Home / Romansa / Suamiku, Sahabat Ayahku / Kesederhanaan Hidup Nara

Share

Kesederhanaan Hidup Nara

Author: Ayy Lmot
last update Last Updated: 2022-07-12 15:13:59

Saat pagi-pagi buta, Nara telah terbangun. Ia pun memulai aktivitasnya seperti biasa: bergerak bangun, mencepol rambutnya, lalu berjalan menuju dapur.

Nara mulai memasak untuk sarapan pagi. Setelah itu, ia mencuci dan menjemur baju. Kemudian, mencuci piring. Seusai dapur telah siap dengan makanan untuk sarapan, ia beralih membersihkan diri dan bersiap untuk mengawali hari dengan mengais ilmu.

Selama hidup bertahun-tahun, ia seperti berperan seorang istri. Gadis yang cantik itu, sudah terbiasa hidup sederhana, bahkan sampai kekurangan. Namun, yang sangat ia sayangkan sampai saat ini ia belum sama sekali mengenal wajah ibunya.

"Oke, siapkan baju ayah dan bangunkan mereka."

Nara kembali bergerak setelah ia siap dengan mengenakan seragamnya. Kini gadis itu sedang menatap posisi tidur sang ayah bersama sahabatnya.

"Huh, gara-gara om-om ini ayah tidurnya terlihat sangat sempit!" gumamnya.

'Bagaimana caranya aku menyingkirkan pria ini dari kontrakan? Kehidupan ayah seolah terbagi dua dengannya,' ucap hati gadis itu.

"Ayah bangun ...."

Bukannya sang ayah yang bangun, tapi justru sahabatnya yang membuka matanya. 'Manis sekali wajahnya,' batin Arsen.

"Mungkin Ayahmu masih mengantuk."

Nara tidak menggubris, ia tetap fokus membangunkan sang ayah. "Ayah ... nanti telat. Ayo cepat bangun ....!"

'Sepertinya, gadis ini masih belum bisa menerima kehadiranku,' batin Arsen.

"Iya Sayang ... ayah akan bangun beberapa menit lagi!" 

Dengan sewot, Nara pun mencubit dada bidang sang ayah. Alhasil Dhafian terpaksa bangun. Sementara Arsen terus menatap gadis itu.

"Pokoknya kalau belum bangun juga, sarapan Nara habiskan semua!"

Dhafian mengusap wajahnya, lalu membenarkan rambutnya yang berantakan. "Anakku seperti ibunya, sangat galak!"

"Setahuku Uni itu sangat lembut."

"Sudahlah, jangan membahasnya!"

"Kau sendiri yang memulai."

***

Setelah sarapan mereka telah usai, kini Arsen sudah menunggu Nara memakai dasi dan sepatunya. 

"Ayah, sepatu Nara menganga!"

Arsen menatap miris kondisi putri dari sahabatnya itu. Nara sedang memakai sepatunya di atas teras, sementara ia sedang merokok duduk di bangku.

Dhafian datang sudah siap dengan seragam kerjanya. Ia melihat-lihat sepatu anaknya yang sudah koyak parah. Sudah dua tahun, Nara belum mengganti sepatunya.

Dalam hati pria itu sangat sedih, tetapi ia berusaha untuk tak menampakkannya. 

"Astaga sepatumu lapar," ujarnya membuat senyum Nara terbit. "Gajian esok, ayah akan belikan yang baru dan yang terbagus," lanjutnya.

"Benar ya, Yah? Tapi, tidak mungkin Nara memakai sendal jepit ke kampus ...."

"Iya Sayang ... sekarang pakai yang ada dulu ya, ayah janji akan belikan semua perlengkapan kuliahmu nanti!"

"Baiklah ...."

Arsen melepaskan putung rokok dari bibirnya, lalu ia mengambil alih sepatu itu. "Masih bisa diperbaiki!"

Arsen masuk ke dalam, pria itu mengambil sebuah lem untuk menyatukan sepatu itu. Namun sebelum itu ia terlebih dahulu menjahitnya, dan setelahnya ia menambah lem untuk memekatkan sepatu itu.

Jadilah seperti semula. Sepatu Nara menyangket seperti awal, sudah tidak lagi terbuka.

"Cobalah!"

"Hmm, okey bisa!"

"Thanks ya Arsen," ucap Dhafian.

"Santai ...."

"Ayo berangkat!"

***

"Nanti Nara gak mau nunggu lama!" ketus Nara kala ia sudah tiba di depan kampus.

"Siap!"

Arsen mengulurkan tangannya. Tetapi, Nara mengabaikan, gadis itu langsung melengos pergi. "Bagaimana caranya agar aku bisa mengambil hatinya? Sikapnya sangat bertolak belakang dengan Dhafian yang selalu care," gumamnya.

Setelah menepakki kampus, Nara tersenyum tatkala ia melihat seorang lelaki yang selalu membuat jantungnya tidak aman. 

"Hadehhh, kak Vero itu selalu tampan setiap hari. Ihh kenapa sih, heran deh!" gumamnya seperti gadis kesemsem.

Ya, Nara memang mempunyai perasaan kepada seorang kapten basket yang berjulukan bad boy kampus. Senior Nara yang selalu ia idam-idamkan sosoknya. 

"Hayoo, lagi liatin kak Vero yaaaa!" Tiba-tiba kedatangan gadis seumuran Nara mengejutkannya.

"Yita!!! Bisa nggak sih, sehari aja kalo datang ngagetin kayak reog!" ketus Nara. 

Nara hanya mempunyai tiga sahabat, yaitu Yita, Andrea, dan Inoy. Selain itu, tidak ada yang mau berteman dengan gadis itu karena Nara dianggap gadis miskin yang tidak cocok kuliah di sebuah universitas yang elit ini.

Walaupun Dhafian seorang satpam, tapi pria itu bisa membiayai pendidikan tinggi untuk anaknya dengan hasil usaha kegigihan. Hanya satu niatnya, semata-mata berharap agar Nara tidak bernasib sama sepertinya.

"Sorry Nar. Eh, tapi kak Vero pernah tanyain kamu tau!"

"Masa sih?"

"Jangan sama Vero, dia itu cowok brengsek. Gue kenal banget gimana karakter dia. Dia itu kalo cari cewek kayak cari upil, dicari-cari pas ketemu dibuang. Sekadar rasa penasaran aja!" sahut Andrea dengan argumennya yang konyol.

"Inoy gak langsung dibuang, tapi Inoy cicipi dulu!"

"Mending lu jangan nyaut deh!" geram Andrea. Inoy itu lelaki, tapi sampai sekarang masih diragukan jenis pria itu apa.

"Ya bener juga," pendapat Yita.

"Mending ikutin kata gue, jangan suka sama Vero. Bocah belagu kayak dia gak pantes buat lo yang cantik Nar. Lo itu terlalu polos buat buaya berjenis predator kayak dia. Vero sekali jalan bisa buat cewe hamil, nah kalo lo di posisi itu gimana? Masih muda, mau nikah masih sibuk kuliah, ya kan?"

"Nikahnya nanti aja kalo kita libur setelah semester, bisa 'kan?" Lagi-lagi Inoy menyahut dengan kata-kata yang menguras emosi pendengar.

"Inoy belum ngerasain sunat tiga kali ya?"

"E-eh iyadeh Inoy diem!"

"Ma'lum lolipop si Inoy udah abis!"

'Masa sih?' Mendengar itu, Nara mulai ragu. Tapi, apa kita bisa pungkiri rasa suka di hati? Dia ingat perkataan ayahnya untuk jangan mencari lelaki yang satu kampus.

'Tapi, Nara suka sama kak Vero.' batin gadis itu lagi.

***

Setelah menjalani perkuliahan yang melelahkan, Nara tidak sengaja menjumpai pria yang sangat ia sukai. Meskipun sudah diperingati temannya, semua terasa buyar. Kini jantungnya sedang berdetak tidak aman. 

"Hai Nar!" ucap pria bernama Vero itu.

"Oh hallo Kak!" sapa balik Nara dengan gugup.

"Mau pulang bareng?" tawarnya.

'Arrggghhh ... ayah tolong Nara, dia nawarin Nara pulang bareng gilak,' batin Nara sedang meronta-ronta.

"Gak bisa Kak, Nara udah dijemput."

"Oh oke, kalo jalan sama gue nanti malam gimana?" 

"Nanti Nara izin sama ayah dulu, ya!"

"Oke gue tunggu, kalo jadi gue jemput. Telepon aja nanti!"

"Oke Kak!" balas Nara berusaha tenang, padahal tidak bisa.

***

Selama perjalanan pulang, Arsen menatap aneh gadis yang diboncenginya dari spion motor. 

"Kenapa?"

"Lagi bahagia!" balas gadis itu tersenyum lebar.

'Sifat gadis ini susah ditebak. Terkadang dia bisa sangat cantik jika tersenyum full seperti itu, bisa menjadi sangat baik, dan bisa tiba-tiba jutek bahkan marahnya pun sangat mengerikan,' batin Arsen.

Saat mereka tiba di rumah, Nara segera masuk ke dalam kamar. 

"Nara aku akan kembali bekerja, jangan keluar tanpa izin!" pesan Arsen.

"Baik Om ...," jawabnya dengan jengah. 

'Mengatur seperti ayah!' sungut batinnya kesal.

Mengingat ayahnya, senyum gadis itu kembali terbit. Ia segera menelpon sang ayah untuk meminta izin. Masa bodo dengan ucapan sahabatnya, yang saat ini ia rasakan adalah suatu keinginan yang dulu selalu ia pendam. 

"Akhirnya, Nara bisa jalan sama kak Vero. Aaaa seneng banget!"

****

Setelah mendapat izin dari sang ayah, Nara benar-benar pergi. Dengan pakaian seadanya, gadis itu telah rapi. Penampilan dan riasan gadis itu sangat membuat Arsen terpaku akan pesonanya.

"Mau ke mana malam-malam begini?"

"Mau jalan, Nara titip rumah. Kalau mau makan lagi di dapur Nara sudah siapakan, tapi sisahin untuk ayah!"

"Sudah minta izin ke ayahmu?"

"Sudah!"

"Jalan dengan siapa?" tanya pria itu tanpa menutupi rasa penasarannya. 

Related chapters

  • Suamiku, Sahabat Ayahku   Niat Jahat Vero

    Nara berdecak jengah. "Bukan urusan Om!" Arsen tak tinggal diam. Pria itu justru diberi tugas oleh sang sahabat untuk mengawasi putrinya. Ya, bukan hanya sembarang memberikan izin, itu Dhafian lakukan demi putrinya terhibur dan tidak kecewa. Mengetahui ada Arsen yang bisa menjadi baby sitter untuk anaknya, Dhafian memanfaatkan kehadiran Arsen. Kini, Arsen sedang melihat seorang lelaki berkendara motor sport sedang memboncengi Nara. Dirinya merasa cemas karena pakaian gadis itu terlihat terbuka. Arsen mempunyai firasat yang tidak enak, ia sangat mengkhawatirkan Nara. Pria itu terus membuntuti mereka. Sementara itu, Nara merasa sangat senang. "Nar lo cantik banget!" teriak Vero di kala mereka berhenti karena tiba di lampu merah."Terima kasih Kak. Tapi, kita mau kemana?" "Pokoknya nanti lo bakal seneng-seneng!" "Oh oke deh!" Nara yang sudah terlanjur bahagia karena Vero, tidak memedulikan apa pun. *** Tempat di mana semua pengunjungnya seorang yang melebur rasa penat setela

    Last Updated : 2022-07-12
  • Suamiku, Sahabat Ayahku   Ibu Pengganti Untuk Nara

    Arsen mengambil tindakan cerdik. Ia membopong tubuh Nara untuk masuk ke kamar mandi. Pria itu mengguyur seluruh badan Nara sampai gadis itu basah kuyup. Walau dirinya merasa sangat tergoda akan kemolekan tubuh gadis itu, tetapi ia masih mempunyai akal sehat. Pemikiran pria itu pun jernih, dan tak mudah terbawa hasrat dalam gairah kelaki-lakiannya. "Om dingin!" 'Bagus, rangsangan obat itu akan menghilang,' batinnya. Arsen memberikan handuk, lalu ia membopong kembali tubuh Nara yang menggigil. Nara masih hanya mengenakan dalamannya, dengan sisa bawahan celana ketat yang pendek. Dalam hati, ia berniat untuk menggantikan baju, tetapi ia berpikir ulang itu akan membahayakan dirinya. Ia pun memilih mengabaikan, walau merasa iba dengan putri sahabatnya itu karena kedinginan memakai dalaman yang basah. Tiba-tiba di luar terdengar suara deruman motor, ia yakin bahwa itu Dhafian yang baru saja pulang. Arsen keluar dari kamarnya, ia merasa lega karena pada saat aksi tadi Dhafian tidak se

    Last Updated : 2022-07-12
  • Suamiku, Sahabat Ayahku   Perasaan Cemburu

    Mendengar ucapan dari sang majikan itu terdengar seperti sebuah uang. Ya, bukankah akan ada takdir yang bagus jika ia menjadi pendamping hidup janda kaya ini? Namun, apakah ucapannya benar apa adanya? Dhafian masih meragukan jika ia meminta cerai sebab dirinya. “Dhaf aku ingin menjadi ibu untuk anakmu. Kita rawat Nara sama-sama ya, aku ingin menjadi sosok ibu,” ucap Lia. Lagi-lagi hanya membuat Dhafian termengu. Sampai pada akhirnya, Lia mencoba untuk membuyarkan lamunannya dengan mengusap wajah pria itu. “Dhaf ....” “Maaf Nyonya saya sadar akan posisi saya, coba pertimbangkan lagi. Maukah Anda menikah dengan duda miskin seperti saya ini?” sela Dhafian. “Dhaf apa kau tahu istilah cinta itu buta, tuli? Atau apapun itulah. Untuk apa memandang status atau materi, jika aku menikah denganmu bukan hal yang rugi. Aku punya segalanya, tapi satu hanya cinta yang tak kupunya darimu.” Benar bukan? Cinta itu buta? Terbukti dari ucapan Lia. Namun anehnya, Dhafian belum bisa mencerna ucapan it

    Last Updated : 2022-07-30
  • Suamiku, Sahabat Ayahku   Seperti Sebuah Mahar yang Mengejutkan

    “Arsen bisa-bisanya kau berucap seperti itu. Anakku masih kecil, walaupun usianya memang sudah beranjak dewasa tapi pola pikirnya masih di posisi usia remaja. Kau mengertilah itu,” Dhafian mengelak. Ya, rasa tak yakin akan ucapan sahabatnya, membuat ia ragu dan menyimpulkan bahwa ujaran itu adalah sebuah candaan.“Aku tahu, aku mengerti dan cukup jelas aku membayangi. Tidak perlu takut mahar atau apa yang bisa kuberikan. Jangan anggap ucapanku sebuah angin. Aku ingin menikahi anakmu itu benar apa adanya!” Seketika Dhafian melongo, dan Arsen pergi masuk ke kamar dengan meninggalkan tanda tanya di benaknya.Berselang beberapa saat Arsen kembali, dan itu membuat Dhafian terus menelisik. Sahabatnya itu duduk kembali, lalu menyerah sebuah cincin dan beberapa perhiasan serta mata uang rupiah yang tak terhitung jumlahnya. Kala itu Dhafian lagi-lagi hanya bisa melongo, walaupun hatinya begitu terkejut.“Jangan mengira aku mencuri, ini uang tabunganku selama bekerja di Singapura dan cincin ser

    Last Updated : 2022-07-30
  • Suamiku, Sahabat Ayahku   Kehadiran Arsen

    "Sayang ... ayah pulang ...." Mendengar suara seorang dari luar, gadis berwajah manis nan ayu itu beranjak dari kamarnya dengan riang. "Yeayy Ayah pulang!" Dengan tergesa-gesa gadis bernama Dinara Carsea Olivia itu membuka pintu untuk menyambut sang ayah yang baru saja pulang bekerja. "Ayah bawa pesananku--siapa dia, Yah?" Tiba-tiba suara gadis itu melirih tatkala matanya menatap seorang pria berwajah putih mulus dan tampan, sedang menenteng sebuah koper. "Nara, ini sahabat ayah namanya Om Arsen. Dia akan tinggal bersama kita mulai saat ini," ucap Dhafian Ganendra sang ayah Nara. Pria bernama Arsenio Barra itu mengulurkan tangannya. Namun, tangannya itu sama sekali tak disambut oleh Nara. Gadis itu justru membolakan matanya ke arah Arsen. Refleks Arsen pun menarik tangannya kembali. "Ayah hidup kita udah susah, sekarang Ayah malah mau menampung beban lagi. Coba pikirkan kehidupan kita yang harus membayar tagihan listrik, kontrakan, tunggakan kuliah, belum lagi buat kita makan

    Last Updated : 2022-07-12
  • Suamiku, Sahabat Ayahku   Hasrat Nyonya Majikan

    Sepulang dari kampus, kini Nara sedang menunggu jemputan. Namun, sudah cukup lama ia menanti, sementara Arsen belum juga menampakkan dirinya. 'Tidak tepat waktu. Dia tidak seperti ayah!" geramnya. Sekilas, ia mendapati seorang lelaki yang sedang mengendarai sepeda motor. Ya, itulah seseorang yang ia tunggu-tunggu. "Lama sekali!" kesalnya. "Maaf Nona manis, aku membeli ini dulu!" Arsen menunjukkan sebuah kantong plastik besar yang berisikan banyak sekali buah dan bahan-bahan dapur. "Astaga, Om menghabiskan uang ayah, ya? Ini banyak banget!" "Aku sama sekali tidak memakai uang ayahmu. Ini uang hasil kerjaku hari ini. Lumayan, untuk mencukupi kebutuhan kita selama beberapa Minggu," balas Arsen. Nara menilisik wajah Arsen, lalu kembali berkata, "Nara jadi meragukan, kalo Om itu bukan seorang pria serabutan!" "Buang perasaan anehmu tentangku. Cepat naiklah!" Dengan hati yang bertanya-tanya, Nara pun naik ke motor. Arsen dengan cepat menarik tangan Nara agar berpegangan di pinggan

    Last Updated : 2022-07-12

Latest chapter

  • Suamiku, Sahabat Ayahku   Seperti Sebuah Mahar yang Mengejutkan

    “Arsen bisa-bisanya kau berucap seperti itu. Anakku masih kecil, walaupun usianya memang sudah beranjak dewasa tapi pola pikirnya masih di posisi usia remaja. Kau mengertilah itu,” Dhafian mengelak. Ya, rasa tak yakin akan ucapan sahabatnya, membuat ia ragu dan menyimpulkan bahwa ujaran itu adalah sebuah candaan.“Aku tahu, aku mengerti dan cukup jelas aku membayangi. Tidak perlu takut mahar atau apa yang bisa kuberikan. Jangan anggap ucapanku sebuah angin. Aku ingin menikahi anakmu itu benar apa adanya!” Seketika Dhafian melongo, dan Arsen pergi masuk ke kamar dengan meninggalkan tanda tanya di benaknya.Berselang beberapa saat Arsen kembali, dan itu membuat Dhafian terus menelisik. Sahabatnya itu duduk kembali, lalu menyerah sebuah cincin dan beberapa perhiasan serta mata uang rupiah yang tak terhitung jumlahnya. Kala itu Dhafian lagi-lagi hanya bisa melongo, walaupun hatinya begitu terkejut.“Jangan mengira aku mencuri, ini uang tabunganku selama bekerja di Singapura dan cincin ser

  • Suamiku, Sahabat Ayahku   Perasaan Cemburu

    Mendengar ucapan dari sang majikan itu terdengar seperti sebuah uang. Ya, bukankah akan ada takdir yang bagus jika ia menjadi pendamping hidup janda kaya ini? Namun, apakah ucapannya benar apa adanya? Dhafian masih meragukan jika ia meminta cerai sebab dirinya. “Dhaf aku ingin menjadi ibu untuk anakmu. Kita rawat Nara sama-sama ya, aku ingin menjadi sosok ibu,” ucap Lia. Lagi-lagi hanya membuat Dhafian termengu. Sampai pada akhirnya, Lia mencoba untuk membuyarkan lamunannya dengan mengusap wajah pria itu. “Dhaf ....” “Maaf Nyonya saya sadar akan posisi saya, coba pertimbangkan lagi. Maukah Anda menikah dengan duda miskin seperti saya ini?” sela Dhafian. “Dhaf apa kau tahu istilah cinta itu buta, tuli? Atau apapun itulah. Untuk apa memandang status atau materi, jika aku menikah denganmu bukan hal yang rugi. Aku punya segalanya, tapi satu hanya cinta yang tak kupunya darimu.” Benar bukan? Cinta itu buta? Terbukti dari ucapan Lia. Namun anehnya, Dhafian belum bisa mencerna ucapan it

  • Suamiku, Sahabat Ayahku   Ibu Pengganti Untuk Nara

    Arsen mengambil tindakan cerdik. Ia membopong tubuh Nara untuk masuk ke kamar mandi. Pria itu mengguyur seluruh badan Nara sampai gadis itu basah kuyup. Walau dirinya merasa sangat tergoda akan kemolekan tubuh gadis itu, tetapi ia masih mempunyai akal sehat. Pemikiran pria itu pun jernih, dan tak mudah terbawa hasrat dalam gairah kelaki-lakiannya. "Om dingin!" 'Bagus, rangsangan obat itu akan menghilang,' batinnya. Arsen memberikan handuk, lalu ia membopong kembali tubuh Nara yang menggigil. Nara masih hanya mengenakan dalamannya, dengan sisa bawahan celana ketat yang pendek. Dalam hati, ia berniat untuk menggantikan baju, tetapi ia berpikir ulang itu akan membahayakan dirinya. Ia pun memilih mengabaikan, walau merasa iba dengan putri sahabatnya itu karena kedinginan memakai dalaman yang basah. Tiba-tiba di luar terdengar suara deruman motor, ia yakin bahwa itu Dhafian yang baru saja pulang. Arsen keluar dari kamarnya, ia merasa lega karena pada saat aksi tadi Dhafian tidak se

  • Suamiku, Sahabat Ayahku   Niat Jahat Vero

    Nara berdecak jengah. "Bukan urusan Om!" Arsen tak tinggal diam. Pria itu justru diberi tugas oleh sang sahabat untuk mengawasi putrinya. Ya, bukan hanya sembarang memberikan izin, itu Dhafian lakukan demi putrinya terhibur dan tidak kecewa. Mengetahui ada Arsen yang bisa menjadi baby sitter untuk anaknya, Dhafian memanfaatkan kehadiran Arsen. Kini, Arsen sedang melihat seorang lelaki berkendara motor sport sedang memboncengi Nara. Dirinya merasa cemas karena pakaian gadis itu terlihat terbuka. Arsen mempunyai firasat yang tidak enak, ia sangat mengkhawatirkan Nara. Pria itu terus membuntuti mereka. Sementara itu, Nara merasa sangat senang. "Nar lo cantik banget!" teriak Vero di kala mereka berhenti karena tiba di lampu merah."Terima kasih Kak. Tapi, kita mau kemana?" "Pokoknya nanti lo bakal seneng-seneng!" "Oh oke deh!" Nara yang sudah terlanjur bahagia karena Vero, tidak memedulikan apa pun. *** Tempat di mana semua pengunjungnya seorang yang melebur rasa penat setela

  • Suamiku, Sahabat Ayahku   Kesederhanaan Hidup Nara

    Saat pagi-pagi buta, Nara telah terbangun. Ia pun memulai aktivitasnya seperti biasa: bergerak bangun, mencepol rambutnya, lalu berjalan menuju dapur. Nara mulai memasak untuk sarapan pagi. Setelah itu, ia mencuci dan menjemur baju. Kemudian, mencuci piring. Seusai dapur telah siap dengan makanan untuk sarapan, ia beralih membersihkan diri dan bersiap untuk mengawali hari dengan mengais ilmu. Selama hidup bertahun-tahun, ia seperti berperan seorang istri. Gadis yang cantik itu, sudah terbiasa hidup sederhana, bahkan sampai kekurangan. Namun, yang sangat ia sayangkan sampai saat ini ia belum sama sekali mengenal wajah ibunya. "Oke, siapkan baju ayah dan bangunkan mereka." Nara kembali bergerak setelah ia siap dengan mengenakan seragamnya. Kini gadis itu sedang menatap posisi tidur sang ayah bersama sahabatnya. "Huh, gara-gara om-om ini ayah tidurnya terlihat sangat sempit!" gumamnya. 'Bagaimana caranya aku menyingkirkan pria ini dari kontrakan? Kehidupan ayah seolah terbagi dua d

  • Suamiku, Sahabat Ayahku   Hasrat Nyonya Majikan

    Sepulang dari kampus, kini Nara sedang menunggu jemputan. Namun, sudah cukup lama ia menanti, sementara Arsen belum juga menampakkan dirinya. 'Tidak tepat waktu. Dia tidak seperti ayah!" geramnya. Sekilas, ia mendapati seorang lelaki yang sedang mengendarai sepeda motor. Ya, itulah seseorang yang ia tunggu-tunggu. "Lama sekali!" kesalnya. "Maaf Nona manis, aku membeli ini dulu!" Arsen menunjukkan sebuah kantong plastik besar yang berisikan banyak sekali buah dan bahan-bahan dapur. "Astaga, Om menghabiskan uang ayah, ya? Ini banyak banget!" "Aku sama sekali tidak memakai uang ayahmu. Ini uang hasil kerjaku hari ini. Lumayan, untuk mencukupi kebutuhan kita selama beberapa Minggu," balas Arsen. Nara menilisik wajah Arsen, lalu kembali berkata, "Nara jadi meragukan, kalo Om itu bukan seorang pria serabutan!" "Buang perasaan anehmu tentangku. Cepat naiklah!" Dengan hati yang bertanya-tanya, Nara pun naik ke motor. Arsen dengan cepat menarik tangan Nara agar berpegangan di pinggan

  • Suamiku, Sahabat Ayahku   Kehadiran Arsen

    "Sayang ... ayah pulang ...." Mendengar suara seorang dari luar, gadis berwajah manis nan ayu itu beranjak dari kamarnya dengan riang. "Yeayy Ayah pulang!" Dengan tergesa-gesa gadis bernama Dinara Carsea Olivia itu membuka pintu untuk menyambut sang ayah yang baru saja pulang bekerja. "Ayah bawa pesananku--siapa dia, Yah?" Tiba-tiba suara gadis itu melirih tatkala matanya menatap seorang pria berwajah putih mulus dan tampan, sedang menenteng sebuah koper. "Nara, ini sahabat ayah namanya Om Arsen. Dia akan tinggal bersama kita mulai saat ini," ucap Dhafian Ganendra sang ayah Nara. Pria bernama Arsenio Barra itu mengulurkan tangannya. Namun, tangannya itu sama sekali tak disambut oleh Nara. Gadis itu justru membolakan matanya ke arah Arsen. Refleks Arsen pun menarik tangannya kembali. "Ayah hidup kita udah susah, sekarang Ayah malah mau menampung beban lagi. Coba pikirkan kehidupan kita yang harus membayar tagihan listrik, kontrakan, tunggakan kuliah, belum lagi buat kita makan

DMCA.com Protection Status