siska mengandung anaknya Mas Bram.""Bener-bener keterlaluan Siska, Mas tak terima, Tha. Mas harus buat perhitungan dengannya."
Sebelum adzan magrib berkumandang mereka sudah samapi di rumah sang kakek. Mereka membersihkan diri lalu Salat Magrib berjamaah. Setelah itu berkumpul di meja makan. Makan malam sudah tersedia ada mie goreng, telur, ayam bakar juga urap-urap dan sambal kentangHening hanya terdengar suara sendok dan piring mereka menikmati makanan, yang begitu menggoda lidah. Hingga piring mereka kosong, Shelomitha membantu membersihkan sisa makanan. Meja kembali rapi, Shelomitha mendekati Ayahnya, duduk di sampingnya. "Kapan baliknya, Nak? Apa sebaiknya disini saja, temani Bapakmu juga Masmu?" tanyanya."Raka harus sekolah, Ayah, kan Mitha kemarin sudah cerita sama, Ayah." "Yakin ndak takut kalau digangguin atau mungkin sama Siska.""Ayah ... kenapa harus takut. Aku hanya takut sama Allah, sudahlah Ayah, aku hanya butuh do'a Ayah. Jadi kenapa harus takut." "Ya, Ayah hanya bisa berdo'a semiga kamu dlaam lindungannya, Tha.""Aamiin.""Nak Arya, Ayah nitip, Mitha ya! Jagain dia dari, Siska.""Insya
Mobil berjalan meninggalkan rumah Bu Wulan menuju ke sokolah, mengantar Raka. Mobil Arya melaju dengan kecepatan sedang. Tak butuh waktu lama mereka telah sampai ke depan gerbang sekolah. Selesai mengantar Raka, Aryaengantar Bu Wulan juda Shelomitha untuk membeli kebutuhan sayuran juga sembako, tak lama mobil Arya telah sampai di pasar juga toko langganan Bu Wulan area pasar berdekatan dengan sebuah mall. Mobil sudah berada di area parkir. Mereka turun lalau masuk ke dalam untuk belanja, sedangkan Arya duduk di warung memesan kopi menunggu Bu Wulan dan Shelomitha belanja. Arya sekilas melihat Siska keluar dari mall belanja dengan seorang lelaki paruh baya. Arya terus mengamati gerak gerik mereka berdua. Apa lelaki bersama itu adalah, Jarwo yang pernah Shelomita dan Pak Ferdi katakan waktu itu? Lelaki setengah baya itu mendapat telepon dan langsung bergegas pergi bersama Siska. Telah pergi menggunakan mobil. Arya berjalan menuju warung tadi memesan satu cangkir capuchino. Arya menye
Tiada satupun skenario Allah yang tidak indah, semuanya pasti indah walaupun kita sulit untuk memahaminya, itulah yang terjadi pada musibah tadi semuanya atas kehendaknya. Semoga Arya baik-baik saja, ia terluka karena menyelamatkan Shelomitha, bayangan tusukan itu selalu menari-nari diotak Shelomitha.Arya selamatpun adalah anugerah terindah di balik setiap musibah yang mereka alami. Sungguh Shelomitha berharap semua baik-baik saja. Ia takut melibatkan keluarga mertuanya untuk membantunya, ia takut jika banyak yang terluka olehnya karena ulah Siska. Siska hanya mengincarnya tapi Arya yang terluka.Apa Shelomitha harus pergi saja dari rumah Bu Wulan, Shelomitha hanya takut jadi beban Mama Wulan."Ma, Mitha pindah saja kali ya, Ma? Wku takut, akan melukai Arya juga Mama." Mitha meremas ujung jilbabnya, ia begitu cemas jika bu Wulan marah karena keinginannya untuk pindah rumah. "Mitha ngomong apa sih, kita ini keluarga, Mitha. Mama yang seharusnya menjagamu, ngak boleh ngomong gitu lag
Bisakah Siska berubah, di dalam hidupnya hanya ada ambisi dan dendam, keluarga Ayah Farhan selalu menyayanginnya hanya dengan sekali hasutan sang Paman, Siska berubah jadi wanita yang kejam. Siska tidak pernah menyadari bahwa hidupnya dipenuhi dengan ambisi. Kalaupun Shelomitha harus terpuruk karena kehancuran rumah tangganya. Shelomitha tidak lupa bahwa semua sudah camput tangan dengan takdirnya. Tantangan hidup setiap orang pasti ada, Shelomitha harus taklukkan dan menjadi pemenang. Kemenangan bukti perjuangan, karena makin gigih berjuang, makin terbuka pintu kebahagiaan. Nama Bramantiyo dan Shelomitha dipanggil di dalam ruang pengadilan. Mereka dan juga saksi masuk dalam ruangan. Sesaat Shelomita membeku tangannya sedingin es, gugup tak beraturan keringat dingin membasahi tubuhnya. Sungguh tak ada sejakipun dalam benaknya akan duduk dikursi dihadapan para hakim di pengadilan.Shelomitha mencoba untuk tegar, agar ia tak gugup. Shelomitha pasti bisa jalani proses ini dengan hati y
a few full moons laterKeluarga besar Arya dan Bramantyo, begitu antusias ingin berkunjung di Gunung Tangkupan Perahu tempat wisata terkenal di Jawa Barat, tempat wisata Legenda Sangkuriang. Arya lagi ada tugas di Bandung sekalian semua ikut liburan karena sekalian, weekend bersama keluarga tercinta. "Fino sakit, aku gak jadi ikut ya, Arya.''"Iya, baiklah next time kita ngumpul lagi. Semoga cepat sembuh, Fino. Mas.''''Aamiin.""Titip Sultan dan Mama saja ya.''"Hu um, beres, Mas."Semua sudah siap berangkat ada Sultan, Raka, Rania, Yusuf dan Senja anak bungsu Shelomitha dan Arya. Satu keluarga besar berkumpul mempersiapkan liburannya.Mobil disewa dan meluncur menuju lokasi tempat wisata, udara yang sejuk dan asri tentunya, serta banyak pohon tinggi menjulang. Membuat mereka takjub dengan pemandangannya, mereka langsung bergegas berjalan menuju area dimana rasa penasaran mereka akan cerita legenda Sangkuriang. Seorang anak yang mencintai Ibu kandungnya.Perjalanan hampir enam jam.
Shelomitha duduk menyusui baby Yusuf di kamarnya sambil menunggu video call-nya pada suaminya Arya di terima. Karena ada sesuatu yang harus Shelomitha bicarakan. "Assalamu'alaikum, sayang," ucapan salam terdengar bersamaan dengan munculnya wajah tampan Arya yang tersenyum seperti biasa."Wa'alaikumsalam. Mas, sudah sampai kantor?""Ya, sudah sejak tadi. Kenapa sayang?""Ada file ketinggalan ini di rumah, penting ngak ini, Mas?'Hening. Shelomitha hanya menatap wajah suaminya yang ada di layar ponselnya. Orang yang selalu bisa membuatnya tenang. Sementara Arya masih sedikit sibuk menatap layar laptopnya. "Tidak, sayang, itu buat meeting besok." "Oh, begitu."Shelomitha senang menatap wajah suaminya itu, entah baru saja berpisah ia sudah sangat rindu. "Ada lagi sayang yang mau dibicarakan.""Tidak, hanya rindu.''Arya tersenyum di balik layar ponsel milik Shelomitha. "Sama dong."Shelomitha masih diam. Ia sibuk menyusui Yusuf sesaat ia menangis. "Ok. Yusuf nangis. Sudah dulu ya, M
Shelomitha menangis ia terharu ternyata cinta bisa membuatnya kuat, kuat untuk menjalani proses yang ia takuti berjalan lancar. Besoknya masih setia Arya menunggu istrinya. "Dokter kapan boleh pulang?" tanya Arya pada sang dokter."Hari ini boleh pulang, Ibu Mitha juga sudah sehat, bayinya juga sehat jangan lupa asinya ya Ibu diberikan." "Iya, dokter." Shelomitha dituntun Arya menuju mobil, sedangkan anak kecilnya digendong Mama Wulan. Mobil melaju menuju rumah Mereka, selang tiga puluh menit mobil sudah terparkir di halaman rumah. Arya menuntun sang istri di kamar baru untuk si kecil dan Shelomitha."Mas, ini bagus banget kamarnya, Makasih ya?" tanya Mitha pada suaminya."Sama-sama sayang, aku gak tega kalau di kamar atas, takut nanti kamu jatuh." Arya mendisain kamar begitu bagus, tempat tidur besar dan box untuk sikecil. Dan ranjang besar untuknya dan istrinya, dengan motif biru. Arya berjalan masuk kamar melihat Shelomitha sedang belajar menyusui sikecil, Arya mengecup kenin
"Apa yang terjadi, Mas?""Aku tahu siapa yang memukuliku saat itu.""Hah, siapa?""Apa, Dokter Amar teman kita juga."Shelomitha mengangguk. "Hu um.""Wajahnya aku kenal banget, di dalam mimpi wajah Amar yang kulihat sayang." Jelas Arya menginggat mimpinya."Apa, jadi yang membuat, Mas Arya kecelakaan karena ulah Ammar?" tanya Shelomitha pada suaminya."Sebenarnya aku digebukin, terus aku lari naik motor aku tak sadar ada sebuah truk menghantam motorku.""Astaghfirullah. Ya Allah bener-bener jahat banget dia," lirih Shelomitha mendengus kesal."Ya sudah sayang, itu kan sudah lama, yang penting sekarang kamu sudah bener-bener menjadi istriku, kan." Shelomitha gak habis pikir Amar teryata begitu licik, ingin menyakiti Arya dulu, sudahlah biar Allah yang membalaskan kejahatannya. Kejadiannya juga sudah begitu lama, namun dengan mendengar cerita suaminya perut Shelomitha mendadak sakit.-Namun Shelomitha tahan hingga pagi pun tiba, selesai salat subuh ia berdoa. Ya Alloh yaa Robbana di
Mereka bangun dan menjalankan kewajibanya dimusholla rumahnya. Arya mengajari anak-anaknya mengaji juga Sultan yang masih menginap duirumah sang paman, ia ingin belajar mengaji bersama adik-adiknya. Dan juga memberikan penjelasan, "Apapun masalahnya jangan pernah tinggalkan salat, kunci dari kita hidup didunia ini adalah satu yaitu shalat. Maka, apapun masalah yang kita hadapi, hamparkanlah sajadah dan sholatlah, bertumpulah pada kekuatan Allah.""Sudah mengerti apa yang ayah sampaikan, mugkin ada yang perlu ditanyakan?" tanya Arya pada anak-anaknya juga Sultan."Kalau kita sakit, apa tetap harus salat ayah?" tanya Raka pada Ayahnya."Iya, Nak, bisa dengan tayamum, bisa juga duduk ataupun tertidur," jawab Arya lembut.Sementara Shelomitha menyiapkan makanan, kandungan Shelomitha sudah mulai membesar, ia harus banyak makan sayur-sayuran biar proses melahirkan nanti ia bisa kuat. Sarapan pagi sudah tersedia, ada bakwan jagung kesukaan Rania ayam geprek.Mereka menikmati makanan dengan
Malam semakin larut hanya terdengar suara ombak dan angin kencang. Shelomitha sudah tidur dalam mimpinya sementara Arya gelisah memikirkan mimpinya yang baru saja ia alami. Gadis yang bernama Dara itu semakin mendekat seperti tidak asing wajahnya diingatan Arya. Arya berjalan menuju balkon dan duduk di kursi, ia menatap angin juga suara ombak yang menentramkan jiwanya. Ia terus menginggat siapa Dara sebenarnya, sementara ingatannya belum begitu jelas menangkap siapa wanita dalam mimpinya itu Ia menatap langit yang semakin gelap, dengan bintang yang tak berani menujukkan sinarnya, ia takut jika perasaannya melukai hati Shelomitha istrinya. Jika Mitha tahu siapa Dara yang berada dalam mimpinya. Ia takut ditinggalkan. Shelomitha terbangun melihat sang suami tidak ada ditempatnya, ia lalu menghampiri suaminya yang duduk sendiri dikursi depan kamarnya, apa yang terjadi dengannya ya? Tidak seperti biasanya. Shelomitha lalu mendekati suaminya."Mas kenapa, mimpi buruk kah?" tanya Shelomitha
Senja mulai meninggalkan tugasnya,berganti dengan petang. Arya sudah kembali pulang ke rumah bersama anak-anaknya. Arya mencari istrinya lalu memeluknya dari belakang."Ayo sayang temani aku ke undangan, Amanda?" "Hmm, sayang biarkan aku di rumah saja, aku malas," jawab Shelomitha malas. "Baiklah, kalau gitu aku juga gak hadir deh." "Lo kok tiduran, bukannya undanganya jam tujuh sayang?" tanya Shelomitha bingung."Ya buat apa aku datang kalau istriku tidak ikut, ya sudahlah tidur saja," jawab Arya pada istrinya."Hmm ya sudah baiklah, aku ikut," ucap Shelomitha ragu yang sejujurnya ia malas ketemu Amar."Beneran sayang." ''Hu um, tapi gaka malu ajakin, Mitha, hmm Mitha kan!" ucap Shelomitha yang dipotong oleh suaminya."Aku tidak malu sayang, aku menyukaimu titik, sudah ganti pakaianmu, aku tunggu dibawah ya." Fiko pergi dan mencium pipi istrinya.Shelomitha menatap ke arah cermin, ia sungguh takut, bagaimana jika Arya diejek sama temanya, gelisah Shelomitha memikirkan. Ia lalu m
Beberapa bukan berlalu, Bramantyo sudah sampai di Surabaya, keadaanya yang semakin pulih namun, ia masih menggunakan kursi roda kakinya masih belum bisa untuk berjalan. Sementara Syerli selalu setia menemani sang suami, meskipun kadang Bramantyo bersikap kasar, namun tak ia hiraukan, Syerli lebih memilih mengalah dari pada harus mementingkan egonya.Ia tahu jika suaminya akan berubah menyayanginya seperti dulu lagi, sejak ketemu Shelomitha adik semesternya di kampus. Bramantyo sudah mulai melupakannya, semoga saja Bramantyo berubah seperti dulu, disitulah Syerli mslasih bertahan akan tetap setia mendampinginya. "Li, tolong ambilkan air putih," suruh Bramantyo pada istrinya yang lagi membereskan baju miliknya."Baiklah, sebentar ya," jawab Lili sambil melangkah pergi ke dapur, tumben agak lembut nyuruhnya. Bramantyo melihat lalu lalang kendaraan dari jendela rumahnya, ia menatap kakinya sampai kapan itu berakhir, ia jadi lumpuh karena kesalahannya mabuk bersama Siska. Ia menarik napa
Shelomitha membantu di dapur, menyiapkan sarapan pagi, telur balado dan mie goreng sudah siap dimeja makan, mereka berkumpul sarapan tanpa Arya juga Sultan, mereka hanya diam menikmati sarapan pagi. Sementara Shelomitha hanya menatap makanan tanpa disentuh, namun ia ingat pesan suaminya harus makan yang banyak. "Bunda, Ayah lama sekali sih belum juga pulang Raka dan Rania sudah rindu," seru Raka juga Rania cemberut, mereka sudah merindukan Ayahnya."Sabarlah sayang, kalau semua sudah beres, Ayah pasti akan pulang, ayo semangat sekolahnya, jangan pada cemberut nanti cantik dan gantengnya hilang lo." Mitha menenagkan kedua anaknya."Hmm, Bunda." "Nah begitu kan anak pinter, ayo berangkat nanti telat." Suruh Shelomitha kepada anak-anaknya yang masih cemberut.Mereka diantar Mang Kardi ke sekolah, sedangkan Shelomitha sibuk mengecek file yang dikirim rekannya kerjanya Ana, sementara Aeya dan Sultan masuk ke dalam rumah. Rumah terlihat sepi, Arya menyuruh Sultan untuk istirahat dikamarny