Pemandangan yang asri udara yang sejuk membuat Raka dan Rania melihat pemandangan yang begitu indah. Dari balik kaca mobil terlihat senyum merekah dari kedua anaknya. Shelomitha dan anaknya tak sabar berjumpa dengan sang kakek yang telah lama tak mereka jumpai.
Mobil terparkir di alamat yang Shelomitha pegang, tiga bulan lalu saat terakhir kali bertemu sang Ayah pindah ke kota Nganjuk. Rasa bahagia ketika alamat sang Ayah sudah ia ketemukan, halaman yang luas penuh bunga-bunga jarak antara rumah penduduk masih beberapa meter, 200 meter dari rumah Ayahnya. Terlihat akses jalan rel kereta api.Rumah yang nyaman dan indah dengan perabot bercorak kayu jati asli membuat mata tak bosan memandang. "Assalamu'alaekum.""Wa'alaikumsalam.""Ayah!"Dengan takzim Shelomitha mencium punggung sang ayah dan memeluknya. Raka dan Rania menghampiri sang kakek lalu memeluknya, suasana haru pertemuan antara kakek dan cucunya, juga Shelomitha. Pak Ferdi mempersilahkan masuk semua yang datang. Sementara Mang Kardi dan Mbok Darmi istirahat di kamar yang telah disediakan."Ayah gimana kabarnya sehat?" tanya Mitha pada Ayahnya."Alhamdulillah, Ayah sehat Nduk," jawab sang ayah pada putrinya."Ayah gimana critanya tiga bulan yang lalu Ayah pindah ke sini?" tanya Mitha lagi."Ndak apa-apa, Nduk, Ayah memang pengen cari suasana baru," jawab sang ayah ragu."Ayah tolong jujur sama Mitha? Jangan ada rahasia Mitha sudah tahu semuannya dari Mbok."Pak Fersi menghela napas panjang. "Ayah diancam kalau resto tak diberikan pada Siska, Ayah mau dihabisi sama Jarwo."Untung yang mengurus rumah juga resto Ayah sekarang istrinya pamanmu seorang aparat kepolisian coba kalau tidak Ayah enggak tau.""Jadi alasan pindah Ayah juga karena ini, maafin Mitha Ayah, Mitha enggak ada saat-saat sulit, Ayah. Katanya dikontrakan?""Ndak papa dan ada, Masmu Pram yang jagain, Ayah."Ternyata Ayahpun diancam sama Siska, dasar wanita itu hatinya menjadi rakus akan kekuasaan dunia, bahkan dia tega menyakiti hati seorang ayah yang telah merawatnya dari kecil hingga ia tumbuh jadi sebesar itu. Menyekolahkanya, menyayanginya sama sepertiku.Terbuat dari apa hatinya hingga begitu tega berbuat sekeji itu. Sesaat ponsel milik Shelomitha bergetar"Sudah sampai sayang di rumah, Ayah?""Alhamdulillah sudah Mama.""Syukurlah, Mitha. ""Iya, Ma. ""Jangan kaget ya? Mobil kamu diikuti oleh dua pria bermotor. Mang Usep menabrak trotoar tadi.""Ya Allah, Ma, bagaimana keadaan mereka?""Mang Usep sih enggak papa, hanya mobilnya yang lecet.""Syukurlah, Ma kalau gitu""Inget pesen, Mama jangan keluar sendirian.""Baik, Ma."Shelomitha tidak ingin merahasiakan hubunganya yang diambang kehancuran. ia lalu menceritakan pada sang ayah semua yang dialaminya, Ayahnya mendengarkan cerita dari Shelomitha. beliau menghela napas panjang dan itu sudah diduganya, karena waktu itu Siska mengancam akan merebut menantunya."Ayah kenapa tidak memberi tahu, Mitha dari dulu, kalau Ayah bilang setidaknya Mitha akan berhati-hati.""Ayah takut kalau kamu terbebani, Ayah juga menyesal sudah merahasiakan dari kamu.""Sudahlah, Ayah nasi sudah menjadi bubur, yang penting kita sekarang masih dilindungi oleh Allah.""Iya, Nak. Yang penting kamu dan anak-anak sehat itu sudah cukup."Iya, Ayah."-Hari berganti malam, hanya terdengar embusan angin dan dingin yang masuk kedalam tubuh melalui pori-pori, Shelomitha berada di luar rumah bersama si Mbok, mereka menikmati pemandangan yang hijau dadi sorot sinar lampu dalam kegelapan malam.Pagi hari tiba mereka berencana untuk pergi ke perkebunan apel milik sang ayah, mereka berjalan kaki menelusuri jalan pinggir kereta api. Embun pagi masih terlihat jelas di sepanjang jalan rel kereta api, menuju persawahan petani bawang merah. Area sawah yang terbentang luas, pemandangan yang tak pernah dilihat anak-anak selama ini."Kakek bawang merahnya sudah mulai panen belum kek?" tanya Raka pada sang kakek."Belum Raka mungkin masih sekitar dua minggu lagi.""Memang masa panennya berapa hari Yah?" tanya Mitha"Kalau musim kemarau bisa sampai enam puluh hari ada yang enam puluh dua hari tergantung lihat kondisi bawangnya, kalau musum hujan ya cuma lima puluh atau enpat puluh lima hari saja.""Oh gitu yah.""Iya, sayang."Selesai berjalan jalan mereka mampir diwarung nasi pecel milik salah satu warga, semua memesan nasi pecel. Mereka menikmati sarapan sampai habis, selesai makan mereka kembali berjalan melewati rel kereta api, dan kembali ke rumah kakeknya. Shelomitha merasakan suasana desa yang begitu indah, terlihat wajah Raka dan Rania yang tak henti-hentinya tersenyum senang.-Bramantyo menatap kosong rumah mewahnya, sepi dan sunyi, biasanya suara istrinya yang selalu ia dengar ketika pagi hari tiba. Dan juga anak-anaknya yang selalu meramaikan rumahnya, kini hanya tinggal kenangan. Ponselnya berdering sang mama menelpon."Hallo, iya Ma.""Bisa ke rumah Mama sekarang.""Iya, Ma. Bisa."Bramantyo melajukan mobilnya menuju rumah Mama nya, mobil terparkir di halaman rumah mamanya. Saat ituama Wulan sudah menunggunya di dalam, Bramantyo masuk ke rumah sepi kemana anak-anaknya juga istrinya."Kemana anak-anak kok sepi, Ma?" tanya Bramantyo pada Mamanya. "Mereka liburan ke Bali." Mamanya berbohong.Mama wulan menceritakan kejadian, Mang Usep yang diikuti oleh dua pria bermotor, sang Mama takut jika Raka dan Rania dilukai oleh mereka. Bram terlihat geram wajahnya memerah."Kenapa Bram terperangkap dalam permainan Siska, Ma?""Semua sudah terlanjur, Nak, kamu harus jalani ini, kalau bisa rubahlah sifat jahat Siska.""Urus perceraiaanmu dengan, Mitha. Nak, Agar anak-anak kamu aman. menikahlah dengan Siska, dan ceraikan Mitha. Itu akan menyelamatkan anak-anakmu dari gangguan wanita itu."Tapi, Ma....""Kau adalah Ayah dari bayi itu Bram, kamu harus bertanggung jawab, percaya sama Mama."Beliau menceritakan semua kejadian bahwa Siska bukan adik kandungnya dan tentang paman Jarwo yang begitu kejam dan licik. Bram akhirnya menyetujuhi permintaan Mama, dan ia harus hati-hati terhadap paman Jarwo yang telah mengendalikan Siska untuk balas dendam.Mama Wulan meminta sementara Bramantyo untuk pindah ke apartemen, biar rumah yang Bramantyo tempati ditutup. Mama Wulan akan menelepon pihak bank, untuk menyita rumahnya itu. Brampun menyetujui apa yang Mamanya rencanakan.-Pak Ferdi membuka cabang di kota ini soto babat dengan dibantu oleh Kakak yang pertamaPramono dan istriya Ana. Warung Ayahnya lumayan ramai pengunjung, jarak dari rumah ke warung sekitar satu kilometer. Alhamdulillah Pak Ferdi masih sehat. Sejak snag iatri meninggal beliau tidak ingin menikah lagi."Ayah, betah di kota ini?" tanya Shelomitha."Alhamdulillah, Nak, Ayah akan menghabiskan sisa umur Ayah disini, Ayah kan juga ada Masmu disini rumahnya juga di samping Ayah lagi." "Kalau, Ayah merasa nyaman di sini ya bagus sih.""Bagaimana dengan kamu sendiri? apa rencanamu mau tinggal disini sama, Ayah?""Mitha belum tahu, Ayah, sebenarnya tanpa sepengetahuan Mas Bram, Mitha disana punya usaha butik ayah. Alhamdulillah sudah banyak pelanggannya.""Alhamdulillah butik apa?""Baju syari, Ayah," jawab Shelomitha."Iya bagus Nak, ndak takut sama Siska?""Ayah ... kenapa harus takut jodoh, maut rezeki semua sudah ada yang ngatur, tinggal Mitha berusaha dan berdo'a semoga semua baik-baik saja, lagian ada Ayah yang selalu do'ain Mitha."Meraka berdua ngobrol di depan rumah sambil di temani dua gelas wedang jahe. Mitha menanyakan kakaknya Pram kemana ko ndak kelihatan. Kata sang ayah lagi di madiun ke rumah mertuanya, Ayahnya sudah menelepon katanya besuk akan pulang.Pramono memang sedikit pendiam, dari kecil ia selalu menjaganya kalau Siska merebut mainannya Shelomitha sadar bahwa Pramono, sudah mengetahui rahasia itu, kalau Siska bukan lah sedarah dengan kami.Sebenarnya usaha butiknya Shelomitha di buka bersama ibu-ibu wali murid tempat Raka sekolah, yang kadang mengeluh tentang ekonomi mereka, Shelomitha yang kasihan akhirnya punya ide untuk bikin butik. Akirnya Shelomitha menawarkan untuk bekerja di tempatnya, ia bahagia bisa membantu ibu-ibu untuk membantu pendapatan suami mereka. Tiba-tiba ponselnya bergetar lagi."Mbak gimana kabarnya?""Alhamdulillah baik, Arya""Mbak""Iya""Jadwal Arya terakhir besuk di Solo kalau sempet Arya mampir ya?""Boleh, jangan lupa oleh-olehnya buat Raka dan Rania.""Beres Mbak"Sekarang kamu sekarang dimana?""Dibandara Palembang Mbak, mau ke Solo.""Ya sudah hati-hati ya Mas juara."Shelomitha melangkah masuk ke dalam rumah, ia membayangkan Arya, ia jauh perhatian di banding Bramantyo kakaknya. Malam semakin dingin, angin yang trdengar begitu menakutkan, tapi itulah memang kota nganjuk terkenal dengan sebutan kota angin. Kesunyian malam membuat seisi rumah terjaga dari mimpinya. Suara kereta api tak membuat mereka terusik dalam tidur malamnya.Pagi yang indah terdengar suara riuh burung-burung berkicau, Shelomitha dan anak-anaknya berjalan di persawahan juga melihat pemandangan yang hijau dan juga sejuk. selesai jalan-jalan mereka berlalu pulang dan Kakaknya sudah berada pulang dari kota Madiun. Ia memeluk Mitha. Kakaknya sangatlah rindu dengan adik semata wayangnya."Ko tambah cantik saja sih, Adik Mas?""Mulai menggoda." Shelomithamencubit pipi Pramono."Gimana kabar kamu? Mas sampai rindu sudah lama kita tak bertemu.""Alhamdulillah baik, Mas, tapi tidak dengan pernikahan Mitha sudah diambang kehancuran.""Kok bisa gimana sih, coba jelaskan?""Mas Bram selingkuh dengan Siska Mas?""Apa ... dasar bener-bener Siska tak ada habisnya buat hancurin keluarga kita.""Sudahlah, Mas, semua sudah terjadi. Mas bram bilang katanya Dia dijebak Siska awalnya Mitha mau memaafkannya karena demi anak-anak tapi Siska mengandung anaknya Mas Bram.""Bener-bener keterlaluan Siska, Mas tak terima, Tha. Mas harus buat perhitungan dengannya."
Sebelum adzan magrib berkumandang mereka sudah samapi di rumah sang kakek. Mereka membersihkan diri lalu Salat Magrib berjamaah. Setelah itu berkumpul di meja makan. Makan malam sudah tersedia ada mie goreng, telur, ayam bakar juga urap-urap dan sambal kentangHening hanya terdengar suara sendok dan piring mereka menikmati makanan, yang begitu menggoda lidah. Hingga piring mereka kosong, Shelomitha membantu membersihkan sisa makanan. Meja kembali rapi, Shelomitha mendekati Ayahnya, duduk di sampingnya. "Kapan baliknya, Nak? Apa sebaiknya disini saja, temani Bapakmu juga Masmu?" tanyanya."Raka harus sekolah, Ayah, kan Mitha kemarin sudah cerita sama, Ayah." "Yakin ndak takut kalau digangguin atau mungkin sama Siska.""Ayah ... kenapa harus takut. Aku hanya takut sama Allah, sudahlah Ayah, aku hanya butuh do'a Ayah. Jadi kenapa harus takut." "Ya, Ayah hanya bisa berdo'a semiga kamu dlaam lindungannya, Tha.""Aamiin.""Nak Arya, Ayah nitip, Mitha ya! Jagain dia dari, Siska.""Insya
Mobil berjalan meninggalkan rumah Bu Wulan menuju ke sokolah, mengantar Raka. Mobil Arya melaju dengan kecepatan sedang. Tak butuh waktu lama mereka telah sampai ke depan gerbang sekolah. Selesai mengantar Raka, Aryaengantar Bu Wulan juda Shelomitha untuk membeli kebutuhan sayuran juga sembako, tak lama mobil Arya telah sampai di pasar juga toko langganan Bu Wulan area pasar berdekatan dengan sebuah mall. Mobil sudah berada di area parkir. Mereka turun lalau masuk ke dalam untuk belanja, sedangkan Arya duduk di warung memesan kopi menunggu Bu Wulan dan Shelomitha belanja. Arya sekilas melihat Siska keluar dari mall belanja dengan seorang lelaki paruh baya. Arya terus mengamati gerak gerik mereka berdua. Apa lelaki bersama itu adalah, Jarwo yang pernah Shelomita dan Pak Ferdi katakan waktu itu? Lelaki setengah baya itu mendapat telepon dan langsung bergegas pergi bersama Siska. Telah pergi menggunakan mobil. Arya berjalan menuju warung tadi memesan satu cangkir capuchino. Arya menye
Tiada satupun skenario Allah yang tidak indah, semuanya pasti indah walaupun kita sulit untuk memahaminya, itulah yang terjadi pada musibah tadi semuanya atas kehendaknya. Semoga Arya baik-baik saja, ia terluka karena menyelamatkan Shelomitha, bayangan tusukan itu selalu menari-nari diotak Shelomitha.Arya selamatpun adalah anugerah terindah di balik setiap musibah yang mereka alami. Sungguh Shelomitha berharap semua baik-baik saja. Ia takut melibatkan keluarga mertuanya untuk membantunya, ia takut jika banyak yang terluka olehnya karena ulah Siska. Siska hanya mengincarnya tapi Arya yang terluka.Apa Shelomitha harus pergi saja dari rumah Bu Wulan, Shelomitha hanya takut jadi beban Mama Wulan."Ma, Mitha pindah saja kali ya, Ma? Wku takut, akan melukai Arya juga Mama." Mitha meremas ujung jilbabnya, ia begitu cemas jika bu Wulan marah karena keinginannya untuk pindah rumah. "Mitha ngomong apa sih, kita ini keluarga, Mitha. Mama yang seharusnya menjagamu, ngak boleh ngomong gitu lag
Bisakah Siska berubah, di dalam hidupnya hanya ada ambisi dan dendam, keluarga Ayah Farhan selalu menyayanginnya hanya dengan sekali hasutan sang Paman, Siska berubah jadi wanita yang kejam. Siska tidak pernah menyadari bahwa hidupnya dipenuhi dengan ambisi. Kalaupun Shelomitha harus terpuruk karena kehancuran rumah tangganya. Shelomitha tidak lupa bahwa semua sudah camput tangan dengan takdirnya. Tantangan hidup setiap orang pasti ada, Shelomitha harus taklukkan dan menjadi pemenang. Kemenangan bukti perjuangan, karena makin gigih berjuang, makin terbuka pintu kebahagiaan. Nama Bramantiyo dan Shelomitha dipanggil di dalam ruang pengadilan. Mereka dan juga saksi masuk dalam ruangan. Sesaat Shelomita membeku tangannya sedingin es, gugup tak beraturan keringat dingin membasahi tubuhnya. Sungguh tak ada sejakipun dalam benaknya akan duduk dikursi dihadapan para hakim di pengadilan.Shelomitha mencoba untuk tegar, agar ia tak gugup. Shelomitha pasti bisa jalani proses ini dengan hati y
Shelomitha pun bergegas pulang menuju rumahnya."Bunda baru pulang?" tanya Raka dan Rania, sambil memeluknya."Iya sayang, Mama baru pulang, sudah pada makan belum?""Sudah, Bunda sama, Mbok Darmi." "Ok. Kalau begitu, Bunda beres- eres dulu ya?""Iya, Bunda."Shelomitha masuk ke kamar mandi lalu mengguyur tubuh dengan air dari shower merasakan segar di seluruh tubuh. Selesai ia mematikan shower memakai handuk berjalan keluar kamar. Selesai memakai piyama kubaringkan tubuhnya diatas ranjang. Menarik napas dan menatap langit-langit kamar, menekan kedua mata dengan jari-jari, mencegah agar air mata tak keluar karena bersedih. Sesaat pintu kamar diketuk. Tok ... tok"Masuk saja.""Bunda besuk ada lomba acara disekolah, kata, Bu Guru lomba berdua sama Papa.DegShelomitha menelan kudah yang begitu pahit. "Harus sama, Papa ya? Ndak boleh diwakilin sayang?" tanya Shelomitha cemas menanti jawaban Raka."Raka ngak tau, Bunda, tapi kata, Bu Guru kalau ayahnya sudah tidak ada boleh sama Pam
Shelomitha dan Raka masuk ke mobil diantar sama Mang Kardi, badan Shelomitha sedikit berkeringat, ia bener-bener takut jika kali ini Arya tak menepati janjinya datang ke sekolah. Baukan Ayah kandunhnya juga sudah tak peduli lagi. Mungkin, dia sudah punya kehidupannya sendiri, benda pipih di dalam tas diambil oleh Shelomitha. Berharap jika Arya menghubungi dan masih sama teleponnya tidak aktif, ada apa dengan Arya? kenapa ponselnya ngak aktif padahal biasanya selalu aktif."Bunda kalau Om Arya tak datang bagaimana?" tanya Raka cemas. "Om Arya pasti tepatin janjinya sayang, tapi kalau Om Arya tak jadi datang sama Mang Kardi saja ya? Tapi tetap, Bunda juga akan temani Raka sampai lombanya selesai" Shelomitha berusaha menyemangati anaknya."Ya, Bunda. ngak asyik kalau sama Mang Kardi, tapi ya sudah ngak papa deh Bunda." Shelomitha tahu jika Raka gelisah mungkin dalam batinya ia ngak terima jika Mang Kardi yang jadi teman satu timnya."Lo, Den Raka jangan remehin Mang Kardi. Mang Kardi
"Wa'alaikumsalam, Eyang."Sambut Raka juga Rania, Bu Wulan memeluk tubuh kedua cucunya, lalu Shelomitha menghampiri Bu Wulan dan mencium takzim punggung tangannya. Bu Wulan memeluk Shelomitha, beliau rindu sudah lama tidak berjumpa dengan menantunya itu."Eyang. Tadi Raka dapat juara satu," ujar Raka sambil menunjukkan piala pada sang Eyang."Duh pinternya, Cucu Eyang, sini pekuk Eyang. menang lomba apa sayang?" tanya sang Eyang kepada Raka.Raka Diam tak berani menjawab"Kenapa diam?" Arya datang dari kamar mandi lalu menjawab pertanyaan Mama Wulan. "Menang lomba sepasang Anak dan Ayah Mama," jawab Arya sambil mendekati Mama Wulan.""Katanya di Bali sayang kok tahu-tahu sudah disini saja?" tanya Mama Wulan bingung."Jadi gini, Ma. Raka yang minta tolong Arya untuk membantunya, soalnya Raka bingung harus minta tolong siapa, Ma. Sedangkan Mas Bram ngak bisa hadir." "Iya, ngak papa sayang, cuma Mama kaget saja katanya di Bali ko langsung ada di sini."Shelomitha memberi vidio Raka m
a few full moons laterKeluarga besar Arya dan Bramantyo, begitu antusias ingin berkunjung di Gunung Tangkupan Perahu tempat wisata terkenal di Jawa Barat, tempat wisata Legenda Sangkuriang. Arya lagi ada tugas di Bandung sekalian semua ikut liburan karena sekalian, weekend bersama keluarga tercinta. "Fino sakit, aku gak jadi ikut ya, Arya.''"Iya, baiklah next time kita ngumpul lagi. Semoga cepat sembuh, Fino. Mas.''''Aamiin.""Titip Sultan dan Mama saja ya.''"Hu um, beres, Mas."Semua sudah siap berangkat ada Sultan, Raka, Rania, Yusuf dan Senja anak bungsu Shelomitha dan Arya. Satu keluarga besar berkumpul mempersiapkan liburannya.Mobil disewa dan meluncur menuju lokasi tempat wisata, udara yang sejuk dan asri tentunya, serta banyak pohon tinggi menjulang. Membuat mereka takjub dengan pemandangannya, mereka langsung bergegas berjalan menuju area dimana rasa penasaran mereka akan cerita legenda Sangkuriang. Seorang anak yang mencintai Ibu kandungnya.Perjalanan hampir enam jam.
Shelomitha duduk menyusui baby Yusuf di kamarnya sambil menunggu video call-nya pada suaminya Arya di terima. Karena ada sesuatu yang harus Shelomitha bicarakan. "Assalamu'alaikum, sayang," ucapan salam terdengar bersamaan dengan munculnya wajah tampan Arya yang tersenyum seperti biasa."Wa'alaikumsalam. Mas, sudah sampai kantor?""Ya, sudah sejak tadi. Kenapa sayang?""Ada file ketinggalan ini di rumah, penting ngak ini, Mas?'Hening. Shelomitha hanya menatap wajah suaminya yang ada di layar ponselnya. Orang yang selalu bisa membuatnya tenang. Sementara Arya masih sedikit sibuk menatap layar laptopnya. "Tidak, sayang, itu buat meeting besok." "Oh, begitu."Shelomitha senang menatap wajah suaminya itu, entah baru saja berpisah ia sudah sangat rindu. "Ada lagi sayang yang mau dibicarakan.""Tidak, hanya rindu.''Arya tersenyum di balik layar ponsel milik Shelomitha. "Sama dong."Shelomitha masih diam. Ia sibuk menyusui Yusuf sesaat ia menangis. "Ok. Yusuf nangis. Sudah dulu ya, M
Shelomitha menangis ia terharu ternyata cinta bisa membuatnya kuat, kuat untuk menjalani proses yang ia takuti berjalan lancar. Besoknya masih setia Arya menunggu istrinya. "Dokter kapan boleh pulang?" tanya Arya pada sang dokter."Hari ini boleh pulang, Ibu Mitha juga sudah sehat, bayinya juga sehat jangan lupa asinya ya Ibu diberikan." "Iya, dokter." Shelomitha dituntun Arya menuju mobil, sedangkan anak kecilnya digendong Mama Wulan. Mobil melaju menuju rumah Mereka, selang tiga puluh menit mobil sudah terparkir di halaman rumah. Arya menuntun sang istri di kamar baru untuk si kecil dan Shelomitha."Mas, ini bagus banget kamarnya, Makasih ya?" tanya Mitha pada suaminya."Sama-sama sayang, aku gak tega kalau di kamar atas, takut nanti kamu jatuh." Arya mendisain kamar begitu bagus, tempat tidur besar dan box untuk sikecil. Dan ranjang besar untuknya dan istrinya, dengan motif biru. Arya berjalan masuk kamar melihat Shelomitha sedang belajar menyusui sikecil, Arya mengecup kenin
"Apa yang terjadi, Mas?""Aku tahu siapa yang memukuliku saat itu.""Hah, siapa?""Apa, Dokter Amar teman kita juga."Shelomitha mengangguk. "Hu um.""Wajahnya aku kenal banget, di dalam mimpi wajah Amar yang kulihat sayang." Jelas Arya menginggat mimpinya."Apa, jadi yang membuat, Mas Arya kecelakaan karena ulah Ammar?" tanya Shelomitha pada suaminya."Sebenarnya aku digebukin, terus aku lari naik motor aku tak sadar ada sebuah truk menghantam motorku.""Astaghfirullah. Ya Allah bener-bener jahat banget dia," lirih Shelomitha mendengus kesal."Ya sudah sayang, itu kan sudah lama, yang penting sekarang kamu sudah bener-bener menjadi istriku, kan." Shelomitha gak habis pikir Amar teryata begitu licik, ingin menyakiti Arya dulu, sudahlah biar Allah yang membalaskan kejahatannya. Kejadiannya juga sudah begitu lama, namun dengan mendengar cerita suaminya perut Shelomitha mendadak sakit.-Namun Shelomitha tahan hingga pagi pun tiba, selesai salat subuh ia berdoa. Ya Alloh yaa Robbana di
Mereka bangun dan menjalankan kewajibanya dimusholla rumahnya. Arya mengajari anak-anaknya mengaji juga Sultan yang masih menginap duirumah sang paman, ia ingin belajar mengaji bersama adik-adiknya. Dan juga memberikan penjelasan, "Apapun masalahnya jangan pernah tinggalkan salat, kunci dari kita hidup didunia ini adalah satu yaitu shalat. Maka, apapun masalah yang kita hadapi, hamparkanlah sajadah dan sholatlah, bertumpulah pada kekuatan Allah.""Sudah mengerti apa yang ayah sampaikan, mugkin ada yang perlu ditanyakan?" tanya Arya pada anak-anaknya juga Sultan."Kalau kita sakit, apa tetap harus salat ayah?" tanya Raka pada Ayahnya."Iya, Nak, bisa dengan tayamum, bisa juga duduk ataupun tertidur," jawab Arya lembut.Sementara Shelomitha menyiapkan makanan, kandungan Shelomitha sudah mulai membesar, ia harus banyak makan sayur-sayuran biar proses melahirkan nanti ia bisa kuat. Sarapan pagi sudah tersedia, ada bakwan jagung kesukaan Rania ayam geprek.Mereka menikmati makanan dengan
Malam semakin larut hanya terdengar suara ombak dan angin kencang. Shelomitha sudah tidur dalam mimpinya sementara Arya gelisah memikirkan mimpinya yang baru saja ia alami. Gadis yang bernama Dara itu semakin mendekat seperti tidak asing wajahnya diingatan Arya. Arya berjalan menuju balkon dan duduk di kursi, ia menatap angin juga suara ombak yang menentramkan jiwanya. Ia terus menginggat siapa Dara sebenarnya, sementara ingatannya belum begitu jelas menangkap siapa wanita dalam mimpinya itu Ia menatap langit yang semakin gelap, dengan bintang yang tak berani menujukkan sinarnya, ia takut jika perasaannya melukai hati Shelomitha istrinya. Jika Mitha tahu siapa Dara yang berada dalam mimpinya. Ia takut ditinggalkan. Shelomitha terbangun melihat sang suami tidak ada ditempatnya, ia lalu menghampiri suaminya yang duduk sendiri dikursi depan kamarnya, apa yang terjadi dengannya ya? Tidak seperti biasanya. Shelomitha lalu mendekati suaminya."Mas kenapa, mimpi buruk kah?" tanya Shelomitha
Senja mulai meninggalkan tugasnya,berganti dengan petang. Arya sudah kembali pulang ke rumah bersama anak-anaknya. Arya mencari istrinya lalu memeluknya dari belakang."Ayo sayang temani aku ke undangan, Amanda?" "Hmm, sayang biarkan aku di rumah saja, aku malas," jawab Shelomitha malas. "Baiklah, kalau gitu aku juga gak hadir deh." "Lo kok tiduran, bukannya undanganya jam tujuh sayang?" tanya Shelomitha bingung."Ya buat apa aku datang kalau istriku tidak ikut, ya sudahlah tidur saja," jawab Arya pada istrinya."Hmm ya sudah baiklah, aku ikut," ucap Shelomitha ragu yang sejujurnya ia malas ketemu Amar."Beneran sayang." ''Hu um, tapi gaka malu ajakin, Mitha, hmm Mitha kan!" ucap Shelomitha yang dipotong oleh suaminya."Aku tidak malu sayang, aku menyukaimu titik, sudah ganti pakaianmu, aku tunggu dibawah ya." Fiko pergi dan mencium pipi istrinya.Shelomitha menatap ke arah cermin, ia sungguh takut, bagaimana jika Arya diejek sama temanya, gelisah Shelomitha memikirkan. Ia lalu m
Beberapa bukan berlalu, Bramantyo sudah sampai di Surabaya, keadaanya yang semakin pulih namun, ia masih menggunakan kursi roda kakinya masih belum bisa untuk berjalan. Sementara Syerli selalu setia menemani sang suami, meskipun kadang Bramantyo bersikap kasar, namun tak ia hiraukan, Syerli lebih memilih mengalah dari pada harus mementingkan egonya.Ia tahu jika suaminya akan berubah menyayanginya seperti dulu lagi, sejak ketemu Shelomitha adik semesternya di kampus. Bramantyo sudah mulai melupakannya, semoga saja Bramantyo berubah seperti dulu, disitulah Syerli mslasih bertahan akan tetap setia mendampinginya. "Li, tolong ambilkan air putih," suruh Bramantyo pada istrinya yang lagi membereskan baju miliknya."Baiklah, sebentar ya," jawab Lili sambil melangkah pergi ke dapur, tumben agak lembut nyuruhnya. Bramantyo melihat lalu lalang kendaraan dari jendela rumahnya, ia menatap kakinya sampai kapan itu berakhir, ia jadi lumpuh karena kesalahannya mabuk bersama Siska. Ia menarik napa
Shelomitha membantu di dapur, menyiapkan sarapan pagi, telur balado dan mie goreng sudah siap dimeja makan, mereka berkumpul sarapan tanpa Arya juga Sultan, mereka hanya diam menikmati sarapan pagi. Sementara Shelomitha hanya menatap makanan tanpa disentuh, namun ia ingat pesan suaminya harus makan yang banyak. "Bunda, Ayah lama sekali sih belum juga pulang Raka dan Rania sudah rindu," seru Raka juga Rania cemberut, mereka sudah merindukan Ayahnya."Sabarlah sayang, kalau semua sudah beres, Ayah pasti akan pulang, ayo semangat sekolahnya, jangan pada cemberut nanti cantik dan gantengnya hilang lo." Mitha menenagkan kedua anaknya."Hmm, Bunda." "Nah begitu kan anak pinter, ayo berangkat nanti telat." Suruh Shelomitha kepada anak-anaknya yang masih cemberut.Mereka diantar Mang Kardi ke sekolah, sedangkan Shelomitha sibuk mengecek file yang dikirim rekannya kerjanya Ana, sementara Aeya dan Sultan masuk ke dalam rumah. Rumah terlihat sepi, Arya menyuruh Sultan untuk istirahat dikamarny